Anda di halaman 1dari 30

RESUME

SISTEM UROGENITAL 2

D I S U S U N

OLEH

ALFRED ALBERTA JOSHUA RITONGA


10 2007 199 Kelompok D-7 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2009

DAFTAR ISI
Halaman BAB I Pendahuluan .. 4

1.1 Latar Belakang 4 1.2 Tujuan . 6 BAB II Isi . 5 2.1 Anamnesis ...... 7 2.2 Pemeriksaan Fisik ......... 8

2.3 Pemeriksaan Penunjang ............. 9 2.4 Diagnosis Kerja......... 11 2.5 Diagnosis Banding ............................... 12 2.6 Etiologi ................................................................................................................. ........................................................................................................ 15 18

2.7 Epidemiologi

2.8 Patofisiologi ......................................................................................................... 19 2.9 Manifestasi Klinis ................................................................................................ 20 2.10Penatalaksanaan ................................................................................................... 22 2.11Prognosis .............................................................................................................. 24

BAB III

Penutup ...... 25 .......................................................................................................... 25

3.1 Kesimpulan

Daftar Pustaka

Kejang dan Tidak

Sadarkan Diri

Alfred Alberta Joshua Ritonga


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Skenario : Seorang laki-laki berumur 24 tahun dibawa ke dokter oleh istrinya dengan keluhan kejangkejang dan tidak sadar diri sejak pagi hari. Riwayat kejang dan trauma kepala sebelumnya tidak ada. Pemeriksaan fisik : BB 65 kg, TB 165 cm, suhu 36,80C, TD 150/70 mmHg, HR 130 x/menit. Kesadaran somnolen, pupil isokor, reflex cahaya baik,. Tidak ada kaku kuduk, dan tanda rangsang meningeal. Pernafasannya cepat dan dalam. Jantung : Bunyi jantung I, II normal. Pulmo : tidak ada retraksi dada, suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi. Abdomen : lemas, hepar/lien tidak teraba. Pemeriksaan laboratorium : Hb 6,5 g/dL, hematokrit 18%, leukosit 9500/L, trombosit 3

220.000/L, kadar natrium 145 mEq/L, kadar gula darah sewaktu 85 mg/dL. Urin : protein (+), glukosa (-), leukosit 8-10/lpb, eritrosit 3-5/lpb, silinder berbutir 6-8/lpk, ureum : 280 mg/dL, creatinin : 8,5 mg/dL.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di dalam tubuh setiap makhluk hidup terjadi reaksi penyusunan dan pembongkaran (metabolisme). Reaksi metabolisme tersebut menghasilkan zat yang diperlukan dan juga zat sisa yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh antara lain CO2, H2O, dan NH3 (amonia), sedangkan zat warna empedu dirombak terlebih dahulu menjadi urobilinogen dan asam urat yang selanjutnya dirombak menjadi NH3 sebelum dikeluarkan. CO2 dan H2O berasal dari pemecahan senyawa kabohidrat, lemak, dan protein. Pada dasarnya, kedua senyawa tersebut tidak berbahaya apabila kadarnya tidak berlebihan di dalam tubuh, misalnya CO2 dapat digunakan sebagai dapar (penyangga kestabilan pH) dalam darah dan H2O dapat berguna sebagai pelarut zat. Sedangkan amonia (NH3) berasal dari pembongkaran protein dan berbahaya bagi sel. Oleh karena itu, amonia harus dikeluarkan dari tubuh. Namun, sebelum dikeluarkan, amonia dirombak dahulu menjadi urea. Zat warna empedu merupakan sisa hasil perombakan eritrosit di hati dan kemudian disimpan dalam kandung kemih (vesika urinaria). Zat tersebut akan mengalami oksidasi menjadi urobilinogen

yang mengakibatkan warna kekuningan pada urin.1 Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urin, dua ureter sebagai saluran yang membawa urin ke dalam sebuah kantung kemih (vesica urinaria) untuk penampungan urin sementara, dan urethra yang mengalirkan urin keluar tubuh melalui orifisium urethra eksterna. Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua dengan panjang sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 gr sampai 175 gr pada pria dan 115 gr sampai 155 gr pada wanita. Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang primer dan terletak di sebelah kanan dan kiri columna vertebralis dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Ginjal kanan terletak agak di bawah dari ginjal kiri karena terdapat hepar pada sisi kanan. Ginjal kiri terletak di sekitar iga 11 / vertebrae Lumbal 2-3, sedangkan ginjal kanan terletak di sekitar iga 12 / vertebrae Lumbal 3-4. Jarak kutub atas kedua ginjal adalah 7cm dan jarak kutub bawahnya adalah 11 cm, dan jarak kutub bawah ginjal ke crista illiaca adalah 3-5 cm.1 Ginjal berfungsi sebagai :1 1.Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian, Hb dan hormon. 2.Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekskresi ion Na, K, Cl, Mg, SO4, dan PO4. 3.Pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi urin asam atau basa, tergantung pada kebutuhan tubuh. 4.Pengaturan produksi eritrosit. Ginjal melepas eritropoietin, yang mengatur produksi eritrosit dalam sumsum tulang. 5.Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang essensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensin-aldosteron, yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.

6.Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah. 7.Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

1.2 Tujuan Mengingat pentingnya penyakit yang dialami oleh pasien di atas dan melihat seringnya kasus penyakit pada sistem kardiovaskular yang muncul pada masyarakat, maka saya menyusun makalah ini dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai penyakit tersebut baik dari faktor risiko, faktor-faktor penyebab, epidemiologi, manifestasi klinis, patogenesis, diagnosis, cara penanganan, cara pencegahan, komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosisnya.

BAB II ISI
2.1 Anamnesis Anamnesis adalah wawancara antara dokter dan pasien atau keluarganya atau orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Anamnesis bertujuan agar dokter memperoleh informasi atau data yang berhubungan dengan pasien. Selain itu, anamnesis juga bertujuan untuk membina hubungan baik dan kepercayaan dokter dan pasien secara profesional kompetensi. Anamnesis terbagi atas auto-anamnesis, yaitu wawancara yang dilakukan antara dokter dengan pasien yang bersangkutan, dan allo-anamnesis yaitu pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang lain yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/ bayi atau orang tua yang sudah mulai pikun atau penderita yang tidak sadar/ sakit jiwa. Anamnesis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.5 Hal yang penting untuk ditanyakan pada pasien dalam anamnesis yaitu antara lain :5 1. Apakah pasien mengalami gejala gagal ginjal (misalnya mual, muntah, sesak nafas (akibat asidosis atau edema paru), atau edema perifer?
7

2. Adakah rasa gatal, cegukan, neuropati perifer, lelah, malaise, keluaran urin berkurang, poliuria, atau hematuria nokturia? 3. Adakah gejala penyerta : hemoptisis, ruam, nyeri punggung, demam dan penurunan berat badan akibat neuropati? 4. Apakah pasien sedang menjalani pengobatan untuk gagal ginjal (missal hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi ginjal)? Riwayat penyakit dahulu : 1. 2. 3. Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya? Pernahkah ada hipertensi atau proteinuria? Adakah komplikasi penyakit ginjal : hipertensi, penyakit tulang ginjal, atau penyakit jantung? 4. Adakah prosedur untuk memungkinkan dialisis (misalnya

terbentuknya fistel arteriovena, kateter dialisis peritoneal)? Riwayat obat-obatan : 1. Obat apapun yang bias menyebabkan gagal ginjal (misalnya OAINS, ACE inhibitor, atau antibiotik)? 2. Setiap terapi tertentu untuk gagal ginjal (misalnya eritropoietin)? 3. Setiap obat yang bisa terakumulasi dan dapat menyebabkan toksisitas pada gagal ginjal (missal digoksin)? Riwayat keluarga : Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga(missal penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks) ?

2.2 Pemeriksaan Fisik

Setelah dilakukan anamnesis, maka pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini diawali dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi yaitu kegiatan mengamati tubuh pasien, palpasi adalah pemeriksan dengan cara perabaan dengan menggunakan rasa propioseptif ujung jari tangan, perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh dengan perantaraan jari tangan, untuk mengetahui keadaan organorgan di dalam tubuh, dan auskultasi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang dapat di dalam tubuh dengan bantuan stetoskop. Pada umumnya (normalnya), ginjal tidak teraba pada palpasi, namun kita harus tetap dapat mendeteksi adanya pembesaran ginjal. Dan bila teraba, kita harus tahu besar dan bentuk ginjal dan rasa nyeri yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan pada vesica urinaria juga pada umumnya tidak teraba pada palpasi, namun bila membesar sampai melewati bagian atas symphisis pubis, akan teraba licin dan membundar dan perlu diperhatikan apakah ada rasa nyeri pada pasien. Gunakan juga perkusi untuk mengetahui adanaya bagian yang dull agar diketahui berapa tinggi di atas symphisis pubis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dengan inspeksi, perhatikan apakah ada edema karena pada gagal ginjal terjadi kegagalan pengaturan ekskresi air dan garam sehingga dapat terjadi edema.3 Juga dapat dilihat apakah ada bekas garukan akibat pasien mengalami gatal-gatal akibat kadar ureum yang meningkat. 4 Penting juga untuk melakukan pemeriksaan tanda vital yaitu pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu tubuh.

2.3 Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu :7 Memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG Identifikasi etiologi Menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible)

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menunjang diagnosis gagal ginjal kronik antara lain :7 1. Pemeriksaan Faal Ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida (gamma camera imaging) hamper mendekati faal ginjal yang sebenarnya. Setiap pasien penyakit gagal ginjal kronik disertai atau tidak penurunan LFG harus ditentukan derajat (stadium) sesuai dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002).6,7 2. Analisis urin rutin Albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari dan non-selektif disertai kelainan sedimen (eritrosit uria, leukosituria, dan silinderuria) lebih sering ditemukan pada glomerulopati (primer atau sekunder). Pada glomerulopati primer (idiopati), ekskresi protein (proteinuria) cenderung berkurang parallel dengan memburuknya faal ginjal (LFG). Pada nefritis interstisialis, nefropati urat kronik, dan penyakit ginjal polikistik, ekskresi protein (proteinuria) bervariasi antara 1 sampai 3,5 gram per hari. Bila sedimen urin memperlihatkan kelainan telescoped urinary sediment harus dicurigai kemungkinan nefritis lupus. 3. Kimia darah Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes dan SLE), elektroforesis protein memperlihatkan gambaran yang patognomonis. Hiperkolesterolemia sering ditemukan pada sindrom nefrotik idiopati (primer); sebaliknya normokolesterolemia pada diabetes dan lupus sistemik dan dikenal sebagai pseudonephrotic syndrome. Pemeriksaan skrining gula darah malah cenderung hipoglikemia pada nefropati diabetic stadium IV dan V. Kenaikan serum asam urat (hiperurikemia) tidak selalu berhubungan dengan nefropati kronik asam urat karena hiperurikemia parallel dengan penurunan faal ginjal (LFG). Juga pada analisis gas darah, maka pada gagal ginjal kronik akan didapati asidosis karena penurunan pH darah. 4. Elektrolit Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin)penting untuk diagnosis gagal ginjal kronik yang

berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan hipokalemia) dan nefrokalsinosis. Dalam menentukan perjalanan penyakit, maka pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :7 1. Progresivitas penurunan faal ginjal Ureum dan kreatinin serum Klirens kreatinin

2. Hemopoiesis Hemoglobin Trombosit Fibrinogen Faktor pembekuan

3. Elektrolit Serum Na+, K+, HCO3=, Ca ++, PO4=, Mg+

4. Endokrin PTH dan T3, T4

5. Pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal, misal infark miokard. b) Radiologi Beberapa pemeriksaan penunjang untuk diagnosis gagal ginjal kronik antara lain : 1) Foto polos abdomen Mreupakan pemeriksaan skrining, paling murah tersedia di setaip Rumah sakit. Pemeriksaan ini penting untuk identifikasi perubahan anatomi ginjal. 2) Ultrasonografi (USG)

11

Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan foto polos perut untuk menilai atau identifikasi anatomi ginjal. 3) Nefrotomogram Pemeriksaan ini penting untuk evaluasi nefropati obstruktif terutama akibat bat radiolusen atau sebab lainnya. 4) Pielografi retrograde Pemeriksaan ini penting untuk evaluasi nefropati obstruktif yang sulit ditentukan sebabnya. 5) Pielografi antegrade Pemeriksaan ini mempunyai 2 fungsi yaitu terapeutik dan diagnosis obstruksi saluran kemih. Litiasis, hipertrofi prostat, dan sindrom renjatan dapat menyebabkan sindrom gagal ginjal akut pada pasien gagal ginjal kronik dan diikuti gagal ginjal terminal atau sindrom azotemia. Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) merupakan pemeriksaan rutin bil dicurigai kemungkinan adanya obstruksi mendadak akibat litiasis. Ultrasonografi. Pemeriksaan ini penting untuk mengidentifikasi dan lokasi obstruksi saluran kemih yang merupakan faktor pemburuk faal ginjal, dan untuk menentukan apakah perlu tindakan bedah atau konservatif, karena pemeriksaan USG dapat mengetahui srtuktur anatomi ginjal.

2.4 Diagnosis Kerja Penegakkan diagnosis terutama didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tambahan atau penunjang hanya dikerjakan bila ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan diagnosis. Dari kasus di atas, maka diagnosis kerja yang saya ambil yaitu gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.2 Sedangkan menurut NKF-DOQI, penyakit gagal ginjal kronik adalah

kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis ditegakkan.6 Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditadai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.2

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik2 1 Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi : Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan. 2 Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.5 Diagnosis Banding Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, di
13

antaranya adalah sebagai berikut : a) Gagal ginjal Akut (GGA) Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam smapai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolism nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolism tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya. Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal < 2,5 mg% atau meningkatkan > 20 mg% bila kreatinin awal > 2,5 mg%.2 Gagal ginjal akut bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan yang menyebabkan: berkurangnya aliran darah ke ginjal. penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal. trauma pada ginjal.

Gejala-gejala yang ditemukan pada gagal ginjal akut: Berkurangnya produksi air kemih (oliguria=volume air kemih berkurang atau anuria=sama sekali tidak terbentuk air kemih) Nokturia (berkemih di malam hari) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)

Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki Perubahan mental atau suasana hati Kejang Tremor tangan Mual, muntah

Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal, progresivitas penyakit dan penyebabnya. Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya menghasilkan gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai contoh, demam tinggi, syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan ginjal dan bisa lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal. Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal ginjal akut juga mempengaruhi bagian tubuh yang lain. Misalnya granulomatosis Wegener, yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah di ginjal, juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah di paru-paru, sehingga penderita mengalami batuk darah. Ruam kulit merupakan gejala khas untuk beberapa penyebab gagal ginjal akut, yaitu poliarteritis, lupus eritematosus sistemik dan beberapa obat yang bersifat racun. Hidronefrosis bisa menyebabkan gagal ginjal akut karena adanya penyumbatan aliran kemih. Arus balik dari kemih di dalam ginjal menyebabkan daerah pengumpul kemih di ginjal (pelvis renalis) teregang, sehingga timbul nyeri kram (bisa ringan atau sangat hebat) pada sisi yang terkena. Pada sekitar 10% penderita, kemihnya mengandung darah.8

b) Ensefalopati hipertensif Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
15

abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekana darah ke normal.

Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.

Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan keadaan ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).

Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala kelelahan mual muntah sesak nafas gelisah pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.8

17

2.6 Etiologi Ada banyak penyebab dari gagal ginjal kronik, seperti diabetes dan hipertensi, atau bisa juga karena adanya bawaan dari keluarga. Beberapa penyakit berikut ini merupakan penyebab utama kerusakan ginjal yaitu : Diabetes Merupakan penyebab terbesar gagal ginjal kronik. Diabetes adalah penyakit dimana tubuh kita tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh atau tubuh tidak mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan insulin secara adekuat. Hal ini menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan apabila tidak ditangani akan menyebabkan masalah di dalam tubuh termasuk ginjal. Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) Merupakan penyebab kedua terbesar gagal ginjal kronik. Hipertensi juga merupakan penyebab umum timbulnya penyakit jantung dan stroke. Hipertensi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada dinding arteri. Glomerulonephritis Adalah penyakit yang disebabkan adanya peradangan pada unit saringan terkecil ginjal yang disebut glomeruli, dan berhubungan dengan penyakit-penyakit system, seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Ginjal Polikistik Merupakan penyakit yang bersifat genetik (keturunan) dimana adanya kelainan yaitu terbentuknya kista pada kedua ginjal yang berkembang secara progresif sehingga menyebabkan kerusakan ginjal. Batu ginjal Adalah terjadinya sumbatan di sepanjang saluran kemih akibat terbentuknya semacam batu yang 80 persen terdiri dari kalsium dan beberapa bahan lainnya. Ukuran batu ginjal ada hanya sebesar butiran pasir sampai ada yang sebesar bola golf. Infeksi saluran kencing

Timbulnya infeksi dapat disebabkan oleh adanya bakteri yang masuk ke dalam saluran kencing yang menyebabkan rasa sakit atau panas pada saat buang air kecil dan kecenderungan frekuensi buang air kecil yang lebih sering. Infeksi ini biasanya akan menyebabkan masalah pada kandung kemih namun terkadang dapat menyebar ke ginjal. Obat dan racun Mengkonsumsi obat yang berlebihan atau yang mengandung racun tertentu dapat menimbulkan masalah pada ginjal. Selain itu penggunaan obat-obatan terlarang seperti heroin, ganja dapat juga merusak ginjal. Setiap orang dalam segala usia bisa terkena gagal ginjal kronik. Namun beberapa golongan orang mempunyai risiko lebih tinggi terkena gagal ginjal kronis apabila masuk dalam salah satu kriteria berikut ini:

Penderita diabetes Penderita hipertensi Mempunyai riwayat keluarga penderita gagal ginjal kronis Berusia 50 tahun ke atas

Tabel 2. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia2 Penyebab Glomerulonefritis Diabetes Melitus Obstruksi dan Infeksi Hipertensi Sebab Lain Insiden 46,39 % 18,65 % 12,85 % 8,46 % 13,65 %

Masalah pasien dalam kasus di atas adalah pasien dating dalam keadaan tidak sadarkan diri dan mengalami kejang. Kejang yang dialami pasien dapat disebabkan oleh :8
19

1. Demam tinggi (heatstroke, infeksi) 2. Infeksi otak : - AIDS - Malaria - Meningitis - Rabies - Sifilis - Tetanus - Toksoplasmosis - Ensefalitis karena virus 3. Kelainan metabolik : - Hipoparatiroidisme - Kadar gula atau natrium yang tinggi di dalam darah - Kadar gula, kalsium, magnesium atau natrium yang rendah di dalam darah - Gagal ginjal atau gagal hati - Fenilketonuria 4. Otak kekurangan oksigen : - Keracunan karbon monoksida - Berkurangnya aliran darah ke otak - Hampir tenggelam - Hampir tercekik - Stroke 5. Kerusakan jaringan otak : - Tumor otak - Cedera kepala - Perdarahan intrakranial - Stroke 6. Penyakit lainnya : - Eklampsia - Ensefalopati hipertensif - Lupus eritematosus

7. Pemaparan oleh obat atau bahan beracun : - Alkohol (dalam jumlah besar) - Amfetamin - Kapur barus - Klorokuin - Overdosis kokain - Timah hitam - Pentilenetetrazol - Striknin 8. Gejala putus obat : - Alkohol - Obat tidur - Obat penenang
9. Reaksi balik terhadap obat-obat yang diresepkan :

- Seftazidim - Klorpromazin - Imipenem - Indometasin - Meperidin 2.7 Epidemiologi Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit gagal ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus penduduk per tahun.2 2.8 Patofisiologi Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif, seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
21

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit gagal ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.2 Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan di mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjai penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, hipertensi, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, maupun nfeksi saluran pencernaan. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini, pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.2

Mekanisme kompensasi dan adaptasi asimptomatik

BUN dan creatinin meningkat

Penumpukan toksin uranik

Hematologis Gastrointestinal Sistem syaraf pusat Kardiovaskuler Endokrin Neurologis 2.8 Manifestasi Klinis Pasien gagal ginjal kronik dengan ureum darah kurang dari 150 mg%, biasanya tanpa keluhan maupun gejala dan seringkali ditemukan kebetulan pada pemeriksaan rutin. Gambaran klinis makin nyata bila ureum darah lebih dari 200 mg%. Seperti diketahui, ureum darah bukan satu-satunya penyebab gambaran klinik gagal ginjal kronik. Konsentrasi ureum darah merupakan indikator adanya retensi sisa-sisa metabolism protein yang termasuk dalam golongan dialyzable dan non-dialyzable substances. Pada gagal ginjal kronik tingkat awal dengan LFG kurang dari 25% dari normal, gambaran klinik sangat minimal. Kelainan yang sering ditemukan hanya albuminuria, hiperurikemia, dan hipertensi. Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat adalah sebagai berikut :7 1. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Kelainan yang sering dijumpai pada sediaan darah tepi seperti burr cell dan helmet cell akibat proses hemolisis. Kadang-kadang terlihat hipersegmentasi sel-sel lekosit PMN. Hipersegmentasi sel-sel lekosit PMN ini diduga akibat defisiensi asam folat dan vitamin B 12.
23

Anemia pada gagal ginjal kronik bersifat kompleks, berhubungan dengan : Anemia normokrom normositer Anemia hemolisis Anemia akibat defisiensi besi

2. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk ammonia (NH3). Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

3. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya bersisik dan kering, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost. Easy bruishing tidak jarang ditemukan pada beberapa pasien gagal ginjal kronik dan diduga mempunyai hubungan dengan gangguan faal trombosit dan kenaikan permeabilitas kapiler-kapiler pembuluh darah.

4. Kelainan neurologi Adanya kejang otot sering ditemukan pada pasien yang sudah berat, terjun menjadi koma. Konvulsi atau kejang yang terdapat pada pasien gagal ginjal kronik disebabkan beberapa faktor : Hiponatremia menyebabkan sembab jaringan otak

Ensefalopati hipertensif Tetani hipokalsemia Keadaan gagal ginjal terminal sendiri

Neuropati perifer menrupakan gangguan metabolic penting pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Gejala permulaan berupa sindrom restless yaitu creeping, intching, crowling, mengenai ekstremitas bawah terutama bagian distal. Gejala neuropati ini memburuk pada sore hari, dan mereda atau hilang setelah kaki digerakkan atau berjalan. Gejala neuropati perifer ini sering bersamaan dengan gangguan sensoris seperti rasa terbakar, hiperestesi, dan parestesi. Pada umumnya, gejala neuropati perifer dan gangguan sensoris ini akan hilang setelah menjalani hemodialisis.

5. Kelainan kardiopulmonal Patogenesis GJK pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai system vaskuler, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal, dapat menyebabkan gagal faal jantung. Gejala jantung yang berhubungan dengan anemia dinamakan high out put heart failure.

2.9 Penatalaksanaan Rencana Tatalaksana Penyakit Gagal Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya Derajat 1 LFG (ml/menit/1,73m2) 90 Rencana Tatalaksana Terapi penyakit dasar, evaluasi perburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular 2 3 4 60-89 30-59 15-29 Menghambat perburukan fungsi ginjal Evaluasi dan terapi komplikasi Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
25

< 15

Terapi pengganti ginjal

Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik meliputi :2 Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Memperlambat pemburukan fungsi ginjal Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

a) Non-Medika mentosa Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG 60ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protei tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologik tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.2

b) Medika Mentosa Pemakaian obat anti-hipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa obat antihipertensi, terutama ACE inhibitor, dapat memperlambat proses pemburukan ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan

antiproteinuria.2 Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Penatalaksanaan terutama ditujukan kepada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Komplikasi gagal ginjal kronik yang sering terjadi adalah osteodistrofi renal. Penatalaksanaannya dapat dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol (1,25(OH)2D3)- dihidroksi kalsiferol. Tetapi pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kalsium di saluran cerna sehingga dikhawatirkan akan mengakibatkan penumpukan garam kalsium karbonat di jaringan, yang disebut kalsifikasi metastatik. Di samping itu, juga dapat menyebabkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid. Oleh karena itu, pemakaiannya dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan hormone paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal.2 Terapi pengganti ginjal (Renal replacement Theraphy) dilakukan pada penyakit gagal ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, atau transplantasi ginjal.2

2.10 Prognosis Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit. Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia, asidosis metabolik, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema, edema paru, fluktuasi berat badan, dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefretis, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit dasar yang lainnya. Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan sebagai sebab kematian. Keluaran dalam studi prognosis pasien gagal ginjal kronis adalah kematian, maka perlu diselidiki faktor yang mempengaruhi dan hubungan antar faktor terhadap kematian.8

27

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Adanya kejang-kejang bahkan sampai tidak sadarkan diri sejak pagi hari yang dialami oleh pria dalam kasus di atas didiagnosis kerja sebagai akibat dari penyakit gagal ginjal kronik, bila dilihat dari konsep patogenesis dan manifestasi klinis penyakit yang terjadi pada pria tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001 : 461-7 2. Harijanto P.N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.4. Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h. 570-3 3. Davey, P. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga Medical series; 2006. h. 258-9 4. Nah Kurnia Y, Santoso M, Rumawas J, et al. Buku Panduan Skills Lab. Jakarta : Kedokteran UKRIDA; 2009. h.22-4 5. Anamnesis Gagal ginjal Kronik. Diunduh dari http://books.google.co.id/books tanggal 2 November 2009 6. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari http://kidney.niddk.nih.gov/ yourkidneys/ through accessed September 2009. 7. Sukandar E. Nefrologi Klinik. Ed.3. Pusat Informasi Ilmiah bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/ RS Dr.Hasan Sadikin Bandung; 2006. h. 465-525 8. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari Kudiseases/ pubs/

29

Anda mungkin juga menyukai