Anda di halaman 1dari 28

BAB I LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI Nama Umur : Bayi I : 4 hari

Jenis kelamin : Laki-laki Berat badan : 3300 gram

Panjang badan : 49 cmcm Agama Alamat MRS : Islam : Talang Betutu Palembang. : 19 Mei 2011

II. ANAMNESIS Keluhan utama : Tampak kuning

Keluhan tambahan : Malas minum

Riwayat perjalanan penyakit Bayi lahir di kamar bersalin Kebidanan RSMH spontan dari ibu G2P1A0 hamil aterm, ditolong residen, lahir langsung menangis, berat badan lahir 3300 gram dan panjang badan 49 cm. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat KPSW tidak ada. Riwayat ketuban berwarna hijau tidak ada, kental tidak ada, bau busuk tidak ada. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien terlihat kuling dan malas minum, kemudian dilakukan pemeriksaan lab, didapatkan hasil Bilirubin Total 20, pasien dirawat di ruang Neonatus.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak kedua dari pasangan Tn.T usia 33 tahun yang bekerja sebagai buruh dengan Ny.I usia 28 tahun seorang ibu rumah tangga. Keadaan sosio ekonomi kurang.

Riwayat Kehamilan GPA HPHT Periksa hamil : G2P1A0 :: dengan bidan

Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan Minum alkohol Merokok Makan obat-obatan tertentu : Tidak pernah : Tidak pernah : Tidak pernah

Penyakit atau komplikasi kehamilan : Tidak ada

Riwayat Persalinan Persentasi Cara persalinan Tindakan Obat yang diberikan pada ibu KPSW Tanda-tanda fetal distress Riwayat demam dalam kehamilan Riwayat ketuban kental, hijau, bau Tempat lahir : Kepala : Pervaginam : : Tidak ada : Tidak ada : DJJ abnormal tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Kamar Bersalin Kebidanan RSMH, ditolong oleh dokter jaga kebidanan

Keadaan bayi saat lahir Jenis kelamin Kelahiran Kondisi saat lahir : Laki-laki : Tunggal : Hidup

Riwayat Keluarga Tn. T / 33 thn Ny. I / 28 thn

By. I/4 hr

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum Keadaan umum Kesadaran Berat badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar lengan atas Suhu Aktivitas Tonus otot Reflek isap Tangis Posisi bayi Anemis Sianosis : sakit sedang : kompos mentis : 3000 gram : 49 cm : 33 cm : 10,5 cm : 36,5 0C : aktif : normal : lemah : kuat : normal, gangguan gerakan tidak ada : tidak ada : tidak ada

Ikterus HR Pernafasan Keadaan Spesifik Kepala Lingkar kepala UUB Mata Hidung Trauma lahir

: (+) Kramer 5 : 132 x/menit, bising (-) : 34 x/menit, kusmaull (-), dispneu (-), apneu (-), retraksi (-)

: 33 cm : Rata, belum menutup : Nistagmus (-), pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, : NCH(-), epistaksis (-), sekret (-) : caput succedaneum : (-) cephal hematom : (-)

perdarahan subaponeurotic (-) parese n fascialis (-) Leher Thorak Paru-paru Jantung Abdomen : Tidak ada kelainan : Bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-) : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) : HR=132 x/menit, murmur (-), gallop (-) : Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal : Pembesaran KGB tidak ada

Lipat paha dan genitalia Ekstremitas

: Fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada

Reflek primitif Oral Moro Tonic neck : (+) : (+) : (+) Withdrawal Plantar grasp Palmar grasp : (+) : (+) : (+)

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Hb: 12, Ht: 36, Lekosit: 18.600, LED: 14, Hitung Jenis: 0/0/0/77/23/0 Bilirubin Total: 20 CRP: (-)

V.

RESUME Seorang bayi laki-laki berusia 4 hari dengan berat badan 3000 gr, panjang

badan 49 cm, dirawat di ruangan Neonatus RSMH Palembang sejak tanggal 19 Mei 2011. Dari anamnesis didapatkan bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH spontsn G2P1A0 hamil aterm dengan presentasi kepala. BBL 3300 gr, PB 49 cm, anus (+). Lahir langsung menangis. R/ibu demam saat melahirkan (-), R/ KPSW (-), R/ ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-). Pada pemeriksaan umum didapatkan ikterik (+) Kramer 5 Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Billirubin Total 20 g/dl dan CRP (-)

VI.

DIAGNOSIS SEMENTARA Hiperbilirubinemia + Klinis Sepsis

VII.

PENATALAKSANAAN IVFD mikro Dekstrose 10% + 1/5 NS gtt 6x/mnt Fototerapi A/P on demand

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN BT setelah fototerapi

IX.

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : Bonam : Bonam

X.

FOLLOW UP SELAMA PASIEN DIRAWAT 22 Mei 2011 (Usia : 7 hari) S O : Kuning berkurang : Berat Badan Aktifitas Refleks Isap Tangis Detak Jantung : 3100 gram : aktif : kuat : kuat : 135 kali per menit : 36,5 oC : (-) : (+) Kramer II : (-) : (-) : NCH (-) : simetris, retraksi (-) : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba : sianosis (-)

Frekuensi Napas : 48 kali per menit Suhu Anemis Ikterus Dispneu Sianosis Kepala Thorax Abdomen Extremitas A P

: Hiperbilirubinemia fisiologis : IVFD D10% NS Ampi 2x165mg Genta 8,5mg /18 jam A / P on demand

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86mol/L).1 Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi.2 Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubirubin dimana kadar bilirubin total sewaktu >12mg/dL dan >15mg/dL pada bayi aterm, ikterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan, peningkatan kadar bilirubin >5mg%/24jam, peningkatan kadar bilirubin direk >1,5-2mg%, ikterus berlangsung > 2minggu.1

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena3 : Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

Siklus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis) dapat disebabkan: A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama - Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain - Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) - Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD B. Ikterus yang timbul 24 72 jam sesudah lahir - Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh. - Defisiensi enzim G-6-PD - Polisitemia - Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sudaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain) - Hipoksia - Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain - Dehidrasi asidosis - Defisiensi enzim eritrosit lainnya C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama - Biasanya karena infeksi (sepsis) - Dehidrasi asidosis - Defisensi enzim G-6-PD - Pengaruh obat - Sindrom Criggler-Najjar - Sindrom Gilbert

D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya - Biasanya karena obstruksi - Hipotiroidisme - breast milk jaundice - Infeksi - Neonatal hepatitis - Galaktosemia Faktor Risiko4 Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: a. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI

b. Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

2.3 Patofisiologi Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.3 Metabolisme Bilirubin3 Bilirubin merupakan produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.4 Bilirubin berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil pemecahan heme dalam sel retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir jaras metabolisme ini adalah bilirubin indirek (bilirubin bebas/ bilirubin IX alfa) yang tidak larut dalam air, terikat pada albumin dalam sirkulasi. Setelah sampai hepar, terjadi mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati. Dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) dan protein Z dan glutation lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian oleh enzim glukoronil transferase dimetabolisme menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan disekresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah disekresi oleh hati, empedu disimpan dalam kandung empedu sampai proses makan akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak dapat direabsorpsi oleh epitel usus, tetapi dipecah

10

oleh flora usus menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang kemudian dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh enzim glukoronidase yang terdapat pada epitel usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan ini akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya ikterus berkaitan dengan: produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit, ikatan bilirubin intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada sebagian kasus, lebih dari satu mekanisme yang terlibat.

Gambar . Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4 Ed, Arnold, 2002 : 414-432)
th

11

2.4 Diagnosis Diagnosis ditujukan terutama untuk mencari faktor penyebab5 : - Lakukan anamnesa sedini dan secermat mungkin mengenai riwayat kehamilan dan persalinan - Ikterus timbul pada hari 1 : periksa kadar bilirubin, darah tepi lengkap , golongan darah ibu dan bayi, Coombs test - Ikterus timbul pada hari ke 2 dan ke 3 : periksa kadar bilirubin, periksa golongan darah ibu dan anak, Coombs test (bila peningkatan bilirubin > 5 mg% dalam 24 jam, karena masih ada kemungkinan penyebabnya inkompatibilitas ABO atau Rh), pemeriksaan enzim G6PD. - Ikterus timbul pada hari ke 4 atau lebih : periksa bilirubin direk dan indirek, periksa darah tepi, pemeriksaan enzim G6PD - Bila ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu, hepatomegali atau feses berwarna dempul lakukan USG hati, test fungsi hati dan biopsi hepar.

12

ALGORITMA

hiperbilirubinemia

umur < 24 jam

umur > 24 jam

periksa Coombs test

ulang periksa bil total dan direk ( setelah 12 - 24 jam )

positif

negatif

bil.direk meningkat inkompatibilitas golongan darah ( ABO, Rh, minor group) infeksi intra uterin sepsis neonatal hepatitis obstruksi biliaris

bil.direk normal

periksa hematokrit

normal/menurun

meningkat

periksa morfologi RBC

polisitemia

abnormal

normal

sferositosis inkomp.ABO def. G6PD

ekstravasasi darah sirk.entrohepatik

kel. metab/endokrin

13

Derajat ikterus menurut Kramer6


Derajat ikterus I II Daerah ikterus Kepala dan leher Sampai badan atas (di atas umbilikus) Sampai badan bawah (di bawah III umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut) IV V Sampai lengan, tungkai bawah lutut Sampai telapak tangan dan kaki 12,4 mg/dl 16,0 mg/dl 11,4 mg/dl Perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg% 9,0 mg%

2.5 Penatalaksaan Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.1

14

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut: Minum ASI dini dan sering Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

15

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat pada tabel berikut : Usia Kuning terlihat pada: Hari 1 Bagian tubuh manapuna Hari 2 Lengan dan Tungkaia Hari 3 dan seterusnya
a

Tingkat Keparahan Ikterus

Berat

Tangan dan Kaki

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada

lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs: o Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar. o Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar o Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.

16

Tentukan diagnosis banding Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.7

Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar . Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan: o Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar (tabel 4), kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi. o Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%). o Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar: Persiapkan transfer Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar Kirim contoh darah ibu dan bayi Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi. Nasihati ibu : o Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya. o Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,

kamfer/mothballs, favabeans).

17

Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah. Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).

Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice) Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan. Terapi sinar penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan. Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sesuai dengan sifilis kongenital. dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari

Terapi Sinar Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.1

18

Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm dengan intensitas cahaya 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas radiasi, kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.

19

Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel. Komplikasi Bronze baby syndrome Diare Hemolisis Dehidrasi Ruam kulit Mekanisme yang mungkin terjadi Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin Bilirubin indirek menghambat laktase Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit IWL (30-100%) karena menyerap energi foton Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin

Indikasi Terapi Sinar dan Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.

Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berat badan (gr) <1000 1000 1500 1500-2000 2000-2500 Kadar Bilirubin (mg/dL) Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama 7-9 mg/dL 10-12 mg/dL 13-15 mg/dL

20

Pedoman terapi sinar bagi bayi yang dirawat

Gunakan bilirubin serum total. Tidak perlu memeriksakan bilirubin bebas maupun bilirubin konjugasi. Faktor risiko = penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, suhu tubuh tidak stabil, sepsis, asidosis, albumin < 3.0g/dL. Untuk bayi sehat dengan usia gestasi 35-36 6/7 minggu, tindakan dilakukan apabila nilai bilirubin serum total melewati zone risiko sedang. Intervensi dapat dilakukan pada nilai bilirubin serum total lebih rendah untuk bayi dengan usia gestasi lebih muda.

Dapat pula dilakukan terapi sinar konvensional di RS maupun terapi sinar di rumah, pada nilai bilirubin serum total 2-3mg/dL (30-35mmol/L) di bawah nilai yang ditentukan. Namun terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi dengan faktor risiko.

21

Tranfusi tukar Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982). Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi


BB (gr) Tidak Komplikasi < 1250 1250-1499 1500-1999 2000-2499 2500 13 mg/dL 15 mg/dL 17 mg/dL 18 mg/dL 20 mg/dL Ratio Bilirubin/Albumin 5.2 mg/dL 6 mg/dL 6.8 mg/dL 7.2 mg/dL 8 mg/dL Ada Komplikasi 10 mg/dL 13 mg/dL 15 mg/dL 17 mg/dL 18 mg/dL Ratio Bilirubin/Albumin 4 mg/dL 5.2 mg/dL 6 mg/dL 6.8 mg/dL 7.2 mg/dL

Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1 (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

Yang dimaksud ada komplikasi apabila : 1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5 2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam 3. pH < 7,15 selama 1 jam 4. Suhu rektal 35 C 5. Serum Albumin < 2,5 g/dL
O

22

6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti 7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis 8. Anemia hemolitik 9. Berat bayi 1000 g Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan Usia (jam) < 24 25-48 49-72 > 72 BB < 1500gr > 10-15 mg/dL > 10-15 mg/dL >10-15 mg/dL >15 mg/dL BB 1500 2000 gr >15 mg/dL >15 mg/dL >15 mg/dL >17 mg/dL BB > 2000 gr > 16 mg/dL > 20 mg/dL > 17 mg/dL > 18 mg/dL

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi: 1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL 2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar 3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan peningkatan bilirubin 0,5mg/dL/jam 4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia 5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi) 6. Kadar bilirubin total >25mg/dL

23

Pedoman Transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan adanya rentang yang cukup besar pada kondisi klinis dan respon terhadap terapi sinar Tindakan transfusi tukar sangat direkomendasikan apabila bayi menunjukkan tandatanda bilirubin ensefalopati akut (hipertoni, opistotonus, retrocoli, demam, tangis melengking) atau apabila serum bilirubin total > 5mg/dL (85 mol/L)

Faktor risiko penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, temperatur tidak stabil, sepsis, asidosis. Periksa albumin serum dan nilai rasio bilirubin / albumin Gunakan bilirubin serum total, tidak perlu membagi bilirubin direk atau bilirubin bebas. Apabila bayi sehat dan usia gestasi 35-37 minggu (risiko sedang) dapat dilakukan dibuat nilai acuan individual berdasarkan usia gestasi aktual.

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin Perforasi pembuluh darah

24

Komplikasi tranfusi tukar: Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan Pasca Transfusi Tukar adalah dengan melanjutkan terapi sinar dan evaluasi ketat timbulnya komplikasi.

2.6 Komplikasi Komplikasi dari ikterus neonatarum adalah ensefalopati bilirubin akut, Kern Ikterus dan cirrhosis hepatis. 2.7 Prognosis Pada hiperbilirubinemia indirek prognosa baik bila tidak terjadi kern ikterus.

25

BAB III ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini, seorang bayi laki-laki berusia 4 hari dengan berat badan 3000 gram dan panjang badan 49 cm datang dengan keluhan utama kuning sejak umur 3 hari. Dari alloanamesa dengan ibu bayi didapatkan bayi lahir di VK kebidanan Rumah Sakit Moehammad Hoesin, ditolong residen obgyn dari ibu G1P0A0 hamil aterm, lahir forceps a.i Kala II memanjang, lahir langsung menangis, APGAR score 8/9, berat badan lahir 3100 gram. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat KPSW tidak ada. Riwayat ketuban kental, hijau, bau busuk tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan bayi tampak kuning, Kramer derajat V yaitu kuning seluruh badan. Tidak didapatkan adanya distress pernapasan sehingga RDS dapat disingkirkan, selain itu tidak ditemukan trauma lahir seperti cephal hematome dan perdarahan ektravaskular juga dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan laboratorium nilai bilirubin total didapatkan meningkat yaitu 20 mg/dl, sebagian besar bayi baru lahir mengalami peningkatan kadar bilirubin inderek pada hari hari pertama kehidupan (biasanya hari ke 23), mencapai puncaknya pada hari ke 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 12 mg/dl. Proses tersebut antara lain karena bayi baru lahir mempunyai kadar Hb yang tinggi ( 18 19 g/dl ) yang diperlukan selama masa janin untuk membawa oksigen. Setelah bayi lahir dan dapat bernapas ( menghirup oksigen ), kadar Hb yang tinggi tidak diperlukan lagi sehingga Hb mulai turun. Pada pasien ini, kadar Hb 12 dan Ht 36 menunjukkan masih dalam batas normal karena penurunan Hb sampai sekitar 11 12 g/dl ini terjadi pada minggu pertama kehidupan dan pemecahan ini menyebabkan unconjugated bilirubin (bilirubin inderek) meningkat dalam darah. Selain itu belum matangnya fungsi hati bayi baru lahir. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologis.

26

Leukosit 18.600/mm3, LED 14 mm/jam dan hitung jenis 0/0/0/77/23/0. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000 - 30.000/l. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 - 38.000 /l. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500 - 11.000/l. Diagnosis sepsis dapat disingkirkan karena kadar leukosit dalam batas normal dan pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan CRP negatif. Ikterus yang disertai proses hemolisis karena G6PD tidak dipikirkan karena pada pasien ini tidak ditemukan adanya anemia dan frekuensi kejadian G6PD di Indonesia sangat jarang. Proses hemolisis akibat inkompatibilitas darah juga dapat disingkirkan karena golongan darah Ibu A, sedangkan hemolisis akibat inkompatibilitas ABO terjadi jika golongan darah Ibu O dan golongan darah bayi A atau B. Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian jumlah cairan yang diberikan dihitung setiap hari berdasarkan berat badan dan umur. ASI diberikan on demand. Foto terapi dilakukan untuk mencegah semakin meningkatnya bilirubin sehingga komplikasi kern ikterus dapat dihindari. Cara kerja foto terapi adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Foto terapi dapat dihentikan jika kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi untuk transfusi tukar, atau kadar bilirubin total <13 mg/dl. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah suhu tidak stabil, kerusakan retina, diare, bronze baby syndrome. Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam bonam dan quo ad functionam bonam karena belum terjadi komplikasi.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Risa

Etika,

dkk.

Hiperbilirubin

pada

neonatus.

Diambil

dari

situs

http//www.pdf.com

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Ikterus Pada Bayi Baru Lahir. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Edisi Keempat. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 1985. 1101-1114 3. Tatalaksana ikterus neonatarum. Diambil dari situs :

http//www.HTA_Indonesia_2004.com 4. Philis A , Dennery, dkk. Neonatal Hiperbilirubinemia. Diambil dari situs : http//www.nejm.com 5. Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005 6. Sylviati M. Damanik. Hiperbilirubinemia. Diambil dari:

http//www.pediatrik.com.

28

Anda mungkin juga menyukai