Anda di halaman 1dari 8

ULASAN

Dari kliping yang diperoleh dapat bahwa pencemaran yang terjadi yaitu ada beberapa sebab : Pada umumnya limbah industi dapat mencemari air.Jenis limbah bergantung pada jenis industrinya, misalnya zat warna dari pabrik tekstil, sampah organik dari pabrik kertas, dan merkuri dari industri kosmetik. Salah satu jenis limbah industri yang berbahaya yaitu logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium.Limbah merkuri dapat berasal dari industri obat, industri kosmetik, industri plastik, industri batu baterai Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen lainnya kedalam air sehingga kualitas air terganggu. Kualitas air terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa dan warna. Sumber polusi air antara lain limbah industri, pertanian dan rumah tangga. Ada beberapa tipe polutan yang dapat masuk perairan yaitu : 1. bahan-bahan yang mengandung bibit penyakit 2. 3. 4. 5. bahan-bahan yang banyak membutuhkan oksigen untuk pengurainya bahan-bahan kimia organic dari industri atau limbah pupuk pertanian bahan-bahan yang tidak sedimen (endapan) bahan-bahan yang mengandung radioaktif dan panas. Pencemaran Suara yaitu suara bising merupakan sumber polusi suara yang sangat mengganggu indera pendengaran kita. Polusi suara atau pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan ketidaktentraman makhluk hidup Pencemara dari Efek rumah kaca merupakan efek yang ditimbulkan oleh gas yang berada di atmosfer, keberadaannya merupakan sesuatu yang positif dalam level normal, tapi menjadi negatif ketika ada gas-gas tertentu yang mengganggu keseimbangan. Efek rumah kaca diperlukan untuk mempertahankan suhu diatas kerak bumi atau di udara tempat kita hidup dalam ambang normal, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Bila gas tertentu makin banyak, maka suhu bumi akan meningkat. Sejak terjadinya revolusi industri, emisi gas yang berpengaruh pada efek rumah kaca menjadi makin Jadi ulasan yang diperoleh dari kliping yang saya buat adalah pengetahuan lingkungan sangat penting bagi kita manusia , sehingga dapat menghindar terjadinya pencemaran lingkungan yang akan menyebab kan bencana alam , apabila mengetahui lingkungan maka bumi ini akan terjaga sampai anak cucu nanti.

24 March 2008, Kompas Cetak

Petambak Keluhkan Limbah


Benih Ikan Langsung Mati BEKASI, KOMPAS - Ribuan nelayan dan petani tambak Muara Gembong di Kabupaten Bekasi mengeluhkan limbah yang menghancurkan tambak mereka. Daerah tersebut menjadi muara empat sungai yang diduga membawa serta limbah industri dari Jakarta dan Jawa Barat. Sejumlah nelayan Muara Gembong yang ditanya Kompas hari Minggu (23/3) siang mengungkapkan, limbah yang berasal dari sungai yang bermuara ke kawasan itu menghancurkan tambak ikan, udang, dan kepiting. Belakangan ini limbah dari Sungai Citarum, Kali CBL, Ciherang, serta Blacan telah menyebabkan tambak warga Muara Gembong hancur dan tak dapat berfungsi lagi, kata Minan (52), nelayan Pantaimekar, Muara Gembong. Menurut Minan, daerah Muara Gembong pada tahun 1970-an hingga 1990-an masih disebut daerah dollar karena kehidupan di daerah ini relatif makmur. Minan yang memiliki 10 anak itu memberi contoh, dia sanggup menyekolahkan tujuh anaknya dengan enteng dari hasil tambak. Namun, sejak 2000 ia mengaku mulai sulit menyekolahkan tiga anak lainnya karena usaha tambaknya bangkrut. Sekarang bibit ikan baru ditebar di tambak sudah mati akibat tercemar limbah. Banyak teman yang stres, kata Minan. Nelayan lainnya, Ahmad Taufik (30), mengenang masa kecilnya pada tahun 70-an. Dulu waktu saya ke empang pasti dapat uang. Entah itu hasil menjala ataupun memancing ikan dan kepiting. Sekarang mau cari apa? Benih ikan saja langsung mati, katanya kecewa. Kepala Desa Pantai Sederhana, Zeny, membenarkan limbah yang menghancurkan tambak warga terjadi sejak tahun 2000. Bukan hanya warga desa kami, tetapi ada 22.000 penduduk di enam desa di Muara Gembong yang menderita. Seluruhnya 14.000 hektar lahan tambak warga Muara Gembong yang tercemar limbah, katanya. Kepala Seksi Pengendalian Sumber Daya Alam, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Zaenal Arifin, mengatakan, limbah melalui empat sungai dan bermuara di Muara Gembong itu tak hanya dari industri di Bekasi, tetapi juga dari Purwakarta, Karawang, bahkan dari Bandung. Wakil Bupati Bekasi Darip Mulyana saat kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi ke Muara Gembong, Minggu siang, menuturkan, wilayah Muara Gembong termasuk yang mengalami pendangkalan sehingga membutuhkan pengerukan. Pemerintah Kabupaten Bekasi menyetor Rp 34 triliun per tahun ke pemerintah pusat, tetapi sedikit yang kembali ke masyarakat, ujarnya. (KSP)

28 February 2008, Kompas Online

Bakau Rusak, Pesisir Bekasi-Tangerang Kritis


Laju Abrasi Pantai Capai 10-15 Meter Per Tahun jakarta, kompas - Kondisi kawasan pesisir Bekasi, Jakarta Utara, dan Tangerang kini dalam keadaan kritis. Pemicunya karena hilangnya bakau akibat perambahan oleh petambak liar dan proyek reklamasi. Begitu terjadi gelombang pasang tanpa kenal musim belakangan ini yang menerjang pantai, kawasan pesisir langsung hancur. Pantauan Kompas, hingga Rabu (27/2), mulai dari Marunda di perbatasan Jakarta dengan Bekasi, hingga Kamal Muara di perbatasan Jakarta dengan Tangerang, ekosistem pesisir dalam kondisi kritis. Beberapa fakta lapangan menunjukkan sampah organik maupun non-organik dibiarkan berserakan. Kondisi air laut tercemar, terjadi abrasi pantai, serta rusaknya lahan budidaya ikan dan permukiman warga. Sampah terlihat di pantai kampung nelayan Marunda Pulo, Cilincing, Kalibaru, Muara Baru, Muara Angke, dan Kapuk. Gundukan sampah laut terlihat di muara Cakung Drain, Cilincing. Sampah membusuk, menebarkan aroma tidak sedap setelah bercampur dengan limbah industri. Air laut tidak lagi bening, tetapi berwarna coklat, hitam, hijau, dan berbuih. Warga Marunda menuturkan, pada 10 tahun silam atau tahun 1996-1997, tepi pantai masih berada 50-60 meter dari deretan rumah nelayan di daratan Marunda Kongsi. Tambak ikan bandeng milik Kiran (51), warga setempat, masih 15-20 meter dari tepi pantai. Saat ini, setiap kali terjadi air laut pasang, tambak saya pasti terendam. Rumah-rumah nelayan di sini juga rusak diterjang gelombang pasang. Mungkin karena tidak ada lagi bakaunya. Dulu waktu saya kecil, bakau masih ada, kata Kiran. Rumah milik Kiran dan 15 warga lain telah hancur diterjang gelombang yang terjadi dua pekan lalu.

Kawasan pesisir Angke-Kapuk juga tergerus abrasi. Kerusakan mangrove dan abrasi di kawasan itu telah memusnahkan empat spesies endemik lokal, yakni lutung jawa (Trachyphitecus auratus), kucing bakau (Prionailurus viverinus), anjing air (Lutra perspillata), dan mentok rimba (Cairina scutulata). Koordinator Wilayah III Jakarta Utara Balai Konservasi Sumber Daya Alam Departemen Kehutanan Resijati Wasito mengatakan, jika pemulihan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke-Kapuk, pesisir Pantai Indah Kapuk, dan Suaka Margasatwa Angke selesai, akan terbentuk sabuk mangrove di kawasan tersebut. Abrasinya kian cepat Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Slamet Daroyni mengakui, ekosistem pesisir Jakarta kritis. Laju abrasi 10-15 meter per tahun akibat gelombang pasang setelah punahnya mangrove. Vegetasi pantai ini punah dirambah petambak liar dan proyek reklamasi. Luas lahan bakau di pesisir Jakarta tinggal sekitar 118 hektar, dari 1.344 hektar pada tahun 1960. Padahal, bakau atau mangrove itu selain mencegah abrasi, kerusakan pantai akibat empasan gelombang, juga dapat menyerap polutan. Jika ada bakau, hampir pasti limbah industri dari hulu hingga hilir sungai dapat ditekan secara perlahan, katanya. Ekosistem pesisir yang kian kritis itu juga terjadi di pesisir utara Bekasi hingga Tangerang atau pesisir Banten umumnya. Gelombang tinggi yang terjadi sejak akhir tahun 2007 membuat pantai di Banten semakin kritis terkena abrasi. Pemerintah akan membangun tanggul pengaman pantai sepanjang 380 meter saja. Salah satu pantai yang semakin kritis ialah di perkampungan nelayan Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang. Bagian atas bangunan tanggul juga ambles, bahkan ada yang sampai terpotong. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian Billy Pramono menyebutkan, sekitar 400 kilometer garis pantai Banten rusak. (CAL/NTA/ONG)

Terumbu Karang Rusak, Nelayan Paceklik


Senin, 5 Juli 2010 | 19:11 WIB GUNUNG KIDUL, KOMPAS.com - Sebagian besar dari terumbu karang di wilayah perairan Gunung Kidul dengan garis pantai lebih dari 70 kilometer ditengarai telah rusak berat. Kerusakan terumbu karang diduga menjadi pemicu penurunan hasil tangkapan ikan nelayan. Nelayan pun semakin kesulitan mencari ikan. Beberapa jenis ikan karang bahkan telah benar-benar menghilang. Pada 2007, misalnya, tiap nelayan bisa memanen 24-30 kilogram lobster per hari di puncak musim panen. Kini, hasil panenan terbanyak hanya sekitar 7 kilogram per nelayan per hari. Nelayan Pantai Gesing Supadiono yang juga pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gunung Kidul mengatakan kerusakan telah secara signifikan menurunkan produksi perikanan. "Beberapa jenis ikan yang hidup di karang seperti kakap merah, kerapu, dan kakap putih sudah tidak lagi bisa ditangkap oleh nelayan. Sekitar tiga tahun lalu, nelayan masih bisa menangkap sekitar 50 kilogram jenis ikan karang tiap kali melaut, kini ikan-ikan tersebut telah menghilang. Konservasi terumbu belum pernah dilakukan," kata Supadiono, Senin (5/7/2010). Menurut Supadiono, kerusakan terumbu karang terutama disebabkan cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Ketika menyelam di wilayah pantai Gunung Kidul, Supadiono mengaku menemukan banyak besi krendet penangkap lobster, jaring, besi, hingga sampah plastik yang merusak terumbu karang. Tokoh masyarakat sekaligus nelayan di Pantai Gesing Tugimin membenarkan tangkapan nelayan yang cenderung terus menurun. Nelayan memperkirakan hanya 3 persen dari terumbu karang di sepanjang pantai selatan Gunung Kidul yang masih dalam kondisi bagus. Selain kelalaian manusia serta pencemaran , bencana alam dan abrasi turut berperan merusak terumbu. Sejak satu bulan terakhir, nelayan di Pantai Gesing masih memasuki musim paceklik ikan. Hanya sekitar 12 perahu dari total 32 perahu di pantai tersebut yang tetap melaut setiap harinya. Dengan kapal jungkong berkekuatan 15 Pk, nelayan lebih banyak mencari keong dengan hasil tangkapan berkisar 10-15 kilogram per perahu. Harga keong dari nelayan Rp 12.000 per kilogram

Asap Pabrik Pupuk Organik Dikeluhkan


Kamis, 28 Januari 2010

SEMARANG, KOMPAS - Sejumlah warga Desa Kenteng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, mengeluhkan polusi udara dari pabrik pupuk organik PT Sentral Organik Nusantara. Selain udara di perkampungan tidak segar, warga merasa terganggu dengan asap pabrik ini yang menimbulkan bau tidak sedap, yakni bau batu bara. Menanggapi keluhan tersebut, PT Sentral Organik menyatakan, asap buangan itu sudah melalui penyaringan partikel debu dan pihaknya memiliki analisis mengenai dampak lingkungan. Ditemui, Rabu (27/1) Suparman (32), warga Dusun Sumogawe, Desa Kenteng, mengaku terganggu dengan asap pabrik pupuk yang berjarak sekitar 20 meter dari rumahnya. Asap itu berasal dari sisa pembakaran batu bara yang digunakan untuk mengeringkan kotoran ternak, sebelum diolah menjadi pupuk organik kering. "Selain itu, suara mesin juga sangat bising. Saya masih punya anak berusia satu tahun jadi tidurnya terganggu. Sebetulnya ini sudah lama, tetapi mau bagaimana lagi kami ini orang kecil. Harapannya ya bagaimana caranya supaya tidak ada asap dan bising," ujarnya. Hal yang sama disampaikan Herman (40). Ia mengatakan, warga sudah beberapa kali memprotes polusi udara dan suara yang ditimbulkan proses produksi di perusahaan itu. Sudah ada tanggapan, tetapi belum menyeluruh. Sebelumnya pabrik beroperasi 24 jam, tetapi setelah ada protes warga, setahun lalu jam produksi malam dihentikan. Pada awalnya warga mengetahui bahwa bangunan itu adalah gudang tembakau, tetapi sejak tahun 2007 digunakan untuk pabrik pupuk. Padahal, lokasi itu terletak sangat dekat dengan permukiman warga maupun jalan raya yang menghubungkan Salatiga dan Kawasan Wisata Kopeng (Getasan). Seorang tokoh masyarakat di RT 3 RW 5 Dusun Sumogawe yang enggan disebut namanya mengatakan, polusi asap itu mengganggu lebih dari 40 keluarga yang tinggal di sekitar pabrik tersebut. Pembakaran meningkat Juru bicara PT Sentral Organik Nusantara Dwi Yulianto dan Lestari Ida mengakui, akhir-akhir ini asap cukup banyak karena mereka harus menaikkan pembakaran batu bara sebab kelembaban udara sedang tinggi. Namun, asap yang keluar sudah disaring sehingga bagian partikel debu dan bau sudah bisa diminimalkan. Pabrik ini juga sudah mengantongi izin gangguan atau HO dan lebih dari 50 persen pekerja berasal dari lingkungan sekitar pabrik.

"Beberapa kali Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Semarang memeriksa dan sudah bagus hasilnya. Lagi pula sebelum memulai operasional, kami sudah dikontrol oleh PT Petrokimia. Kami rekanan produksi pupuk Petroganik bersubsidi," ujar Dwi Yulianto. (GAL)

Gaya Hidup Instan Sumbang Pencemaran Lingkungan


Erwin Edhi Prasetyo | Jumat, 27 Juni 2008 |

YOGYAKARTA, JUMAT - Kualitas lingkungan yang baik bukan lagi hanya sebatas wacana, namun sudah menjadi kebutuhan yang harus diwujudkan. Untuk mewujudkannya semua pihak haru terlibat, bukan hanya pemerintah. Masyarakat juga mempunyai kewajiban menciptakan lingkungan berkualitas. Demikian diungkapkan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Fasilitasi dan Investasi Sekretaris Daerah DI Yogyakarta Suhartuti Sutopo pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia 2008 Provinsi DIY, di kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) DIY, Jumat (27/6). Menurut Sultan, gaya hidup serba instan diyakini telah menjadi penyumbang terbesar dalam memperburuk kondisi lingkungan. Salah satu contohnya adalah pemakaian kendaraan bermotor yang semakin meningkat. Asap kendaraan bermotor menjadi penyebab utama polusi udara. Demikian pula peman faatan perabot rumah tangga yang serba listrik, dan kegemaran ibu rumah tangga mengumpulkan tas plastik untuk mengantongi sampah yang jelas mencemari lingkungan.

Kualitas Air Sungai Musi Buruk


Kamis, 4 Februari 2010

Palembang, Kompas - Tingkat pencemaran di Sungai Musi meningkat akibat aktivitas industri dan limbah rumah tangga. Unsur pencemar tertinggi, seperti fenol, besi, dan fosfat, sudah melebihi nilai ambang batas sehingga berpotensi mengancam organisme sungai. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang Novrian Fadillah, Rabu (3/2) di Palembang, Sumatera Selatan, pihaknya baru melaksanakan penelitian dan uji contoh air di sejumlah titik di Sungai Musi yang mengalir di sepanjang Kota Palembang. Ada 22 unsur parameter bahan baku yang diteliti. Ada 10 parameter yang meningkat secara signifikan. Jika tak dikendalikan, hal itu bisa mengancam organisme Sungai Musi dan semua anak sungainya, katanya. Lima parameter pencemar kimia yang tergolong tinggi adalah besi, fenol, fosfat, chemical oxygen demand (COD), dan biological oxygen demand (BOD). Semua itu merupakan parameter utama untuk melihat apakah kadar pencemar di suatu tempat sudah berbahaya atau tidak bagi organisme dan mikroorganisme. Adapun derajat keasaman (pH) sungai mencapai 6-9. Menurut Novrian, tahun ini tingkat pencemaran naik 10 persen karena angka baku mutu menjadi 10 miligram per liter. Untuk besi, fosfat, dan fenol, nilai ambang baku mutu masing-masing 0,3 miligram per liter. Penyebabnya, kata Novrian, fosfat berasal dari limbah detergen, adapun fenol adalah zat kimia yang kerap dipakai dalam aktivitas industri. Di Palembang, fenol digunakan untuk menghilangkan karat pada kapal. Fenol paling berbahaya bagi manusia. Karena itu, perlu menjadi perhatian semua pihak, katanya. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi ekosistem di Sungai Musi, tetapi juga berdampak ke anakanak sungainya. Beberapa anak sungai di Kota Palembang yang berisiko tercemar adalah Sungai Bendung, Aur, Sekanak, dan Ogan. Selain industri, Novrian menambahkan, limbah rumah tangga juga menjadi pencemar dominan. Penyebabnya, masih banyak warga yang beraktivitas di sungai, seperti mandi dan mencuci. Pemerintah bisa memelopori upaya preventif terhadap masalah ini. Misalnya, membangun instalasi limbah skala rumah tangga. Ini sudah dilakukan sejumlah pemerintah daerah, salah satunya Kota Yogyakarta di Daerah Aliran Sungai Code. (ONI)

Anda mungkin juga menyukai