Anda di halaman 1dari 22

OSTEOSARKOMA

Andhini Afliani Putri, A.Pabengngari

I.

PENDAHULUAN Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu neoplasma ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di daerah metafise tulang panjang pada anak-anak. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah multipel myeloma. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas lima puluh tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari pagets disease dengan prognosis sangat jelek. Osteosarkoma adalah tumor tulang dengan angka kematian 80% setelah lima tahun didiagnosis. Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindel dengan derajat malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid. Osteosarkoma didapatkan kira-kira tiga orang per 10.000 di Amerika. Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya retinoblastoma herediter dan sindrom Li-Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi. Akhir-akhir ini dikatakan ada dua tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein p53 (kromosom 17) dan Rb (kromosom 13). 1,2 Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa di dalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang. Epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor ke dalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering ke paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara limpogen hampir tidak terjadi.1
1

II.

INSINDES & EPIDEMIOLOGI Osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang yang paling sering ditemukan (48,8%) di luar mieloma multipel. Tumor ini merupakan tumor yang sangat ganas, menyebar secara cepat pada periosteum dan jaringan ikat di luarnya. Osteogenik sarkoma terutama ditemukan pada umur 10-20 tahun dan lebih sering pada pria daripada wanita.3 Setiap tahunnya terdapat sembilan ratus kasus osteosarkoma di Amerika Serikat. Penderitanya

merupakan kelompok usia anak-anak dan remaja hingga usia dua puluh tahun. Kebanyakan osteosarkoma menyerang anak-anak dan dewasa muda dengan batasan umur sepuluh hingga tiga puluh tahun. Remaja
Gambar 1. Osteosarkoma pada lutut kiri

merupakan kelompok usia yang sering ditemui, tetapi osteosarkoma dapat menyerang usia berapapun. Sekitar 10% osetosarkoma terjadi pada orang-orang pada kelompok usia di atas enam puluh tahun. 4

III. ETIOLOGI Penyebab pasti osteosarkoma belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya osteosarkoma : 1. Kecepatan Pertumbuhan Tulang Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi seseorang terkena osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa remaja dan lokasi tipikal pada daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis pada tulang panjang. 2. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah pengaruh radiasi. 3. Predisposisi Genetik Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma. Pasien dengan retinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat terhadap terjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen Rb. Mutasi
2

pada gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik. Mutasi pada gen p53 sering nampak. Namun gen retinoblastoma telah melokalisir pada lengan kromosom 13 (13q14). Gen Rb diakui sebagai prototipe tumor suppressor gene dan menyangkut jumlah patogenesis neoplasma pada manusia. Tumor suppressor gene berfungsi mengendalikan pertumbuhan sel tumor, jadi hilangnya fungsi atau inaktivasi dari tumor suppressor gene menyebebkan terjadinya pertumbuhan tumor. 4. Displasia Tulang Hal ini juga menyangkut paget disease, displasia fibrosa, enkondromatosis, dan eksotose multipel herediter dan retinoblastoma yang merupakan faktor resiko. Sindrom Li-Fraumeni (mutasi germline p53) dan sindrom Rothmund-Thomson (berkumpulnya autosomal yang terpendam pada defek tulang kongenital, displasia pada kulit dan rambut, hipogonadisme, dan katarak) juga menjelaskan kemungkinan berkembangnya osteosarkoma.4

IV. LOKASI Tumor ini paling sering ditemui di distal femur atau proximal tibia (48%), pelvis dan proximal femur (14%), bahu dan proximal humerus (10%) dan dapat pula ditemukan di radius distal dan humerus proximal.3,5

Gambar 2. Lokasi osteosarkoma (distal 5,25 femur atau proximal tibia).

Gambar 3. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis 1,7 tulang panjang.

Gambar 4. Daerah metaphysis growth plate ditunjukkan pada no.2, merupakan daerah yang lebih sering diserang 8,12 osteosarkoma.

V. PATOFISIOLOGI Osteosarkoma dapat terjadi pada tulang mana saja. Namun lebih sering pada tulang ekstremitas yang posisinya dekat dengan metaphyseal growth plate. Bagian yang paling sering adalah femur (42% dengan kejadian 75% tumor pada distal femur), tibia (19% dengan kejadian 80% pada proksimal tibia), dan humerus (10% dengan kejadian 90% tumor pada proksimal humerus). Lokasi lainnya adalah tengkorak dan rahang (8%) serta pelvis (8%).4 Osteogonik sarkoma secara histologis mempunyai gambaran dari jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorf jaringannya. Tulang dan osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan lunak, atau jaringan miksoid. Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor dengan sel-sel spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid. Pembentukan jaringan tulang harus dibedakan dari pembentukan reaksi tulang. Pemeriksaan histokimia dapat menunjukkan adanya aktivitas alkali fosfatase.1,3 Pada telangiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas.1

Gambar 5. Osteosarkoma pada proksimal tibia.

V.

DIAGNOSIS a. Manifestasi Klinis Osteosarkoma bermanifestasi sebagai

massa yang terus membesar, sering nyeri, dan mungkin menimbulkan perhatian karena fraktur pada tulang yang terkena. Meskipun kombinasi gambaran klinis dan radiografik mungkin memberi dukungan kuat mengenai diagnosis, diperlukan konfirmasi histologis untuk semua kasus. lesi Osteosarkoma agresif yang
Gambar 6. Osteosarkoma pada proksimal 1 humerus.

konversional

adalah

bermetastasis melalui aliran darah pada awal perjalanan penyakitnya. Paru sering menjadi tempat metastasis. Sekitar 20% pasien telah mengalami penyebaran ke paru saat didiagnosis lebih banyak lagi yang mengalami metastasis tersamar yang baru terlihat belakangan. Namun kemajuan dalam teknik pembedahan dikombinasikan dengan terapi radiasi dan kemoterapi untuk metastasis telah sangat memperbaiki prognosis pasien dengan tumor ini.9 Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia yang lebih tua daripada osteosarkoma primer konvensioanl. Tumor ini paling sering terbentuk dalam kaitannya dengan paget disease, riwayat terpajan radiasi, displasia fibrosa walaupun jarang, infark tulang atau osteomielitis kronis. Osteosarkoma sekunder adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang berespons terhadap terapi yang ada saat ini dibandingkan osteosarkoma konvensional.9 Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal (jukstakorteks), periosteal, telangiektatik, intraoseus derajat ringan, dan sel kecil.9

b. Pemeriksaan Laboratorium 1. Biopsi Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan denga biopsi jarum perkutan (percutaneus needle biopsy) dengan berbagai keuntungan : seperti invasi yang sangat minimal, tidak
6

memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, resiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah. Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang

pleomorfik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik di antara yang membentuk osteoid.1 jaringan tumor

Gambar 7. Fotomikrograf osteosarkoma. Sel mesenkim pleomorfik dan bermitosis aktif tampak menghasilkan osteoid yang berwarna 9 gelap (mengalami kalsifikasi).

Gambar 8. Osteosarkoma yang berasal dari regio metafisis. Tumor telah tumbuh menembus korteks dan mengangkat 9 periosteum.

2. Pemeriksaan Darah Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan alkaline phospatase dan laktat dehidrogenase (LDH). Pemeriksaan ini juga penting dalam mengontrol pasien yang sedang menjalani kemoterapi.10

c. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologik yang dapat ditemukan tergantung dari kelainan yang terjadi : Pada tipe osteolitik proses destruksi lebih menonjol. Pada tipe osteoblastik pembentukan tulang lebih menonjol. Pada tipe campuran terdapat proses osteolitik dan osteoblastik yang seimbang.3 1. Foto Polos Penampakan kasar dari sarkoma osteogenik bervariasi. Neoplasma tersebut dapat berupa osteolitik, dengan tulang yang telah mengalami kerusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh tumor, atau osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru. Pada foto polos ditunjukkan lesi yang agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekula tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga campuran area radiopak dan radiolusen oleh karena adanya proses destruksi tulang (bone destruction) tulang (bone dan proses

pembentukan

formation).

Pembentukan tulang baru periosteum yang menunjukkan adanya suatu bangunan yang berbentuk segitiga, pengangkatan kortek tulang, dengan pembentukan codmans triangle dan gambaran sunburst dan disertai dengan

gambaran massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering dijumpai. Foto polos thoraks juga perlu dibuat untuk melihat adanya metastase ke paru-paru.1,11
Gambar 9. Foto lateral femur yang menunjukkan gambaran Codmans 12 Triangel.

Gambar 11 . Multipel nodul pada kedua lapangan paru yang 6 merupakan tanda metastese ke paru-paru . Gambar 10 . Foto distal femur pada pasien dengan osteosarkoma telangiaktasis yang menunjukkan mixed medullary sclerosis dan sklerosis,dekstruksi korteks mediak, perubahan periosteal agresif, dan massa jaringan lunak 13 dengan massa periferal ossifikasi.

Gambar 12 . Foto AP femur sebelum terkena 14 osteosarkoma.

Gambar 13. Foto AP femur lima bulan kemudian setelah didiagnosis osteosarkoma. Tampak lisis campuran dan sklerosis di dalam acetabulum dan ischium dengan massa jaringan lunak yang besar disertai mineralisasi yang tidak 14 baik.

Gambar 14. Foto femur di samping menunjukkan area sklerotik yang ireguler pada daerah diametafiseal femur kiri. Tampak destruksi tulang dengan elevasi periosteum secara bilateral (Codmans Triangle) dan kumpulan massa jaringan 15 lunak di tengah.

Gambar 15. Foto pelvis yang menunjukkan mineralisasi 14 tumor pada ischiuum kiri.

10

2. CT scan dan MRI CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jarinagn di sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada jaringan otot. 1 CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase pada paru-paru. Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang mana sarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti massa bola. Apabila tulang menembus kortek tulang menuju jaringan otot sekitarnya dan seolaholah membentuk suatu kapsul (pseudo capsule) yang disebut reactive zone. Kadang-kadang jaringan dapat invasi ke daerah zona reaktif dan tumbuh berbentuk nodul yang berada di luar zona reaktif pada satu tulang yang disebut skip lession. Bentuk ini semua sangat bagus dideteksi dengan MRI.1

Gambar 16. CT scan axial paru-paru yang menunjukkan nodul multipel pada paru yang 23 merupakan metastase osteosarkoma.

Gambar17 . Coronal short-tau inversion recovery (STIR) magnetic resonance imaging (MRI) pada pasien telangiaktasis osteosarkoma. Tampak tanda abnormal pada bone marrow metafisis femur,destruksi pada 9 korteks dan massa jaringan lunak yang menonjol.

11

3. Bone Scan (Bone Scintigraphy) Pemeriksaan ini bertujuan menentukan

tempat terjadinya metastase, adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi tumor. Apakah

intraoseus dan ekstraoseus. Juga untuk mengetahui adanya skip lesion, sekali pun masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang digunakan adalah thallium T1 201. Thallium scantigraphy digunakan juga untuk memonitor respons tumor terhadap pengobatam kemoterapi dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.1
Gambar 18 . Contoh Bone Scintigraphy menggunakan Technetium 99 m Tc dipasangkan dengan methylen difosfat. Tampak Hot Spots 6 tampak pada fraktur dan tumor di distal femur.

4. Angiografi Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat ditentuka jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High Grade Osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan preoperatif kemoterapi yang mana apabila terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil.1

VI.

DIAGNOSIS BANDING Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah: 1. Ewings sarcoma a. Definisi : Sarkoma Ewing adalah tumor ganas yang berasal dari sum-sum tulang dengan frekuensi sebanyak lima persen dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada umur sepuluh sampai dua puluh tahun dan lebih

12

sering pada laki-laki daripada wanita. Pada anak dapat ditemukan fraktur patologis.3,16 b. Gejala Klinis : Gejala utama berupa nyeri dan pembengkakan pada daerah tumor dan terdapat gejala umum lainnya kaheksia, nyeri tekan pada tumor dan peninggian laju endap darah.Tumor biasanya sangat ganas, berkembang secara cepat dan penderita meninggal dalam tiga sampai delapan belas bulan pertama (95% meninggal pada tahun pertama).3 c. Lokasi : Tumor ini terutama terdapat pada daerah diafisis dan metafisis tulang panjang seperti femur, tibia, humerus, dan fibula. Atau pada tulang pipih seperti pada pelvis dan skapula.3 d. Pemeriksan Radiologis : Terlihat destruksi tulang terutama pada daerah lesi terutama pada diafisis disertai dengan pembentukan tulang baru sepanjang diafisis tulang panjang berbentuk fusiform di luar lesi yang merupakan suatu tanda khas yang disebut onion skin appearance. Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak dengan garis-garis ossifkasi yang berjalan radier disertai dengan reaksi periosteal. Tulang yang memberikan gambaran yang disebut sun ray appearance serta terdapat terdapat Codmans triangle sehingga tumor dapat disalahinterpretasikan sebagai osteogenik sarkoma. Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah scanning radio isotop dimana daerah lesi akan memperlihatkan peninggian aktivitas.3

Gambar19. Ewing Sarcoma. Tampak fraktur 14 patologik.

13

Gambar20. Foto Ewing sarcoma pada os navikular. 16 Gambar ini menunjukkan reaksi periosteal.

2. Osteomyelitis a. Definisi : Osteomielitis adalah infeksi jaringan tulang dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali tulang seringkali timbul sebagai komplikasi dari infeksi dari tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga otitis media), dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus Aureus, Streptococcus, Haemiphillus Influenzae),

berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang di dekat tempat lempeng darah
Gambar 21. Osteomielitis pada penderita 17 diabetes.

pertumbuhan

mengalir ke dalam sinusoid.11 b. Gejala Klinis : Pada penderita osteomiletis dapat ditemukan infeksi bakterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Gejala-gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikimia berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang.3 c. Pemeriksaan Radiologis : Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat

14

terlihat setelah sepuluh hari (dua minggu) berupa rare faksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang terangkat. Pemeriksaan radio isotop dengan 99m technetium akan

memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi. Dengan menggunakan teknik label leukosit dilakukan scanning dengan 87m gallium yang mempunyai afinitas terhadap leukosit. Dimana 111m indium menjadi positif. Pemeriksaan Ultrasonografi dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.3

Gambar 22. Tampak osteopeni yang luas 15 pada bagian atas kaput humerus.

3. Osteoblastoma a. Definisi : Osteoblastoma merupakan tumor primer yang jarang ditemukan pada tulang dan dikategorikan sebagai tumor tulang jinak.18 b. Gambaran klinis : Gejala nyeri yang ditemukan lebih ringan dibanding osteoid osteoma dan lebih jarang terjadi. Kelainan ini merupakan 2,5% dari seluruh tumor jinak tulang. c. Pemeriksaan Radiologis : Terlihat adanya osteolotik dengan batas-batas yang jelas serta adanya bintik-bintik kalsifikasi. Diameter lesi bervariasi bisa sampai beberapa cm.

15

Gambar 23. Osteoblastoma. Tampak lesi 18 radiolusens/ radiopak.

4. Tumor Sel Raksasa pada Tulang (Giant cell tumor) a. Definisi : Tumor sel raksasa pada tulong juga dikenal sebagai osteoklastoma adalah suatu neoplasma yang mengandung sejumlah besar sel raksasa mirip osteoklas bercampur dengan sel mononukleus.9 b. Gambaran Klinis : Tumor sel raksasa biasanya menyebabkan nyeri lokal yang karena letaknya berdekatan dengan sendi sehingga mungkin dapat dikira artritis.3 c. Pemeriksaan Radiologis : Pada foto radiologi akan terlihat radiolusens, lesi kistik yang eksentrik pada ujung-ujung tulang yang dibatasi oleh tulang subkondral.Korteks tulang terlihat.3

Gambar 24. Tampak fotol CV L3 lateral yang menunjukkan lesi litik pada vertebra yang 19 dikenal dengan giant cell tumor.

16

VII. PENATALAKSANAAN Belakangan ini osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan prosedur penegakan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam pengobatannya sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan operasi. a. Kemoterapi Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam tiga puluh tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah ,melakukan eksisi metastase tersebut. Regimen standar yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preopeartif (preoperative chemotheraphy)yang disebut juga dengan induction chemotherapy dan kemoterapi post operatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga adjuvant chemotherapy. Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum tiga minggu. Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk oseteosarkoma adalah : Doxorubicin (Adriamycin) , Cisplatin (Platinol), Ifosfamide (Ifex), Mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol standar yang digunakan adalah Doxorubicin dan Cisplatin dengan atau tanpa Methitrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neo adjuvant) atau terapi adjuvant. Kadangkadang dapat ditambah Ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60-80%.1

b. Operasi Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan
17

rekonstruksinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction neo adjuvant chemotheraphy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90-95% pada penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb sparing resection.1 Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal. Protesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi post operasinya dibanding dengan menggunakan bone graft.1

c. Follow Up Post Operasi Post operasi dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah longgarnya protesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain photo dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap tiga bulan dalam dua tahun pertama post operasinya dan setiap enam bulan pada lima tahun berikutnya.1

VIII. PROGNOSIS Faktor penting yang mempengaruhi prognosis osteosarkoma adalah tingkat penyakitnya. Kurang lebih 15% pasien osteosarkoma ditemukan dengan metastasis pada paru-paru pada saat didiagnosis. Selanjutnya pasien ini memiliki prognosis yang buruk dengan masa survival sebesar 20%. Pasien tanpa metastase paru-paru (contoh : metastase ke tulang) memiliki
18

prognosis yang lebih buruk. Pasien dengan skip metastases juga memiliki prognosis yang sama buruknya dengan pasien dengan metastase yang jauh. Pasien yang memiliki hasil histopatologi baik dari kemoterapi neoadjuvant (>95% sel tumor mati atau nekrosis) memiliki prognosis yang lebih baik.12

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Kawiyana S. Osteosarkoma dan penanganannya. Dalam : Jurnal orthopedi RSUP sanglah edisi maret 2010. Denpasar: Bagian / SMF Ortopedi dan traumatologi bagian bedah FK unud; 2010; 68-74. 2. Sukardja IDG. Biologi tumor. Dalam: Onkologi klinik edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press; 2003; 59. 3. Rasjad C. Tumor tulang dan sejenisnya. Dalam: Pengantar ilmu bedah ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue; 2003; 279-99. 4. Isaacs DM. Osteosarcoma. Orthopedic Surgery Rotation; 2003; 1-9. 5. Berquest TH. Musculoskeletal Neoplasms. Dalam : Musculoskeletal imaging companion second edition. Wolters Kluwer; 2007; 1-36. 6. Silveira WR, Lieberman G. Imaging osteosarcoma & surgical outcomes. Harvard Medical School; 2007; 1-41. 7. De Graaff V. Skeletal system. Dalam : human anatomy sixth edition. The McGrawHill Companies; 2001; 137. 8. Eder. Human skeletal anatomy. Dalam : laboratory atlas of anatomy and physiology third edition. The McGraw-Hill Companies; 2001; 64. 9. Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL. Dalam: Hartanto H (editor). Buku ajar patologi. Jakarta: EGC; 2004; 856-61. 10. Annonomious. Osteosarcoma. American Cancer Society; 1-2. 11. Price SA, Wilson LM. Tumor sistem muskuloskeletal. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6. Jakarta: EGC; 2005; 1374-9. 12. Isaacs DM. Osteosarcoma. Orthopedic Surgery Rotation; 2003; 1-9. 13. Hide G. Osteosarcoma variants [online] , [cited on 2011, May 5]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com 14. Davies AM. Tumours and tumours like lesions. Dalam: Imaging of the hip & bony pelvis. United Kingdom: Springer; 2006; 355. 15. Misra RR. Uthappa MC. Datta PK. Radiology for Surgeons. USA: GMM; 2002; 19-194. 16. Strauss LG. Ewing sarcoma imaging [online] , [cited on 2011, May 5]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com 17. King RW. Osteomyelitis in emergency medicine [online] , [cited on 2011, May 5]. Availeble from : http://www.emedicine.medscape.com
20

18. Ortmann F. Osteoblastoma [online] , [cited on 2011, May 5]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com 19. Goh LA. Giant cell tumor imaging [online] , [cited on 2011, May 5]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com

21

22

Anda mungkin juga menyukai