Anda di halaman 1dari 4

PENYAKIT INFEKSI TELINGA YANG DISEBABKAN OLEH BAKTERI Staphylococcus aureus

Disusun oleh: ACHMAD ZAKARIYA 08060082

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

I.

PENYAKIT INFEKSI TELINGA YANG DISEBABKAN OLEH BAKTERI Staphylococcus aureus

II. Klasifikasi Mikroba: Mikroba ini termasuk golongan bakteri dengan taksonomi sebagai berikut: Domain : Bakteri Kingdom :Eubacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus III. Deskripsi Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,81,0 m. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kuli. Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang. Infeksi S. Aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits[1]. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.

Bakteri gram positif adalah jenis bakteri dengan dinding peptidoglikan yang tebal, sementara bakteri gram negatif adalah jenis bakteri dengan dinding peptidoglikan yang tipis (seperlima dari bakteri gram positif). Perbedaan ketebalan dinding ini mengakibatkan perbedaan kemampuan afinitas dengan pewarna gram. Pewarnaan bakteri gram-positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S. aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia). S. aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi. III.1 Faktor Virulensi a. Koagulase S. aureus produksi enzim koagulase yang berfungsi unuk menggumpalkan fibrinogen di dalam plasma darah sehingga S. aureus terlindung dari fagositosis dan respon imun lain dari inang. b. Protein A Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G (IgG). c. Eksotoksin sitolitik -toksin, -toksin, -toksin, dan -toksin menyerang membran sel mamalia. -toksin, -toksin, dan -toksin dapat menyebabkan hemolisi. -toksin juga menyebabkan leukolisis sel inan. Sementara itu, -toksin menyebabkan terbunuhnya sel inang. d. Enterotoksin Enterotoksin menyebabkan keracunan makanan. Enterotoksin merupakan superantigen yang lebih stabil pada suhu panas jika dibandingkan dengan S. aureus. enterotoksin (A, B, C, D, dan E) menginduksi diare, muntah dan shock. e. Leukocidin Toksin ini memusnahkan leukosit sel inang. f. Exfoliatin Exfoliatin termasuk dalam superantigen juga, menyebabkan sindrom kulit melepuh pada anak-anak. III.2 Resisten Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim -laktamase yang dapat merusak struktur -laktam pada penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten -laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin.

Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic laktam, sehingga terapi -laktam tidak responsif. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin. III.3 Kontrol Tidak ada vaksin yang efektif terhadap S. aureus. Kontrol infeksi lebih ditujukan pada tindakan menjaga kebersihan, contohnya mencuci tangan. IV. Gejala V. Pengobatan dan Perawatan VI. Pencegahan penulatan http://monruw.wordpress.com/tag/staphylococcus-aureus/ http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/02/makalah-tentangpewarnaan-gram-atau.html http://vettymeong.blogspot.com/2011/02/pewarnaan-gram.html

Anda mungkin juga menyukai