com
http://koran1000.blogspot.com/2012/08/menolak-ruu-pendidikan-tinggisebagai.html
Ketiga, PP/UU tersebut dapat memfasilitasi pengembangan PTS dengan cara memberikan bantuan dan kemudahan birokrasi agar PTS yang bersangkutan dapat berkembang dengan baik. Bukan sebaliknya, regulatif terhadap PTS, tapi pelit bantuan. Keempat, PP/UU PT itu mestinya memberikan kejelasan tanggung jawab pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik PTN maupun PTS. Sehingga bila ada maju mundurnya PT, masyarakat dapat dengan mudah menunjuk kepada pemerintah sebagai penanggung jawabnya. Tapi keempat persyaratan yang dikemukakan di atas tidak muncul dalam RUU PT. Pasal 63 ayat (1) yang mengatur mengenai penerimaan mahasiswa baru; dalam penjelasannya masih membuka peluang jalur mandiri yang selama ini dikritik masyarakat karena terlalu komersial. Tapi ironisnya hal yang dikritik oleh masyarakat tersebut justru dikuatkan dalam RUU PT ini disahkan. Di sisi lain, masalah otonomi pengelolaan dana di PTN tidak diatur secara jelas. Pasal 51-56 yang mengatur mengenai otonomi pengelolaan PT tidak ada yang tegas memberikan fleksibilitas kepada PTN dalam menggunakan dana APBN. Sehingga tidak ada jaminan bahwa fleksibilitas penggunaan dana di PTN akan ada. Pasal 52 ayat (1) hanya embagi otonomi pengelolaan PTN itu ke dalam tiga tingkatan, yaitu otonom, semi otonom, dan ontonom terbatas. Tapi tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan Otonom, Semi Otonomi, dan Otonomi Terbatas. Pasal ini hanya bermakna penegasan terhadap kastanisasi di PTN yang ada selama ini yang terbagi dalam PT BHMN, PT BLU (Perguruan Tinggi Badan Layanan Umum), dan PTN reguler. Demikian pula, nasib PTS tidak ada jaminan akan lebih baik dengan disahkannya RUU PT ini, karena memang tidak ada satu pasal pun yang dapat menjamin bahwa nasib PTS akan lebih baik setelah RUU PT ini disahkannya. Sehingga bagi PTS, ada UU PT atau tidak, nasibnya tidak akan berubah. Tanggung jawab Pemerintah dalam pembiayaan pendidikan tinggi juga kabur. Pasal 79 ayat (1) yang mengatur mengenai pembiayaan menyatakan: Pendanaan pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Implikasi dari bunyi ayat tersebut adalah tanggung jawab negara dan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan tinggi itu sama. Tekanan PT BHMN Mengapa RUU PT ini kenyataannya hanya kanibalisasi UU BHP tapi tetap akan disahkan? Jawabnya jelas, bahwa itu semua karena tekanan para pimpinan PT BHMN yang menghendaki agar RUU PT dapat disahkan tahun 2011 ini. Para pimpinan PT BHMN merasa kehilangan payung hukum dengan dibatalkannya UU BHP. Selama ini mereka berjalan hanya berdasarkan PP saja dan mereka berharap akan dapat payung hukum dari UU BHP. Sayang, UU BHP itu sendiri kemudian dibatalkan oleh MK sehingga mereka seakan kehilangan payung hukum. Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan PP No. 66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam PP tersebut sudah jelas bahwa PT BHMN harus kembali ke status PTN dengan masa transisi tiga tahun. Tapi tampaknya para pimpinan PT BHMN keberatan terhadap amanat tersebut sehingga mendesak kepada Pemerintah untuk membuat UU BHP baru khusus mengenai PT BHMN. Maka lahirlah kemudian RUU PT ini. Meskipun DPR dan Pemerintah selalu membantah bahwa RUU PT ini bukan pengganti UU BHP, realitasnya, semangat RUU PT ini hanya mengatur tentang tata kelola saja, sama dengan semangat UU BHP; terlebih pasal-pasal di dalamnya juga hanya mencomot dari UU BHP. Persoalan pemberian gelar Doktor Honoris Causa (Dr. HC) yang pernah menjadi heboh, justru tidak diatur dalam RUU PT ini. Bila menolak RUU PT, lalu apa solusinya? Itu pertanyaan yang sering mengemuka. Solusinya jelas: PP yang merupakan turunan dari UU Sisdiknas No.20/2003. Bukan RUU PT yang isinya sama
sekali tidak diamantkan dalam UU Sisdiknas. Sedangkan untuk memberikan fleksibilitas penggunaan dana APBN, seorang pejabat di Kementrian Keuangan pernah membisikkan ke saya, bahwa setelah MK membatalkan UU BHP, pejabat Kementrian Diknas sudah konsultasi ke Kementrian Keuangan meminta fleksibilitas tersebut dan disetujui. Artinya, tidak ada alasan lagi bahwa RUU PT ini disusun demi memberikan otonomi pengelolaan keuangan bagi PT BMHN maupun PTN. Pengesahan RUU PT hanya demi menyenangkan ketujuh PT BHMN tapi dengan mengorbankan kepentingan bangsa yang lebih luas, jelas merupakan dosa besar. Untuk itulah maka pengesahan RUU PT itu harus ditolak. ***