Anda di halaman 1dari 12

T

W P

bl

th

TECHNICAL REPORT

BPP Teknologi

TECHNICAL REPORT 2 L. WP - 2.3

RANCANG BANGUN PUNA


ANALISA KETAHANAN TERBANG PUNA ALAP-ALAP
Unit Pelaksana Teknis Lab. Aero-Gasdinamika dan Getaran
DEPUTI BIDANG TEKNOLOGI INDUSTRI RANCANG BANGUN DAN REKAYASA BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Dibuat oleh : Leader WP 2.3

Diperiksa oleh : Group Leader WBS 2

Disetujui oleh : Chief Engineering

Hanni Defianti S.T.

Gunawan Widjiatmoko M. Eng.

M. Dahsyat

Abstraksi

Ketahanan terbang pesawat dipengaruhi oleh pemilihan mesin propulsi, efisiensi aerodinamika pesawat, dan kecepatan terbang pesawat. Waktu terbang pesawat akan semakin panjang bila pesawat terbang dengan kebutuhan daya minimum. PUNA Alap-alap dapat terbang sampai 200 jam hanya dengan menggunakan bahan bakar 15 kg. Tetapi waktu terbang akan tinggal 60 % jika kecepatan terbang dinaikkan pada kondisi terbang dengan drag minimum. Pada kondisi drag minimum pesawat terbang dengan sudut serang 6 derajat, Sedangkan pada kondisi kebutuhan daya minimum pesawat harus terbang dengan sudut serang 9 derajat.

Ringkasan
Ketahanan terbang pesawat biasanya ditentukan pada saat pesawat akan melakukan pendaratan. Pada kondisi ini pesawat terbang cukup rendah dengan kecepatan rendah. Untuk menghemat bahan bakar yang tersisa, biasanya penerbangan dilakukan pada kondisi kebutuhan daya minimum. Kondisi ini sangat dekat dengan kondisi stall pesawat. Sayangnya saat kecepatan terbang bergeser dari kecepatan terbang kebutuhan daya minimum, panjang waktu yang tersedia akan berkurang. Sehingga upaya untuk keluar dari kondisi kritis dengan menaikkan kecepatan akan berakibat pada berkurangnya waktu terbang pesawat. Bagaimana pengaruh kecepatan terbang pada panjang waktu terbang pesawat akan dibahas dalam laporan ini.

2 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

Simbol

CD

Koefisien hambat

gaya [-]

: Densitas udara

[kg/m3]

CD0 :

Koefisien gaya [-] hambat saat sudut serang = 0 derajat

: Rasio densitas di satu ketinggian terhadap densitas udara pada 0 m di atas permukaan laut : Viskositas udara

[-]

CL :

Koefisien angkat

gaya [-]

Kg/ms

Cbhp :

Konsumsi bahan [lb/hr/bhp] bakar spesifik mesin pistonpropeler Gaya hambat [N]

Rasio berat bahan bakar terhadap berat awal misi

[-]

D : E :

p : Efisiensi propeler T : Gaya dorong

[-] [N]

Efisiensi [-] aerodinamik, Em untuk efisiensi maksimum parameter drag [-] polar Gaya angkat Daya [N] [hp]

K :

t : Waktu

[s]

L : P : S :

V : Kecepatan W : Berat X : Jarak jelajah

[m/s] [N] [kaki]

Luas permukaan [m2] referensi/sayap Specific fuel [lb/hp.hrs] comsumption

SFC :

MR : Rasio berat akhir terhadap berat di akhir misi

[-]

3 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

1.

Dasar Teori

Prestasi waktu terbang pesawat umumnya dikenal sebagai ketahanan terbang (endurance). Ketahanan terbang pesawat didefinisikan sebagai durasi terbang yang mampu ditempuh pesawat untuk terbang pada kondisi tertentu dengan sejumlah bahan bakar yang tersedia. Fase terbang pesawat dimana ketahanan terbang pesawat sangat berpengaruh adalah saat loiter. Pada saat loiter, pesawat akan melakukan terbang dengan kecepatan rendah dan ketinggian terbang yang juga rendah. Untuk mendapatkan hubungan antara bahan bakar dengan karakteristik aerodinamika pesawat, maka kita akan meninjau kesetimbangan gaya-gaya pada pesawat saat terbang lurus datar tanpa percepatan.

Gambar 1. Kesetimbangan gaya-gaya pada pesawat yang terbang lurus datar tanpa percepatan

T D=0
pers. 1

L W = 0
pers. 2

T 1 1 = = W L D E
pers. 3 4 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

T, D, L, W, dan E masing-masing adalah gaya dorong, gaya hambat, gaya angkat, berat dan efisiensi aerodinamik pesawat. Semua besaran ini memiliki satuan Newton, kecuali E, besaran tanpa dimensi. Konsumsi bahan bakar setara dengan besarnya daya yang dibutuhkan pesawat untuk dapat terbang lurus datar tanpa percepatan

t = sfc P W
pers. 4

Untuk mendapatkan waktu tempuh yang panjang, daya yang dibutuhkan haruslah minimum

t 1 = W sfc P
pers. 5 Definisi daya yang dibutuhkan adalah gaya dorong dikalikan dengan kecepatan terbang pesawat

Preq = TreqV
pers. 6 Subtitusi persamaan (3) dan (6) ke persamaan (5) sehingga diperoleh bentuk berikut ini

t P E = W sfc VW
pers. 7

t=

P E
sfc V

ln

Wi Wf
pers. 8

Ketahanan terbang pesawat dipengaruhi oleh efisiensi aerodinamika pesawat,E, kecepatan terbang, V, dan pemilihan mesin dan propeler. Jumlah bahan bakar yang terpakai dalam selang waktu t adalah

W fuel = Wi W f
pers. 9 Jika ruas kiri dan ruas kanan dibagi dengan Wi, maka di ruas kiri akan diperoleh fraksi berat bahan bakar, . Persamaan (9) dapat ditulis ulang dalam bentuk

= 1

Wf Wi
pers. 10

5 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

Subtitusi persamaan (10) ke persamaan (8) sehingga diperoleh bentuk berikut

t=

P E

1 ln sfc V 1
pers. 11

2.

Analisa

Kebutuhan daya pesawat pada suatu kondisi terbang dapat dihitung dengan persamaan berikut

Preq. = DV
pers. 12 Subtitusi persamaan (1) sampai (3) ke persamaan (12) sehingga didapatkan persamaan berikut

Preq = W

CD V CL
pers. 13

Dari definisi gaya angkat pada kondisi terbang lurus datar bisa kita peroleh harga kecepatan

L = W = 1 2 V 2 SCL
pers. 14

V=

2W SCL
pers. 15

CL adalah koefisien gaya angkat, CD adalah koefisien gaya hambat, adalah densitas udara, S adalah luas referensi yang biasanya diwakili oleh luas proyeksi sayap. Subtitusi persamaan (15) ke persamaan (13) sehingga diperoleh hubungan berikut ini

Preq =

2W 3 S

CD 1.5 CL
pers. 16

Kebutuhan daya akan minimum jika harga

CL1.5 maksimum. Kondisi ini akan dicapai jika CD

6 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

persamaan (16) diturunkan terhadap CL dan disamakan dengan nol. Pada kondisi ini harga koefisien gaya hambat induksi setara dengan 3 kali koefisien gaya hambat minimum, CD0.

( K .C )
2 L

MP

= 3CD0

Pada kondisi ini

CLMP = 3CLEM

CDMP = 4CD0 VMP = VEM 4 3

EMP = 3 4 Em

Subskripsi MP mewakili kondisi terbang saat daya yang dibutuhkan minimum. Subskripsi EM mewakili kondisi terbang saat efisiensi aerodinamik maksimum. Dengan memasukkan harga-harga di atas ke dalam persamaan (16), maka diperoleh bentuk baru sebagai berikut

Preq. =

V S CD
3

min

2 KW 2 + SV
pers. 17

Gambar 2. Kurva Daya sebagai fungsi Kecepatan

Kebutuhan daya minimum., berhubungan dengan kecepatan terbang yang lebih rendah dari kecepatan terbang saat drag minimum, VCDmin. Mesin piston-propeler harus terbang pada kecepatan di bagian bawah kurva drag untuk mendapatkan ketahanan terbang maksimum, tmax. Kondisi-kondisi tersebut sangat dekat dengan kondisi stall (low stall margin). Sedikit gangguan pada pesawat akan berakibat buruk pada penerbangan. Kondisi ini akan menguras konsentrasi pilot, apalagi jika berlangsung pada waktu yang lama. 7 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

Untuk memperbaiki marjin stall pesawat, maka kecepatan pesawat perlu dinaikkan dari kondisi kebutuhan daya minimum ke VCDmin. Tetapi naiknya kecepatan akan mempengaruhi ketahanan terbang. Jika dibuatkan hubungan rasio kecepatan terbang terhadap kecepatan terbang saat ketahanan terbang maksimum sebagai berikut

V Vt max

CLMP V = VMP CL
pers. 18

Maka hubungan antara harga CL terhadap V yang dinormalisasi terhadap kondisi kebutuhan daya minimumnya adalah

CL =

CLMP

pers. 19 Harga E pesawat adalah

CLMP C E= L = CD CL 2 CD0 + K MP 4
pers. 20 Kalikan ruas kanan dengan

4 dan masukkan kondisi ( K .CL 2 ) = 3CD , sehingga diperoleh 4 MP


0

hubungan antara V dan E terhadap kondisi terbang saat kebutuhan daya minimum

E=

2 3 2 EMP ( 4 + 3)
pers. 21

t tmax

EV E 1 4 2 = = 4 EMP VMP EMP ( + 3)


pers. 22

Naiknya V ke VCDmin untuk tujuan keselamatan terbang akan mengurangi harga ketahanan terbang pesawat. Pengurangan kecepatan dari VEM ke harga tertentu diantara VMP dan VEM akan mempengaruhi marjin stall dan ketahanan terbang yang lebih lama. Kecepatan pesawat saat kebutuhan daya minimum akan meningkat seiring dengan naiknya ketinggian terbang. Sementara ketahanan terbang pesawat yang digerakkan dengan piston8 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

propeler akan meningkat saat ketinggian terbang semakin rendah. V pesawat piston propeller juga dibatasi kemampuan propeller.

3.

Contoh Perhitungan

Berikut adalah contoh perhitungan ketahanan terbang pesawat di kondisi drag minimum, efisiensi maksimum dan kebutuhan daya minimum. Tabel 1. Karakteristik Aerodinamika PUNA Alap-alap AOA 0 3 9 CL 0.8273 1.2638 1.9578 CD 0.0909 0.1201 0.2071 CD/CL^1.5 0.1208 0.0845 0.0756

Data pada Tabel 1 diperoleh saat pesawat terbang pada ketinggian 7000 kaki di atas permukaan laut. Pada ketinggian ini densitas udara, adalah 0.993 kg/m3, viskositas dinamik absolut udara, adalah 1.721E-05 kg/ms , dan kecepatan suara, c adalah 332 m/s. Berat pesawat di awal fase loiter, Wi adalah 190 N (90% MTOW) dan berat bahan bakar terpakai, Wfuel adalah 1.5 kg (15 N). Luas sayap pesawat, S adalah 0.93 m2. Dengan menggunakan persamaan (9) diperoleh berat pesawat di akhir terbang jelajah, Wf adalah 175 N. Dengan menggunakan persamaan (10) diperoleh harga adalah 0.079. Kecepatan terbang pada masing-masing kondisi dihitung dengan persamaan (15) dengan menggunakan CL yang bersesuaian. Jika pesawat terbang dengan menggunakan mesin piston yang memiliki spesifikasi konsumsi bahan bakar (Cbhp) 0.4 lbm/hr/bhp dan efisiensi propeler 0.8, maka dengan menggunakan persamaan (11) dapat diperoleh panjang waktu terbang yang dapat dicapai oleh pesawat.

Tabel 2. Waktu tempuh PUNA Alap-alap pada variasi kondisi terbang AOA [derajat] 0 3 9 V [fps] 73.1715 59.2004 47.5639 T V/VMP [jam.menit] t/tMP 1.5384 3.55 0.6257 1.2446 5.35 0.8942 1.0000 6.15 1.0000

Data waktu terbang terhadap kecepatan yang dinormalisasi terhadap kondisi kebutuhan daya minimum kita plot pada sebuah kurva, maka hasilnya dapat kita lihat pada gambar 3. Kurva ini spesifik hanya untuk PUNA Alap-alap.

9 | T R . 0 0 2/ A E /2 . 3/ P U N A / V /2 0 1 1

Gambar 3. Kurva Waktu terbang sebagai fungsi kecepatan terbang yang dinormalisasi terhadap kondisi kebutuhan daya minimum

Gambar 4 Kurva Fraksi berat bahan bakar terhadap MTOW sebagai fungsi konsumsi bahan bakar spesifik mesin piston 10 | T R . 0 0 2 / A E / 2 . 3 / P U N A / V / 2 0 1 1

4.

Hasil dan Diskusi

Gambar 3 menunjukkan bahwa waktu tempuh terpanjang terjadi pada saat pesawat terbang dengan kondisi kebutuhan daya minimum. Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa waktu tempuhnya mencapai 6 jam 15 menit. Tujuan perancangan PUNA Alap-alap menyatakan pesawat harus dapat terbang minimal 5 jam. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa perancangan berhasil. Saat pesawat terbang pada kecepatan terbang drag minimum (0 derajat), waktu terbang yang tersedia hanya 3 jam 55 menit, atau hanya 60% saja. Jika pesawat terbang pada kecepatan terbang efisiensi maksimum, waktu yang tersedia hampir 90% waktu tempuh maksimumnya, yaitu 5 jam 35 menit. Dengan demikian pesawat masih dapat melakukan terbang loiter dalam waktu yang panjang dengan aman pada kondisi efisiensi aerodinamik maksimum. Aman, karena stall marjin pada sudut 3 derajat cukup lebar dan tidak melelahkan pilot. Semakin tinggi pesawat terbang, akan semakin panjang waktu yang tersedia dengan jumlah bahan bakar yang sama. Tetapi kondisi terbang mengalami pergeseran. Pada saat terbang di ketinggian 7000 kaki dengan kecepatan 55 knot, kebutuhan daya minimum PUNA Alap-alap tercapai saat sudut serang pesawat 9 derajat. Saat pesawat terbang di ketinggian 7500 kaki dengan kecepatan 70 knot, kondisi ini dicapai saat sudut serang pesawat 6 derajat. Dengan demikian semakin tinggi pesawat terbang semakin rendah sudut serang pesawat untuk mencapai kondisi kebutuhan daya minimum. Untuk memperpanjang ketahanan terbang pesawat, maka perlu dilakukan perubahan pada konfigurasi pesawat. Bagian pesawat yang memiliki kontribusi penting terhadap parameter daya,

CL1.5 , adalah planform sayap pesawat. Pemilihan konfigurasi sayap yang tepat dan airfoil yang CD
sesuai akan menghasilkan prestasi terbang yang menjadi tujuan perancangan.

5.

Kesimpulan

Prestasi waktu terbang pesawat berhubungan dengan kebutuhan daya agar pesawat tetap terbang pada kondisi yang ditentukan. Kebutuhan daya minimum dipengaruhi oleh harga

CL1.5 maksimum. Semakin tinggi harga CD

parameter daya minimum, semakin rendah kebutuhan daya pesawat. Oleh karena itu pesawat harus terbang pada kecepatan terbang saat harga parameter daya minimum. Pada kondisi ini kecepatan terbang pesawat sangat rendah dan sangat dekat dengan kondisi stall. Untuk tujuan keselamatan biasanya kecepatan terbang dinaikkan ke kondisi terbang saat efisiensi aerodinamik maksimum. Namun demikian, perubahan ini akan mengurangi panjang waktu terbang pesawat. Saat kecepatan PUNA Alap-alap naik 1.2 kali, waktu terbang pesawat hanya 90% dari waktu maksimum yang mampu ditempuh PUNA Alap-alap. Kondisi terbang pesawatpun lebih nyaman, karena pada saat efisiensi aerodinamik maksimum sudut serang pesawat adalah 3 11 | T R . 0 0 2 / A E / 2 . 3 / P U N A / V / 2 0 1 1

derajat, sementara saat pesawat mencapai kondisi kebutuhan daya minimum, sudut serangnya mencapai 9 derajat. Selain itu 90% dari waktu tempuh maksimum sudah mencapai 5 jam 35 menit untuk PUNA Alap-alap.

Referensi
1. http://www.barnardmicrosystems.com/L4E_UAV_analysis.htm 2. Hasim, Fadilah., Kajian Airfoil PUNA Alap-alap, TN01/WP2.2/PUNA/II/2010 3. Raymer, Daniel. P., Aircraft Design A Conceptual Approach, DCW Industry, Inc. USA 1994 4. Russel, J. B., Performance and Stability of Aircraft, Butterworth-Heinemann Publication, London, U.K., 2003

12 | T R . 0 0 2 / A E / 2 . 3 / P U N A / V / 2 0 1 1

Anda mungkin juga menyukai