Anda di halaman 1dari 17

REFRAT OBAT ANESTESI INHALASI PEMBIMBING : DR. DAMAI SURI, SP.

AN

Diajukan Oleh: Khusnul Khotimah Ariyani, S.ked J 500050041 Joko Tri Hartanto, S.ked J 500050045 Isna Wardhani, S.Ked J500070093

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari anestesia umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta menggunakan teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih dalam. Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum. 1,2

B. Rumusan Masalah Masalah yang dapat dirumuskan yaitu bagaimana mekanisme kerja dari obat anestesi inhalasi? C. Tujuan Tulisan ini akan membahas tentang definisi, sejarah, sifat fisik dan kimiawi, efek farmakologi penggunaan klinik dosis kontra indikasi, keuntungan dan kelemahan pada obat anestesi inhalasi. D. Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai obat anestesi inhalasi.

BAB II LANDASAN TEORI A. DEFINISI

Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien.Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.

B. SEJARAH ANESTESIA INHALASI


Anestesi inhalasi pertama digunakan di Kekaisaran Islam, yang terdiri dari spons direndam dalam persiapan narkotika. Spons tersebut diletakkan di atas wajah dari individu yang menjalani operasi. Anestesi inhalasi modern yang pertama adalah karbon dioksida dan asam nitrat. Akan tetapi, karbon dioksida tidak pernah benar-benar digunakan secara teratur sebagai anestesi inhalansi. Sedangkan asam nitrat lebih sering digunakan, dan masih digunakan sampai sekarang.

B. PRINSIP FARMAKOKINETIK

Secara teknis, satu-satunya anestesi inhalasi yang berwujud gas murni adalah nitrous oksida, sementara anestesi inhlasi yang poten itu berupa uap dari cairan volatil. Akan tetapi untuk kemudahan, semuanya disebut gas karena ketika masuk ke dalam paru-paru berada dalam fase gas. Dalam bentuk gas, tidak perbedaan yang signifikan dari sifat-sifat ideal gas.

C. MEKANISME KERJA

Mekanisme kerja obat anestetik inhlasi sangat rumit, dan masih merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi. Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya:

Dalam praktek, kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut.

D. HALOTAN (F3C-CHBRCL)
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara inhalasi. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2,0-3,0% bersama-sama N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas sponata, konsentrasinya berkisar anatara 1,02,5%, sedangkan untk nafas kendali, berkisar antara 0,5-1,0%.

E. ETER (CH3-CH2-O-CH2-CH3)

Eter bisa digunakan sebagai obat tunggal dalam anestesia, karena mempunyai khasiat yang lengkap pada trias anestesia. Untuk mengurangi dosis yang diberikan, bisa dikombinasikan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi sebagai komponen relaksasi otot, sehingga stadium yang diperlukan cukup sampai stadium analgesia. Pada saat ini,eter tidak digunakan lagi secara luas di instalasi bedah sentral karena beberapa alasan antara lain, eter mudah meledak, bau yang menyengat dan tersedianya banyak pilihan obat-obat anestesia. Eter hanya digunakan di beberapa pusat pendidikan sebagai pelengkap dalam proses belajar-mengajar.

F. ENFLURAN (2 KLORO-1,1,2TRIFLUOROETHYL ETHER)

Sama seperti halotan, enfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama- sama dengan N2O. 2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

G. ISOFLURAN

Sama seperti halotan dan enfluren, isofluren digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi ringan. Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus isofluran. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama- sama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 12,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

H.1. SEVOFLURAN

Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik rignan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi. Untuk mengubah cairan sevofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus sevofluran. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 2,0- 3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

I.1 DESFLURAN

Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya efeknya terhadap respirasi dapat menimbulkan rangsangan jalan nafas sehingga tidak dapat digunakan untuk induksi. Bersifat simpatomimetik sehingga mengakibatkan takikardi, akan tetapi tidak bermakna dalam meningkatkan tekanan darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan sevofluran. induksi, disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat yang lain dan disesuaikan dengan kebutuhan

Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.

J.1. NITROUS OKSIDA (N2O)

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yan gberesiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target trias anestesia yang ingin dicapai.

BAB III KESIMPULAN

Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi pertimbangan bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini harus disesuaikan dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan prosedur bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R,. Anestetik Inhalasi dalam buku : Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua, hal 48-64, penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI , Jakarta, 2002. Joenoerham J, Latief S A, Anestesi Umum dalam buku : Anestesiologi, editor : Muhiman M, Thaib R M, Sunatrio S, Dahlan R, hal 93-102, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI Jakarta, 1989. Barash P G, Cullen B F, Stoelting R K, Inhalation Anesthesia on : Clinical Anesthesia, 2002. Soerasdi E, Husaeni H, Kadarsah RK. Petunjuk Teknis Prosedur Tetap Anestesia. Bandung: Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNPAD. 2004. Morgan GE, Mikhail MS, Clinical Anaesthesiology, second edition, Prentice Hall International Inc.1999.

Anda mungkin juga menyukai