Anda di halaman 1dari 10

KONSENTRASI INDUSTRI DAN PASAR TIDAK SEMPURNA DI SEKTOR PERTANIAN

Dr. Ir. Sutrisno Iwantono MA1

PENDAHULUAN
Sistem perdagangan global telah mengalami transformasi yang sangat nyata. Negara-negara maju tetap memelihara tingkat subsidi pertanian yang cukup tinggi yang dibarengi pula dengan subsidi ekspor. Hal ini merupakan insentif nyata bagi produsen dinegara-negara tersebut sehingga terjadi kelebihan produksi yang membanjiri pasar dunia. Sementara negara sedang berkembang masih harus bergulat dengan persoalan usaha tani skala kecil, keterbatasan teknologi, dukungan keuangan, infrastruktur dll.yang menyebabkan sebagian besar negara sedang berkembang belum bisa melepaskan diri dari masalah kemiskinan, pengangguran, ketahanan pangan, dan keterbelakangan kehidupan masyarakat desa. Kedua hal tersebut menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan perdagangan komoditi pertanian dipasar global yang diikuti oleh industrial concentration di tangan sejumlah perusahaan multi nasional (MNC), praktek kartel dan/atau horisontal integration, vertikal integration, dumping yang bersifat predatory, bentuk perjanjian tertutup dan tying in, serta berbagai praktek unfair business yang lain. Dalam skala yang lebih kecil hal serupa juga terjadi di kebanyakan negara seperti Indonesia. Untuk itu sangat diperlukan kebijakan persaingan yang memungkinkan pasar dapat bekerja secara sehat. Kompetisi merupakan elemen penting (critical elemen) bagi price-oriented market economy. Tanpa persaingan fair, ekonomi menjadi tidak produktif, industri bekerja secara tidak efisien, mendorong konsentrasi ekonomi yang diikuti oleh abuse of dominant position, konglomerat menjadi arogan tidak produktif, kehilangan daya inovasi dan kreatifitas.

Dr. Ir. Sutrisno Iwantono MA, Anggota/Ketua Komisis Pengawas Persaingan Usaha 1999-2005, Ketua PERHEPI, Ketua Advocacy Center for Indonesian Farmers, Komisaris Independen Bank BUKOPIN, Ketua HKTI KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -7

BEBERAPA CONTOH DI DITINGKAT DUNIA


Kartel merupkan praktek yang sering dijumpai, merupaka integrasi secara horisontal sejumlah perusahaan yang biasanya dalam struktur pasar oligopoli atau oligopsoni. Mereka secara bersama-sama mengatur harga, atau mengatur wilayah pasar, atau membatasi jumlah penjualan atau pembelian, membunuh para pesaing diluar anggota kartel dan bentuk abuse yang lain. Kartel biasanya akan sangat merugikan konsumen (dalam hal oligopoli) dan produsen (dalam hal oligopsoni), serta para pesaing yang tidak menjadi anggota kartel. Contohnya adalah Windosors Global Food Cartel. Sepuluh sampai 12 perusahaan saling berkaitan satu dengan lain menguasai supply pangan. Mereka merupakan pelaku-pelaku Anglo-Dutch-Swiss food cartel. Sementara itu dipimpin oleh 6 leading grain companies--Cargill, Continental, Louis Dreyfus, Bunge and Born, Andre, and Arccher Daniels Mindland/Topferthe Windsor- melalui kartel mendominasi perdagangan pangan dan bahan baku dunia antara lain wheat to corn and oats, from barley to sorghum and rye. Disamping itu mereka juga mengkontrol meat, dairy, edible oils and fats, fruits and vegetables, sugar, and all forms of spices (Richard Freeman, The Windsors Global Food Cartel: Instument for Starvation, December 8, 1995). Bagaimana mekanisme control tersebut? Oligarki berkembang di 4 kawasan pengekspor utama, secara histories oligarki melalui top down control dari rantai pangan (food chain). Kawasan tersebut adalah Amerika Serikat, Uni Eropa khususnya Perancis dan Jerman, Negara-negara persemakmuran (the British Commonwealth nations ) seperti Australia, Kanada, Afrika Selatan dan Selandia Baru; serta Argentina dan Brazil di Ibero-Amerika. Sepanjang abad ini oligarki telah mengendalikan pemasaran pangan dunia. Kawasan ini mencerminkan lebih dari 900 juta jiwa atau sekitar 15% populasi dunia. 85% penduduk dunia sisa atau sekitar 4,7 milyar orang tergantung ekspor dari keempat kawasan tersebut Konsentrasi industri dalam produk-produk pertanian juga ditunjukkan oleh perkembangan sebagai berikut:

Beef Packers: CR 4=83.5% (CR4 adalah rasio konsentrasi relative dari 4 perusahaan terhadap total 100% industri) Terdapat 4 perusahaan yang menguasai pasar yaitu: Tyson (formerly IBP Inc.); Cargill (Excel); Swift & Co;dan National Beef packing Co. Sejak tahun 1990 menunjukkan ratioconcentrasi yang terus meningkat, yaitu CR4 pada tahun 1990= 72%; 1995=76%; dan 2000=81% (source:Cattle Buyers Weekly: Steer & Heifer Slaughter reported in Feedstaffs 6/16/03).

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -8

Pork Packers: CR4=64% Empat perusahaan ranking atas adalah: Smithfield Foods; Tyson Foods (formerly IBP Inc.); Switft & Co; dan Hormel Foods. Sejak tahun 1987 menunjukkan rasio konsentrasiyang meningkat yaitu: CR4 pada tahun 1987=37%; 1990=40%; dan 2001=59%. (souce Feedstuffs 9/22/03). Kemudian jika ditambah dengan Cargill dan Premium Standard Farms CR4 adalah 77%. (source:Feedstuffs 9/22/03)

Pork Production: CR4=49% Empat perusahaan rangking atas adalah: Smithfield Foods; Premium Standard Farms; Seaboard corporation; Prestage Farms.

Broilers: CR4=56% Empat perusahaan rangking atas adalah: Tyson Foods; Pilgrims Pride; Gold Kist; Perdue. Sejak tahun 1986 menunjukkan konsentarsi terus meningkat: tahun 1986 adalah 35%; 1990=44%; 2001=50% (source Feed stuffs 12/1/03) . Flour Milling: CR4=63% Empat perusahaan rangking atas adalah:Cargill/CHS (Horizon Milling); ADM; ConAgra; dan Cereal Food Processors. CR4 meningkat dari 40% tahu1982 menjadi 61% tahun 1990.

Soybean Crushing: CR3=71% Tiga perusahaan rangkaning atas adalah: ADM;Bunge;Cargill

Praktek dumping dan predatory pricing juga mewarnai perdagangan internasional. Barubaru ini International Agricultural and Trade Policy (IATP) melaporkan bahwa tingkat dumping 4 produk ekspor utama Amerika Serikat terus meningkat sejak tahun 1995. Biaya produksi wheat pada tahun 2001 adalah $6.24/bushel, tetapi harga ekspornya hanya $3.5/bushel. Untuk soybean biaya produksi adalah $6.98/bushel dan harga ekspor hanya $4.93/bushel. Maize biaya produksi adalah $3.47/bushel dan harga ekspor hanya $2.28/bushel. Biaya produksi untuk beras adalah $18.66/bushel dan diekspor dengan hargahanya $14.55/bushel. Pelaksana dari praktek ini tentu perusahaan-perusahaan multinasional yang menguasai konsentrasi industri.

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -9

BENTUK KONSENTRASI DAN PERSAINGAN DI INDONESIA


Oligopsoni dan Monopsoni Petani di Indonesia menghadapi bentuk pasar yang tidak sempurna baik dalam pemasaran hasilproduksi dan dalampengadaan sarana produksi. Petani kecil produsen di Indonesia ditandai dengan pemilikan tanah skala kecil rata-rata adalah 0,3Ha per keluarga tani. Jumlah mereka sangat besar mencapai sekitar 45% dari populasi. Pada saat panen mereka menghadapi bentuk pasar yang oligopsoni yaitu harus menjual pada sejumlah kecil pedagang perantara. Pada gilirannya pedagang perantara ini menjual kembali kepada pengusaha prosesing dan pedagang besar yang jumlahnya juga terbatas. Pada struktur pasar demikian tentu posisi tawar petani menjadi lemah. Produk-produk seperti beras, sayuran, umbi-umbian umumnya menghadapi bentuk pasar seperti ini. Demian juga dengan petani tebu dan peternak susu yang pada bagian akhir akan disampaikan kasus mengenai tebu dan gula. Untuk kelapa sawit dan perkebunan rakyat pada umumnya dikembangkan pola kemitraan dalam bentuk inti-plasma. Pekebun rakyat sebagai plasma yang bertugas untuk menanam kelapa sawit. Pabrik-baprik prosesing besar akan menampung hasil produksi mereka mengolah, memasarkan dan mengekspornya.

Oligopoli dan Monopoli Bentuk pasar oligopoli dan monopoli terjadi pada pasar sarana produksi pertania seperti pupuk, obat-obatan (pestisida/insektisida) dan mesin-mesin pertanian. Industri pupuk di Indonesia sifatnya oligopoli kurang dari 5 produsen pupuk. Umumnya pabrik ini dimiliki oleh pemerintah (BUMN). Industri pupuk inimendapat subsidi dari pemrintah yaitu berupa gas dengan harga yang lebih murah,dengan tujuan agar dapat menghasilkan pupuk murah untuk petani. Sistem perdagangan pupuk terutama pada masa lalu boleh dikatakan tidak terdapat persaingan, harga dan sistem distribusi diatur oleh pemerintah. Bahkan diantara pabrik pupuk melakukan praktek-praktek bisnis yang bisa dikatakan bertentangan dengan dengan undang-undang antimonopoli seperti misalnya membuat kesepakatan harga (price fixing), pembagian wilayah pemasaran (kartel wilayah), dan tying in yaitu mengharuskan konsumen/petani membeli paket pupuk yang telah ditentukan oleh produsen. Hal yang sama terjadi pada industri poultry. Bedanya pabrikan bukanlah BUMN. Penghasil DOC, pakan ternak, obat-obatkan hanya ditangan sejumlah kecil perusahaan besar yang sebagian diantaranya adalah perusahaan asing. Perusahaan ini selain memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi, mereka juga sekaligus menampung hasil produksi peternak. Mereka juga memiliki slaughtering house, dan bahkan peternakan ayam sendiri.

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -10

Mirip dengan pupuk adalah untuk kimia pertanian pestisida dan insektisida. Tetapi derajadnya jauh lebih longgar karena telah banyak perusahaan swasta yang masuk ke industri ini. Oleh karena itu petani lebih banyak punya pilihan, dan diantara parapabrikan itu telah terjadi persaingan walaupun dalam derajad yang belum perfect competition. Untuk mesin-mesin pertanian konsentrasi terdapat di tangan para importir. Mesin-mesin pertanian belum secara memadai di produksi dalam negeri. Maish harus diimpor dari luar negeri ditangan sejumlah impoirtir yang terbatas pula.

Integrasi Vertikal Intergrasi vertikal juga diketemukan dalam berbagai komoditi. Industri kelapa sawit misalnya, banyak perusahaan besar yang memiliki perkebunan sawit sendiri, memiliki pabrik pengolahan CPO, kemudian juga memiliki industri minyak goreng, bahkan diantara mereka juga pemilik saham di perusahaan distribusi dan retail. Pada industri perkayuan perusahaan besar sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan, mereka juga memiliki industri saw-mill, plywood, hingga kertas. Pada indusrtry peternakan ayam broiler, perushaan besar memproduksi makanan ternak, DOC dan obat-obatan. Mereka juga memiliki pabrik pemotongan hewan, peternakan ayam sendiri (ranch), bahkan memiliki hubungan kuat dengan pemakai daging ayam seperti restoran ayam goreng, termasuk industri retail: super market, hypermarket. Importir gandum, sekaligus pemilik pabrik tepung terigu,dan industri mie instan.

Integrasi Horisontal Pada masa lalu integrasi horisontal dalam kartel baik kartel terang-terangan maupun maupun yang sifatnya konspirasi diam-diam banyak terjadi. Kini sejak dikeluarkannya Undang-Undang Anti Praktek Bisnis Tidak Sehat praktek konspirasi horisontal telah jauh berkurang. Namun demikian persekongkolan horisontal secara diam-diam tentu sulit dideteksi. Sering dirasakan indikasinya,misalnya pada industri makanan ternak harga cenderung hampir sama. Persekongkolan horisontal diam-diam juga terasa misalnya pada pemasaran ekspor produk perikanan. Pembelinya sejumlah importir dari negara maju terutama dari Jepang dan Amerika Serikat. Produsen umumnya kecil-kecil dan jumlahnya sangat banyak. Gejala yang nampak harga permintaan dari para importir tersebut cenderung mirip antara satu dengan yang lain.

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -11

KASUS MONOPSONI PEMASARAN SUSU DI JAWA TIMUR


Rata-rata total produksi di Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 610 ton susu segar per hari yang diproduksi oleh sekitar 33,192 peternak dengan populasi sekitar 125,336 ekor sapi. Di Jawa Timur terdapat 4 pabrik pengolah susu yaitu PT Nestle Indonesia yang menguasai 95% (510 ton susu segar per hari) pasokan susu segar di Jawa Timur, sisanya 5% ditampung oleh 2 perusahaan yaitu PT Indo Murni Dairy dan Koperasi Gunung Kawi dan PKIS Sekar Tanjung (konsorsium 4 koperasi susu di Jawa Timur). Struktur pasar susu segar di Jawa Timur dapat dikatakan monopsoni dimana PT Nestle Indonesia adalah pelaku dominan. Supply susu segar dari peternak tersebut (510 ton per hari) memberikan konstribusi hanya sekitar 30% dari kebutuhan bahan baku susu PT Nestle Indonesia, sisanya 70% diperoleh dari impor luar negeri. Ketergantungan peternak Jawa Timur pada PT Nestle Indonesia sangat Tinggi (dengan tingkat ketergantungan 95%), hal ini menyebabkan posisi tawar para peternak sangat rendah dalam penentuan harga , penentuan persyaratan transaksi, maupun persyaratan kualitas. Kondisi semacam ini dilandasi oleh situasi yang berubah setelah krisis ekonomi tahun 1998. Pada masa sebelum tahun 1998, impor susu bahan baku oleh pabrik susu dikenakan bea masuk sekitar 30%, dan pada waktu itu ada kewajiban pabrik susu dalam negeri untuk menampung susu peternak rakyat dengan rasio tertentu dari setiap impor bahan baku susu. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberdayakan peternak kecil dalam negeri sekaligus melindungi mereka dari serbuan susu impor yang di negara asalnya memperoleh subsidi produksi yang sangat besar. Paska krisis ekonomi melalui berbagai perjanjian dengan IMF (letter of intent) diantaranya kemudian meliberalisasikan industri susu dengan menurunkan bea masuk hingg 0%, dan tidak ada kewajiban bagi pabrik susu untuk menampung hasil produksi peternak dalam negeri dari setiapimpor bahan baku susu dari luar negeri. Hasilnya adalah terciptanya struktur pasar monopsoni sebagaimana dijelaskan diatas. KPPU tengah melakukan kajian mengenai struktur pasar demikian ini. Undang-undang antimonopoli di Indonesia tidak melarang struktur pasar yang monopsoni atau posisi dominan, sepanjang mereka tdak melakukan abuse terhadap posisi tersebut melalui tindakan yang dikatagorikan unfair business practice. Pembuktian semacam itu tentu tidak mudah. Respon yang dilakukan oleh petani peternak adalah memperkuat posisi bargaining mereka melalui koperasi susu. Mereka membentuk koperasi primer peternak susu, dan selanjutnya membentuk koperasi Gabungan Koperasi Primer (GKSI= Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Gabungan koperasi primer ini yang kemudian mewakili petani melakukan negoisasi dengan pabrik susu (PT Nestle Indonesia). Disamping itu konsorsium koperasi primer susu mendirikan pabrik susu cair suhu tinggi (ultra hing temperatur/UHT) tetapi daya serapnya masih rendah hanya sekitar 40 ton per hari.

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -12

UNDANG-UNDANG ANTIMONOPOLI
Negara-negara maju pada umumnya telah memiliki Undang-Undang Anti monopoli atau Anti Trust. Yang tegolong paling tua mungkin adalah Amerika Serikat, Sherman Act yang terkenal itu telah dikeluarkan lebih dari 100 tahun yang lalu dan telah mengalami revisi berulang kali. Demikian juga competition authority telah pula terbentuk. Di Amerika Serikat terdapat dua lembaga yaitu Department of Justice (DOJ) dan Federal Trade Commission (FTC). Seluruh negara maju Eropa telah pula memiliki institusi yang sama, bahkan mereka telah membuat perjanijian yang berlaku bagi European Union untuk memonitor merger transaction. Sebagian negara-negara di Asia juga telah mengembangkan hal yang sama. Jepang, Korea Selatan, Taiwan, China, Indonesia, India, Thailand, Vietnam adalah beberapa negara Asia yang telah mengembangkan undang-undang antimonopli dan institusi sejenis.

UNDANG UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pada tanggal 5 Maret 1999 telah disahkan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pertimbangan dikeluarkannya undang-undang ini antara lain bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar. Sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu. Tujuan pokok dari pembentuka undang-undang ini adalah: a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi.

Esensi dari Undang-Undang No 5 Tahun 1999 1. Pelarangan terhadap Praktek monopoli yaitu pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku ekonomi, dimana mereka dapat mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan jasa tertentu dengan cara-cara unfair business competition dan berpotensi merugikan kepentingan publik.
KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -13

2. Pelarangan terhadap perjanjian maupun tindakan kartel horisotal diantara para pelaku usaha dalam bentuk pengaturan harga secara bersama-sama, pembagian wilayah pasar, penciptaan barrier to entry, boycot dan tindakan unfair yang merugikan konsumen maupun sesama pelaku bisnis yang lain. 3. Integrasi vertikal yang menimbulkan persaingan tidak sehat misalnya dengan melakukan kontrol produksi dan atau pemasaran, penciptaan barrier to entry perlakuan diskriminasi yang dapat merugikan baik konsumen maupun pelaku usaha lain. 4. Perjanjian tertutup antar pelaku usaha yang mengatur misalnya harga jual kembali, larangan untuk tidak menjual atau keharusan menjual kepada pengusaha tertentu, atau penentuan persyaratan penjualan kembali yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat. 5. Pelarangan terhadap penyalah gunaan posisi dominan. 6. Persekongkolan dan konspirasi dalam pelaksanaan tender 7. Pelarangan terhadap tindakan-tindakan yang bersifat predatory, terutama predatory

pricing.
8. Diskriminasi baik diskriminasi harga maupun diskriminasi perlakuan.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha


Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang ini dibentuk Commission for the Supervison of Business Competition, merupakan lembaga independen yang bebas dari pengaruh pemerintah maupun pihak lain. Komisi memiliki 2 tugas pokok yaitu: 1) Kegiatan litigasi, memeriksa, menuntut dan memutus perkara persaingan usaha tidak sehat;2) Memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah terhadap kebijakkan pemerintah yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. KPPU merupakan kuasi badan peradilan tingkat pertama untuk kasus-kasus persaingan usaha tidak sehat. Putusan KPP dapat di banding di Pengadilan Negeri hingga kasasi di Mahkamah Agung.

APA YANG SEYOGYANYA DILAKUKAN OLEH ORGANISASI PROFESI TANI DAN ORGANISASI PETANI
1. Advocacy kepada pememerintah Terjadinya distorsi di pasar yang menghasilkan konsentrasi ekonomi,praktek-praktek bisnis tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha seringkali bersumber dari kebijakkan pemerintah. Bentuk-bentuk intervensi pemerinytah pada pasar seringkali justru
KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -14

menimbulkan distorsi pada mekanisme pasar yang kompetiti. Bentuk-bentuknya antara lain pemberian hak-hak khusus atau lisensi, atau hak monopoli pada pelaku usaha tertentu, penciptakan artifisial barriers to entry melalui berbagi bentuk perizinan dan persyaratan usaha tertentu, pendelegasian kewenangan regulasi dari pemerintah kepada pelaku usaha. Di Indonesia intervensi pemerintah yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundang walaupun berpotensi melanggar undang-undang antimonopoli dikecualikan dari pelanggaran undang-undang antimonopoli. Berkenaan dengan itu petani melalui organisasi petani atau organisasi profesi tani haruslah secara aktif melakukan kajian dan penelitian serta aktif melakukan advocacy terhadap kebijaksaan pemerintah yang cenderung menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan kaumtani.

2. Pengorganisasian diri untuk memperkuat posisi tawar Para petani seyogyanya mengorganisasikan diri pada wadah ekonomi seperti halnya koperasi dalam rangka meningkatkan posisi tawar pada pasar yang strukturnya tidak sehat. Dalam wadah ini proses negoisasi anatara para petani produsen dengan pihak pembeli dapat dilakukan oleh koperasi. Melalui wadah koperasi pula mereka dapat mengatur tingkat produksi, standar kualitas, pembelian sarana produksi dan atau pemasaran hasil secarabersama-sama, dapat pula meningkatkan efisiensi melalui skala ekonomi. Di Indonesia dan juga di banyak negara lain penyatuan tindakan dalam wadah koperasi yang pada intinya dapat dikatagorikan sebagai kartel dikecualikan dari pelaksaan undang-undang natimonopoli. Khusus untuk Indonesia pengecualian ini hanya dapat dilakukan sepanjang kegiatan transaksi yang dimasuk adalah terbatas transaksi yang dilakukan dengan anggotanya, apabila transaksi dilakukan dengan non-anggota tidak dapat dikecualikan dari undang-undang antimonopoli.

3. Pemahaman dan kesadaran tentang unfair business practices


Petani di Indonesia termasuk pula para pimpinannya sebagian besar belum menyadari dan mengerti tentang esensi dari undang-undang antimonopli, sehingga merekatidak mengetahui praktek-praktek bisnis yang dilakukan oleh pihak lain yang tergolong unfair dan dilarang. Tindakan unfair bisa terjadi bertahun-tahun tanpa mereka ketahui. Untuk itu organisasi petani harus melakukan sosialisasi undang-undang antimonopoli terhadap para petani maupun pimpinan koperasi. Bagi negara yang belum memiliki undang-undang anti monopoli sebaiknya mulai digulirkan diskusi tentang perlunya undag-undang antimonopoli yang tentu bersifat positip bagi kaum tani yang biasanya berada pada posisi lemah.

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -15

PENUTUP
Demikianlah uraian tentang konsentrasi ekonomi dan praktek-praktek bisnis tidak sehat, kiranya dapat dijadikan bahan diskusi diantara para petani dan organisasi pertani. Kita menyadari masalah ini sangat serius dihadapi oleh sebagian besar para petani kecil di seluruh dunia. Kini saatnya untuk secara bersama-sama memikirkan jalan keluar berdasarkan persoalan yang dihadapi oleh masing-masing negara dan dengan memanfaatkan pengalaman negara lain.

KONPERNAS PERHEPI 2007 [01] -16

Anda mungkin juga menyukai