Anda di halaman 1dari 22

BERKEBUN EMAS DI BANK SYARIAH (Tinjauan terhadap Rahn Emas Sebagai Produk Investasi) Saparuddin Siregar Fakultas Syariah

IAIN SU saparuddinss@yahoo.com ABSTRACT Gold Rahn has become a popular product of Islamic sharia Bank in Indonesia. However it seems not to be used such a bridging loan for those who need to fullfill the liquidty problem anymore, but it tent to be a financial enginering transaction called Gold Farming which is similar to a speculatif one. This paper tries to describe what the Gold Rahn in sharia perspective and how its practiced in Sharia Bank. This Research shows that there are some implementation do not comply with the legal opinion (fatawa) of MUI. Therefore Bank Indonesia as the regulator have to thighten the regulation for this product. Key words : Rahn, Gold farming, Legal of opinion of MUI A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Rahn Emas pada akhir-akhir ini tampak sangat berkembang menjadi produk yang laris di Perbankan Syariah. Bahkan muncul pula kegandrungan memperlakukan Rahn emas menjadi suatu bentuk investasi, seperti salah satunya yang dikenal dengan nama berkebun emas. Data perbankan syariah sebagaimana disampaikan oleh Mulya Siregar Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia menunjukkan portofolio pinjaman qardh sebagai akad yang digunakan pada produk ini mencapai Rp 7,36 triliyun, naik hampir 3 kali lipat dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,44 triliyun.

Porsi pembiayaan qardh sekitar 8,9% dari seluruh portofolio pinjaman bank syariah yang mencapai Rp 82,61 triliun. 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas membolehkan Rahn emas berdasarkan prinsip Rahn sesuai Fatwa DSN nomor: 25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn). Fatwa mengatur ketentuOngkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin), namun Fatwa ini memberi batasan bahwa Ongkos yang dibebankan kepada rahin besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Suatu yang menimbulkan pertanyaan adalah, apabila apabila fatwa menetapkan bahwa ongkos yang dibebankan dibatasi sebesar pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan, ini berarti bank syariah tidak mengambil keuntungan dari transaksi Rahn ini. Lalu mengapa bank syariah memperbesar protofolio pada transaksi ini kalau tidak memberi manfaat secara ekonomis?. Untuk itulah menjadi suatu yang menarik bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Rahn emas di bank syariah, apakah pelaksanaannya masih sesuai dengan fatwa Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Apa keuntungan yang diharapkan bank syariah pada produk ini. 2. Identifikasi masalah Beberapa masalah yang didentifikasi dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana pelaksanaan Rahn emas di perbankan syariah, apakah sejalan dengan ketentuan pada fatwa terkait tentang Rahn yang diterbitkan oleh DSN-MUI Kedua, apa keuntungan yang diperoleh bank syariah dari produk ini ?, mengingat fatwa membatasi bank hanya mengambil ongkos sesuai pengeluaran yang nyata-nyata dikeluarkan. Ketiga, bagaimana produk rahn emas berubah menjadi produk Berkebun Emas ? Keempat, apakah produk berkebun emas masih dalam koridor produk yang sesuai dengan prinsip syariah ?
1

BI Awasi Ketat Gadai Emas Syariah [Berita], Harian Tribun , 10 September 2011, h. 4

3. Tujuan penelitian Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Pertama, mendeskripsikan pelaksanaan rahn emas di perbankan syariah Kedua, untuk mengetahui sumber keuntungan bank syariah dari produk gadai emas. Ketiga, untuk mengetahui deskripsi investasi berkebun emas Keempat, untuk mengetahui apakah investasi berkebun emas masih dalam koridor prinsip syariah. 4. Metode penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan analisis kualitatif, sebagai suatu format penelitian dalam upaya memahami dan menjelaskan makna fenomena sosial.2 Analisis yang digunakan dengan cara melakukan komparasi antara apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang terjadi didalam praktek. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dengan melakukan analisis isi (content analysis), yaitu teknik analisa dalam menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik pesan secara objektif dan sistematis.3 Selain menghimpun data melalui studi dokumen, dilakukan pula wawancara kepada pejabat Bank syariah, untuk memperoleh keterangan tentang pandangan bank terhadap produk Rahn Emas ini. Populasi penelitian adalah bank syariah yang memiliki produk rahn emas. Sample yang diambil adalah 4 bank syariah yang berlokasi di Medan. Sumber data terdiri dari dokumen bank syariah berupa brosur dan informasi yang ditempatkan pada website bank syariah menyangkut produk Rahn Emas. Data-data mentah yang diperoleh dioleh dan disajikan dalam bentuk tabel, selanjutnya diperbadingkan antara satu sama lain diantara bank syariah. Dari Tabulasi ini barulah
Sharan B. Merriam, Qualitative Research and Case Study Application in Education (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1998), 5.
3 2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), 220.

dilakukan analisa komparasi dengan Fatwa tentang Rahn emas, misalnya dalam penetapan ongkos, apakah ongkos-ongkos yang dibebankan kepada rahin masih dalam batas sebesar pegeluaran yang nyata sejalan dengan fatwa MUI No 26/DSN-MUI/2011 tentang Rahn Emas. Untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang penerapannya dan kaitannya dengan investasi Berkebun Emas, penulis melakukan wawancara kepada pejabat bank, untuk mengetahui beberapa pertimbangan yang ada pada ketika meluncurkan produk Rahn Emas, metode penetapan ongkos-ongkos yang menjadi beban nasabah dan juga mekanisme investasi dengan pola Berkebun Emas. B. URAIAN TEORITIS 1. Asfek Hukum Fiqh tentang Rahn Emas a. Pengertian Rahn Emas Al-Syarbashi dalam Mujam Al-Iqtishadi Al-Islamiy memberi makna Rahn secara bahasa yaitu menahan secara mutlaq . Rahn adalah menahan sesuatu dengan hak yang memungkinkan untuk mengambilnya sebagai pelunasan hutang. 4 ( apa saja yang dijadikan sebagai jaminan hutang ). Menurut ulama Syafiiyah7 Rahn adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang. Menurut Hanabilah8 Rahn adalah harta yang dijadikan jaminan utang sebagai pembayaran harga (nilai) utang ketika yang berutang berhalangan (tak mampu) membayar utangnya kepada pemberi pinjaman.
4 5

yaitu 5

( menjadikan benda sebagai jaminan hutang ). Rahn adalah 6

7 8

Ahmad Al-Syarbashi, Al-Mujam al-Iqtishadiy Al-Islamiy, (Dar Al-Jail, 1981), h. 201 Muhammad Syams al-Haq, Uwan al-Mabud Syarh Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al-kutub alilmiyyah, cet II, 1415 H), juz IV, h. 385 Al-Ragib al-isfahani, Mufradat Alfaz Alquran, (Beirut: ad-Dar as-Samiyah, Cet. III, 2003), h. 367 Muhammad Asy-Syarbani, Mugni Al-Muhtaj, juz II.hlm.121 Ibnu Qodamah, Mugni Al-Mukhtar, juz V.hlm. 340

Pihak-pihak yang terlibat pada transaksi Rahn adalah Rahin ( pemilik barang / yang menggadaikan), sedang penerima gadai/yang memegang fisik barang gadai / yang memberi pinjaman disebut murtahin . Benda yang digadaikan disebut Marhun dan hutang yang dijamin dengan gadai disebut Marhun bih " " Para ulama telah sepakat (ijma) membolehkan transaksi dengan akad rahn 9 sebagaimana adanya perintah dalam Al-quran agar mereka yang dalam keadaan safar dan tidak dapat melakukan pencatatan maka dapat mengambil barang yang menjadi tanggungan untuk kepastian bagi pengembalian hutang yang diberikan. Surah al-baqarah / 2: 283 yang berbunyi : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). . Rasulullah SAW ada mencontohkan bahwa ketika membeli makanan dari seorang Yahudi, beliau telah menyerahkan besi miliknya sebagai tanggungan bagi kepastian pembayaran yang akan dilakukannya. Dari Aisyah Radiyallahu anha, diriwayatkan oleh Bukhari.
10

Bahwa rasululah saw membeli makanan dari seorang yahudi dengan cara berhutang dan dia menjaminkan kepadanya baju besinya.

,Hadis yang semakna diterima dari Anas r.a Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau. 11
9
10

al- Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V: 181).


HR Bukari no 1926, kitab al-buyu dan muslim HR Bukhari no 1927, kitab al-buyu, ahmad, tumuzi, Nasai dan Ibnu Majah

11

b. Hak dan Kewajiban Murtahin (penerima Gadai) Dari riwayat Rasul yang menyerahkan baju besinya diatas sebagai jaminan pembelian makanan secara berhutang, dapat dipahami bahwa pada ketika itu rasul sedang dalam ketiadaan uang untuk melakukan pembayaran (tidak likuid), tetapi rasul juga tidak menjual baju besi itu untuk mendapat uang agar dapat membeli makanan. Dari perbuatan Rasul ini dapat difahami bahwa sangat mungkin bahwa baju besi itu masih sangat diperlukan oleh beliau, sehingga beliau tidak menjualnya, tetapi beliau menjaminkannya dengan maksud pada waktunya akan ditebus dengan melakukan pembayaran. Dari riwayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan daripada Rahn adalah karena keadaan tidak memiliki uang yang sifatnya sementara dan dipastikan bahwa seorang yang berhutang akan memiliki kemampuan dikemudian hari untuk melunasi hutangnya, tanpa harus menjual barang yang dimilikinya. Suatu pertanyaan yang timbul adalah, apa manfaat yang dapat diperoleh oleh seorang yang memberi hutangan dan menerima barang jaminan, padahal akan menjadi beban bagi pemberi hutang untuk menjaga barang tanggungan itu ? Jawaban yang paling sederhana adalah pemberi hutang (murtahin) mendapat kepastian bahwa hutang akan dilunasi. Terkait dengan barang tanggungan yang berada ditangannya, yang akan dikembalikan ketika pelunasan Rasul memberi petunjuka bahwa Penerima Gadai dapat memanfaatkan barang yang digadaikan sebagai kompensasi atas biaya yang dikeluarkannya untuk melakukan pemeliharaan barang yang digadaikan. Begitu juga ia boleh memetik hasil dari benda yang digadaikan apabila ia mengeluarkan biaya untuk pemeliharaannya. Dari Abu Hurairah, rasulullah saw berkata Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak 6

itu digadaikan , maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya. 12 Dalam kasus barang yang dijaminkan membuahkan hasil (contoh air susu) maka hasil dari barang yang dijaminkan itu tetap dalam penguasaan rahin, dan jika demikian maka rahin pula yang menanggung biaya pemeliharaannya. : : : : Tidak tertutup harta yang dijaminkan dari pemiliknya, baginya keuntungannya dan atas bebannya biaya pemeliharaannya.13 c. Fatwa DSN Tentang Gadai Emas Dalam hubungan dengan Rahn Emas di Perbankan Syariah maka Perbankan Syariah berpedoman pada Fatwa Dewan Syariah Nasional menyangkut Rahn Emas sbb: a. b. c. d. e. NO: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH No 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn No 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas No 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah No 79/DSN-MUI/III/2011 Tenang Qardh dengan menggunakan Dana nasabah

Fatwa DSN tentang al-Qardh sebbagai berikut : Ketentuan Umum al-Qardh 1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. 2. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. 3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. 4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu. 5. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
12

13

HR Bukhari 2329, kitab Rahn Musnad syafii juz 2 hal 126

6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat: a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau b. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

Sanksi 1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengem-balikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah. 2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan. 3. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh. Adapun fatwa No 25 tentang Rahn sebagai berikut : Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan Marhun a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi utangnya. b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah. c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

Selanjutnya Fatwa no 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas sebagai berikut. 1. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn sesuai Fatwa DSN nomor: 25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn. 2. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin). 3. Ongkos sebagaimana dimaksud besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyatanyata diperlukan. 4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah. Fatwa DSN no 09 tentang Pembiayaan Ijarah sbb: Rukun dan Syarat Ijarah: 1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. 2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa, dan penyewa/pengguna jasa. 3. Obyek akad Ijarah, yaitu: a. manfaat barang dan sewa; atau b. manfaat jasa dan upah.

Ketentuan Obyek Ijarah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Selanjutnya Fatwa No 79 Tentang Qardh Dengan menggunakan Dana Nasabah mengatur bahwa Dana Qardh yang menggunakan dana nasabah penyimpan dengan prinsip bagihasil wajib dibagikan kepada nasabah.

Dari beberapa keseluruhan fatwa diatas terkait Rahn emas di Perbankan Syariah dapat diambil kesimpulan sbb: 1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2) Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 3) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 4) Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin). 5) Ongkos sebagaimana dimaksud besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyatanyata diperlukan. 6) Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah. d. Gadai Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150, Gadai adalah Suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut, dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan Dari definisi gadai tersebut, unsur-unsur gadai antara lain; 1) Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak. Pada dasarnya gadai itu merupakan suatu hak kebendaan bagi pihak yang berpiutang atau kreditur. Hak kebendaan hanya meliputi barang-barang yang bergerak dan tidak meliputi barang-barang yang tidak bergerak. 2) Barang bergerak tersebut diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya. Perolehan dan penyerahan barang bergerak tersebut

10

adalah dari pihak yang berutang atau debitur ataupun dari pihak ketiga. Penyerahan dapat dilakukan secara nyata ataupun melalui sebuah akta. 3) Memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya. Melalui hak kebendaan berupa gadai ini, pihak yang berpiutang atau kreditur menjadi kreditur konkuren terhadap kreditur-kreditur lainnya dalam hal pelunasan hutang-hutang pihak yang berutang atau debitur. 4) Dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Walaupun pihak yang berpiutang atau kreditur ini memiliki hak konkuren dibandingkan dengan kreditur yang lainnya, namun terdapat hak lain yang lebih tinggi yaitu hak yang dimiliki oleh balai lelang atas biaya-biaya pelelangan barang bergerak dan biaya pemeliharaan barang bergerak yang digadaikan. Pelunasan biaya-biaya tersebut harus didahulukan dari pelunasan atau hak-hak yang lain. Dari definisi dan unsur-unsur di atas, gadai merupakan hak kebendaan dan timbul dari suatu perjanjian gadai. Perjanjian gadai inipun tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari perjanjian pokoknya. Perjanjian pokok ini biasanya adalah berupa perjanjian hutang piutang antara kreditur dan debitur. Dalam suatu perjanjian hutang piutang, debitur sebagai pihak yang berutang meminjam uang atau barang dari kreditur sebagai pihak yang berpiutang. Agar kreditur memperoleh rasa aman dan terjamin terhadap uang atau barang yang dipinjamkan, kreditur mensyaratkan sebuah agunan atau jaminan atas uang atau barang yang dipinjamkan. Terkait dengan produk Rahn Emas di Bank syariah tidak dapat disamakan secara utuh dengan Gadai Emas, karena memiliki dasar hukum yang berbeda. Rahn merujuk kepada Fatwa DSN-MUI seperti diuraikan diatas, sedangkan gadai tunduk pada Kitab UndangUndang Hukum Perdata Pasal 1150.

11

C. RAHN EMAS DI PERBANKAN SYARIAH Dari hasil penelitian di Bank Syariah terhadap produk Rahn emas ini didapati sebagai berikut. 1. Nama Produk Dasar operasional produk ini hanyalah Fatwa DSN No 26/DSN-MUI/III/2002 yang memberi nama produk ini dengan sebutan Rahn Emas bukan Gadai Emas. Dalam fatwa tentang Rahn Emas ini disebutkan Ijarah. Perbankan Syariah memberi nama produk ini dengan Gadai Emas (bukan Rahn Emas), menjadi kurang tepat karena terjadi kerancuan hukum yang mendasarnya, dimana apabila menggunakan nama Gadai Emas maka yang menjadi dasar operasionalnya adalah KUHD pasal 1150 sampai pasal 1160. 2. Akad yang digunakan Akad yang digunakan terdiri dari 2 (dua) akad, yaitu akan qardh sebagai akad atas pemberian uang pinjaman dan akad Ijarah sebagai akad penyewaan penyimpanan emas. Sebagaimana Rahn adalah transaksi pinjam meminjam dengan jangka waktu pendek maka akad harus dibuat secara tertulis, agar dapat menjadi bukti yang otentik dan tidak terjadi pengingkaran para pihakyang berakad. Beberapa clausula yang perlu diatur pada akad antara lain. a) Kesepakatan para pihak, yaitu pihak Murtahin setuju untuk memberikan pembiayaan dengan jumlah tertentu dan Rahin menerima pembiayaan tersebut. Sebagai jaminan pengembalian hutang tersebut, maka Rahin menggadaikan suatu barang tertentu yang menjadi objek akad, dan sebaliknya pihak Murtahin bersedia menerima gadai atas objek akad tersebut, untuk jangka waktu tertentu. Uraian barang yang digadaikan harus jelas, termasuk jika barang tersebut memiliki sertifikat atau surat bukti kepemilikan, surat-surat tersebut harus dijelaskan dalam uraian objek akad. Prinsip yang digunakan adalah prinsip qardh dan

12

b) pihak murtahin menerima barang yang digadaikan tersebut dengan memberikan sejumlah dana tertentu dan Rahin berkewajiban untuk membayar biaya sewa tempat penitipan dan asuransi atas barang yang digadaikan tersebut. Jumlahnya harus ditetapkan apakah dihitung perhari atau per minggu atau per bulan termasuk cara pembayarannya. c) Jaminan dari pihak Rahin, bahwa objek yang digadaikan adalah benar-benar miliknya, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, termasuk bebas dari sitaan. Jika barang yang digadaikan berupa emas, maka harus ada jaminan bahwa emas tersebut adalah asli, dan melepaskan pihak murtahin dari segala tuntutan dari pihak ketiga mengenai kepemilikan atas objek yang digadaikan tersebut. d) e) kuasa untuk melakukan debet rekening Rahin, jika pembayaran dilakukan oleh Rahin melalui suatu rekening tertentu (tidak langsung). Kuasa untuk menjual atau melelang barang yang digadaikan, apabila sampai tiba jangka waktunya, Rahin tidak dapat mengembalikan dana yang diterimanya dari murtahin. Pada dasarnya konsep hutang piutang secara syariah dilakukan dalam bentuk al-qardh, di mana pada bentuk ini tujuan utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial. Gadai yang melengkapi perjanjian hutang piutang itu adalah sekedar memenuhi anjuran sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 283. Tidak ada tambahan biaya apapun di atas pokok pinjaman bagi si peminjam kecuali yang dipakainya sendiri untuk sahnya suatu perjanjian hutang. Dalam hal ini biaya-biaya seperti materai, dan akte notaris menjadi beban peminjam. Perjanjian hutang piutang juga diperlukan bagi keperluan komersil. Dalam hal perjanjian hutang piutang ini untuk keperluan komersil, maka biasanya kelengkapan gadai yang cukup menjadi persyaratan yang tidak dapat ditinggalkan. Ini membuktikan bahwa sebenarnya pihak peminjam bukanlah orang yang miskin tetapi orang yang mempunyai sejumlah harta yang dapat digadaikan. Pilihan yang terbuka untuk kepentingan ini adalah melakukan perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardh.

13

Terkait produk gadai emas di Bank Syariah yang secara prinsip adalah produk tolong menolong dan bukan dimaksudkan untuk mendapatkan laba, maka ketika dilakukan aqad qardh maupun aqad ijarah atas pemeliharaan barang, maka bank tidak mengambil selisih keuntungan dari kedua akad itu. Baikd alam bentuk biaya administrasi, biaya pemeliharaan barang jaminan maupun biaya asuransi. 3. biaya-biaya bagi rahin Sebagaimana diuraikan diatas sesuai Fatwa No 26/SN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, bahwa Rahn diperkenankan dengan ketentuan bahwa ongkos dan biaya penyimpanan barang gadai ditanggung oleh penggadai dan ongkos yang dibebankan adalah senilai dengan pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Dengan demikian Rahn ini bukanlah suatu produk yang profit motif (tijari), tetapi bersifat tabarru (tolong menolong). Terkait dengan pembebanan biaya atas transaksi gadai di Bank Syariah, tampak bahwa biaya-biaya yang menjadi beban rahin terdiri dari biaya administrasi dan terdapat lagi biaya penyewaan untuk penyimpanan emas dan juga asuransi atas emas sebagai marhun bih. Dari pembebanan biaya penyewaan nampak bahwa terjadi pembebanan yang progresif, yaitu semakin besar jumlah yang dipinjamkan, maka semakin besar biaya penyewaan yang dibebankan. Dalam hal ini tampak terjadi penyimpangan dengan fatwa Rahn Emas, dimana biaya seharusnya sebesar pengeluaran yang nyata diperlukan. Biaya-biaya dapat dilihat pada lampiran-1 Dari kenyataan transaksi Rahn Emas di Bank Sayriah pada belakangan ini, dari hasil wawancara dengan Sabban Rajagukguk selaku pemimpin Bank Syariah Mandiri cabang Petisah menyebutkan bahwa dalam jangka pendek misalnya 4 bulan, maka biaya-biaya yang dipikul oleh rahin ternyata lebih besar dari kenaikan harga emas yang terjadi. Sehingga apabila dimaksudkan berspekulasi dengan melakukan praktek berkebun emas telah mengalami kerugian.14

14

Wawancara melalui telpon pada tanggal 24 September 2011 pukul 8:30 WIB

14

3. jangka waktu jangka waktu Rahn Emas di Bank Syariah dapat dilakukan 3 bulan sampai 4 bulan bahkan dapat diperpanjang/ diperbaharui secara terus menerus. Dengan pengaturan jangka waktu yang demikian longgar, tampak bahwa produk rahn emas ini diarahkan kepada upaya mendapat profit oleh pihak bank, tanpa melihat manfaat secara makro. Jangka waktu Rahn Emas masing-masing bank syariah dapat dilihat pada lampiran-1 4. Produk talangan darurat berubah menjadi produk investasi Dalam pelaksanaannya ternyata produk rahn emas digunakan untuk bentuk investasi yang dikenal dengan nama Investasi berkebun emas. Investasi dilakukan dengan cara menggadaikan sejumlah emas untuk memperoleh uang, lalu hasil perolehan uang ini dibelikan kembali emas untuk digadaikan ulang. Demikian dilakukan berulang-ulang dan emas yang terakhir disimpan. Investasi Berkebun Emas, yang banyak menarik perhatian belakangan ini, bukanlah suatu produk investasi yang ditawarkan oleh bank syariah, tetapi adalah buah pemikiran para konsultan keuangan yang melihat adanya peluang meraih keuntungan dengan menggunakan produk gadai bank syariah. Cara berinvestasi berkebun emas ini adalah suatu bentuk financial enginering sebagai berikut; seseorang menggadaikan emas batangan miliknya ke bank syariah (misalkan 100 gram), lalu memperoleh uang tunai (misalkan cukup untuk membeli 80 gram emas). Ia merogoh uang dari koceknya sendiri senilai pembelian 20 gram emas, lalu dengan uang dari bank syariah dan uang dari koceknya tadi dibelikan kembali emas sebanyak 100 gram untuk digadaikan pula ke bank syariah. Demikianlah dilakukan berulang-ulang sesuai kecukupan uang yang dimiliki untuk penambahan 20% pada setiap kali akan membeli emas baru untuk digadaikan. Emas terakhir yang dibeli akan ditahan (tidak digadaikan) guna nantinya dijual sebagai sumber dana untuk melakukan penebusan ke bank syariah. Pada ketika harga emas telah mengalami kenaikan yang diperkirakan lebih tinggi dari biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka menggadaikan, barulah emas yang

15

ditahan itu dijual dan uangnya digunakan untuk menebus satu persatu emas yang digadaikan di bank syariah. Dengan demikian keuntungan dapat direalisasikan. Apabila dicermati, maka transaksi berkebun emas ini hakikatnya adalah meminjam uang di bank syariah, dengan membayar biaya penyimpanan emas yang digadaikan, lalu mengharapkan kenaikan harga emas di pasar melebihi biaya-biaya bank. Apabila demikian maka investasi ini tidak memberi dampak yang positif bagi ekonomi secara keseluruhan, karena akan mendorong permintaan emas yang digunakan untuk kegiatan spekulasi (untung-untungan / perjudian), padahal ekonomi syariah membenci maghrib (maysir, gharar dan riba). Karena itu berinvestasi kebun emas jelas bukan menjadi bagian dari produk perbankan syariah. Pada ketika harga sistem menjaminkan emas yang dijaminkan ulang, dan dijaminkan ulang terus menerus. Untuk jelasnya simulasi perhitungan berkebun emas dapat dilihat pada lampiran-2 5. Efek buruk produk berkebun Emas terhadap perbangkan dan perekonomian. a) Bank turut melakukan syubhat, yaitu terlibat melakukan transaksi yang mendorong untuk melakukan sfekulasi. Sabban Rajagukguk menyebut bahwa rahin bertindak sebagai trader (pedagang) yang senantiasa memantau celah keuntungan dari pergerakan harga emas. 15 Dalam hal ini Bank memfasilitasinya. b) Peningkatan transaksi berkebun emas mendorong permintaan terhadap emas yang pada gilirannya melemahkan nilai tukar rupiah terhadap emas. Permintaan emas yang tinggi dari transaksi ini tidak memberi kontribusi positif bagi berputarnya sektor riel, tetapi yang terjadi adalah penumpukan emas yang menambah cost bagi ekonomi. Hal ini tentu bukan dalam bingkai visi misi Bank Syariah di Indonesia.

15

Menurut Sabban Rajagukguk, orang yang menggadaikan emasnya bukan lagi orang yang kesuitan keuangan, tetapi sudah melakukan trading, yaitu bertindak sebagai pedagang emas dengan berspekulasi mengharapkan kenaikan harga secara jangka pendek. Ini dikatagorikan haram. Wawancara 24 September 2011 melalui telpon pukul 8:30 WIB

16

c) bank syariah akan mengalami penurunan image dari bank yang konsen kepada sektor riel menjadi bank yang turut mendorong spekulasi dan ini akan membahayakan industri bank syariah dalam jangka panjang.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Rahn Emas di Perbankan Syariah menggunakan skema akad Qardh pada penyerahan uang sebagai pinjaman, kemudian diikuti dengan akad ijarah atas penyimpanan emas yang menjadi tanggungan. Bank tidak menggunakan aqad khusus dengan nama Rahn, karena akad dengan prinsip rahn belum diadopsi sebagai produk pada undang-undang perbankan syariah maupun PBI. Pedoman operasional produk ini masih terbatas pada Fatwa DSN. 2. Terdapat pembebanan biaya bagi Rahin, berupa biaya administrasi, biaya penyimpanan dan biaya asuransi. Biaya-biaya yang menjadi beban nasabah ini tidak mencerminkan sebagai biaya yang merupakan pengeluaran nyata bank, tetapi tampak bank memperoleh keuntungan dari pembebanan biaya ini. Hal ini tentu menyimpang dari Fatwa DSN No 26 tentang Rahn Emas 3. Dalam penerapan produk Rahn Emas, telah dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi suatu produk financial enginering dengan sebutan berkebun Emas, pemanfaatan ini tidak tepat, karena merubah produk Rahn sebagai suatu produk tabarru (tolong menolong) terhadap orang yang kesulitan uang sementara ternyata berubah menjadi produk yang mengandung spekulasi. Sekali lagi terjai bias pada penerapannya yang tidak sesuai dengan Fatwa. 4. Rekomendasi kepada Bank Syariah adalah agar mengembalikan produk Rahn Syariah ini sebagai produk pelengkap dengan maksud tabarru (tolong menolong), yaitu menetapkan biaya yang sepadan dengan pengeluaran riel, tanpa mengambil keuntungan. 5. Rekomendasi kepada Bank Indonesia agar membuat aturan pengetatan dalambentuk PBI, SE dan kodifikasi produk, agar Bank Syariah tidak ikut

17

terpancing membuat produk yang mendorong rekayasa keuangan seperti jenis berkebun emas. 6. Perlu pembinaan yang terus menerus agar insan yang bergiat di perbankan syariah senantiasa konsen dengan penerapan prinsip syariah yang murni dan tidak tergiur kepada keuntungan sesaat.

18

DAFTAR BACAAN Antonio, SyafiI, Bank Syariah wacana ulama dan cendekia, (Jakarta: Tazkia institut, 1999) http://www.berkebunemas.net/ 18 April 2011, 07:15 Al-Isfahani, Ragib, Mufradat Alfaz Alquran, Cet. III, (Beirut: ad-Dar as-Samiyah, 2003) Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006) Qudamah, Ibn, Mugni Al-Mukhtar, juz V.

Sharan B. Merriam, Qualitative Research and Case Study Application in Education (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1998) Al-Syarbashi, Ahmad, Al-Mujam al-Iqtishadiy Al-Islamiy, (Dar Al-Jail, 1981) Syams al-Haq, Muhammad Uwan al-Mabud Syarh Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar alkutub al-ilmiyyah, juz IV, cet II, 1415 H), Asy-Syarbini, Muhammad, Mugni Al-Muhtaj, juz II. al-Sabiq, al-Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983) Yunus al-Mishriy, Rafiq, Fiqh al-Muamalah al-Maliyah, (Jeddah: Dar al-Qalam, 2005) -----------------------------, Ushul al-Itshad al-Islamiy, (Jeddah: Dar al-Qalam, 1989) Al- Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz V, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985 Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta

19

Lampiran 1
Nama Bank BRI Gadai iB Jenis Barang Barang yang digadaikan adalah Perhiasan Emas atau Lantakan

Karakteristik Produk Rahn Emas di Bank Syariah


Nilai Pinjaman Nilai Pinjaman 90% dari taksiran harga barang Jangka Waktu Jangka waktu maksimal 120 hari dan dapat diperpanjang Biaya Administrasi Biaya administrasi berjenjang sesuai berat emas Administrasi dibayar dimuka <25 gr Rp 12.500 25 gr < n < 50 gr Rp 20.000,50 gr < n < 100 gr Rp 40.000,100 gr < n < 500 gr Rp 60.000 500 gr < n < 1000 gr Rp 90.000 N > 1000 gr Rp 125.000,Biaya materai Biaya Sewa Biaya sewa dibayar saat pelunasan Dihitung berdasarkan berat dan karat emas yang digadaikan untuk masa simpan/gadai per 10 hari Gold bar 24 k perhari 1.455, ber-bulan 4.365,- per 4 bulan Rp 17.460 Biaya sewa Rp 2500/gram per/bulan

Bank Sumut Syariah Gadai Emas iB Sumut Bank BNI Syariah BNI iB Gadai Emas

Fasilitas Pinjaman Dana Tunai tanpa imbal jasa yang diberikan Bank Sumut Syariah kepada Nasabah dengan jaminan berupa emas yang berprinsip gadai syariah Pembiayaan Rahn merupakan penyertaan penjaminan/hak penguasaan secara fisik barang berharga berupa emas (lantakan dan atau perhiasan beserta aksesorisnya) kepada bank sebagai jaminan atas pembiayaan (qard) yang diterima Emas (perhiasan atau batangan) menggunakan akad ijarah.

Nilai Pinjaman 80% dari taksiran harga Emas minimal 18 karat

Jangka waktu s/d 4 bulan dan dapat diperbaharui

Pembiayaan gadai diberikan sebesar 93% dari nilai taksiran emas lantakan dan 80% dari nilai emas perhiasaan Minimum nilai barang yang digadaikan Rp 1 juta Pembiayaan minimal Rp 500 ribu.

Jangka waktu 3 bulan dan dapat diperpanjang/diperbaharui secara terus menerus

Biaya pemeliharaan dan perawatan dihitung secara harian dan dipungut dibelakang saat pelunasan Biaya pemeliharaan dan perawatan Rp 1600 perhari

Bank BSM Gadai Emas BSM iB

Jangka waktu 4 bulan dan dapat diperpanjang Dapat dilunasi sebelum jatuh tempo

Biaya administrasi dipungut di depan Rp 20.000,-

Biaya pemeliharaan dipungut diakhir periode Rp 6.850/per-gram perbulan

20

LAMPIRAN-2

Mari kita menggunakan asumsi nilai emas dan gramnya agar lebih mudah pemahamannya.
16

Asumsi - Ingin investasi emas mulai 25 gram - Harga asumsi emas 25 gram = Rp.9.000.000,- Nilai gadai sebesar 80% dari harga taksiran emas - Harga Taksir Bank Rp.300.000,- pergram - Biaya penitipan emas Rp. 2500/gram/bulan Langkah -1 Beli emas batangan Antam 25 gram, lalu gadaikan, untuk memperoleh dana segar Rp.6.000.000,-. Perhitungan dana yang akan diperoleh : Rp.300.000 x 80% = Rp.240.000 x 25gram = Rp.6.000.000 biaya penitipan emas 1 tahun akan dibayar Rp.25002512 bulan = Rp.750.000,Langkah -2 Dengan dana hasil gadai Rp 6 jt, tambahkan dana segar Rp 3 juta, agar dapat dibeli 25 Gram emas yang kedua Langkah -3 lakukan gadaikan emas yang kedua untuk memperoleh dana membeli emas yang ketiga untuk digadaikan, dan seterusnya. Misalkan pembelian emas dilakukan 5 kali, maka posisi sbb :
1. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah 2. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah 3. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah 4. Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah 5. Beli Emas 25 gram (Emas disimpan) Rp.3 Rp.3 Rp.3 Rp.3 jt jt jt jt dana dana dana dana segar segar segar segar jadi jadi jadi jadi = = = = 9jt 9jt 9jt 9jt -> -> -> -> beli beli beli beli emas emas emas emas lagi lagi lagi lagi | | | | Rp.750rb Rp.750rb Rp.750rb Rp.750rb -> -> -> -> biaya biaya biaya biaya titip titip titip titip

Jumlah emas dimiliki sekarang 125 Gram,

Dana yang dikeluarkan membeli 125 Gram emas terdiri dari : Dana awal
16

= Rp 9.000.000,-

http://www.berkebunemas.net/ 18 April 2011, 07:15

21

Tambahan Biaya penitipan Total

= Rp 12.000.000,- (4 X Rp 3 jt) = Rp 3.000.000,= Rp 24.000.000,-

misalkan harga emas naik sebesar 30 persen, emas batangan 25 gram yang sekarang nilainya Rp.12jt. Langkah memanennya cukup dibalik saja yaitu: Juallah emas nomor 5, maka akan didapati dana segar 12 jt, dana segar ini di pakai untuk menebus emas nomor 4 dengan membayar Rp 6 juta. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya. Maka posisinya sebagai berikut: Hasil penjualan emas 5 buah x Rp.12 jt = Rp.60 jt Tebusan 4 emas ( 4 x Rp 6 juta) = Rp 24 jt -----------------------------------------------------------------Sisa Dana Modal pembelian emas dan biaya Keuntungan = Rp 36 juta = Rp 24 juta = Rp 12 juta

22

Anda mungkin juga menyukai