Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Data epidemiologis mengindikasikan bahwa penyakit kardiovaskuler masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat sejak tahun 1921. Hasil statistik yang dikeluarkan oleh American Heart Association (AHA) menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler masih merupakan penyebab kematian yang paling tinggi pada pria maupun wanita. 1 Diperkirakan sekitar 50 juta individu mengalami hipertensi, 12,4 juta menunjukkan lebih dari satu gambaran klinis penyakit jantung koroner, 4,5 juta mengalami stroke, dan 4,7 juta mengalami kegagalan jantung. Oleh sebab itu, penyakit atherosklerotik, yang merupakan dasar patobiologi dari penyakit yang tersebut di atas adalah merupakan masalah yang perlu dipahami dan ditangani. Pada tahun 1990, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di dunia, disusul dengan stroke. Diperkiran bilamana tidak dilakukan tindakan yang proaktif maka gambaran statistik tersebut akan bertahan hingga tahun 2020. Di negara sedang berkembang masalahnya menjadi lebih kompleks lagi, mengingat populasi di negara yang sedang berkembang sangat besar, ditambah lagi dengan kebiasaan hidup yang mengalami ketidakseimbangan. Pada tahun 1990, di negara sedang berkembang termasuk Indonesia, dilaporkan telah menduduki sekitar 63% dari kematian dunia akibat penyakit kardiovaskuler. Keadaan ini akan semakin buru, mengingat morbiditas dan mortalitas akibat penyakit infeksi, perinatal, nutrisi akan menurun; sedangkan di pihak lain kelainan / penyakit yang berkaitan dengan rokok, sedentary life style, obesitas akan meningkat. Sehingga secara proporsional kontribusi angka kesakitan dan kematian dunia akibat penyakit kardiovaskuler oleh negara yang sedang berkembang akan sangat menakjudkan. Bahkan diperkirakan penyakit kardiovaskuler akan menjadi satu dari 3 penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada akhir tahun 2020.2 Penelitian akhir-akhir ini telah memberikan landasan eksperimental untuk mendukung peranan stress oksidatif dan disfungsi endotel dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan gangguan vaskuler. Disfungsi endotel berperan penting pada patogenesis, perkembangan, dan prognosis dari penyakit kardiovaskuer. Faktor risiko tradisional, termasuk hipertensi, merokok, diabetes, umur, obesitas, displipidemia, dan sedentary life style, semuanya dapat menyebabkan disfungsi endotel. Walaupun patogenesis disfungsi endotel masih belum terlalu ekstensif diteliti, namun terdapat sejumlah bukti yang meyakinkan bahwa stres oksidatif merupakan faktor penting dalam gangguna fungsi endotel. Sebagian besar proses sistemik yang mendinduksi disfungsi endotel melibatkan aktifasi intracellular oxidative signaling, selain itu terjadi modulasi oksidasi LDL, gangguan bioavailabilitas NO, dan ekspresi gen inflamasi vaskuler. Sehingga sejumlah pakar berpendapat bahwa pendekatan pengobatan yang diarahkan pada stres oksidatif dalam pengobatan berbagai penyakit sistemik seperti, hipertensi, diabetes, obesitas, merupakan pendekatan yang rasional berlandaskan atas patobiologi gangguan vaskuler 3-6 Telah dibuktikan pula bahwa selain vitamin anti oksidan, sejumlah pengobatan kardiovaskuler konvensional tertentu, telah terbukti dapat mengembalikan respon endotel vaskuler yang normal, paling tidak melalui kemampuan obat tersebut mengatasi stres oksidatif. 7-9

Patobiologi Disfungi Endotel

Endotel vaskuler merupakan jaringan yang responsif secara metabolik. Selapis endotel vaskuler dapat mengatur volume lumen vaskuler dan jaringan otot polos di sekitar pembuluh darah. Hal ini berawal dari rangsangan dan aktifasi endotel vaskuler, yang bilamana berlangsung terus menerus akan mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai disfungsi endotel. Salah satu komponen penting yang berperan pada relaksasi vaskuler yang tergantung endotel adalah nitric oxide (NO). 10-12 NO tidak hanya berperan pada relaksasi sel otot polos, tetapi juga menghambat aktifasi, adhesi, dan agregasi platelet, serta pencegahan proliferasi sel otot polos vaskuler dan adhesi leukosit pada lapisan endotelium. Melalui respons produk dari lapisan sel endotel tersebut, seperti NO, maka endotel dapat menjalankan fungsi normalnya, untuk pengaturan berbagai aspek homeostasis vaskuler, termasuk di antaranya tonus vaskuler, interaksi leukosit-pembuluh darah, pertumbuhan sel otot polos, dan proliferasi; serta hemostasis-fibrinolysis lokal; dan status redox. Sebaliknya, pada disfungsi endotel, jejas vaskuler mengakibatkan serangkaian fenomena maladaptif yang mengakibatkan terjadinya respons vaskuler yang tidak menguntungkan. Sebagai dampak dari stres oksidatif dan perubahan status redoks lokal, adalah gangguan profibrinolitik vaskuler, yang mengakibatkan tercetusnya proses thrombogenesis. Gangguan modulasi pertumbuhan selluler sehingga terjadi proliferasi dan remodelling dinding vaskuler yang abnormal. Rangsangan oksidant dari adaptasi molekuler inflamasi akan meningkatkan kemampuan adhesi monosit dan peningkatan permeabilitas vaskuler terhadap lipoprotein plasma. 13, 14

{mospagebreak} Telah dipublikasikan sejumlah bukti yang mengindikasikan adanya percepatan degradasi NO sebagai akibat dari reaktif oksidatif spesies (ROS) yang terjadi pada penurunan bioavailabilitas NO dan disfungsi endotel pada gangguan vaskuler. Baik kelebihan produksi ROS, termasuk diantaranya anion superosida dan oxidized LDL cholesterol dan penurunan pertahanan antioksidan diduga bertanggung jawab terhadap peningkatan degradasi NO. Anion superoxide dapat secara langsung menginaktifkan NO melalui proses reaksi yang cepat membentuk peroksinitrit, yang merupakan komponen yang sangat kuat. Komponen ini lebih stabil dan memiliki daya hancur yang lebih kuat dari pada anion superoxide maupun NO. 10, 15-17 Pada model penyakit vaskuler eksperimental, peningkatan produksi superokside sangat berperan pada penurunan bioaktifitas dari NO dan disfungsi endotel. Pada pembuluh darah manusia, peningkatan produksi superoksida telah dilaporkan dapat mengganggu kemampuan vasorelaksasi yang diperantarai oleh NO. Pembersihan superoksida dapat mengembalikan vasomotor yang endothelium-dependent pada binatang coba dan atherosklerosis. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, aktifitas SOD (superoxide dismutase) endotel secara nyata mengalami penurunan, sehingga mengakibatkan disfungsi endotel koroner. 18 Peningkatan kolesterol low-density lipoprotein (LDL) dan terutama oxidized LDL berperan penting pada disfungsi endotel. Dampak langsung dari jalur signaling NO melibatkan protein kinase C dan protein G , dan berperan pada kerusakan fungsi endotel yang diakibatkan oleh oxLDL. 19 Penurunan pembentukan NO dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel. Walaupun eNOS, suatu enzim pembentuk NO, diekspresikan secara konstitutif, namun ekspresinya tetap dimodulasi oleh shear stress, lipoprotein atherogenik, dan sitokin. Perubahan ekspresi eNOS dapat mengakibatkan gangguan sintesis NO. Sejumlah jalur mengatur fungsi eNOS pada tingkat

posttranslasi. Sebagai contoh, eNOS posttranslasi terhambat oleh karena adanya interaksi antara kaveolin-1, suatu coat protein utama yang merupakan vesikel 50100-nm dari membran plasma yang disebut sebagai caveolae. 20, 21 Terdapat bukti eksperimental bahwa hiperkolesterol dapat mengakibatkan penurunan produksi NO melalui peningkatan regulasi caveolin, sehingga mengfasilitasi dampak penghambatan eNOS melalui interaksi dengan caveolin. Fosforilasi eNOS yang tergantung dengan protein kinase Akt eNOS pada residu serine 1177 dan dephosphorilasi threonin 495 juga berperan penting pada aktifasi eNOS, pelepasan NO, dan fungsi endotel. Terdapat sejumlah besar inhibitor eNOS endogen, seperti asymmetric dimethyl arginine (ADMA), dan juga defisiensi kofactor yang dibutuhkan oleh eNOS dapat juga merubah aktifitas eNOS pada tingkat posttranslasi. Seperti misalnya eNOS membutuhkan tetrahydrobiopterin (BH4) sebagai kofaktor untuk pembentukan NO dari L-arginine. Dalam hal tidak tersedianya baik L-arginine atau BH4, eNOS dapat menjadi uncoupled dan menghasilkan superoksida dan radikal hydrogen peroksida. Dalam keadaan defisiensi BH4, eNOS sendiri dapat mengfasilitasi peningkatan stres oksidatif dan mempromosi disfungsi endotel. Peroxynitrite yang dihasilkan oleh reaksi antara NO dan superoksida, dapat mengoksidasi BH4 sehingga terjadi penurunan ketersediaan BH4. 7, 22, 23 Mengingat kompleksitas tahapan pembentukan yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioavailabilitas NO secara optimal, maka jalur pembentukan NO sangat rentan terhadap kejadian gangguan vaskuler, dan dapat dipengaruhi oleh mekanisme multifaktor, yang pada gilirannya menyebabkan disfungsi endotel. Bilamana efek vasorelaksasi yang disebabkan oleh NO endogen tidak sanggup mengatasi dampak vasokonstriksi yang dihasilkan oleh berbagai mediator, sehingga terjadi gangguan vasodilatasi yang tergantung pada endotelium, maka gambaran ini merupakan ciri dari disfungsi endotel. 24

{mospagebreak} Reactive oxygen species pada disfungsi endotel Reactive oxygen species (ROS) terdiri dari molekul oksigen dan semua metabolit selluler aerobiknya, termasuk diantaranya adalah superoxide (O2"), hydroxyl radical (OH), NO, dan radikal lipid. Walaupun tidak termasuk radikal bebas, komponen seperti hydrogen peroxide (H2O2), peroxynitrite (ONOO), dan hypochlorous acid (HOCL) mempunyai komponen oksidatifnya dan berperan pada stres oksidatif. Oksidan memegang peranan penting pada homeostasis dan fungsi vaskuler, partisipasi pada pertumbuhan, apoptosis, dan kehidupan dari sel endotel dan otot polos pembuluh darah. Fungsi endotel normal ditandai dengan adanya keseimbangan dinamis antara NO dan oksdian lainnya, termasuk diantaranya O2" dan H2O2. Selain sebagai komponen pembersih (scavenger) dari superoxide anion, NO merupakan antagonis dari sifat vasokonstriktif dari ROS. NO memiliki sejumlah pengaruh anti-aterogenik lainnya, termasuk penghambaran proliferasi dan migrasi dari sel otot polos vaskuler, agregasi platelet, dan respons inflamasi endotel. Semua kemampuan NO tersebut dijalankan melalui inhibisi terhadap NF-B, molekul adhesi, dan ekspresi sitokin.4 Secara umum, jejas oksidatif terjadi bilamana komponen protektif antioksidan endogen, seperti superoxide dismutase, glutathione peroxidase, terminator rantai molekul (vitamins A dan C), hemoglobin, dan catalase, tidak mampu mengimbangi stres oksidatif. Pada tingkat selluler, jejas yang diperantarai oleh ROS terjadi melalui oksidasi makromolekul, termasuk peroksidasi lemak dan

pemutusan untaian asam amino. Akibat dari kejadian oksidatif tersebut adalah terjadinya vasokonstriksi, inflamasi, vascular remodeling, dan thrombosis. Diantara kejadian yang paling adalah bahwa stres oksidatif, terutama O2", dapat menurunkan bioavailabilitas dari NO. Oleh sebab itu fungsi endotel yang berperan dalam kejadian tersebut, sekaligus bermanfaat sebagai petanda (marker) dari jejas vaskuler, yang menjadi target dalam pendekatan terapeutik. Sehingga sekarang banyak sekali strategi penanganan penyakit vaskuler diarahkan pada perbaikan fungsi endotel, untuk menstabilkan stres oksidatif dan mempertahankan bioavailabilitas NO. Interaksi NO dengan sistem signaling yang paling penting adalah yang melibatkan reaksi dengan grup ferrous heme, dan ROS. Pembentukan RNS (Reactive nitrogen species) melalui oksidasi NO atau melalui reaksi dengan ROS tampaknya dapat memproduksi senyawa yang berdampak tambahan terhadap interaksi dengan komponen pengaturan homeostasis vaskuler.

NAD(P)H oxidase Telah diketahui bertahun-tahun bahwa vaskuler dan jaringan kardiak merupakan sumber yang kaya akan ROS. Boleh dikatakan hampir semua sel dari dinding vaskuler telah dibuktikan memproduksi dan diregulasi oleh ROS. Sekarang ini, perhatian peneliti telah diarahkan pada NAD(P)H oxidase sebagai salah satu determinant penting dari status redoks pembuluh darah dan miokardium. NAD(P)H oxidase mengkatalisa reduksi dari O2 melalui sumbangan elektron dari NADPH atau NADH, sehingga menghasilkan O2". NAD(P)H oxidase vaskuler merupakan sumber O2" dari sel vaskuler. Data preklinis mengindikasikan bahwa produksi O2" yang tergantung NAD(P)H dapat mengakibatkan disfungsi endotel. Angiotensin II diketahui dapat menstimulasi produksi O2" sel otot polos vaskuler (vascular smooth muscle =VSMC) melalui peningkatan aktifitas NAD(P)H oxidase. Pada studi eksperimental dari hipertensi yang diperantarai oleh angiotensin, produksi O2" vaskuler dan aktifitas NAD(P)H oxidase mengalami peningkatan yang bersamaan. Pada model tersebut, hipertensi dan reaktifitas vaskuler dapat diperbaiki dengan pemberian liposome-encapsulated superoxide dismutase. Penelitian klinis mendukung peran patologis dari NAD(P)H oxidase pada gangguan vaskuler. Vena saphenous dari penderita yang menjalani operasi bypass menunjukkan adanya peningkatan aktifitas NAD(P)H oxidase vaskuler. Perubahan tersebut berkorelasi langsung dengan adanya risiko klinis terhadap kejadian atherosclerosis. Salah satu komponen dari NAD(P)H oxidase, p22phox, telah dibuktikan terekspresikan pada arteri koroner manusia yang mengalami atherosclerosis. Selain itu terdapat NAD(P)H oxidase lainnya yang dapat berperan pada signaling ROS vaskuler. Cytochrome P-450 telah lama diketahui sebagai sumber dari produksi O2" melalui aktifitas NADPH oxidase-nya. Enzim utama dari cytochrome P-450 yang merupakan sumber ROS pada dinding vaskuler adalah endothelial NOS (eNOS). Berbagai bentuk dari NOS memiliki aktifitas NADPH oxidase. Telah dibuktikan bahwa aktifitas tersebut mengalami peningkatan pada sel endotelium yang mengalami kekurangan cofactor tetrahydrobiopterin (BH4) dan juga sebagai akibat dari pemaparan terhadap kadar LDL atherogenik.

Gambar 1. Diagram ini menunjukkan bahwa berbagai faktor diantaranya diabetes, viral infection, hypertensio, dyslipidemia, dan oxLDL dapat menyebabkan disfungsi endotel. Keadaan ini pada gilirannya dapat mengakibatkan pengurangan bioavailabilitas NO, sintesis NO, dan penignkatan ROS. Hal tersebut dapat meningkatkan aktifitas angiotensin converting enzyme yang disusul dengan peningkatan angiotensin II dan ROS, serta penurunan bradikinin. Bilamana stimuli tersebut menetap, maka dapat terjadi peningkatan NF-kB, TGF-B, MCP-1, PAI-1, dan IL-6 sel endotel vaskuler, yang diduga berperan pada penting pada berbagai kejadian kardiovaskuler.

{mospagebreak}

Endothelial nitric oxide synthase Dari tiga bentuk isoform NOS (neuronal-NOS, inducible-NOS, endothelial-NOS), eNOS adalah komponen yang paling berperan dalam menjaga homeostasis vaskuler dan sehingga terlibat langsung pada patobiologi disfungsi endotel. Bilamana di-coupled oleh tetrahhydrobiopterin (BH4) dan L-arginine, maka eNOS mengkatalisis produksi dari NO yang berasal dari endotelium. Dalam keadaan uncoupled state, eNOS kekurangan L-arginine atau BH4, sehingga terjadi produksi O2" dan H2O2. Keadaan tersebut terjadi pada disfungsi endotel, menurunnya bioavailabilitas NO, peningkatan produksi O2", dan pembentukan peroksinitrit (ONOO), yang merupakan mediator penting pada peroksidase lipid peroxidation dan pembentukan sel busa pada lesi atherosclerotik. Peroksinitrit dengan mudah mengoksidasi BH4, sehingga mengakibatkan eNOS dalam keadaan uncoupled bersamaan dengan terjadinya disfungsi endotel. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa pemberian BH4 dapat mengembalikan/ memperbaiki vasodilatasi yang tergantung sel endotelium pada keadaan diabetes, dislipidemia, dan obesitas. Dalam keadaan dislipidemia atau atherosclerosis lanjut, pemberian L-arginine (metabolik substrat dari eNOS) dapat memperbaiki efek vasodilatasi yang tergantung endotelium dan sintesis NO. Selanjutknya, ADMA, suatu inhibitor NO endogen, mengalami peningkatan pada penderita hipsertensi, penyakit oklusi arteri perifer, dan penderita penyakit jantung kongestif. Kadar ADMA plasma lebih berkorelasi dengan keberadaan/ derajat disfungsi endotel pada penderita tersebut dari pada kadar kolesterol LDL. Selain itu pemberian L-arginine pada penderita tersebut dapat memperbaiki fungsi endotel. Manfaat tersebut juga terbukti secara klinis, dimana pemberian Larginine dapat menurunkan gejala iskemia dan memperbaiki kapasitas kerja dari penderita dengan koroner yang atherosklerotik atau peripheral arterial occlusive disease. Kita sekarang sedang melakukan pengamatan terhadap peran ADMA pada penderita MetS. 3, 25

Sistem Mitochondrial Peran dari produksi ROS oleh mitochondria dalam signaling vaskuler belum banyak diteliti secara mendalam. Mitochondria diduga memproduksi O2" dari bentuk semiquinone dari Coenzyme Q dan komponen reduksi dari NADH dehydrogenase. Tampaknya inhibisi rantai pernapasan oleh NO dapat mengakibatkan peningkatan produksi ROS. Perlu diingat pula bahwa ROS yang berasal dari

mitochondra dapat memberi dampak terhadap vasokonstriksi hipoksia pada paru. ROS tersebut juga memberikan andil yang besar terhadap kejadian apoptosis.

Paradoks antioksidan Pengaruh sistem metabolisme dan pembersihan terhadap ROS (dan RNS) dapat merupakan faktor utama yang menentukan ekspresi dari proses signaling yang diregulasi oleh radikal bebas tersebut. Pemahaman bahwa stres oksidatif berperan pada proses disfungsi endotel memberikan implikasi adanya potensi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki/ mengembalikan fungsi endotel vaskuler. Hasil penelitian preklinis telah memberikan bukti-bukti yang meyakinkan tentang peran antioksidan terhadap fungsi endotel. Vitamin C, suatu water-soluble scavenger dari radikal bebas yang kuat, dapat menurunkan adhesi monosit terhadap sel endotel, menghambat oksidasi LDL, mengurangi inaktifasi NO, dan merangsang aktifitas eNOS melalui regenerasi dari BH4. Vitamin E, suatu fatsoluble inhibitor dari peroksidasi lipid, juga menghambat adhesi leukosit dan oksidasi kolesterol LDL secara in vitro. 26, 27 Beberapa studi klinis berusaha untuk meng-validasi efek antioksidan. Hasilnya menunjukkan bahwa efek vitamin C terhadap perbaikan fungsi endotel pada penderita dengan penyakit kardiovaskuler. Namun manfaat tambahan vitamin E tampak agak sulit dibuktikan, walaupun terdapat adanya perbaikan efek vasodilatasi yang endothelium-dependent. Selain itu vitamin E juga dapat menurunkan petanda serum dari peroksidase lipid. Namun demikian terdapat juga sejumlah penelitian yang gagal membuktikan hasil yang sama terhadap perbaikan disfungsi endotel atau status oksidatif. 28-31 Walaupun CHAOS trial dapat menunjukkan adanya penurunan risiko kejadian iskemia pada penderita infark miokard, tetapi baik studi HOPE ataupun GISSI trials tidak dapat mendukung pemanfaatan vitamin E terhadap penderita kardiovaskuler. Hal ini diduga bahwa adanya permasalahan dalam cara dan bentuk preparat vitamin E yang diberikan agar dapat bekerja pada sasarannya. Oleh sebab itu dipandang perlu dicarikan penyelesaian alternatif terhadap modalitas untuk mengurangi stres oksidatif. 26

{mospagebreak}

Beberapa Usulan Pengobatan ACE inhibition dan Angiotensin Receptor Blocker Beberapa studi telah mengindikasikan bahwa hipertensi, dislipidemia, obesitas dan infeksi virus, serta merokok dapat menginduksi aktifasi sel endotel vaskuler, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan produksi ROS. (Gambar 1) Sistem Renin Angiotensin diduga berperan pada berbagai konsekuensi dari disfungsi endotel, termasuk diantaranya vasokonstriksi, trombosis, inflamasi, dan remodeling vaskuler. Sebagian besar phenomena tersebut dimediasi melalui mekanisme stres oksidatif. Pengakifan NAD(P)H oxidase and XOD oleh angiotensin II dapat mengakibatkan peningkatan produksi O2"; vasokonstriksi berperan secara langsung terhadap efek

O2" serta melalui degradasi yang diperantarai oleh O2" terhadap komponen vasodilator NO. Berkurangnya bioaktifitas NO mengurangi kemampuan inhibisi terhadap agregasi dan adhesi platelet, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap trombosis. Angiotensin II menyebabkan peningkatan molekul inflamasi NF-B dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) melalui jalur oxidant-dependent. Stres oksidant, yang dihasilkan oleh angiotensin II dapat menstimulasi gp91phox vaskuler, suatu NADPH pada membran sel, mempromosi hipertrofi sel otot polos dan remodeling. Telah dihipotesiskan bahwa angiotensin II dapat mengawali mekanisme umpan balik positif dari suasana stres oksidatif, inflamasi, dan disfungsi endotel yang mempertahankan suasa disfungsi endotel pada penyakit vaskuler. Lesi atherosclerotik banyak mengandung ACE, memproduksi kadar angiotensin II yang tinggi, sehingga mengakibatkan produksi stres oksidatif yang tinggi pula. Hasil akhir dari status inflamasi akan menarik sel-sel inflamasi, yang banyak diantaranya memiliki kemampuan untuk menghasilkan peningkatan produksi angiotensin II. 30, 32-34 Peran angiotensin II dalam patogenesis disfungsi endotel dapat dilihat dari kenyataan klinis tentang adanya perbaikan fungsi endotel pada penggunaan ACE inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blockade (ARB). Manfaat ACE-I tampaknya berdiri sendiri dari kemampuan menurunkan tekanan darah. Hal ini mengindikasikan bahwa kemungkinan dampak yang menguntungkan tersebut sebagai akibat terhadap penghambatan ACE jaringan. Dalam studi TREND, penderita normotensif yang disertai dengan gambaran atherosklerotik koroner secara angiografi diobati dengan menggunakan quinapril, suatu ACE-I dengan afinitas terhadap ACE jaringan yang sangat tinggi. Pada kelompok penderita tersebut terjadi perbaikan vasodilatasi yang endothelium-dependent dari pembuluh darah koroner, tanpa adanya penurunan tekanan darah yang bermakna. Pada studi BANFF juga memberi bukti yang seirama dengan pentingnya spesifisitas terhadap ACE jaringan. Disfungsi endotel pada pernderita dengan penyakit jantung koroner (CAD) mengalami perbaikan dengan pemberian quinapril tetapi tidak dengan enalapril yang merupakan ACE-I yang humoral aktif. Walaupun fungsi endotel tidak diuji secara eksplisit pada studi HOPE, hasil dari penelitian yang melibatkan sampel yang sangat besar ini, membuktikan bahwa ACE-I yang memiliki afinitas jaringan tinggi (ramipril) memberikan keuntungan bagi penderita dangan CAD. Hasil studi tersebut mengindikasikna bahwa terdapat penurunan secara bermakna dari segi morbiditas dan mortalitas pada kelompok yang diberikan penghambatan ACE, tanpa disertai dengan efek antihipertensif. Hasil ini sekali lagi membuktikan bahwa interfensi terhadap angiotensin II dan atau stres oksidatif, serta siklus respons inflamasi memberikan dampak yang baik terhadap pengembalian fungsi endotel. 35-38 Mengingat peran angiotensin II terhadap kejadian disfungsi endotel, ARB memberikan suatu pilihan alternatif, yang memiliki dampak terapi yang sama. Namun demikian studi klinis yang melibatkan jumlah sampel yang besar masih belum dilaporkan hingga saat ini. Walaupun pengobatan secara jangka panjang dengan losartan menunjukkan adanya perbaikan terhadap fungsi endotel, remodeling vaskuler dan bioavailabilits NO pada beberapa studi, namun demikian studi BANFF tidak memberikan kesimpulan yang sama. Terjadinya perbedaan hasil klinis dari ACE-I dan ARB disebabkan karena kedua golongan obat tersebut mempunyai efek yang berbeda terhadap kemampuan degradasi ACE terhadap bradykinin, suatu stimulator eNO yang sangat kuat. 26, 39, 40 Statin- Lipid-lowering agent Bentuk kolesterol LDL yang teroksidsi (oxLDL) berperan penting pada patogenesis disfungsi endotel. Jejas vaskuler awal dari yang dapat menyebabkan atherosclerosis mengakibatkan dinding vaskuler

permeable terhadap berbagai lipoprotein seperti VLDL cholesterol, chylomicrons, dan kolesterol LDL, sehingga mengakibatkan terperangkapnya lipid tersebut pada lapisan intima dari vaskuler.Kolesterol LDL kemudian akan mengalami oksidasi oleh superoxide yang dihasilkan oleh NAD(P)H oxidase makrofag. Hiperkolesterolemia cenderung mengakibatkan oksidasi LDL melalui peningkatan substrat, perubahan konformasi LDL yang lebih rentan terhadap oksidasi dan peningkatan produksi O2" vaskuler. OxLDL dapat merangsang sejumlah proses redox-sensitive yang mempunyai dampak jelek terhadap fungsi endotel. Melalui penghambatan terhadap eNOS dan inaktifasi NO, oxLDL dapat menurunkan bioavailabilitas NO. OxLDL dapat mempromosi proses inflamasi melalui aktifasi NF-B, yang akan mencetuskan pembentukan sitokin inflamasi dan molekul adhesi melalui jalur redoxsensitive. Pelepasan mediator inflamasi pada gilirannya dapat mengaktifkan produksi ROS, termasuk diantaranya NAD(P)H oxidase dan XOD. Melalui proses tersebut dapat dikatakan bahwa oxLDL merupakan konsekuensi dan mediator stres oksidatif. Dengan kata lain terlibat dalam siklus mempertahankan suasana oksidatif stres terhadap lipoprotein yang pada gilirannya menyebabkan suasana inflamasi dan stres oksidatif yang lebih jauh. 11, 41, 42 Dalam penelitian awal dengan menggunakan HMG CoA reductase inhibitors (statins) menunjukkan bahwa adanya perbaikan terhadap fungsi endotel yang sejalan dengan penurunan lipid. Namun demikian berbagai uji klinis selanjutnya mengindikasikan bahwa perbaikan disfungsi endotel adalah sebagai akibat dari efek pleotropik yang dimiliki oleh statin, terlepas dari manfaat penurunan lipid. Baik lovastatin dan simvastatin dapat menstabilkan gen yang bertanggung jawab terhadap eNOS. Statins juga menurunkan kadar dari komponen perantara yang terlibat dalam sintesis kolesterol, yang berpotensi terhadap perbaikan atherogenesis. Terutama, terhadap geranylgeranyl pyrophosphate yang terlibat dalam signaling terhadap molekul yang berperan dalam produksi ROS, peningkatan sensitifitas kalsium sel otot polos vaskuler, dan ekspresi endotelin-1a (ET-1a), suatu vasokonstriktor yang kuat. Selain itu, tampaknya statin dapat mengganggu stres oksidatif dan siklus inflamasi. Dalam salah satu studi eksperimental dengan binatang coba yang hiperkolesterol, simvastatin dapat mempertahankan fungsi endotel sementara menurunkan marker dari stres oksidatif, tanpa adanya efek penurunan lipid. Selanjutnya, terapi pada binatang coba yang hipertensi juga memperbaiki disfungsi endotel, serta penurunan ekspresi p22phox dan produksi ROS. Telah dilaporkan pula bahwa statin juga memiliki efek antioksidan yang dapat memperbaiki disfungsi endotel, termasuk efek penghambatan terhadap oksidasi LDL dan peningkatan regulasi eNOS. Akhirnya, statins dapat menghambat IL-1b (Interleukin-1b) serta peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) dan , yang dikenal sebagai mediator inflamasi. Mengingat efek pleotropik antioksidan dan antiinflamsi, maka diduga di kemudian hari penggunaan statin merupakan salah satu modalitas yang sangat penting dalam memperbaiki fungsi endotel dan mempertahankan kesehatan vaskuler. 24, 43, 44

{mospagebreak} Insulin-sensitizing agents Disfungsi endotel diduga sudah terjadi dalam berbagai tingkatan spektrum pada status resistensi insulin, termasuk diabetes tipe-2, obesitas, dan metabolic syndrome (MetS). Antioksidan terbukti dapat memperbaiki disfungsi endotel pada diabetes tipe-2, hal ini mengindikasikan bahwa adanya hubungan sebab-akibat antara stes oksidatif dengan disfungsi endotel. Salah satu penjelasan yang

rasional untuk menerangkan hubungan tersebut adalah kejadian hiperglikemia dan dampak stres oksidatif yang diakibatkannya. Peningkatan kadar glukosa, melalui glyco-oxidation dari glucose dan pembentukan advanced glycosylation end-products (AGE), mengakibatkan peningkatan produksi stres oksidatif yang tidak diatasi oleh antioksidan seperti vitamin E, glutathione, catalase, dan superoxide dismutase. Partikel LDL yang kecil, padat, dan kaya akan trigliserida merupakan LDL yang sering ditemukan pada diabetes, adalah lipoprotein yang dalam keadaan glycated, rentan terhadap modifikasi oksidatif melalui mekanisme bertahap. Oksidasi akan mengkonfersi LDL menjadi partikel atherogenik, sehingga terjadi penurunan bioavailabilitas NO, dan secara tidak langsung gangguan fungsi dilatasi endotel. Selain itu, hiperglikemia juga mengurangi ketersediaan NADPH, suatu kofaktor untuk pembentuan NO, yang akan lebih mengurangi bioavailabilitas NO. 16, 42, 45 Berbagai penelitian yang terbatas menunjukkan bahwa troglitazone, suatu prototip thiazolidinedione (TZD), dapat memperbaiki fungsi endotel pada berbagai keadaan prediabetes dan diabetes, dengan atau tanpa gangguan vaskuler penyerta seperti angina atau peripheral arterial disease (PAD). Hasil penelitian telah memberikan penjelasan yang lebih kuat bahwa adanya manfaat perbaikan tersebut sebenarnya merupakan kemampuan TZD memodulasi proses oksidatif. Pemberian troglitazone terhadap penderita obes dapat memperbaiki reaktifitas arteri brachialis, sementara itu dapat mengurangi produksi ROS dan peroksidase lipid. Keuntungan tersebut, sebernarnya terlepas dari potensi penurunan lipid, anti-hipertensi, atau efek hipoglikemia. Pemberian troglitazone paa obes yang diabetes tipe-2 juga menurunkan produksi ROS yang sejalan dengan penurunan kadar p47phox dari leukosit PMN, yang merupakan subunit utama dari NAD(P)H oxidase. Potensi antioksidan dari troglitazone disertai dengan efek anti-inflamasi. Pada penelitian ini telah dibuktikan pula bahwa troglitazone menghambat NF-B, menurunkan kadar C-reactive protein, dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Troglitazone juga mengakibatkan perubahan konformasi dari LDL sehingga resisten terhadap oksidasi. Kemampuan tersebut mengakibatkan peningakatan kadar kolesterol LDL yang kurang oksidatif, pengurangan kolesterol LDL yang kecil dan padat (small dense LDL cholesterol), dan peningkatan kadar kolesterol HDL. Bukti In vitro mengindikasikan bahwa thiazolidinediones dapat memperbaiki kemampuan fibrinolisis dan remodelling vaskuler. Walaupun ketersediaan troglitazone di klinik tidak ada lagi, sebagai akibat adanya beberapa efek samping yang tidak menguntungkan, namun efek yang bermanfaat tersebut diharapkan dari PPAR- and PPAR- agonists lainnya seperti pioglitazone.18, 46-48 Walaupun mekanisme kerja preparat tersebut masih membuktikan pembuktian yang lebih dalam, metformin yang merupakan golongan biguanide insulin-sensitizing agent telah terbukti memiliki potensi anti-oksidan. Pada model tikus yang insulin resistance, metformin telah terbukti mengurangi peroksidasi lipid sementara itu meningkatkan kadar superoxide dismutase eritrosit dan glutathione plasma. Metformin juga memperbaiki disfungsi endotel arteri brachialis dan insulin resistance pada penderita diabetes tipe-2, suatu keuntungan yang terlepas dari kemampuan efek hipoglikemik. Namun masih diperlukan data yang meyakinkan tentang potensi antioksidan dari metformin sehingga dapat digunakan sebagai salah satu modalitas pendekatan therapeutic terhadap disfungsi endotel. 18, 46-48

{mospagebreak} Kesimpulan

Disfungsi endotel adalah merupakan salah satu jalur stress-induced dari aktifasi signaling oksidatif intraselluler dan modulasi sekunder dari ekspresi gen inflamasi vaskuler, sehingga memperburuk suasana gangguan keseimbangan redoks. Oleh sebab itu, pendekatan dengan antioksidan dan anti-inlfmasi yang mengarahkan pada mekanisme patologik oksidatif merupakan suatu modalitas terapi untuk memperbaiki respons endotel normal. Terdapat sejumlah terapi kardiovaskuler konvensional yang diarahkan terhadap faktor risiko kardiovaskuler telah memberikan sejumlah perbaikan yang berarti dalam mengembalikan fungsi endotel yang normal. Mekanisme signalling oksidant sekarang dianggap memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga fungsi vaskuler normal. Walaupun bukti preklinis mendukung penggunaan terapi vitamin antioksidant, namun berbagai uji klinis yang besar gagal membuktikan hubungan yang berarti antara terapi vitamin antioksidan dengan perbaikan fungsi vaskuler. Bahkan terdapat sejumlah laporan yang menunjukkan bahwa vitamin antioksidan bukan saja tidak efektif, tetapi mempunyai dampak yang jelek terhadap kesehatan vaskuler. Pengungkapan peran oksidan pada patobiologi penyakit vaskuler diharapkan dapat mengfasilitasi perancangan/ pembuatan obat antioksidan yang dapat ditargetkan terhadap mekanisme oksidatif yang patologis, serta mempertahankan fungsi homeostasis yang tergantung pada signaling oksidatif. Tentunya keberhasilan pengobatan kardiovaskuler konvensional yang menggunakan ACE inhibitors, Angiotensin Receptor Blockers, Lipid Lowering Agents, dan Insulin Sensitizing Agents, dalam dapat memperbaiki fungsi endotel sangat tergantung pada potensi obat tersebut mentargetkan sasarannya yang lebih spesifik terhadap komponen proses oksidatif. Tantangan di kemudian hari adalah untuk menentukan target terapi terhadap komponen yang berperan pada terjadinya stres oksidatif dan inflamasi. Sehingga pencegahan primer terhadap gangguan fungsi endotel dapat dilakukan. Komponen farmakologis yang dapat mengatur kadar dari oksidatif spesies atau dapat memodulasi enzim yang terlibat pada jalur signaling oksidatif merupakan pengharapan yang sangat potensial terhadap penanganan gangguan vaskuler secara dini.

Anda mungkin juga menyukai