Anda di halaman 1dari 27

KPD Ketuban Pecah Dini Nyonya BCL G2P1 = Hamil 2, Partus 1.

Umur 27 tahun dengan kehamilan 8bulan, datang ke UGD dengan keluhan keluar cairan banyak dari vagina sejak 8 jam yang lalu disertai nyeri perut dan pinggang bawah. Pada pemeriksaaan didapat : Keadaan Umum yang baik, tekanan darah 130/85 mm Hg, nadi 76x/menit, pernapasan 20x / menit, fundus uteri 3 jari di atas pusat, konsistensi uterus lunak kenyal, letak anak memanjang, kepala dibawah, belum masuk panggul, kontraksi uterus negative.

Anamnesis :
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.1 Tujuan Anamnesis Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Jenis Anamnesis Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.

Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orag lain ini disebut Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis. Sistematika Anamnesis Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari : Data umum pasien 1. 2. 3. Nama , alamat dan usia pasien dan suami pasien. Pendidikan dan pekerjaan pasien dan suami pasien. Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.

Anamesis : 1. Kehamilan yang ke .. 2. Hari pertama haid terakhir-HPHT ( last menstrual periode-LMP ) 3. Riwayat obstetri:

Usia kehamilan : ( abortus, preterm, aterm, postterm ). Proses persalinan ( spontan, tindakan, penolong persalinan ). Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi. Keadaan bayi ( jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini ). Pada primigravida : Lama kawin, pernikahan yang ke . Perkawinan terakhir ini sudah berlangsung . Tahun.

4.

Anamnesa tambahan : Anamnesa mengenai keluhan utama yang dikembangkan sesuai dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan (kebiasaan buang air kecil / buang air besar, kebiasaan merokok, hewan piaraan, konsumsi obat-obat tertentu sebelum dan selama kehamilan).1-2

Keluhan utama Keluhan yang paling dirasakan pada saat pasien dating berobat. Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan. Keluar cairan banyak dari vagina sejak 8 jam yang lau disertai nyeri perut dan pinggang bawah. Riwayat penyakit sekarang Tahapan ini merupakan inti dari anamnesis. Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yakni : (1) kronologi atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau deskripsi keluhan utama, (3) keluhan atau gejala penyerta, dan (4) usaha berobat. Selama melakukan anamnesis keempat unsur ini harus ditanyakan secara detail dan lengkap. Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali pasien merasakan munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana perkembangan penyakitnya apakah cenderung menetap, berfluktuasi atau bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertologan medis. Apakah munculnya keluhan atau gejala tersebut bersifat akut atau kronik, apakah dalam perjalanan penyakitnya ada faktor-faktor yang mencetuskan atau memperberat penyakit atau faktor-faktor yang memperingan. Bila keluhan atau gejala tersebut bersifat serangan maka tanyakan seberapa sering atau frekuensi munculnya serangan dan durasi atau lamanya serangan tersebut. Keluhan atau gejala penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau gejala yang menyertai keluhan atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang. Pemeriksaan atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa saja yag sudah diminum.

Riwayat penyakit dahulu Apakah dulu pernah menderita penyakit ?? Riwayat penyakit antenatalcare Selama perawatan antenatal care dilakukan berapa kali dan di mana?? Riwayat penyakit keluarga Apakah waktu dulu pernah menderita penyakit sebelumnyaa?? Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung dan Ashma, dll Riwayat kebiasaan/social Anamnesis system Kesimpulan dari anamnesis.2

Pemeriksaan :
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Umum : Suhu normal kecuali disertai infeksi. Pemeriksaan Abdomen : Uterus lunak dan tidak ada nyeri tekan. Tinggi fundus uteriharus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupuncakapnya bagian presentasi. Denyut jantung normal. Pemeriksaan Pelvis : P e m e r i k s a a n s p e k u l u m s t e r i l p e r t a m a k a l i d i l a k u k a n u n t u k memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Karena cairan alkali amnionmengubah pH asam normal vagina, kertas nitrazin dapat dipakai untuk mengukur pHvagina. Kertas nitrazin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya skuama anukleat, lanugo, atau bentuk kristal daun pakis cairan amnionkering dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan, penentuan rasio lesitin-sfingomielin fosfatildigliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. dan

Bila ada kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk b iakan dan sensitivitas. Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengidentifikasi bagian presentasi dan stasi bagianpresentasi dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.2

Pemeriksaan dengan spekulum. pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta

batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. Pemeriksaan dalam Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan Laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

Tes Laboratorium : Hitung Darah Lengkap dengan Apusan Darah : Leukositosis digabung deng a n peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterin.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada : Anamnesis : waktu keluar cairan, warna, bau, benda dalam cairan.

Inspeksi : cairan per vaginam. Inspekulo; penekanan pada fundus atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari OUE (orificium uterus externum) & terkumpul pada fornix posterior. Periksa dalam; cairan dlm vagina, selaput ketuban tidak ada, cairan kering, janin mudah diraba. Laboratorium; kertas lakmus berubah menjadi biru/ reaksi basah. Demam bila ada infeksi. Bila selaput ketuban sudah pecah: 1. 2. 3. Waktu selaput ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis. Jika anamnesis tidak pasti, maka waktu selaput ketuban pecah adalah saat MRS. Bila pada anamnesis ketuban pecah >12 jam, maka evaluasi 2 jam. Jika tidak ada tanda-tanda inpartu, segera terminasi kehamilan.2

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

Pemeriksaan Diagnostik Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. Pemantauan janin Membantu dalam mengevaluasi janin Protein C-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

Working Diagnosis :
KPD : Ketuban Pecah Dini Definisi : Ketuban pecah dini adalah pecahnya amnion atau khorion sebelum terdapat tanda mulai persalinan. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu, maka disebut preterm PROM(PPROM) atau ketuban pecah dini preterm. KPD memanjang (Prolongedrupture of membrane ) merupakan KPD lebih dari 24 jam yang berhubungan denganpeningkatan risiko infeksi intra-amnion. Pada kehamilan aterm kurang lebih 8% pasien mengalami ruptur membran sebalum masa persalinan. Terdapat berbagai teori yang mendefinisikan KPD seperti teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jamsebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnyaketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm pada primigravid atau 5 cm pada multigraviddan sebagainya.

Beberapa pengertian tentang ketuban pecah dini : Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu apabila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (mohtar,1998) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (manuaba,2001) Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilanberusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi padakehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (saifudin,2002) Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinanberlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatanmembrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktortersebut.berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapatberasal dari vagina servik (sarwono prawiroharjop,2002)

Adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 ) Prinsip dasar : Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampaisepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut.Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapatberasal dari vagina dan serviks. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanyainfeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.( Sarwono Prawirohardjo, 2002 )

Different Diagnosis : Inkontinesia Urin. Inkontinesia Urin adalah suatu keadaan di mana tidka bisa menahan buang air kecil, dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Inkontinensia urin (IU) merupakan keluarnya urin yang tidak terkontrol yang mengakibatkan gangguan hygiene dan sosial dan dapat dibuktikan secara objektif. Inkontinensia ini dapat terjadi dengan derajat ringan berupa keluarnya urin hanya beberapa tetes sampai dengan keadaan berat dan sangat mengganggu penderita. Inkontinensia urin dapat mengenai perempuan pada semua usia dengan derajat dan perjalanan yang bervariasi. Walaupun jarang mengancam jiwa, IU dapat memberikan dampak serius pada kesehatan fisik, psikologi, dan sosial pasien, serta dapat berdampak buruk bagi keluarga dan karier pasien.

Di Amerika serikat saat ini tercatat 13 juta orang mengalami IU dengan 11 juta di antaranya berjenis kelamin wanita. Dua puluh lima persen wanita antara usia 30-59 tahun pernah

mengalami IU, sementara pada individu berusia 60 tahun atau lebih, 15- 30% menderita IU. Studi epidemiologi di negara-negara barat menunjukkan prevalensi sekitar 25-55 %. Prevalensi IU menurut Asia Pacific Continence Advisory Board (APCAB) sebanyak 20,9-35%, dimana perempuan lebih banyak menderita (15,1%) daripada laki-laki (5,8%). Prevalensi IU di Indonesia belum ada angka pasti. Dari hasil beberapa penelitian didapatkan angka kejadian berkisar antara 20 % sampai dengan 30%. Prevalensi ini bervariasi di setiap negara karena banyak faktor, diantaranya adalah adanya perbedaan definisi inkontinensia yang dipergunakan, populasi sampel penelitian, dan metodologi penelitian. Inkontinensia urin merupakan suatu gejala dan bukan merupakan suatu penyakit, oleh karena itu penanganan kasus IU dilakukan dengan pendekatan multidisiplin. Diagnosis banding IU cukup luas dengan banyak penyebab. Terkadang lebih dari satu faktor penyebab terlibat, sehingga penegakan diagnosis dan terapinya menjadi lebih sulit. Membedakan etiologi ini merupakan hal yang penting karena setiap kondisi memerlukan pendekatan terapi yang berbeda.2

Beberapa faktor risiko yang berperan dalam terjadinya inkontinensia urin telah dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya : 1. Usia Bertambahnya usia telah diterima sebagai salah satu faktor risiko inkontinensia urin dalam konsensus inkontinensia urin oleh National Institutes of Health pada tahun 1988. Banyak penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi IU dengan bertambahnya usia. Melville baru-baru ini melaporkan bahwa prevalensi IU sekitar 28% pada wanita berusia 30-39 tahun dan 55% pada wanita berusia 80-90%. Peningkatan prevalensi pada wanita manula mungkin disebabkan oleh kelemahan otot pelvis dan jaringan penyokong uretra terkait usia. Apalagi, faktor-faktor pada manula seperti gangguan mobilitas dan/atau kemunduran status mental yang dapat meningkatkan risiko episode inkontinensia. 2. Herediter Beberapa peneliti mempertanyakan apakah terdapat dasar genetik dalam atrofi dan kelemahan jaringan penyokong yang menyebabkan terjadinya inkontinensia urin stres. Mushkat dkk. menguji prevalensi inkontinesia urin tipe stres pada turunan pertama dari 259 wanita. Sebagai kontrol, mereka mengumpulkan data pada turunan pertama dari 165 wanita (sesuai umur, paritas, dan berat badan) tanpa inkontinensia urin tipe stres diperiksa di sebuah klinik ginekologi. Prevalensi inkontinensia urin stres hampir 3 kali

3.

4.

5.

lebih tinggi (20,3% berbanding 7,8%) pada wanita turunan pertama dari wanita dengan inkontinensia urin. Data ini menunjukkan bahwa mungkin ada penurunan sifat secara familial yang dapat meningkatkan insiden inkontinensia urin stres. Obesitas Beberapa penelitian epidemiologik telah menunjukkan bahwa peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan faktor risiko yang signifikan dan independen untuk inkontinensia urin semua tipe. Fakta menunjukkan bahwa prevalensi inkontinensia urge maupun stres meningkat sebanding dengan IMT. Penelitian SWAN menunjukkan peningkatan sekitar 5% kemungkinan kebocoran setiap unit kenaikan IMT. Secara teori, peningkatan tekanan intra-abdominal serupa dengan peningkatan IMT yang sebanding dengan tekanan intravesikal yang lebih tinggi. Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya inkontinensia. Deitel dkk (1988) melaporkan penurunan yang signifikan pada prevalensi dari inkontinensia urin stres, dari 61% menjadi 11% pada 138 wanita obese yang telah menurunkan berat badan setelah operasi bariatrik. Penurunan berat badan mungkin mengatasi inkontinensia sebelum terapi spesifik lebih lanjut. Ras/etnis Hubungan antara etnis dan inkontinensia urin adalah kompleks. Meskipun telah dipercaya bahwa wanita Afro-Amerika mempunyai prevalensi urge incontinence yang lebih tinggi dibandingkan wanita kulit putih, tetapi Fultz melaporkan prevalensi IU 23% pada wanita kulit putih dan 16% pada wanita Afro-Amerika. Lebih terbaru, hasil peneltian SWAN, dengan mencakup wanita-wanita multietnis berumur antara 42-52 tahun, mengindikasikan bahwa wanita non-kulit putih mungkin kurang melaporkan adanya inkontinensia dan hal tersebut tidak menunjukkan hubungan antara etnis dan beratnya IU. Perbedaan ras telah dilaporkan berhubungan dengan beberapa pelvic floor disorders, meskipun belum jelas apakah perbedaannya biologis atau sosiokultural (berhubungan dengan akses ke fasilitas kesehatan atau mungkin kesadaran mencari fasilitas kesehatan), atau keduanya, atau karena faktor lain. Tingkat risiko berbeda mungkin didasarkan pada genetis atau sifat anatomis; faktor gaya hidup seperti diet, olahraga, kebiasan; atau espektasi dan toleransi budaya akan gejala inkontinensia. Persalinan dan Kehamilan Sebagian besar wanita mengalami inkontinensia urin selama kehamilan, tetapi umumnya dari mereka hanya sementara saja. Banyak penelitian mengungkapkan tingginya prevalensi inkontinensia urin pada wanita hamil dibandingkan wanita nullipara. Suatu penelitian pada 305 primipara, 4% mengalami stress incontinence sebelum kehamilan, 32% selama kehamilan, dan 7% pada masa post partum. Kehamilan dan obesitas menambah beban struktur dasar panggul dan dapat menyebabkan kelemahan panggul yang pada akhirnya menyebabkan inkontinensia urin. Persalinan menyebabkan kerusakan

6.

7.

8.

sistem pendukung uretra, kelemahan dasar panggul akibat melemah dan mereganggnya otot dan jaringan ikat selama proses persalinan, kerusakan akibat laserasi saat proses persalinan penyangga organ dasar panggul, dan peregangan jaringan dasar panggul selama proses persalinan melalui vagina dapat merusak saraf pudendus dan dasar panggul sesuai kerusakan otot dan jaringan ikat dasar panggul, serta dapat mengganggu kemampuan sfingter uretra untuk kontraksi dan respon peningkatan tekanan intraabdomen atau kontraksi detrusor. Jika kolagen rusak, maka origo maupun insersio otot menjadi kendur sehingga mengganggu kontraksi isometrik. Hal ini menyebabkan mekanisme fungsi yang tidak efisien dan hipermobilitas uretra. Pemakainan forseps selama persalinan dapat memicu IU. Tingginya usia, paritas, dan berat badan bayi tampaknya berhubungan dengan IU. Menopause Sejumlah besar reseptor estrogen berafinitas tinggi telah diindentifikasi terdapat di m.pubokoksigeus, uretra, dan trigonum vesika. Interaksi estrogen dengan reseptornya akan menghasilkan proses anabolik. Akibatnya bila terjadi penurunan estrogen terutama pada traktus urinarius perempuan menopause akan mengalami perubahan struktur dan fungsi. Estrogen dapat mempertahankan kontinensia dengan meningkatkan resistensi uretra, meningkatkan ambang sensoris kandung kemih, dan meningkatkan sensitivitas adrenoreseptor pada otot polos uretra. Penurunan estrogen saat menopause menyebabkan penipisan dinding uretra sehingga penutupan uretra tidak baik. Defisiensi estrogen juga membuat otot kandung kemih melemah. Jika terjadi penipisan dinding uretra dan kelemahan otot kandung kemih, latihan fisik dapat membuka uretra dengan tidak didugaduga. Selain itu, defisiensi estrogen yang menyebabkan atrofi urogenital sehingga sedikit responsif terhadap rangsangan berkemih merupakan gejala yang menyertai menopause. Histerektomi Peran histerektomi terhadap terjadinya inkontinensia urin masih kontroversial. Perubahan hubungan anatomis, seperti denervasi dasar panggul saat histerektomi, dapat menyebabkan inkontinensia urin paska operasi. Thom dan Brown, pada sebuah tinjauan literatur, mencatat bahwa tidak ada peningkatan risiko inkontinensia dalam 2 tahun pertama setelah histerektomi. Tetapi banyak penelitian lain secara konsisten menemukan adanya peningkatan risiko IU setelah histerektomi. Melville melaporkan, pada sebuah suvei terhadap 6000 wanita berusia 30-90 tahun, yang sementara menderita depresi mayor, diabetes dan mempunyai riwayat histerektomi mempunyai hubungan yang signifikan dengan inkontinensia urin yang berat. Merokok Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk terjadinya inkontinensia urin dalam beberapa penelitian, dengan efek terkuat terlihat pada inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok berat. Mekanisme patofisiologi mungkin efek langsung pada uretra dan tidak langsung, dimana perokok umumnya terjadi

peningkatan tekanan kandung kemih akibat batuk, yang melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat. Karena urin biasanya asam, perbandingan pH urin dan pH vagina membantu dalam membedakan.

Etiologi :
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: 1) Infeksi Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. 2) 3) Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. Keadaan sosial ekonomi Faktor lain Faktor golongan darah Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).2

4)

5) 6)

Epidemiologi : Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % (3), sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS. Insiden PROM ( Prolonged Rupture of Membrane ) berkisar 3% sehingga 18.5% dari semua kehamilan. PretermPROM berlaku dalam setiap 3% kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiranprematur.KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yangkurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atauPPROM terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. KPD merupakan komplikasiyang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan repiratory distress syndrome (RDS) 8% hingga 10% wanita dengan PROM adalah aterm dan akan diikuti denganpersalinan dalam tempoh 24 jam selepas ruptur membran dalam 90% kasus. Bila PPROM yang berlaku pada minggu ke 28 hingga minggu ke -34, 50% pasien akanmelahirkan dalam tempoh 24 jam dan 80 -90% pasien akan melahirkan dalam tempoh satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan persalinan dalam tempoh satu minggu. 2 -3

Gejala Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada : Anamnesis; waktu keluar cairan, warna, bau, benda dalam cairan. Inspeksi; cairan per vaginam. Inspekulo; penekanan pada fundus atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari OUE (orificium uterus externum) & terkumpul pada fornix posterior. Periksa dalam; cairan dlm vagina, selaput ketuban tidak ada, cairan kering, janin mudah diraba. Laboratorium; kertas lakmus berubah menjadi biru/ reaksi basah. Demam bila ada infeksi. Bila selaput ketuban sudah pecah : Waktu selaput ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis. Jika anamnesis tidak pasti, maka waktu selaput ketuban pecah adalah saat MRS. Bila pada anamnesis ketuban pecah >12 jam, maka evaluasi 2 jam. Jika tidak ada tandatanda inpartu, segera terminasi kehamilan. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawahbiasanya "mengganjal" atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Demam,bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepatmerupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.3

Patofisiologi : Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya apoptosisdari komponen sel dari membrane fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular amnion. Kolagenamnion

interstisiel terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal. Matrix metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodelling tisu dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada

kehamilan dengan PPROM. AktivitasMMP ini diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMPs). TIMPsini pula ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan PPROM.

Peningkatan enzim protease dan dan penurunan dari inhibitor mendukung teori yangenzimenzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran apoptosis fetal. di

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker

membran fetal pada PPROM berbanding dengan membran pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM terjadikarenagabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel yangmembawa kepada kelemahan dinding membran fetal . 4

Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janinselama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat disebelah luar disebut chorion.

Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah airkencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairanketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa jugakurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5

liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Manfaat air ketuban Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan olehlingkungannya di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerakdengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalahuntuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongandarah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dansebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yangdimasukkan melalui dinding perut ibu. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsungsebagai berikut : Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat danvaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemahdan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikulerkorion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol olehsistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika adainfeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen padaselaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudahpecah spontan.4

Patofisiologi Pada infeksi intrapartum : 1) ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. 2) infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. 3) mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). 4) tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksa dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

Penatalaksanaan :
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkaninsidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkaninsidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-caraaktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh carakonservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisamemantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidakdiketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untukmengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPDdengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itupada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yangoptimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakansebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukupbulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketubanatau lamanya perode laten.5 1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm ( > 37 Minggu )

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanyamempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan daripersalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecahakan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilangenap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan makadilakukan induksi persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupunantibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahanterhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehinggapemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotikhendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan

denganpertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telahterjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikanatau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartudengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapatdiperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakandapat dikurangi. Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadapkeadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengankomplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasiyang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadisemakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikanbishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5,

dilakukanpematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. 2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpaitanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotikyang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dankehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atautocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid padapenderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru,jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncultanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandangumur kehamilan.5

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalanmerangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasiyang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadigawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan jugamungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedansesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedahsesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapiseyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin,partus tak maju, dll. Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyatapengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya,maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahankonservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinaninfeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasandenyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan danselanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secarapasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The National Institutes of Health (NIH)telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD padakehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atasbetametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.6

Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.

Minggu ke 24- 31 Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai

pemberianantibiotik yang adekuat sebagai profilaksis sehingga mencapai 34 minggu. Namun begitu, harus di informasikan kepad a keluarga pasien bahwa sering kali

kehamilantersebut akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi secara konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio

placentae, dan nonreassuring fetal testing. Penderita perlu dirawat di rumah

sakit,ditidurkan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut jantung bayi harus la dimonitorsecara berterusan. Jika stabil bisa dilakukan tiap 8 jam. Ini karena kompresi dari talipusat sering terjadi terutama pada PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4minggu jika suspek pertumbuhan janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi tanda - tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan takikardi , suhumelebihi 38C, kontraksi rahim yang regular, nyei tekan pada fundus uterus atauleukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika selama menunggu atau

melakukanpengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, persalinan diakhiri tanpamemandang umur kehamilan.Preterm PROM bukan kontraindikasi

persalinanpervaginam. Minggu > 32 Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan konservatif melebihiresiko melakukan induksi/augmentasi.Dianjurkan melakukan induksi pada wanitadengan PPROM melebihi 32 minggu disamping pemberian antibiotik.

Minggu ke 34 - 36 Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi persalinan

bisadilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34 tidak dianjurkan pemberiankortikosteroid profilaksissangat dianjurkan. namun pemberian antibiotik untuk B streptococcus sebagai

Aterm (> 37 Minggu) Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanyamempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dankomplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan daripersalinan disebut periode latent Makin muda umur kehamilan makin memanjangperiode latent .Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengansendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24jam setelah kulit ketuban pecah,bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah danbelum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, jika gagaldilakukan bedah caesar. Beberapa meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)segera diberikan atau ditunggu sampai 6 -8 jam dengan alasan

penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaanjanin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya.Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi danibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (hiskurang kuat). Induksi dilakukan dengan memerhatikan skor bishop jika > 5 induksidapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiripersalinan dengan seksio sesaria.7

PENGOBATAN Kortikosteroid Regimen 12 mg Betamethason(celestone) tiap 24 jam selama dua hari

atauDexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular selama duahari.Kortikosteroid direkomendasikan dibawah 32 minggu.Pemberian pada 32 34minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali terbukti paru janin masih belum matang dengan

amniosintesis.Pemberian kortikosteroid pada penderita KPD dengan kehamilan kurang bulandiharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi padaneonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS..

Antibiotik Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian antibiotik oral, amoxicillin 250 mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam selama lima hari. Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, antibiotik profilaksis

neonatalpneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian

dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam

uterus

namun

pencegahan

terhadap

cho rioamninitis

lebih

penting

dari

padapengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. 7-8 Terapi Tocolytic Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak memberikanefek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya.Penelitian tentang pemberiantokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang sehinggakan pemberiannyabukanlah indikasi.

Komplikasi :
Infeksi intra uterine. Walaupun ibu belum menunjukan infeksi tetapi janin mungkin sudah terkenainfeksi intrauteri terlebih dahulu sebelum gejala pada ibu dirasakan.Infeksi inimelalui ascending fetoplasental infection atau melalui darah, usus, tuba. Infeksidapat pula terjadi melalui infeksi intra uterin: Staphylococcus, Streptococcus, E.Coli, Klebsiella, jamur, virus, bakteri anaerob. Prolaps tali pusat. Partus preterm. Ketuban yang pecah dapat merangsang janin untuk keluar. Ini dapat dicegahdengan pemberian tokolitik Distosia, akibat partus kering. Menyebabkan gesekan anak dan jalan lahir serta kontraksi uterus tidak simetriskarena bentuk uterus tidak sesuai dengan bentuk janin. Amniotik band syndrome; kelainan bawaan akibat KPD. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis. Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis. Penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature.

Komplikasi infeksi intrapartum a. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia,atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memilikivaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. b. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.8

Preventif :
Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG, istilah medisnya oligodramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebihan atau sedikit tetapi terus menerus melalui vagina, biasanya berbau agak anyir (amis), warnanya jernih dan tidak kental, sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar/merembes karena ketuban mengalami robekan. Tanda lainnya adalah gerakan janin lebih terasa sehingga perut ibu terasa nyeri. Segera konsultasikan dengan dokter/bidan untuk memastikan padakah itu cairan ketuban/bukan salah satu kemungkinan penyebab terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya ibu harus berusaha menjaga kebersihannya agar tidak terkena infeksi jalan lahir.9

Prognosis :
Prognosis dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1.

Prognosis Ibu

Infeksi intrapartal/dalam persalinan Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas

Infeksi puerperalis/ masa nifas Dry labour/Partus lama Perdarahan post partum Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC) Morbiditas dan mortalitas maternal

2.

Prognosis bayi

Prematuritas Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.

Karena itu jika keadaan ketuban pecah dini dapat ditangani dengan baik dna cepat maka keadaan ibu bisa membaik, namun keadaan janin dilihat dari apakah ada keadaan komplikasi lebih lankut dan apakah beratnya sudah cukup untuk dapat dilahirkan baik secara pervagina ataupun section cesarea.10

Anda mungkin juga menyukai