Anda di halaman 1dari 7

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Januari sampai November 2009.

Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah daun dan biji Tephrosia vogelii bunga ungu dan bunga putih yang diperoleh dari kebun organik Bina Sarana Bakti, Cisarua, Bogor (914,4 m dpl, 64117,51 LS dan 1065655,42 BT) dan buah P. cubeba yang diperoleh dari pasar lokal di

Yogyakarta. Daun dan biji T. vogelii bunga ungu dan bunga putih kemudian diidentifikasi spesiesnya di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Penyiapan Tanaman Pakan Tanaman brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) digunakan untuk penyediaan pakan serangga uji serta sebagai medium perlakuan pada uji hayati di laboratorium. Untuk keperluan pakan serangga uji, tanaman brokoli diperbanyak secukupnya. Benih brokoli cv. Green Magic disemai dalam nampan semai yang diisi media semai campuran tanah dan kompos Super Metan. Bersamaan dengan penyemaian dilakukan pemupukan dengan pupuk majemuk pelepasan perlahan Dekastar (NPK 18-9-10+TE). Setelah bibit berumur 4 minggu atau sekurangkurangnya memiliki empat helai daun, bibit dipindahkan ke polybag kapasitas 5 kg yang diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v). Pada setiap polybag ditanam satu bibit tanaman. Setelah berumur 4 minggu, tanaman dipupuk NPK dengan dosis 1 gram per polybag. Pupuk ditabur

melingkar mengelilingi tanaman, lalu ditutup tanah dan disiram. Pemeliharaan tanaman brokoli yang dilakukan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan gulma, dan pengendalian hama secara mekanis. Setelah tanaman brokoli berumur 2 bulan, daunnya dapat digunakan sebagai pakan larva C. pavonana.

Pemeliharaan Serangga Uji Serangga C. pavonana yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koloni yang diperbanyak di laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Pada dasarnya pembiakan serangga tersebut dilakukan mengikuti prosedur yang digunakan oleh Basana dan Prijono (1994). Imago C. pavonana dipelihara dalam kurungan plastik-kasa berbingkai kayu (50 cm x 50 cm x 50 cm) dan diberi makan larutan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas yang digantungkan di dalam kurungan. Daun brokoli

ditempatkan dalam tabung film berisi air dan diletakkan di dalam kurungan sebagai tempat peletakan telur. Kelompok telur pada daun brokoli dikumpulkan setiap hari. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik (28 cm x 25 cm x 5 cm) berjendela kasa yang dialasi kertas stensil sebagai kertas hisap, dan diletakkan daun brokoli bebas pestisida sebagai pakannya. Larva instar II digunakan untuk pengujian. Bila tidak digunakan untuk pengujian, sebagian larva dipelihara lebih lanjut dalam wadah plastik (35 cm x 25 cm x 6 cm) berisi daun brokoli. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik lain yang berisi serbuk gergaji sebagai medium untuk berpupa. Pupa beserta

kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa seperti di atas sampai muncul imago untuk pemeliharaan selanjutnya.

Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak Daun dan biji T. vogelii bunga ungu dan bunga putih dikeringanginkan, kemudian daunnya dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk, sedangkan bijinya ditumbuk menggunakan alat penumbuk dari batu lalu digiling dengan blender. Buah P. cubeba langsung digiling dengan blender. Setiap bahan tumbuhan yang sudah diblender diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan 0,5 mm. Serbuk daun T. vogelii 300 g, biji T. vogelii 100 g, dan buah P. cubeba 500 g, masing-masing direndam dalam 3 L, 1 L, dan 1,5 L etil asetat selama sekurangkurangnya 24 jam. Rendaman masing-masing serbuk tumbuhan kemudian

disaring menggunakan corong kaca yang dialasi kertas saring. Hasil saringan

kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 C dan tekanan 240 mbar sehingga diperoleh ekstrak kasar. Etil asetat hasil penguapan yang diperoleh digunakan kembali untuk membilas residu pada perendaman dan corong kaca. Pembilasan dan perendaman ini dilakukan berulang-ulang sehingga pada perendaman terakhir larutan hasil penyaringan berwarna sangat muda (hampir tidak berwarna). Ekstrak yang diperoleh dari daun T. vogelii berbentuk padat dan berwarna hijau pekat, ekstrak biji T. vogelii berbentuk padat dan berwarna cokelat kemerahan, dan ekstrak buah P. cubeba berbentuk campuran cair dan padat dan berwarna cokelat kemerahan. Fase padatan ekstrak P. cubeba digunakan untuk pengujian setelah dipisahkan dari fase cairnya. Setiap ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari es ( 4 C) hingga saat digunakan

Pemeriksaan Kualitatif Komponen Ekstrak T. vogelii Pemeriksaan kualitatif komponen ekstrak etil asetat daun dan biji T. vogelii bunga ungu dan bunga putih dilakukan dengan teknik kromatografi lapisan tipis (thin layer chromatographyTLC). Keempat jenis ekstrak tersebut dilarutkan secara terpisah dalam aseton pada konsentrasi 1%. Setiap larutan ekstrak T. vogelii diteteskan dengan menggunakan pipet mikro masing-masing sebanyak 10 l pada pelat aluminium TLC berlapiskan gel silika (Silica Gel F254, Merck) sebagai penjerap. Penetesan dilakukan pada jarak 1,5 cm dari bagian dasar pelat. Pelat TLC yang telah mengandung bercak ekstrak diletakkan pada posisi berdiri dalam sebuah tangki gelas pengembang TLC yang berisi campuran pelarut kloroform dan dietileter (19:1) sebanyak 100 ml. Pelarut akan bergerak ke atas dengan gaya kapiler pada lapisan tipis gel silika membawa campuran komponen pada laju yang berbeda (menunjukkan adanya pemisahan). Komponen ekstrak yang bersifat lebih nonpolar akan bergerak lebih cepat ke atas terbawa oleh pelarut, sedangkan yang bersifat lebih polar akan tertinggal karena tertahan oleh penjerap gel silika yang bersifat polar. Setelah pelarut pada lapisan tipis penjerap bergerak hingga batas atas yang telah ditentukan, pelat TLC diangkat dan dikeringkan di dalam kamar asap. Bercak-bercak komponen ekstrak pada pelat TLC dideteksi dengan menggunakan sinar ultraviolet 254 nm di dalam

ruangan gelap. Posisi setiap bercak pada pelat TLC ditandai dan diukur jarak bergeraknya dari garis awal. Selanjutnya faktor retensi (Rf) komponen-komponen utama yang terdeteksi dihitung dengan rumus berikut: Jarak pergerakan komponen (cm) Rf =
Jarak pergerakan pelarut (cm)

Metode Pengujian Pengujian dilakukan melalui dua tahap yaitu, uji pendahuluan dan uji lanjutan. Pada uji pendahuluan, ekstrak daun T. vogelli bunga ungu dan bunga putih diuji masing-masing pada konsentrasi 0,05%, 0,1% 0,2%, 0,4%, dan 0,6% (w/v), sedangkan ekstrak biji T. vogelii diuji pada konsentrasi 0,05%, 0,1% 0,2%, dan 0,4% (w/v). Konsentrasi ekstrak P. cubeba pada uji pendahuluan ialah 0,1%, 0,25%, 0,5%, dan 1% (w/v). Semua pengujian dilakukan dengan menggunakan metode celup daun. Ekstrak daun dan biji T. vogelii dicampur dengan pelarut metanol dan pengemulsi Tween-80 (5:1) kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi akhir metanol dan Tween-80 dalam suspensi ekstrak uji masing-masing 1% dan 0,2% (v/v). Air yang

mengandung pelarut metanol 1% dan pengemulsi Tween-80 0,2% digunakan sebagai larutan kontrol. Ekstrak buah P. cubeba dicampur dengan campuran aseton, metanol, dan Tween-80 (2,5:7,5:2, konsentrasi akhir 0,25%, 0,75%, dan 0,2%) kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diinginkan. Larutan kontrol berupa akuades yang mengandung aseton 0,25%, metanol 0,75%, dan Tween-80 0,2%. Untuk pengujian campuran, kedua jenis ekstrak dicampur dengan campuran aseton, metanol, dan Tween-80 (5:5:2, konsentrasi akhir 0,5%, 0,5%, dan 0,2%) kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diinginkan. Larutan kontrol berupa akuades yang mengandung aseton 0,5%, metanol 0,5%, dan Tween-80 0,2%. Semua suspensi ekstrak dikocok dengan mengunakan pengocok ultrasonik agar ekstrak dapat tersuspensikan secara merata di dalam air.

Daun brokoli segar dan bebas pestisida yang dipotong 4 cm x 4 cm dicelup satu per satu dalam suspensi ekstrak dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata lalu dikeringudarakan. Daun kontrol dicelup dalam larutan kontrol yang sesuai. Setiap potong daun perlakuan dan daun kontrol diletakkan secara terpisah di dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang dialasi tisu yang ukurannya melebihi diameter cawan. Cawan petri diletakkan pada posisi terbalik. Alas tisu diletakkan pada bagian tutup cawan, sedangkan bagian dasar cawan ditutupkan di atas tisu. Dengan demikian, bagian tutup dan dasar cawan tersekat tisu sehingga larva uji tidak dapat keluar dari dalam cawan. Sebanyak 15 ekor larva instar II C. pavonana yang baru ganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian diberikan daun kontrol atau daun perlakuan sesuai konsentrasinya (satu daun/cawan), dan larva tersebut dibiarkan makan selama 24 jam. Setelah 24 jam ditambahkan daun perlakuan atau daun kontrol secukupnya. Dua puluh empat jam berikutnya, daun perlakuan diganti dengan daun tanpa perlakuan. Jumlah larva yang mati diamati dan dicatat setiap hari sampai hari ke-3 (72 jam sejak awal perlakuan [JSAP]). Setiap perlakuan dan kontrol ekstrak daun dan biji T. vogelii diulang empat kali dan perlakuan ekstrak P. cubeba diulang tiga kali. Ekstrak yang cukup efektif pada uji pendahuluan, yaitu yang mengakibatkan kematian serangga uji 50%, diuji lebih lanjut pada enam taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian antara 15% dan 95%. Cara pengujian dan pengamatan pada uji lanjutan ekstrak tunggal dan uji campuran sama seperti pada uji pendahuluan, tetapi dalam uji lanjutan dan uji campuran ini setiap perlakuan diulang enam kali dan pengamatan dilakukan sampai hari ke-4. Data mortalitas kumulatif pada 48, 72, dan 96 JSAP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987). Data persentase larva yang telah menjadi instar III pada 48 JSAP dan instar IV pada 96 JSAP diolah dengan sidik ragam berdasarkan rancangan acak lengkap dan pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan paket program SAS (SAS Institute 1990).

Pembandingan Toksisitas Ekstrak Tunggal Pembandingan toksisitas di antara ekstrak tunggal dilakukan dengan cara menghitung nisbah toksisitas pasangan ekstrak pada taraf LC50 dan LC95 pada selang kepercayaan 95% nisbah toksisitas tersebut. Penentuan kesetaraan toksisitas dihitung dengan mengikuti langkah-langkah berikut (Robertson et al. 2007): (1) menghitung = x ,

pada taraf LC50 (x50 = 0) dan LC95 (x95 = 1,645) dan , masing-masing intersep dan slope regresi probit ekstrak ke- i i = 1,2; kode 1 untuk ekstrak yang LC50 atau LC95-nya lebih besar. (2) menghitung ( ), ( ), dan ( )= ()+2 ( , ) + ( )

( , ) diperoleh dari matriks variance-covariance

pada output POLO-PC (3) menghitung dan =

( )

(4) menghitung nisbah LC50 dan LC95 dan selang kepercayaan 95% Nisbah = 10a ; batas bawah = 10(a-2) ; batas atas = 10(a+2). Toksisitas dua jenis ekstrak berbeda nyata bila batas bawah selang kepercayaan 95% dari nisbah tersebut lebih besar dari satu.

Analisis Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak T. vogelii dan P. cubeba Sifat aktivitas campuran ekstrak T. vogelii yang paling aktif dan fraksi padatan ekstrak buah P. cubeba dianalisis berdasarkan model kerja bersama berbeda dengan menghitung indeks kombinasi pada taraf LC50 dan LC95. Indeks kombinasi (IK) pada taraf LCx tersebut dihitung dengan rumus berikut (Chou & Talalay 1984): IK = LC LC
( )

LC

LC

LC

LC

LC

LC

LCx1 dan LCx2 masing-masing merupakan LCx ekstrak T. vogelii yang paling aktif dan fraksi padatan ekstrak buah P. cubeba pada pengujian terpisah; LCx1(cm) dan LCx2(cm) masing-masing LC komponen T. vogelii yang paling aktif dan P. cubeba dalam campuran yang mengakibatkan mortalitas x (misal 50% dan 95%). Nilai LC tersebut diperoleh dengan cara mengalikan LCx campuran dengan proporsi konsentrasi komponen T. vogelii dan P. cubeba dalam campuran. Kategori sifat interaksi campuran adalah sebagai berikut (Gisi 1996; Kosman & Cohen 1996): (1) bila IK < 0,5, komponen campuran bersifat sinergistik kuat; (2) bila 0,5 IK 0,77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah; (3) bila 0,77 < IK 1,43, komponen campuran bersifat aditif; (4) bila IK > 1,43, komponen campuran bersifat antagonistik.

Anda mungkin juga menyukai