Anda di halaman 1dari 22

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

HUBUNGAN HUKUM DENGAN NILAI NILAI SOSIAL BUDAYA

TUGAS KELOMPOK FILSAFAT HUKUM


DIBUAT OLEH : NURUL SYAFUAN, S.H.,S.E.,M.M. NIM : 10720005 MEGA PERKASA, S.H. NIM : 10720006

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

HUKUM DAN NILAI SOSIAL BUDAYA A. FILSAFAT HUKUM : Hukum dan Nilai Sosial Budaya Antara hukum di satu pihak dengan nilai nilai sosial budaya di lain pihak terdapat kaitan yang erat. Hal ini telah dibuktikan bersifat penyelidikan beberapa ahli antropofogi hukum, baik bersifat perintis seperti Sir Henry Maine, A.M. Post dan Yosef Kohler maupun Malinowski dan R.H. Lowie di abad ini. Kaitan yang erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu ternyata bahwa hukum yang baik tidak lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Indonesia masa kini berada dalam masa transisi. Yaitu sedang terjadi perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dari nilai-nilai yang bersifat tradisional ke nilai-nialai yang modern. Namun, masih menjadi persoalan nilai-nilai manakah yang hendak ditinggalkan dan nilai-nilai baru mana yang akan menggantikannya. Sudah barang tentu dalam proses perubahan ini akan banyak dihadapi hambatan-hambatan yang kadang-kadang akan menimbulkan keresahan-keresahan maupun kegoncangan di dalam masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja misalnya, mengemukakan beberapa hambatan utama seperti jika yang akan diubah itu identik dengan kepribadian nasional, sikap golongan intelektual dan pimpinan masyarakat yang tidak mempraktekkan nilai-nilai yang dianjurkan di samping sifat heterogenitas bangsa Indonesia, yang baik tingkat kemajuannya, agama serta bahasanya berbeda satu dengan lainnya.
B. HUKUM SEBAGAI ALAT PEMBAHARUAN DALAM MASYARAKAT

Pemikiran tentang hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat berasal dari Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal An Introduction to the Philosphy of Law (1954). Disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi Law asa a tool of sodal engineering yang merupakan inti pemikiran dari aliran Pragmatic Legal Realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia melalui Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya dari pada di Amerika dalam proses pembahasan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme dari konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama dari penerapan faham tegisme yang banyak ditentang di Indonesia. Sifat mekanisme baru tampak dengan digunakannya istilah tool oleh Roscoe Pond. Itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah sarana daripada alat. Di samping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

Indonesia, konsepsi tersebut dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop6 dan policy-oriented dari Laswell dan Mc Dougal. Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat beruapa undangundang atau yurisprudensi atau kombinasi telah dikemukakan di muka, di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan. Yurisprudensi juga berperan, namun tidak seberapa. Lain halnya di Negara-negara yang menganut sistem presiden. Sudah barang tentu peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting. Agar dalam pelaksanaan perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran Sociplogicai Jurisprudence, yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Jadi, mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan (bekerja) dan akan mendapat tantangan-tantangan. Beberapa contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam arti mengubah sikap mental masyarakat tradisional ke arah modern, misalnya larangn pengayauan di Kalimanatan, larangna penggunaan koteka di Irian Jaya, keharusan pembuatan sertifikat tanah dan banyak lagi terutama di bidang penanaman modal asing, hukum dagang dan perdata lainnya yang bukan hukum perdata keluarga yang masih dianggap senative sifatnya.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

NILAI NILAI SOSIAL BUDAYA Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun. Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi perananperanan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya. Ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut.

Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat. Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir). Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar) Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia. Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat. Cenderung berkaitan satu sama lain.

Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

NILAI DOMINAN Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.

Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat. Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal. Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.

NILAI MENDARAH DAGING (INTERNALIZED VALUE) Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guu yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. PENGERTIAN NILAI MENURUT PARA AHLI Kimball Young Mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat. A.W.Green Nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek. Woods Mengemukakan bahwa nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

M.Z.Lawang Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut. Hendropuspito Menyatakan nilai adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia. Pencarian kembali nilai-nilai dasar kemajuan bangsa bisa diawali dengan mengeksplorasi nilai-nilai yang bersumber dari khasanah agama (Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan kepercayaan) yang hidup di bumi Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa walaupun secara ekonomi atau pembangunan material relatif tertinggal, kebesaran bangsa Indonesia di mata dunia pada 1-2 dekade setelah merdeka ditentukan oleh kuatnya pengembangan harga diri bangsa dan national character buillding (NCB). Penanaman nilai harga diri bangsa yang tinggi telah menjadikan Indonesia sebagai bangsa terhormat dan disegani di mata bangsa atau negara lain yang lebih dahulu merdeka dan lebih maju di bidang ekonomi, politik dan keamanan. Sebagai langkah awal bisa diajukan 12 NSB yang dianggap berperan besar dalam memajukan bangsa Indonesia di masa datang, yaitu: rasa malu & harga diri, kerja keras, rajin, hidup hemat, menghargai inovasi, menghargai prestasi, berpikir sistematik, empati tinggi, rasional/impersonal, sabar dan syukur, amanah, dan pentingnya visi jangka panjang. Dalam strategi implementasinya, 12 NSB ini perlu dikaitkan dengan 4 (empat) komponen atau indikator kemajuan bangsa, yaitu: produktivitas bangsa yang tinggi, dicapainya keadilan dan kehormatan bangsa, terwujudnya solidaritas atau kesatuan bangsa, serta keberlanjutan bangsa melewati batas generasi dan atribut etnis Sebelum melangkah lebih jauh kepada pembahasan mengenai topik diatas, marilah kita ambil sebuah perumpamaan. Seandainya pada satu saat seluruh kekayaan masyarakat dikumpulkan, lalu dibagikan kembali secara merata kepada warganya sehingga tidak ada lagi kesenjangan sosial, apakah yang akan terjadi pada 5 sampai 10 tahun kemudian? Masih samakah kekayaan dan tingkat kesejahteraan mereka? Kemungkinan sekali tidak, dan kemungkinan sekali kesenjangan sosial akan muncul kembali. Mengapa bisa demikian? Faktor-faktor apa yang menyebabkan hal ini? Barangkali tidak satu jawabanpun yang bisa memberikan kepuasan atas pertanyaan itu, karena tidak ada seorangpun yang akan berani mencoba merealisasikan atau membuktikan pengandaian tersebut. Oleh karenanya, ulasan dalam bab ini juga bersifat tidak pasti atau belum tentu, dan membuka peluang yang sangat lebar untuk diperdebatkan atau diajukannya teori-teori dan alasan-alasan lain yang lebih masuk akal. Salah satu faktor penyebab yang bisa dikemukakan adalah pandangan/filsafat hidup yang dianut oleh seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengertian filsafat hidup disini meliputi sistem kepercayaan, tradisi-tradisi budaya yang turun-temurun, dan nilai-nilai sosio-psikologis, yang kesemuanya itu diyakini kebenarannya serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh misalnya ungkapanTUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

ungkapan yang melekat pada sikap dan perilaku orang Jawa seperti alon-alon waton kelakon, urip mung mampir ngombe, mangan ora mangan asal kumpul, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut sering dianggap sebagai penyebab rendahnya etos kerja, lambannya proses kemajuan, dan lemahnya semangat pengabdian aparat pemerintah, sehingga harus diubah menjadi nilai baru yang lebih dinamis seperti cepet nanging kelakon, urip iku ora mung mampir ngombe, kumpul ora kumpul asal mangan, dan sebagainya. Tuntutan dunia modern memang menghendaki sikap hidup pragmatis, efektif, dan efisien. Tetapi benarkah ungkapan diatas menyebabkan segala sesuatu menjadi berbelit-belit, inefekfif dan inefisien? Untuk menjawabnya dan agar tidak terjebak kepada anakronisme harus dikembalikan pada zaman dan budaya pendukungnya. Orang-orang Jawa tempo doeloe, adalah masyarakat yang menghendaki terjadinya keserasian dan keseimbangan (harmony) dalam segala aspek kehidupan, yang tercermin dalam konsep-konsep lingga-yoni, kawula-gusti, warangka-curiga, mikrokosmos-makrokosmos, dan sebagainya. Unsur yang satu membutuhkan unsur yang lain, sehingga jika salah satu unsurnya hilang, maka hilang pulalah keharmonisan komunitas. Konsep-konsep yang digunakan memang berupa lambang-lambang atau simbol-simbol (sesuai dengan sifat orang Jawa sebagai homo simbolicum), dan ungkapan diatas sebenarnya juga merupakan lambang atau simbol. Itulah sebabnya tidak bisa diartikan secara harfiah, melainkan harus dicari, apa maksud yang tersembunyi didalamnya. Ungkapan mangan ora mangan asal kumpul bukan berarti bahwa orang Jawa adalah manusia-manusia yang tahan lapar, atau yang tidak mempunyai sepeser uangpun untuk membeli sejumput padi, ataupun manusia malas yang maunya hanya kumpul terus. Dalam ungkapan ini terdapat dua kata kunci, yakni (makan) dan kumpul. Makan adalah manifestasi dari nafsu biologis dan kepentingan perseorangan, sedang kumpul menunjukkan adanya kehidupan berkelompok atau bermasyarakat. Dengan demikian, ungkapan mangan ora mangan asal kumpul pada dasarnya ingin mengatakan bahwa orang Jawa merasa menjadi bagian integral dari masyarakatnya dan bersedia mendahulukan kepentingan kelompok/umum dari pada kepentingan individu. mangan Demikian pula terhadap ungkapan alon-alon waton kelakon. Adalah kurang tepat jika diartikan sebagai sikap hidup ragu-ragu, malas dan pesimis. Justru sebaliknya, hal itu menandakan manusia yang berpandangan optimis yang mampu melihat jauh kedepan, disamping merupakan anjuran untuk melakukan pekerjaan secara cermat agar selesai dengan baik. Orang Jawa dengan kekuatan spiritual atau kebatinannya yang didapatkan dari kegiatan-kegiatanasketis seperti semadi/tapa, pasa atau nglakoni (melaksanakan suatu syarat untuk suatu tujuan), selalu yakin akan kekuatan diri sendiri dan yakin pula bahwa apa yang dicita-citakan pasti akan terwujud. Jadi, mengapa harus tergesa-gesa kalau sesuatu yang dikejar itu pasti datang? Namun dalam hal ini harus diakui bahwa hanya orang-orang tertentu yang sudah mencapai taraf weruh sadurunge winarahlah yang bisa menghayati ungkapan alon-alon waton kelakon. Adapun ungkapan urip mung mampir ngombe menunjukkan bahwa kehidupan manusia didunia begitu cepatnya, ibarat sepeminuman segelas air. Disini terkandung makna bahwa setelah selesai minum, masih ada kewajiban lain yang lebih penting. Oleh karenanya, selama proses minum berlangsung, betul-betul harus
TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

dapat dirasakan bahwa minum itu merupakan rahmat dari Yang Kuasa yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga dapat menjadi bekal untuk menunaikan kewajiban lainnya, yaitu agar tidak kehausan di tengah jalan. A.STRUKTUR SOSIAL Dalam Ungkapan Kanca Wingking Ungkapan lain yang bisa memberi kesan negatif adalah kanca wingking dan suwarga nunut neraka katut. Keduanya seolah-olah mendiskriminasikan wanita atau istri terhadap laki-laki atau suami. Interpretasi negatif akan mengatakan bahwa wanita hanya berfungsi sebagai pemuas kebutuhan biologis (seksual) atau sebagai pembantu rumah tangga. Tanpa pemahaman terhadap makna yang tersembunyi didalamnya, tuntutan emansipasi, persamaan hak, derajat dan kedudukan akan mengalir bagaikan air bah. Apabila dikaji lebih lanjut, dalam ungkapan tersebut terdapat suatu struktur ; dan karena struktur itu berada ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, maka biasa disebut sebagai struktur sosial. Pengertianstruktur sosial dapat diartikan sebagai susunan yang didalamnya menampakkan pembedaan fungsi masing-masing individu dalam masyarakat. Keluarga pada hakekatnya merupakan miniatur dari masyarakat, dan oleh karenanya dalam keluargapun terdapat struktur keluarga, yaitu susunan yang didalamnya menampakkan pembedaan fungsi, tugas, peran dan tanggung jawab, antar anggota keluarga, baik Ayah, Ibu, Anak, atau pembantu rumah tangga jika ada. Dari pengertian tersebut sudah dapat dibayangkan bahwa ungkapan suwarga nunut neraka katut dan kanca wingking adalah dimaksudkan untuk menempatkan manusia pada peran, fungsi dan kedudukannya. Islam yang ajaran-ajarannya banyak diserap oleh masyarakat Jawa kemudian digabungkan dengan pemikiran dalam ajaran Hindu Budha (sinkretisme) mengajarkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, dan suami adalah pemimpin bagi istrinya. Sepanjang tidak bertentangan dengan agama, kesusilaan dan Undang-Undang, isri wajib mentaati perintah atau aturan suami. Jadi, arti suwarga nunut neraka katut bagi istri adalah mematuhi suami, disamping kewajiban untuk memperingatkan bila suami kurang benar. Istri yang tidak mau menegur kesalahan suami, berarti ikut menanggung dosa yang diperbuat suaminya. Begitu pula ungkapan kanca wingking. Sebagai teman belakang, para istri memegang peranan yang amat penting dalam sebuah keluarga. Jika mereka tidak kuat memegang peran sebagai kanca wingking, maka keluarga itupun tidak dapat diharapkan kelangsungan eksistensinya. Jadi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa surga laki-laki terletak ditelapak kaki wanita. Semboyan bahwa suatu revolusi tidak akan berhasil tanpa andil kaum wanita-pun, tidaklah mengada-ada. Hanya saja persoalannya, mengapa wanita dikatakan sebagai kanca wingking, bukan kanca ngajengsaru, ora lumrah, atau ora ilok. (teman depan)? Hal ini juga ada alasannya sendiri. Barangkali tidak seorangpun yang menyangkal bahwa masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai dan norma-norma luhur yang dijunjung tinggi. Perbuatan yang melanggar atau tidak sesuai dengan nilai atau moral itu, dikatakan sebagai Kedudukan wanita Jawa terhadap lawan jenisnya sebagaimana kedudukan wanita terhadap pria pada umumnya secara kodrati (bedakan dengan kedudukan sosial politik) adalah lebih rendah. Dengan demikian, adalah tidak patut apabila wanita
TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

yang memimpin suatu keluarga. Adalah tidak lumrah apabila wanita mencarikan nafkah bagi suaminya dan menempatkannya sebagai rewang (pembantu). Dan adalah tidak ilok (tidak boleh dilakukan) apabila seorang istri berani membantah suaminya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, perlukah diadakan penyeragaman fungsi, peran, kedudukan dan tanggungjawab antar individu? Sebelum menentukan jawabannya, ada baiknya disimak ilustrasi berikut. Sebuah celana panjang dan sebuah baju adalah dua perlengkapan sandang yang memiliki fungsi, kedudukan dan tanggungjawab masing-masing. Apa yang terjadi jika celana panjang harus berperan dan berfungsi sebagai baju ; apa pula yang terjadi jika baju harus memikul tanggung jawab celana panjang sebagai penutup aurat bawah manusia? Tentu kejadiannya sangat lucu, aneh, kacau dan akhirnya justru memporakporandakan tatanan yang telah ada. Begitu juga dalam struktur sosial atau struktur keluarga. Pertukaran peran, kedudukan, fungsi dan tanggungjawab yang telah ditakdirkan secara alamiah, akan mengakibatkan disharmoni, ketidakserasian dan kekacauan sosial. Penyeragaman hanya mungkin dilakukan terhadap bobot hak dan kewajibannya. Dalam ilustrasi diatas, penyeragaman hanya mungkin diterapkan terhadap bahan, gaya atau model pakaiannya. Itulah sisi-sisi positif dari ungkapan-ungkapan lama yang saat ini sering menjadi kambing hitam bagi rendahnya etos kerja, lambannya proses kemajuan, dan lemahnya semangat pengabdian aparat pemerintah. Yang pasti, meskipun badai perubahan selalu menerpa, nilai-nilai kebajikan dan moralitas tidak akan pernah berubah atau luntur menjadi nilai-nilai kebiadaban. Ibaratnya, tanpa digosokpun, sebongkah permata akan tetap memancarkan cahaya keemasan. Oleh karena itu, manakala terjadi suatu ketidakberesan, maka harus segera dilakukan introspeksi, siapakah sebenarnya sumber ketidakberesan itu, sistem nilainya ataukah kesalahan manusia dalam menafsirkan dan menerapkannya? B.NILAI BUDAYA DAN KEPATUHAN HUKUM Struktur sosial seperti terurai diatas, pertama kali dikemukakan oleh antropolog Inggris Radcliff Brown. Menurutnya, struktur sosial yang disamakan dengan sistem organisasi sosial atau sistem kemasyarakatan ini, merupakan hubungan-hubungan antar individu dalam masyarakat. Sistem organisasi sosial atau sistem kemasyarakatan adalah salah satu dari 7 (tujuh) unsur kebudayaan yang universal, selain bahasa, sistem pengetahuan, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan upacara keagamaan, serta kesenian. Adapun materi yang terkandung dalam sistem organisasi kemasyarakatan itu antara lain adalah : 1. Sistem kekerabatan, yaitu hubungan yang terjadi antar individu yang didasarkan pada keturunannya (darah). Kekerabatan berdasarkan darah ini terdiri dari 2 (dua) macam, yakni bilateral dan unilateral. 2. Lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial. 3. Hukum bagi masyarakat pendukung kebudayaan. Masyarakat dalam konteks ini adalah masyarakat sederhana atau tradisional, sehingga hukumnyapun bukan hukum positif yang berlaku hic dan nunc (disini dan sekarang), melainkan hukum adat yang berlaku secara turun temurun. Pola kehidupan tradisional masyarakat sederhana bisa ditinjau dari sudut pandang
TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

pola pikirnya. Pola pikir yang kosmologis sangat mempengaruhi masyarakat dalam berbuat atau bertindak hukum. Kosmologis berarti bahwa alam semesta dianggap memiliki kekuatan-kekuatan yang mampu mempengaruhi manusia, bahkan mengubah nasibnya. Semua peristiwa dan kejadian dalam alam nyata ini adalah takdir alamiah atau kehendak sejarah. Manusia tidak berperan sama sekali, pasif dan responsif. Pandangan seperti ini disebut kosmosentrisme, sedang kebalikannya, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah subyek dan penyebab utama dari segala keadaan di dunia dengan segala akibatnya, disebut Antroposentrisme. Dengan kata lain pandangan antroposentrisme menegaskan bahwa manusia adalah pembuat sejarah (baca juga Bab I sub judul Kosmosentris dan Antroposentris). Alam semesta dengan kekuatan gaibnya, telah memaksa manusia untuk berusaha mendapatkan keselamatan dan kemakmuran dari padanya, dengan jalan membakar kemenyan, melaksanakan labuhan dan sebagainya. Kepercayaan yang bersumber dari kontemplasi atau pengalaman kebatinan ini secara tidak langsung akan membawa pengaruh kepada perbuatan-perbuatan lahiriah. Bisa juga dikatakan, kelakuan riil seseorang adalah refleksi dari keyakinan batinnya. Dari sini dapat ditarik suatu analogi, apabila masyarakat tidak berani melanggar kepercayaannya, maka merekapun akan sulit untuk tidak mematuhi hukum adatnya. Adanya kepercayaan yang amat kuat hingga mampu mengendalikan sifat, perilaku dan perbuatan para pemeluknya, menunjukkan bahwa masyarakat (dalam konteks ini masyarakat Jawa) sangat mementingkan kehidupan rohaninya dibanding kepentingan jasmani/ragawi. Kebudayaan rohani (mental spiritual), sering dipandang lebih rendah atau lebih terbelakang dibanding kebudayaan fisik ; namun ukuran tinggi rendahnya suatu kebudayaan sangatlah sulit ditentukan mengingat sifatnya yang relatif. Jika dilihat dari segi kemajuan teknologi yang bisa secara langsung dilihat dengan mata, tidak dapat dipungkiri bahwa budaya fisik lebih unggul. Sebaliknya jika dilihat dari segi moralitas dan ketenangan batin, kecanggihan yang beraneka warna belum tentu bisa dikatakan sebagai kemajuan peradaban. Salah satu contoh, promesquitet (kehidupan seksual yang sangat bebas dimasa lampau ; semacam kumpul kebo sekarang) adalah penyelewengan yang bisa dimaklumi mengingat pada masa itu belum dikenal nilai-nilai keagamaan dan peradaban yang luhur. Akan tetapi samen leven (hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah) yang sangat populer saat ini adalah suatu kemunduran, mengingat manusia sekarang telah mengalami perkembangan kebudayaan dan keagamaan yang sangat tinggi, yang dengan keduanya itu mestinya manusia semakin beradab, bukan semakin biadab. Dari uraian diatas terlihat dengan jelas bahwa dalam suatu kebudayaan terkandung nilai-nilai. Nilai-nilai yang dikaitkan dengan pola pikir sering disebut sebagai nilai budaya, dimana nilai atau harga budaya inipun bersifat relatif tergantung kepada orang yang menghargainya. Nilai budaya merupakan konsepsi abstrak sebagian besar anggota masyarakat tentang sesuatu yang berharga dan penting, atau
TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

sesuatu yang tidak berharga dan tidak penting dalam hidup sehari-hari. Perwujudan nilai-nilai budaya ini bisa berupa aturan atau norma-norma, hukum adat, adat istiadat, sopan santun, tata susila dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan hukum adat, sistem kekerabatan Jawa sebagaimana disinggung diatas, memiliki hubungan yang erat. Masyarakat Jawa menurut para ahli menganut pola kekerabatan bilateralparental yang berarti hubungan hubungan kerabat ditelusuri dari 2 (dua) garis, yaitu garis Ayah (laki-laki atau patrilineal) dan garis Ibu (perempuan atau matrilineal). Namun benarkah demikian, marilah kita tengok sistem pembagian harta peninggalan. Hukum waris adat Jawa menetapkan bahwa bagian antara laki-laki dan perempuan adalah sepikul segendongan, dimana sepikul sama atau hampir sama dengan segendong (sistem ini kemungkinan besar mengadopsi dari Hukum Waris Islam). Fakta ini secara langsung mengajukan pertanyaan, benarkah sistem kekerabatan Jawa adalah parental, karena jika memang benar demikian, semestinya antara lakilaki dan perempuan tidak ada pembedaan bagian harta waris. Dengan kata lain, hukum harus dipertimbangkan secara parental pula. Kupasan ini tidak dimaksudkan sebagai analisa terhadap kasus-kasus hukum dalam masyarakat, oleh sebab itu tidak digunakan pendekatan dan metode-metode yuridis. Pemahaman dan pemecahan masalah diatas haruslah dikembalikan lagi pada kerangka pemikiran tentang struktur sosial, dimana wanita adalah kanca wingkingnya pria, sehingga mau tidak mau wanita harus berbeda dengan pria. Tidaklah mungkin kodrat wanita dan pria akan sama, dan apabila hal itu dipaksakan, berarti telah terjadi pemaksaan terhadap hukum alam (Sunatullah). Hukum waris adat dan hukum-hukum adat lainnya selalu dipatuhi oleh warga masyarakat karena adanya sistem kepercayaan yang amat berakar dalam hati, hingga mampu mengendalikan perilaku dan perbuatan para pemeluknya dari sifatsifat negatif. Disamping itu juga karena secara material dan formal, hukum-hukum adat tadi berasal dari masyarakat itu sendiri. Dengan lain perkataan, hukum adat merupakan kehendak kelompok. Dan kepatuhan hukum itu akan tetap ada selama kehendak kelompok diakui dan di junjung tinggi bersama, karena kehendak kelompok inilah yang menyebabkan timbul dan terpeliharanya warga masyarakat. kewajiban moral Meskipun demikian, sesuai dengan sifat hukum adat yang dinamis dan fleksibel, maka kehendak kelompok itupun bersifat dinamis pula, dalam arti bisa mengalami perubahan-perubahan. Dalam skala yang lebih luas, hukum adat dan bahkan kebudayaan, kerapkali berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakatnya, baik dalam hal pola pikir, kebiasaan-kebiasaan, maupun pemahamannya terhadap sistem nilai tertentu. Yang jelas disini adalah bahwa perubahan kehendak kelompok, perubahan hukum adat, dan perubahan kebudayaan, selalu mengiringi perubahan apapun yang terjadi dalam kehidupan

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

bermasyarakat. Perubahan yang menimpa hukum adat, secara otomatis berarti pula terjadinya perubahan sosial (social change). Hal ini disebabkan karena perubahan hukum adat dialami oleh seluruh anggota masyarakat (jadi tidak individuil), serta menyangkut nilai-nilai dan fungsi masyarakat. Tanpa dipenuhinya kedua syarat ini, suatu keadaan yang menyimpang dari kebiasaan tidak bisa dikatakan sebagai perubahan, melainkan hanya dinamika. Dalam kaitannya dengan kesadaran dan kepatuhan hukum, terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara hukum adat dengan hukum positif. Kesadaran masyarakat adat terhadap norma-norma baik dan buruk adalah secara sukarela sebagai akibat adanya kewajiban moral tadi, sedangkan kesadaran hukum manusia modern adalah karena adanya sifat memaksa dari hukum tersebut. Dengan demikian, kepatuhan hukum masyarakat modern-pun bukan karena di junjung tingginya aturan-aturan hukum, tetapi lebih disebabkan oleh ketakutan terhadap sanksi atau ancaman yang diberikan oleh hukum. Pertanyaannya sekarang adalah, mana yang lebih baik diantara keduanya, dan sistem nilai manakah yang seharusnya kita kembangkan untuk menciptakan kepatuhan hukum masya-rakat? Barangkali semua pihak bisa menyetujui usul bahwa hukum pemaksa (dwang) tidaklah diperlukan bila sudah ada ketertiban dan keharmonisan. Hukum pemaksa tidak mungkin akan lahir seandainya semua warga masyarakat, baik dalam hubungan kekeluargaan maupun hubungan yang lebih luas, berusaha mempertahankan kewajiban moralnya terhadap hukum adat dan ajaran-ajaran lain yang mengandung ungkapan kebajikan. Oleh karena itu, hukum adat dan nilai-nilai tradisional wajib diperhatikan, diperkembangkan dan dilestarikan, agar kewajiban moral tetap melekat dalam hati dan jiwa seluruh warga masyarakat. meskipun hukum nasional hendak dan atau sudah diberlakukan bagi mereka. Keuntungan yang pasti adalah bahwa hukum adat akan dapat membimbing dan mengarahkan masyarakat agar mau dengan sukarela mematuhi dan melaksanakan hukum yang berlaku bagi mereka dengan sebaik-baiknya.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

NILAI NILAI BUDAYA Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2] Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

UNSUR-UNSUR Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut: 1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: o alat-alat teknologi o sistem ekonomi o keluarga o kekuasaan politik 2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya o organisasi ekonomi o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama) o organisasi kekuatan (politik)

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

WUJUD DAN KOMPONEN Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ideide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa bendabenda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

KOMPONEN Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

Kebudayaan material Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional

HUBUNGAN ANTARA UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain: Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi) Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

alat-alat produktif senjata wadah alat-alat menyalakan api makanan pakaian tempat berlindung dan perumahan alat-alat transportasi

SISTEM MATA PENCAHARIAN Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalahmasalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

Berburu dan meramu Beternak


TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM


Bercocok tanam di ladang Menangkap ikan

SISTEM KEKERABATAN DAN ORGANISASI SOSIAL Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral. Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. NILAI BAHASA Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

SISTEM KEPERCAYAAN Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta. Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut: Sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati. Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga memengaruhi kesenian.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

HUBUNGAN HUKUM DENGAN MASYARAKAT Hukum merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat ialah sekelompok orang tertentu yang mendiami suatu daerah atau wilayah ter tentu dan tunduk pada peratran hukum tertentu pula. Hubungan antara hukum dan masyarakat sangat erat dan tak mungkin dapat diceraipisahkan antara satu sama lain, menginga bahwa dasar hubungan tersebut terletak dalam kenyataan-kenyataan berikut ini. a. Hukum adalah pengatur kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat tidak mungkin bisa teratur kalau tidak ada hukum. b. Masyarakat merupakan wadah atau tempat bagi berlakunya suatu hukum. Tidak mungkin ada atau berlakunya suatu hukum kalau masyarakatnya tidak ada. Jadi, dari kedua pernyataan di atas ini sudah dapat dibuktikan, dimana ada hukum di situ pasti ada masyarakat dan demikian pula sebaliknya, dimana dad masyarakat disitu tentu ada hukumnya. c. Disamping itu, tak dapat disangkal adanya kenyataan bahwa hukum juga merupakan salah satu sarana utama bagi manusia melalui masyarakat di mana ia menjadi warga atau anggotanya, untuk memenuhi segala keperluan pokok hidupnya dalam keadaan yang sebaik dan sewajar mungkin, mengingat hukum itu pada hakikatnya: 1). Memberikan perlindungan (proteksi) atas hak-hak setiap orang secara wajar, disamping juga menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya sehubungan dengan haknya tersebut. 2). Memberikan juga pembatasan (restriksi) atas hak-hak seseorang pada batas yang maksimal agar tidak mengganggu atau merugikan hak orang lain, disamping juga menetapkan batas-batas minimal kewajiban yang harus dipenuhinya demi wajarnya hak orang lain. Jadi, jelaslah bahwa huum itu bukan hanya menjamin keamanan dan kebebasan, tatapi juga ketertiban dan keadilan bagi setiap orang dalam berusaha untuk memenuhi segala keperluan hidupnya dengan wajar dan layak.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

ANALISIS KASUS KUMPUL KEBO / SEMENT LEVENT DILIHAT DARI MAZHAB / JALAN YANG DILALUI ATAU DILEWATI SEJARAH

Pemikiran dari mazab sejarah ialah hukum / aturan yang baik dan dapat bibelakukan di masyarakat adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga dalam mazab sejarah apa yang dianggap perlu dilakukan dan apa yang harus dilarang, tanpa harus ada peraturan tertulis. Hukum yang diberlakukan dalam masyarakat itu telah dipercaya berlaku dari zaman sebelumnya. Kumpul kebo merupakan suatu perbuatan yang bukan tabu lagi untuk didengar, namun tanpa diperbincangkan secara mendalam semua orang mengakuinya bahwa perbuatan kumpul kebo itu sudah jelas bahwa perbuatan itu tidak boleh dilakukan, karena bagaimanapun juga kumpul kebo tidak diperbolehkan oleh agama apapun, dan dikategorikan sebagai perbuatan zina. Karena kumpul kebo dilakukan tanpa ada hubungan status yang sah dan resmi secara factual dan yuridis. Semakin meluasnya kumpul kebo dikalangan remaja menunjukkan kuatnya pengaruh budaya tertentu dengan pola hidup hedonis , tanpa perlu memikirkan akibat jangka panjang, dan biasanya terjadi akibat melemahnya pengawasan orang tua dan rendahnya pengetahuan agama, sikap hidup yang masa bodoh, kenikmatan sesaat berdasarkan sikap suka sama suka, disamping beribu-ribu alasan lain tentunya. Rendahnya pengetahuan seksologi juga sebenarnya menjadi salah satu alasan mengapa kumpul kebo yang melibatkan hubungan seksual dengan mudah terjadi. Budaya kumpul kebo yang oleh kebanyakan masyarakat Indonesia juga dianggap sebagai perbuatan yang melanggar norma dan etika, namun tidak akan menjadi suatu masalah bila dilakukan di Amerika Serikat, Begitu juga dengan sisi pandangnya secara hukum. Kalau di Indonesia, sudah jelas melanggar hukum dan bisa dikenakan pasal undang-undang tentang perbuatan asusila, sementara di Amerika, silahkan-silahkan saja. Ya, kan? Maka dari itu kumpul kebo harus segera diminimalisir dan dicegah karena apabila terus menerus dilakukan maka memungkinkan merebaknya budaya Free sex dalam kehidupan. Selain kumpul kebo itu sangat dilarang baik oleh agama, budaya dan hukum, hal ini juga dapat menimbulkan suatu konsekuensi bagi para pelakunya yang berdampak negative. Seperti halnya dengan melakukan kumpul kebo juga melakukan perbudakan seks
TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

terhadap salah satu pihak yang melakukan hal itu. Mengenai masalah kumpul kebo ini yang sangat dikhawatirkan adalah apabila hal yang mengenai perbuatan ini dapat merambah di kehidupan anak muda sehingga tidak ada lagi batasan hubungan fisik antara lawan jenis. Dan mengenai aturan mengenai larangan kumpul kebo tidak harus dituangakan dalam undang-undang, toh kumpul kebo juga merupakan hukum itu sendiri yang dapat dianut oleh kalangan masyarakat. Hukum bukan untuk kehidupan apabila dikritisi bahwa hukum ada kehidupan itu sendiri jadi dimanapun dan kapanpun masalah kumpul kebo tidak bagus dan tidak boleh dilakukan karena aturan kumpul kebo untuk menjadi bagian kehidupan.Dalam kasus ini, kumpul kebo dapat kita perjelas lagi jika kita analisis menggunakan suatu mazhab sejarah dalam filsafat hukum. Yang dimana Inti dari pemikiran mazhab sejarah menjelaskan bahwa hukum sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat yang menjadi isi daripada hukum itu sendiri yang dimana hukum ditentukan oeh pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (sejarah). Dan menurut Von Savigny, hukum itu berkembang dari suatu masyarakat yang sederhana yang pencerminanya tampak dalam tingkah laku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks. Berdasarkan kasus diatas, jika dikaitkan dengan mazhab sejarah maka dapat dianalisis bahwa Kumpul kebo atau bahasa kerennya "Samen Leven" memang tidak ada dalam KUHP yang sekarang berlaku. Demikian pula di KUHP Belanda. Tetapi pasal 486 RUU KUHP yang sudah disusun tim Ditjen Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mencantumkan delik tersebut.Pasal 486 selengkapnya berbunyi: "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak kategori III".Namun, delik kumpul kebo dianggap sulit diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Sebab, masih ada kelompok masyarakat yang mentolerir hidup bersama, oleh karena itu untuk pemberlakukan hukum bagi pelakunya masih sulit untuk diterapakan. Meskipun kita tahu bahwa dalam beberapa hukum adat, kumpul kebo merupakan perbuatan pelanggaran.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS BOROBUDUR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

Tapi tidak bisa dipungkiri pula bahwa masih ada masyarakat adat di Indonesia yang tidak mempermasalahkan hal tersebut. Walau dalam KUHP masalah kumpul kebo hanya dibatasi pada setiap pasangan yang salah satunya sudah memiliki pasangan yang sah, maka masalah kumpul kebo yang makin komplek tidak dapat diselesaikan dengan KUHP. Makin maraknya kasus ini adalah hal yang wajar. Maka dari itu dengan mengunakan mazab sejarah bahwasanya kumpul kebo adalah perilaku menyimpag yang menjadi penyakit masyarakat. Apapun alasanya (termasuk karna tidak ada di delik KUHP) kumpul kebo adalah hal yang tidak boleh dilakukan, karena dalam masyarakat sudah dipercaya bahwa hal ini sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat sejak zaman dulu. Sehingga, ketika delik kumpul kebo ini hendak diangkat menjadi hukum positif yang pada prinsipnya akan berlaku di seluruh wilayah hukum Indonesia, dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di beberapa daerah tersebut. Sehingga, pada kasus diatas, wajar kalau tidak/ belum mendapat tindakan hukum (dan mungkin juga lingkungan tempat mereka tinggal adalah lingkungan yang memang memaklumi perilaku seperti itu). Karena memang belum ada aturan hukumnya (masih berupa RUU KUHP) apalagi dua-duanya masih single. Lain soal misalnya ada salah satu diantara mereka yang sudah menikah. Dengan begitu dalam kasus ini jika dikaitkan langsung dengan prespektif mahzab sejarah maka agar tindakan tersebut bisa dianggap sebagai perilaku pelanggaran yang pasti dan memiliki hukum yang dapat berlaku di semua daerah, maka semua itu tergantung dari masyarakat nya sendiri . Sesuai dengan mahzab sejarah hukum itu bergantung dari pada jiwa masyarakat itu sendiri untuk dijadikan isi hukum. Jadi dalam hal ini kasus mengenai perilaku kumpul kebo dapat di anggap sebagai perilaku pelanggaran norma hukum apabila semua masyarakat mengakui dan sepakat bahwa perilaku kumpul kebo itu harus memiliki landasan hukum yang mengaturnya. Dengan begitu perilaku tersebut memiliki hukum yang kuat dan akan dipatuhi oleh masyarakatnya.

TUGAS KELOMPOK PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

Anda mungkin juga menyukai