Anda di halaman 1dari 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KEDOKTERAN KELUARGA Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu pengetahuan klinik yang diimplementasikan pada komunitas keluarga. Dalam memberikan pelayanan, idealnya setiap dokter dan khususnya dokter keluarga, menerapkan ilmu ini.

Kedokteran keluarga memiliki kekhususan yaitu : 1. Komprehensif dalam ilmu kedokteran, dalam arti tidak membatasi disiplin ilmu kedokteran tertentu. 2. Komprehensif dalam pelayanan kesehatan. 3. Sasarannya adalah individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga. 4. Disusun secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai kebutuhan. 5. Bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan.

Karakteristik Kedokteran Keluarga : 1. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.

2. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan. 3. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati. 4. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya. 5. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Manfaat Kedokteran Keluarga 1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan. 2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan. 3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini. 4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya. 5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka segala keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi. 2

6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis. 7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan. 8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan biaya kesehatan. Pelayanan kedokteran keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter sekarang ini dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.

Tujuan pelayanan kedokteran keluarga Tujuan Umum : Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga. Tujuan Khusus : 1. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif. 2. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.

Ruang lingkup pelayanan kedokteran keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam : 1. Kegiatan yang dilaksanakan Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter harus memenuhi syarat pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh cmc (comprehensive medical services). Karakteristik cmc: a. Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran yang dikenal di masyarakat. b. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan (continue). c. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya. d. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik). 2. Sasaran Pelayanan Sasaran pelayanan kedokteran keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit. Pelayanan kedokteran keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga.

Batasan pelayanan kedokteran keluarga ada banyak macamnya. Dua diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: 1. Pelayanan kedokteran keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai satu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin, tidak juga oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. 2. Pelayanan kedokteran keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kendungan, ilmu bedah serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi dan ilmu-ilmu klinik, dan karenanya mampu mempersiapkan setiap dokter agar mempunyai peranan unik dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang menkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan.

Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek kedokteran keluarga banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam : 1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek kedokteran keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. kedokteran keluarga seharusnya melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek kedokteran keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.

2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek kedokteran keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh kedokteran keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit. 3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.

B. Definisi Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkejuan.1 2. Prevalensi Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya (Kementerian Kesehatan RI, 6

2011). Perkiraan beban global penyakit yang disebabkan oleh TB pada tahun 2009 sebanyak 9,4 juta kasus insiden, 14 juta lazim kasus, 1,3 juta kematian antara orang HIV-negatif dan 0,38 juta kematian di antara orang HIV-positif. Kebanyakan kasus berada di Asia Tenggara, Afrika dan daerah Pasifik Barat (masing-masing sebanyak 35%, 30% dan 20%). Diperkirakan 11-13% kasus insiden adalah HIV-positif, wilayah Afrika menyumbang sekitar 80% dari kasus ini. Adanya 5,8 juta kasus TB terjadi pada tahun 2009, setara dengan tingkat deteksi kasus (CDR, didefinisikan sebagai proporsi kasus insiden yang terjadi) dari 63% (kira-kira 60-67%), naik dari 61% pada 2008. (WHO, 2010). 3

Angka prevalensi, insidensi dan kematian Tabel 1.1 Angka Insidensi, Prevalensi dan Kematian TB di Indonesia, 1990 dan 2010*) Kasus TB Tahun 1990 Tahun 2010

Per tahun

Per 100.000 penduduk

Per hari

Per tahun

Per 100.000 penduduk

Per hari

Capaian (%)

Insiden Semua Tipe 626.867 TB Prevalensi Tipe TB Insidensi Kasus 282.090 Semua 809.592

343

1.717

450.000

189

1.233

44,9

443

690.000

289

34,8

154

773 7

NA

NA

NA

NA

Baru TB Paru BTA Positif Kematian 168.956 92 463 64.000 27 175 70,6

*) Global Tuberculosis Control WHO Report, 2011 Berdasarkan tabel 1.1 pada tahun 2010, angka insidensi semua tipe TB, 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, angka prevalensi semua tipe TB, 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian TB, 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari sedangkan angka insidensi kasus baru TB Paru BTA positif pada tahun 2010 tidak tersedia. Bila dibandingkan dengan tahun 1990 (base line data) capaian insidensi semua tipe sebesar 44,9%, prevalensi semua tipe TB sebesar 34,8% dan angka kematian TB sebesar 70,6%.2

3.

Etiologi Mycobacterium tuberculosis termasuk ordo Actinomycetalis, familia

Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2m-4m dan lebar 0,2m0,5m. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler. Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu. Suhu optimal untuk untuk tumbuh pada 37oC dan pH 6,4 7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60oC akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat 8

rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Disamping itu organisme ini agak resisten terhadap bahan-bahan kimia dan tahan terhadap pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap hidup dalam periode yang panjang didalam ruangan-ruangan, selimut dan kain yang ada di kamar tidur, sputum. Dinding selnya 60% terdiri dari kompleks lemak seperti mycolic acid yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam, cord factor merupakan mikosida yang berhubungan dengan virulansi. Kuman yang virulen mempunyai bentuk khas yang disebut serpentine cord, Wax D yang berperan dalam immunogenitas dan phospatides yang berperan dalam proses nekrosis kaseosa. Basil tuberkulosis sulit untuk diwarnai tapi sekali diwarnai ia akan mengikat zat warna dengan kuat yang tidak dapat dilepaskan dengan larutan asam alcohol seperti perwarnaan Ziehl Nielsen. Organisme seperti ini di sebut tahan asam. Basil tuberkulosis juga dapat diwarnai dengan pewarnaan fluoresens seperti pewarnaan auramin rhodamin.4

4.

Cara Penularan Tuberkulosis ditularkan melalui udara oleh partikel kecil yang berisi kuman

tuberkulosis yang disebut droplet nukleus. Droplet nukleus yang berukuran 1-5 m dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar, sebab partikel besar akan cenderung menumpuk dijalan napas daripada sampai ke alveoli sehingga akan dikeluarkan dari paru oleh sistem mukosilier. Batuk merupakan mekanisme yang paling efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius sama banyaknya dengan berbicara keras selama lima menit. Penyebaran melalui udara juga dapat disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu kali bersin dapat menghasilkan 20.000 40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel yang besar sehingga tidak infeksius. Pasien yang batuk lebih dari 48 kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien. Sementara pasien yang batuk kurang dari 12 kali/malam menginfeksi 28% dari kontaknya. Basil 9

tuberkulosis dapat juga memasuki tubuh melalui traktus gastrointestinal ketika minum susu yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis. Jalan masuk lain kedalam tubuh manusia adalah melalui luka pada kulit atau membran mukosa, tetapi penyebaran dengan cara ini sangat jarang. Jika fokus tuberkulosis telah terbentuk pada satu bagian tubuh maka penyakit dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain melalui pembuluh darah, saluran limfatik, kontak langsung, saluran cerna (sering dari intestinum kembali ke darah melalui duktus torasikus) dan terakhir yang paling sering melalui jalan napas. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.4 Klasifikasi penyakit dan tipe penderita Tujuan melakukan klasifikasi penyakit dan penderita adalah penting untuk menetapkan panduan OAT yang sesuai. Klasifikasi penyakit dan tipe penderita dilakukan sebelum pengobatan dimulai. 1.Klasifikasi penyakit 1. Tuberculosis Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan

parenchyma paru, sebab itu TB pada selaput paru (pleura) atau TB pada kelenjar hilus dianggap sebagai TB eksra paru. Bila penderita TB paru juga bisa mengalami TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan maka penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita TB paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan dahak, TB paru dapat dibagi menjadi : TB paru BTA positif, yaitu bila sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan sediaan dahak SPS hasilnya positif atau sediaan 10

dahak hasilnya BTA positif dan pemeriksaan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif. TB paru BTA negative rongten positif, yaitu bila semua sediaan dahak SPS hasilnya negative tapi foto rongten ada menunjukan gambar TB aktif. TB paru BTA negative rongten positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rongten dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas, seperti adanya proses milier dan atau keadaan umum penderita buruk. 2. TB ekstra paru TB ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya pleura, selaput jantung, selaput otak, persendiaan, limfa, kulit, tulang, ginjal, usus, alat kelamin, seluran kemih dan lain-lain. TB ekstra paru dibagi menurut tingkat keparahan yaitu : 1. TB ekstra apru ringan, misalnya TB kelenjar limfa, tulang (kecuali tulang belakang) , sendi dan kelenjar adrenal. 2. TB ekstra paru berat, misalnya TB meningitis, milier, perikarditis, perioritis, tulang belakang, usus, saluran kencing dan alat kelamin.

5.

Patofisiologi

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response. Sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit (biasanya sel T) merupakan immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai ke alveoli, partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli. Basil tuberkulosis yang menginfeksi paru dalam 6 8 minggu akan menimbulkan gejala karena telah mengaktifasi limfosit T helper CD 4 (cluster 11

diffrentiated) agar memproduksi interferon gamma guna aktifasi makrofag sehingga meningkatkan kemampuan fagositosisnya. Disamping itu juga diproduksi TNF (tumor necrotizing factor) oleh limfosit T dan makrofag dimana TNF berperan dalam aktifasi makrofag dan inflamasi lokal. Basil tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan masuknya leukosit polimorponuklear dan makrofag yang berfungsi untuk memakan dan membunuh basil tersebut. Setelah beberapa hari maka leukosit berkurang dan makrofag jadi dominan. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut yang disebut dengan focus primer atau Ghon focus yang merupakan infeksi primer. Infeksi primer ini dapat sembuh dengan atau tanpa bekas atau dapat berlanjut terus dan bakteri terus di fagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil dapat menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Gabungan terserangnya kelenjar getah bening dengan fokus primer disebut kompleks ghon. Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan seperti TB post primer. TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post primer dapat terjadi melalui salah satu dari 3 mekanisme ini yaitu: 1. Perkembangan langsung dari TB primer 2. Reaktivasi dari TB primer (endogenous) 3. Reinfeksi dari luar (exogenous reinfection). Proliferasi dari basil tuberkulosis didalam nekrosis sentral diikuti dengan perlunakan dan pencairan zat-zat kaseosa yang dapat pecah ke bronkus dan membentuk kavitas. Perdarahan dapat terjadi jika proses kaseosa berlanjut ke pembuluh darah pada dinding kavitas. Penyebaran kaseosa dan bahan-bahan cair kedalam percabangan bronkus akan menyebarkan infeksi ke daerah paru yang lainnya. Rupturnya fokus kaseosa kedalam pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya TB milier.

12

Pemberian vaksinasi BCG yang merupakan imunisasi aktif dimana vaksin yang digunakan merupakan kuman yang dilemahkan sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit, melainkan masih dapat mengakibatkan imunitas. Individu yang telah diberikan vaksin BCG secara lengkap maka didalam badannya telah terbentuk suatu kekebalan yang dapat melawan infeksi tuberkulosis sehingga walaupun tidak dapat menjamin individu tersebut dari penyakit ini tetapi jika ia terserang tuberkulosis umumnya penyakit tidaklah berat. Infeksi tuberkulosis berkaitan erat dengan imunitas seseorang. Meskipun penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi tetapi ternyata diperlukan juga suatu hereditas tubuh untuk dapat menderitanya.4 6. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis TB Paru perlu dilakukan beberapa pemeriksaan seperti: pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan laboratorium (mikrobiologik). Pemeriksaan klinis: TB disebut juga The great immitator oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan klinis dibagi atas pemeriksaan gejala klinis dan pemeriksaan jasmani.

1. Gejala klinis Gejala klinis TB Paru dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu: 1. Gejala respiratorik

13

a) Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan. Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang berlangsung 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru. b) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercakbercak atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada bronkiektasis dan tumor paru. c) Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat kerusakan paru yang cukup luas. d) Nyeri dada : timbul apabila sistem persarafan yang terdapat di pleura sudah terlibat.

2. Gejala sistemik a) Demam ; merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul pada sore dan malam hari. b) Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat badan menurun serta nafsu makan menurun. 2. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada pemeriksaan jasmani. Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.38 Sedangkan limfadenitis yang disebabkan oleh M.tuberculosis dapat menyebabkan pembesaran kelenjar limfe dalam beberapa minggu atau bulan dan selalu disertai nyeri tekan pada nodul yang bersangkutan. Lesi umumnya terletak di sekitar perjalanan vena jugularis, belakang leher ataupun di daerah supra clavicula. 3. Pemeriksaan radiologik 14

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacammacam pada foto toraks. Gambaran radiologik yang ditemukan dapat berupa: a. Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah b. Bayangan berawan atau berbercak c. Adanya kavitas tunggal atau ganda d. Bayangan bercak milier e. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral f. Destroyed lobe sampai destroyed lung g. Kalsifikasi h. Schwarte. Berdasarkan luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut: a. Lesi minimal (minimal lesion) Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas. b. Lesi sedang (moderately advanced lesion): Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm. 15

c. Lesi luas (far advanced): Kelainan lebih luas dari lesi sedang. 7. a. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah rutin:

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik. b. Pemeriksaan bakteriologik:

Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum, bilasan lambung, jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan pleura, cucian lambung, cairan serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan laring.29,44 1. Pemeriksaan mikroskopik biasa Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan Kinyoun-Gabbett. Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara; 1. Spot (sputum saat kunjungan pertama) 2. Sputum pagi (keesokan harinya) 3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua). Tabel 1. Penilaian Sputum BTA Jumlah basil tahan asam Penilaian

16

Tidak dijumpai BTA/ 100 lapangan pandang Dijumpai 1-9 BTA / 100 lapangan pandang Dijumpai 10-99 BTA / 100 lapangan pandang Dijumpai 1-10 BTA / lapangan pandang dalam 50 lapangan pandang Dijumpai >10 BTA /lapangan pandang dalam 20 lapangan pandang 3+ 2+ 1+ 0 catat jumlah yang ada

Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik yaitu: bila 2x positif mikroskopik (+) bila 1x positif,2x negatif ulang BTA 3x bila 1x positif mikroskopik positif bila 3x negatif mikroskopik negative 2. Pemeriksaan mikroskopik fluorescens: Dengan mikroskop fluorescens ini gambaran basil tahan asam yang terlihat lebih besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan adanya fluorescens dari zat warna auramin-rhodamin. 3. Kultur/biakan kuman: Pada pemeriksaan kultur ini dibutuhkan paling sedikit 10 kuman tuberkulosis yang hidup. Jenis-jenis pemeriksaan kultur sputum ini antara lain: a. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middlebrook 7H-10 dan 7H-11. 17

b. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk isolasi dan identifikasi mikobakterium tuberkulosis menjadi tiga minggu saja.Untuk test sensitifitas ditambah 5-7 hari lagi. Pemeriksaan sitologi pada tuberkulosis kelenjar Pemeriksaan biopsi aspirasi untuk diagnosis penyakit ini adalah aman, mudah dan murah untuk dikerjakan meskipun pasiennya anak-anak. Secara makroskopi nodul mula-mula berisi zat yang berwarnah abu-abu dan jernih tapi lama kelamaan warnah bisa berubah menjadi kekuningan seperti keju. Penglihatan dibawah mikroskop terhadap sekret tampak tuberkel-tuberkel yang khas dengan sel Datia langhans. Jika terjadi perkejuan yang lama dan meluas maka struktur kelenjar dapat hilang sama sekali dan digantikan dengan struktur yang atipik. Pada peroses penyembuhan dapat terjadi fibrosis dan pengapuran. Bahayanya dari penyakit ini ialah meskipun kelihatannya penyakit sudah tenang akan tetapi terkadang ia dapat menyebar ke tempat lain seperti tulang, perut dan lain-lain. Dengan ditemukannya sel epiteloid, datia langhans ataupun massa nekrosis perkejuan maka pemeriksaan sitologi dikatakan positif. Immunologi/Serologi: 1. Uji Tuberkulin: Di Indonesia dengan prevalensi TB yang tinggi pemeriksaan ini kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan bermakna jika didapatkan konversi dari uji yang sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau timbul bulla. Tes tuberkulin berguna dalam menentukan diagnosis penderita (terutama pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan seorang penderita tuberkulosis yang menular), namun penderita tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TBC ". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Uji tuberkulin dibaca setelah 48-72 jam (saat ini dianjurkan 72 jam) setelah 18

penyuntikan. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan alat tulis, kemudian diukur dengan alat pengukur transparan, diameter transversal indurasi yang terjadi dan dinyatakan hasilnya dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm. 2. ELISA: (Enzyme Linked Immmunosorbent Assay): merupakan test serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Dengan cara ini maka dapat ditentukan kadar antibodi terhadap basil tuberkulosis pada serum penderita. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa IgG saja yang memberikan kenaikan diatas normal secara bermakna. Sayangnya uji serologis ini hanya memberikan sensitifitas yang sedang saja (62%)46 Pada penelitian ini untuk menetapkan diagnosis pasien sebagai penderita tuberkulosis paru ditetapkan berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik dan radiologik. Dikatakan menderita tuberkulosis jika didapatkan salah satu dari berikut ini: 1. Klinis (+), bakteriologik (+), radiologik (+) 2. Klinis (+), bakteriologik (-), radiologik (+) 46 Diagnosis TB pada anak Diagnosis TB pada anak lebih sulit sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor. Tabel 2. Sistem skor (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter Kontak TB 0 Tidak jelas 1 2 Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak BTA jelas tahu, tidak 3 BTA positif jumlah

19

Uji tuberculin

Negatif

Positif 5mm keadaan

( pada

10mm, atau

imunosupresi) Berat badan/ Bawah merah atau <80% Demam tanpa sebab jelas > 2 minggu garis Klinis (KMS) buruk BB/U (BB/U <60%) gizi keadaan gizi

Batuk 3 minggu Pembesaran kelenjar limfe koli, inguinal Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang aksila, >1 cm, jumlah >1, tidak nyeri Ada pembengkakan

Foto toraks

toraks Normal/ tidak jelas

Kesan TB

Jumlah

20

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor >6, harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya. Tipe pasien Tipe pasien TB di tentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Terdapat beberapa tipe pasien yaitu : 1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4minggu) 2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif (apusan atau kultur). 3. Kasus setelah putus berobat (deflaut) adalah pasien yang telah berobat dan berobat 2 bulan atau lebih dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif 4. Kasus gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5. Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari unit pelayanan kesehatan (UPK) yang memiliki register TB untuk melanjutkan pengobatannya.

21

6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang.

Pengobatan Penyakit Tuberkulosis paru Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis yang digunakan untuk TB paru tertera dalam tabel 1. Tabel 1 REGIMEN PENGOBATAN UNTUK MASING-MASING KATEGORI DIAGNOSTIK. TB* Kategori diagnostik TB Kategori I Kondisi klinik Regimen pengobatan TB Fase awal Pasien baru sputum Anjuran BTA-positif : 2HRZE utama Fase lanjutan : Anjuran 4HR Opsional : utama atau 4

pasien baru TB- Opsional : 2(HRZE)3 4(HR)3 paru BTA-negatif atau 2HRZE*** dengan parenkim TB-paru TB pulmonal infeksi paru dengan ekstra (HR)3 atau 6 HE

berat (ekstensif) ; penyakit HIV atau

22

Pasien

TB-paru Anjuran utama : Opsional: 2(HRZE)3/1 HRZE3 Regimen khusus yang baku ataupun sering untuk

Anjuran utama : 5 HRE# Opsional : 5(HRE)3

BTA positif yang 2HRZEs /HRZE# pernah diobati : -kambuh -pengobatan sesudah gagal

Pasien kategori I ##, individual yang gagal di obati diperlukan dengan : -program pengobatan adekuat -data representative mengenai angka tinggi Tersedia pengobatan kategori IV Dalam keadaan : -data representatif mengenai individualisasi DST menunjukan yang dengan penyakit sensitive obat antiTB. Atau 23 TBMDR rendah atau yang regimen TBMDR menunjukan pasien ini. Anjuran utama

Anjuran utama : 5 HRE # Opsional : 5 (HRE)3

2HRZES / 1 HRZE3 Opsional : yang 2(HRZES)3/1HRZE3

-performans program buruk -Data DRS yang representative tidak ada -sarana-prasarana untuk pelaksanaan pengobatan kategori IV tidak cukup

Kategori III

Pasien negatif,

baru

TB Anjuran utama : 2 Anjuran utama 4HR 4(HR) ### atau Opsional : selain Opsional :

paru dengan BTA- HRZE ### kategori I, dan TB- 2(HRZE)3 24

IV

ekstra paru ringan 2HRZE Kronik (sputum Regimen BTA positif ulang); pengobatan terbukti atau suspek kasus TB-MDR. #### masih sesudah dirancang individual

4(HR)3 atau 6 HE yang khusus

* **

Panduan pengobatan TB-WHO edisi 3, 2004 Etambutol dapat digantikan oleh streptomisin. Pada meningitis TB etambutol harus diganti dengan streptomisin.

*** Terapi fase awal intermitten tidak dianjurkan bilafase lanjutan menggunakan INH dan etambutol. **** Regimen ini dipilih bila regimen yang disukai tidak dapat dilaksanakan, tetapi regimen ini mempunyai kegagalan terapi dan terjadinya kambuhan yang tinggi dibandingkan regimen 4 HR pada fase lanjutan. Terpai fase awal intermitten tidak dianjurkan bila dianjurkan dengan regimen fase lanjutan 6 HE. # Terapi setiap hari lebih disukai, tetapi regimen tiga klai/seminggu selama terapi fase lanjutan atau selama kedua fase dapat juga dipilih. ## Gagal terapi dapat terjadi pada peningkatan risiko TB-MDR, terutama jika rifampicin digunakan pada fase lanjutan. Uji kepekaan obat dianjurkan pada kasus ini. Gagal terapi dengan/tanpa TB-MDR harus diobati dengan regimen kategori IV. ### Etambutol pada fase awal dapat ditiadakan untuk pasien tanpa kaverne, pasien TB-paru dengan BTA negative dan HIV negative, pasien TB-ekstra pulmonair ringan dan anak-anak dengan TB-primer. #### Ujian kepekaan dianjurkan untuk pasien yang kontrak dengan pasien TBMDR 25

DST = drug susceptibility testing : DRS=drug resistance surveillance BTA = basil tahan asam

BAB III LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH


IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA 26

Identitas Pasien Sekaligus Kepala Keluarga 1.) Nama 2.) Umur 3.) Jenis kelamin 5.) Agama 6.) Suku bangsa 7.) Pendidikan 8.) Pekerjaan 9.) Alamat lengkap : Nuryanto : 41Tahun : Laki-laki : Islam : Jawa : SD : Buruh lepas : Jln.pongangan Tapen, Pagersari Mungkid. Magelang. Identitas Anak 1.) Nama 2.) Umur 3.) Jenis kelamin 5.) Agama 6.) Suku bangsa 7.) Pendidikan 8.) Alamat lengkap : Milkha Dwi Hapsari : 4 Tahun 10 bulan : Perempuan : Islam : Jawa : sedang mengikuti PAUD : Jln.pongangan Tapen, Pagarsari Mungkid. Magelang. 3.Identitas Nenek( orang tua dari bapak Nuryanto). 1.) Nama 2.) Umur 3.) Jenis kelamin 5.) Agama 6.) Suku bangsa 7.) Pendidikan : Umi Zaitun : 81 Tahun : Perempuan : Islam : Jawa : Buta Huruf

4.) Status perkawinan : Menikah

4.) Status perkawinan : Belum Menikah

4.) Status perkawinan : Janda

27

8.) Alamat lengkap

: Jln.pongangan Tapen, Pagarsari Mungkid. Magelang.

B. PROFIL KELUARGA Tabel 1. Profil Keluarga No 1. Nama Nuryanto Umur (Tahun) 41 Pend. SD Pekerjaan Buruh lepas 2. Nurkholisa 30 SMP Pedagang Istri kawin Sehat Hubungan Keluarga Suami Status Perkawinan Kawin Keterangan Kesehatan TB relaps

3.

Robiyatun Awaliyah

10

4 SD

Pelajar

Anak Kandung

Belum kawin Belum kawin Janda

Sehat

4.

Milkha Dwi Hapsari Umi Zaitun

Anak kandung

Profilaksis TB Batuk

5.

81

Buta Huruf

Ibu kandung

28

Genogram Empat Generasi :

Genogram Keluarga Inti :

Keterangan Laki-laki Perempuan

Gambar 2. Genogram Keluarga Penderita Bentuk Keluarga : keluarga inti (nuclear family). Siklus Keluarga : tahap keluarga dengan pengalaman dari keluarga asal.

29

Kamar mandi
Ruang keluarga

T E R A S

Kamar tidur Ruang makan Dapur

Jen dela

Jen del a

Jendela Pintu samping

Kamar tidur
Gambar 3. Denah Rumah C. RESUME DAN

Pintu Pintu depan utama

PENYAKIT PENATALAKSANAAN

YANG SUDAH DILAKUKAN KEPADA PASIEN 30

a. Pasien bapak Nuryanto 1. Anamnesis : Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesa pada tanggal 16 17 Maret 2012. 2. Keluhan Utama 3. Keluhan Tambahan 4. Riwayat Penyakit Sekarang : Tegang ditengkuk dan merasa lemah. : Sakit dipinggang belakang dan mual-mual. : Pasien datang ke rumah sakit dengan

keluhan sakit ditengkuk sampai mengganggu pekerjaannya sehari-hari, dan pasien mengira bahwa hal tersebut diakibatkan oleh pengapuran. Dan dokter merontgen pa Nur dan didapatkan hasil rontgennya Tb relaps. Dokter memberi pa Nur obat(OAT) kategori 2, yang pelaksanaannya

dilakukan dipuskesmas mungkid. Dan pa Nur teratur dan rajin minum obat serta kunjungan setiap hari ke puskesmas mungkid, jika puskesmas tutup beliau melakukan penyuntikan di bidan Anis (bidan yang dekat dengan rumah pa Nur). 5. Riwayat Penyakit Dahulu: 14 tahun yang lalu menderita Tb dan diobati dengan kategori 1 namun gagal dan kambuh lalu diobati dengan kategori 2 dan dinyatakan sembuh. 6. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada

7. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum Kesadaran RR Tensi : Sakit sedang : Kompos mentis : 16/menit : 110/70 mmHg 31

Suhu

: 37,50c.

8. Hasil Pemeriksaan Penunjang : Rontgen paru TB (+) 9. 14. Diagnosis TBC paru relaps dengan kemungkinan difus ekstrapulmonal 10. Penatalaksanaan OAT kategori 2 Penyuluhan tentang gizi dan lingkungan

b. Pasien Anak Milkha Dwi Hapsari 1.Anamnesis :Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesa pada tanggal 16 17 Maret 2012. 2.Keluhan Utama 3. Keluhan Tambahan : berat badan tidak naik-naik. : tidak ada

4. Riwayat Penyakit Sekarang : Ibu nya membawa milkha ke puskesmas mungkid, karena ibunya milkha khawatir dengan berat badannya yang tidak naik-naik. Dokter puskesmas memberikan pengobatan preventif TB. 5. Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada 6. Pemeriksaan Fisik: 7. 21. Diagnosis Kerja 8. 9. Penatalaksanaan : Profilaksis Tb Keadaan umum Kesadaran : Sakit sedang : Kompos mentis

: Obatnya profilaksis Tb

Hasil Pemeriksaan Penunjang : Tidak ada 32

c. Pasien Umi Zaitun 1. 2. 3. 4. 1. Anamnesis : Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan : Batuk : Tidak ada. : Batuk lebih dari 2 minggu. : Tidak ada. autoanamnesa pada tanggal 16 17 Maret 2012. Keluhan Utama Keluhan Tambahan Riwayat Penyakit Sekarang 5. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Sakit sedang : Kompos mentis :

Riwayat Penyakit Dahulu

Tensi : 140/80 mmHg 6. Pemeriksaan penunjang : 8. 14. Diagnosis 10. Penatalaksanaan : Faringitis :Pemeriksaan sputum GDS : BTA negatif : 102

D.

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA Pasien bapak Nuryanto sering mengeluh tegang di daerah tengkuk dan di pinggang belakang. Masih dapat melakukan aktifitas sehari hari. Namun semenjak sakit tidak dapat bekerja karena lemah dan merasa cepat letih. Anaknya, Milkha terlihat kurus.Ibu bapak Nuryanto yaitu Umi Zaitun terlihat batuk batuk dan batuknya sudah lebih dari 2 minggu.Istri Pak Nuryanto yaitu bu Nurkholis dan anak pertamanya terlihat sehat. 33

Fungsi Biologis

a. Fungsi Psikologis Komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan baik, saling menghargai satu sama lain. Dalam menghadapi masalah di keluarga baik masalah internal maupun eksternal, dibicarakan dulu bersama dan keputusan akhir adalah hasil dari musyawarah antar anggota keluarga.. Tersedia waktu berkumpul dalam keluarga, namun dalam beribadah dilakukan sendiri-sendiri. Rumah mereka terletak berdekatan dengan rumah saudara saudara ibu Umi Zaitun.. b. Fungsi Ekonomi Sumber penghasilan keluarga adalah dari hasil dagangan ibu nur dan penghasilan tambahan dari menyewakan lahan untuk pertanian. Penghasilan tersebut dipakai untuk belanja sehari-hari. Dulu Pak Nur bekerja sebagai pengaduk semen namun setelah sakit Pak Nur tidak dapat bekerja. Untuk kebutuhan primer (makan, minum, sandang, papan) kurang tercukupi, kalau pembayaran listrik rumah pa Nur disubsidi dari pamannya pa Nur. Fungsi Pendidikan Pendidikan terakhir pa Nur adalah tamat SD. pa Nur berniat menyekolahkan anaknya sampai SMU, tetapi karena keterbatasan biaya pa Nur hanya pasrah saja pada pendidikan gratis yang diberikan pemerintah.

Fungsi Religius Pasien adalah seorang muslim, pada waktu sholat mereka masing2 sholat di musholah, karena rumahnya berada didepan musholah. c. Fungsi Sosial Budaya Pergaulan umumnya dari kalangan bawah. Dan keluarga pa Nur aktif bersosialisasi dikalangan tetangganya. E. POLA KONSUMSI MAKAN PENDERITA Frekuensi makan ratarata seluruh anggota keluarga setiap harinya 2x/hari 34

dengan variasi makanan sebagai berikut: nasi dan sayur(kangkung, pare, daun kates), dan makan tempe seminggu 2 kali. Seluruh anggota keluarga makan buahbuahan (seperti pisang , salak, dan pepaya) jika tanaman mereka berbuah. An.milkha minum susu tidak rutin setiap hari.

Diet recall selama 2 hari sebelum dilakukan intervensi : 1. Rabu a. Nasi b. Sayur pare c. Buah pisang 2. Kamis a. Nasi b. mie 3. Jumat a. Nasi b. Sayur pare c. salak F. IDENTIFIKASI KELUARGA 1. Faktor Perilaku Pasien tidak pernah tidur larut malam, sehingga memiliki waktu istirahat yang cukup. Bila terdapat anggota keluarga yang sakit maka langsung dibawa ke bidan dekat dan kalau bidan tidak dapat membantu maka pa Nur membawanya ke Puskesmas Mungkid. Hanya Pa Nur, ibu Nur dan Robiyatul yang memiliki JAMKESMAS. 2. Faktor Non Perilaku Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat seperti puskesmas dan bidan terdekat. Hal ini cukup berpengaruh terhadap 35 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan jika ada anggota keluarga yang sakit. Jarak rumah ke Puskesmas Mungkid kurang lebih 10 km. Tidak ada keterbatasan sarana untuk pergi berobat, pasien biasanya meminta bantuan saudara untuk mengantar berobat. G. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH Rumah penderita terletak di daerah pemukiman penduduk biasa dengan ukuran 10 x 10 m2, bentuk bangunan 1 lantai. Di dalam rumah terdapat 5 orang yang tinggal. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 3 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi+WC, 1 ruang tamu, dan 1 ruang makan. Lantai rumah dari plesteran kasar, dinding dari tembok, atap sisi depan rumah berbahan genteng dan sisi belakang berbahan asbes. Ventilasi dan penerangan disetiap ruangan cukup, terdapat jendela di ruang tamu, ruang tidur dan dapur. Kebersihan dalam rumah cukup baik, namun karena lantai rumah hanya diplester kasar sehingga membuat rumah berdebu. Tata letak barang rapi. Listrik 450 watt, sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari dari sumur katrol. Fasilitas MCK dengan model kakus. Jarak antara septic tank dengan sumber air minum lebih dari 10 meter. Kebersihan dapur cukup baik, pembuangan air limbah ke selokan dan aliran lancar. Di dalam rumah terdapat tempat sampah yang tertutup. Jalan di depan rumah terbuat dari aspal. Kebersihan lingkungan pemukiman sudah baik. H. PETA RUMAH DICAPAI DARI PUSKESMAS

Puskesmas Mungkid

Tempat Praktek Bidan Anis

Rumah Penderita 36

Gambar 4. Peta Denah Rumah Penderita

37

J. DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA Fungsi Biologis Tn.Nur mengalami tegang di tengkuk dan mual2 Fungsi Psikologis Hubungan dengan tiap anggota keluarga baik. 1. Fungsi Ekonomi Keluarga pasien digolongkan keluarga tidak mampu. Fungsi Religius dan Sosial Budaya Tidak ada masalah 2. Faktor Perilaku Tidak ada masalah. Faktor Non Perilaku Tidak ada masalah

38

K.

DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA - Tidak ada riwayat penyakit keturunan di keluarga
Genetik

Pelayanan kesehatan terjangkau kebawah

YAN KES

Status Kesehatan

- kebersihan kurang baik - ventilasi cukup -perekonomian, menengah

Lingkungan

Perilaku

-lantainya plester kasar -tidak adanya langit2

- Tn.Nur mengeluh mual2 dan tegang ditengkuk - An.milkha mengalami berat badan yang tidak ideal - Ny.Umi Zaitun mengeluh batuk yang terusmenerus Gambar 5. Diagram Realita Pada Keluarga Penderita

L. TABEL PERMASALAHAN PADA PASIEN DAN KELUARGANYA Tabel 2. Tabel Permasalahan Pasien dan Keluarga No 1 Resiko dan Masalah Kesehatan Tn.Nur: Tb relap An.milkha: profilaksis Tb Ny.umi: faringitis Rencana pembinaan Memberikan edukasi mengenai penyakit yang dialami oleh 3 pasien tersebut, meliputi: rencana pengobatan, faktor risiko, komplikasi dan pencegahan. 39 Sasaran Pasien dan keluarga

No 2

Resiko dan Masalah Kesehatan Kebersihan lingkungan

Rencana pembinaan Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya kebersihan lingkungan.

Sasaran Pasien dan keluarga

PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN Tabel 3. Pembinaan dan Hasil Kegiatan Tanggal 16-03-2012 Kegiatan yang dilakukan Edukasi mengenai penyakit pasien meliputi rencana pengobatan, faktor risiko, komplikasi 17-03-2012 dan pencegahan. Edukasi mengenai kebersihan lingkungan dan gizi Pasien dan keluarga Keluarga yang terlibat Pasien dan keluarga. Hasil kegiatan Pasien dan keluarga memahami penjelasan yang diberikan. Pasien dan keluarga memahami penjelasan yang diberikan.

40

Anda mungkin juga menyukai