Anda di halaman 1dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN

Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung bawaan berupa tetap terbukanya duktus arteriousus, yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta descenden setelah bayi lahir.1 Secara fisiologis duktus pada bayi aterm akan menutup spontan tidak lebih dari 15 jam setelah lahir, karena satu dan lain hal penutupan mengalami keterlambatan sampai beberapa hari. Terbukanya duktus secara persistent pada bayi aterm disebabkan oleh kelainan struktur pada duktus tersebut.1 Selama bulan-bulan awal dari kehidupan bayi, PDA biasanya tidak menimbulkan kelainan fungsi yang berat. Tetapi seiring dengan bertambahnya usia anak, perbedaan antara tekanan yang tinggi di aorta dan tekanan yang lebih rendah di arteri pulmonalis meningkat secara progresif, dan seiring dengan itu meningkatkan jumlah darah yang mengalir balik dari aorta ke dalam arteri pulmonalis. Selain itu, tekanan darah aorta yang tinggi biasanya menyebabkan diameter duktus yang terbuka sebagian juga bertambah besar, mengakibatkan keadaan bertambah buruk.1 Prevalensi kelahiran bayi yang mengalami PDA di Amerika Serikat adalah antara 8,08 dan 99.85 per 10.000 kelahiran hidup (National Birth Defects Prevention Network 2005). Sedangkan angka kejadian PDA di Texas pada tahun 1999-2002 adalah sebesar 4302 kasus per 10.000 kelahiran hidup (Texas Departement of State Health Service 2005).2 Terdapat banayak alasan yang potensial untuk menjelaskan perbeadaan angka kejadian PDA tersebut. Sebagai contohnya adalah bayi lahir dengan PDA bisa bersifat asimptomatik.2 Pada bayi cukup bulan PDA terjadi pada 1 dari 2000 kelahiran atau 5-10% seluruh kelainan jantung bawaan. Pada bayi prematur angka kejadian lebih tinggi, terutama bila terjadi distress pernapasan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dibanding dengan laki-laki (laki-laki : perempuan = 1:3). Di Rumah Sakit Anak di Boston pada 15 tahun terakhir, diantara semua kelompok umur, PDA merupakan cacat keenam paling sering ditemukan.3 Adanya PDA memungkinkan aliran pirau dari kiri ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonalis). Besarnya aliran tergantung pada ukuran PDA dan besarnya tahanan arteri
1

pulmonalis. Adanya aliran yang berlebihan melaui arteri pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular paru yang tinggi. Sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vaskular paru dimana aliran pirau berubah dari kanan ke kiri (Sindrom Eisenmenger), terjadi kurang dari 10% kasus. Resiko terjadinya endokarditis infektif pada PDA sangat tinggi, terutama sesudah usia dekade pertama. Keluhan timbul bila aliran ke paru cukup besar, sehingga penderita sering batuk, tampak lelah waktu minum susu, sesak napas dan pertumbuhan fisik yang terlambat.3 Pada neonatus kurang dari 10 hari, usaha untuk menutup PDA dapat dengan pemberian Indometasin peroral dengan dosis 0,2 mg/kgBB/8 jam, pemberian dapat diulang sampai 3 dosis.3 Operasi PDA dapat berupa ligasi ataupun pemotongan PDA. Pencegahan terhadap endokarditis infektif harus diberikan pada penderita PDA yang belum dioperasi. Penutupan PDA juga dapat dilakukan secara invasif dengan pemasangan alat yang berbentuk seperti payung (umbrella duct occlude device) di duktus tersebut. Dengan teknik terbaru ini tindakan secara pembedahan dapat dihindarkan. Pada bayi aterm, atau bayi preterm yang gagal dengan terapi medis dapat dilakukan intervensi transkateter (coil, amplatzer) atau pembedahan (ligasi PDA).3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung bawaan berupa tetap terbukanya duktus arteriousus, yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta descenden setelah bayi lahir.1 Secara fisiologis duktus pada bayi aterm akan menutup spontan tidak lebih dari 15 jam setelah lahir, karena satu dan lain hal penutupan mengalami keterlambatan sampai beberapa hari. Terbukanya duktus secara persistent pada bayi aterm disebabkan oleh kelainan struktur pada duktus tersebut.1 Pada bayi preterm, duktus sering kali masih terbuka. Semakin preterm bayi tersebut, maka semakin besar kemungkinannya masih terbuka. Hal ini disebabkan karena fungsi paru yang belum sempurna, serta berhubungan pula dengan hipoksia. Bila kedua faktor tersebut bisa diatasi, peluang menutup spontan amat besar dalam beberapa minggu setelah kelahiran. Gambar 1 menunjukan gambaran anatomi PDA.1

Gambar 1. Gambaran anatomi Patent Ductus Arteriosus

Selama kehidupan janin, paru-paru dalam keadaan kolaps, dan faktor-faktor kompresi elastis paru yang mempertahankan alveoli agar tetap kolaps juga mempertahankan sebagian besar pembuluh darah paru tetap kolaps. Karena itu, tahanan terhadap aliran darah yang melalui paru begitu besarnya sehingga tekanan arteri pulmonalis pada janin tinggi. Selain itu, karena tahanan yang rendah terhadap aliran darah dari aorta janin lebih rendah daripada normal bahkan lebih rendah daripada arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan hampir seluruh darah arteri pulmonalis mengalir melalui arteri khusus yang terdapat dalam janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta, yaitu duktus arteriousus, jadi memintas paru-paru. Keadaan ini memungkinkan resirkulasi darah dengan cepat melalui arteri sistemik janin tanpa harus melewati paru-paru. Kurangnya aliran darah yang melalui paru-paru tidak menimbulakan kerugian bagi janin karena darah dioksigenasi oleh plasenta.4 2.2.1 Penutupan Duktus Arteriousus Setelah Lahir Segera setelah bayi lahir dan mulai bernapas, paru-parunya mengembang; tidak hanya terjadi pengisisan alveoli oleh udara tetapi juga tahanan terhadap aliran darah yang melalui vaskularisasi paru mengalami penurunan hebat, sehingga tekanan arteri pulmonalis turun. Bersamaan dengan itu, tekanan aorta naik akibat terhentinya aliran darah dari aorta ke plasenta secara mendadak. Jadi tekanan di arteri pulmonalis turun, sementara tekanan di aorta naik. Sebagai akibatnya, aliran maju darah yang melalui duktus terhenti secara tibatiba pada saat lahir, dan sekarang, darah mulai mengalir terbalik dari aorta ke arteri pulmonal melalui duktus. Keadaan aliran darah terbalik yang baru ini menyebabkan duktus arteriosus menutup dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari pada kebanyakan bayi, sehingga aliran darah yang melalui duktus tidak ada lagi. Duktus diduga menutup karena darah aorta yang sekarang mengalir melalui duktus mempunyai kadar oksigen dua kali lebih tinggi daripada darah yang mengalir dari arteri pulmonalis ke duktus selama kehidupan janin. Kemungkinan oksigen menyebabkan konstriksi otot dinding duktus. Sayangnya, sekitar 1 dari tiap 5500 bayi, tidak terjadi penutupan duktus arteriosus sehingga menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai Patent Ductus Arteriosus (PDA).4 2.2.2 Dinamika Sirkulasi pada Patent Duktus Arteriosus yang Menetap Selama bulan-bulan awal dari kehidupan bayi, PDA biasanya tidak menimbulkan kelainan fungsi yang berat. Tetapi sering dengan bertambahnya
4

usia anak, perbedaan antar tekanan yang tinggi di aorta dan tekanan yang lebih rendah di arteri pulmonalis meningkat secara progresif, dan seiring dengan itu meningkatkan jumlah darah yang mengalir balik dari aorta ke dalam arteri pulmonalis. Selain itu, tekanan darah aorta yang tinggi biasanya menyebabkan diameter duktus yang terbuka sebagian juga bertambah besar, mengakibatkan keadaan bertambah buruk.4 2.2.3 Resirkulasi Melalui Paru-Paru Pada seorang anak yang lebih besar yang mengalami PDA, setengah sampai dua pertiga aliran darah aortanya kembali melalui duktus masuk ke dalam arteri pulmonalis, kemudian melaui paru-paru dan akhirnya kembali ke dalam ventrikel kiri dan aorta, berjalan melaui paru-paru dan jantung kiri sebanyak dua kali atau lebih untuk setiap kali darah melalui sirkulasi sistemik. Orang ini tidak terlihat sianosis sampai akhir hidupnya, saat jantung mengalami kegagalan atau terjadi bendungan paru. Pada masa awal kehidupan, darah arteri sering kali teroksigenasi lebih baik daripada keadaan normal akibat adanya waktu tambahan darah melewati paru.4 2.2.4 Penurunan Cadangan Jantung dan Respiratorik Efek utama PDA terhadap pasien adalah menurunnya cadangan jantung dan respiratorik. Ventrikel kiri memompa kira-kira dua kali atau lebih curah jantung normal, dan kemampuan maksimum ventrikel untuk memompa setelah terjadi hipertrofi jantung adalah sekitar empat sampai tujuh kali normal. Oleh karena itu, selama kerja fisik, jumlah netto aliran darah ke bagian sisa tubuh yang lain tidak pernah dapat meningkat sampai ke nilai yang dibutuhkan untuk aktivitas berat. Pada kerja fisik yang agak berat, pasien tampak menjadi lemah bahkan pingsan karena gagal jantung.4 Tekanan yang tinggi di pembuluh paru akibat aliran yang berlebihan melalui paru seringkali juga menimbulkan bendungan paru dan edema paru. Sebagai akibat dari beban yang berlebihan pada jantung dan khususnya karena kongesti pulmoner yang secara bertahap menjadi lebih berat sejalan dengan usia, sebagian besar pasien PDA yang tidak terkoreksi akan meninggal antara usia 20-40 tahun.4 2.2.5 Bunyi Jantung: Murmur Suara Mesin Pada bayi baru lahir dengan PDA, kadang-kadang tidak terdengar bunyi jantung abnormal karena jumlah aliran darah yang mengalir balik melalui
5

duktus

belum

cukup

menimbulkan

murmur

jantung.

Tapi

dengan

bertambahnya umur bayi, pada usia 1 sampai 3 tahun, mulai terdengar murmur kasar seperti suara bertiup di daerah arteri pulmonalis pada dada. Bunyi murmur ini jauh lebih keras selama sistol ketika tekanan aorta tinggi, dan tidak begitu keras selama diastol ketika tekanan aorta turun rendah, sehingga bunyi itu mengeras dan melemah sesuai dengan denyut jantung, membentuk suara yang disebut murmur suara mesin.4

2. 2. Hemodinamika/Patofisiologi Dalam kehidupan intrauterin, keberadaan duktus arteriosus amat vital untuk memungkinkan darah dari arteri pulmonal dapat tersalurkan ke aorta desenden, akibat tekanan paru saat itu sangat tinggi, saat kelahiran, dengan tangisan bayi yang kuat, tahanan paru akan menurun, sehingga aliran darah paru meningkat. Di sisi lain, tekanan sistemik meningkat, sehingga duktus mengalami kolaps dan akhirnya menutup permanen. Bila duktus tetap terbuka, maka nada aliran darah dari aorta ke arteri pulmonal, baik saat sistolik maupun diastolik. Saat tahanan paru cukup tinggi, aliran darah hanya pada fase sistolik saja. Akibat aliran darah paru yang meningkat, terjadi pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri.1

2. 3. Epidemiologi Prevalensi kelahiran bayi yang mengalami PDA di Amerika Serikat adalah antara 8,08 dan 99.85 per 10.000 kelahiran hidup (National Birth Defects Prevention Network 2005). Sedangkan angka kejadian PDA di Texas pada tahun 1999-2002 adalah sebesar 4302 kasus per 10.000 kelahiran hidup (Texas Departement of State Health Service 2005).2 Terdapat banyak alasan yang potensial untuk menjelaskan perbedaan angka kejadian PDA tersebut. Sebagai contohnya adalah bayi lahir dengan PDA bisa bersifat asimptomatik. Pada sebuah penelitian observasi menyatakan 26% bayi yang menjalani echocardiography semata-mata karena bunyi murmur jantung dan mengalami PDA. Penelitian lain menemukan 60% bayi dengan murmur dan 12% bayi tanpa murmur mengalami PDA.2 Pada bayi cukup bulan PDA terjadi pada 1 dari 2000 kelahiran atau 5-10% seluruh kelainan jantung bawaan. Pada bayi prematur angka kejadian lebih tinggi, terutama bila terjadi distress pernapasan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dibanding dengan laki-laki (laki-laki : perempuan = 1:3). Di Rumah Sakit Anak di Boston pada 15 tahun
6

terakhir, diantara semua kelompok umur, PDA merupakan cacat keenam paling sering ditemukan.3 Tidak hanya keterbukaan duktus arteriosus menetap lebih lama pada bayi prematur, tetapi prematuritas menyebabkan beberapa PDA ditemukan lama sesudah masa bayi. Anak yang lahir dari ibu yang menderita rubela sekitar masa konsepsi mempunyai insidensi PDA yang tinggi. Rubela ibu diduga merupakan penyebab insiden musimannya, sebelum imunisasi dilaksanakan secara luas. Anak yang dilahirkan di tempat tinggi lebih sering menderita PDA daripada anak yang dilahirkan di tempat setinggi permukaan laut. Jumlah itu meningkat sesuai dengan bertambah tingginya tempat ini, memberi kesan bahwa keterbukaan duktus merupakan fungsi langsung oksigen di sekitarnya.

2. 4. Manifestasi Klinis Adanya PDA memungkinkan aliran pirau dari kiri ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonalis). Besarnya aliran tergantung pada ukuran PDA dan besarnya tahanan arteri pulmonalis. Adanya aliran yang berlebihan melaui arteri pulmonalis, memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular paru yang tinggi. Sianosis terlihat bila telah terjadi penyakit vaskular paru dimana aliran pirau berubah dari kanan ke kiri (Sindrom Eisenmenger) terjadi kurang dari 10% kasus. Resiko terjadinya endokarditis infektif pada PDA sangat tinggi, terutama sesudah usia dekade pertama. Keluhan timbul bila aliran ke paru cukup besar, sehingga penderita sering batuk, tampak lelah waktu minum susu, sesak napas dan pertumbuhan fisik yang terlambat.3 Dari pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan tang cepat (takipneu) bila aliran pirau besar. Sianosis pada kuku jari tangan kiri dan kedua kaki bila telah terjadi Sindrome Eisenmenger. Nadi perifer terasa menghentak, akibat tekanan nadi (pulse pressure) yang besar. Terdengar bisisng kontinyu yang khas machinary murmur dan dapat teraba getaran (thrill) di sela iga II kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri. Bila telah terjadi hipertenasi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang.3 Gejala klinis ditentukan oleh besarnya diameter duktus dan tahanan paru:1 Duktus Kecil Umumnya tanpa gejala, pertumbuhan relatif normal. Pemeriksaan penunjang umumnya masih menunjukan batas normal. Pemeriksaan fisik: sudah terdengar bising kontinyu di Parasternal Line (PSL) kiri atas, atau kadang bising sistolik saja.
7

Duktus Sedang/Besar Precordial bulging. LV impuls bergeser ke kiri bawah dan bersifat kuat angkat. Tampak RV heave bila sudah terjadi hipertrifi ventrikel kanan. Bising kontinyu di PSL kiri atas. Bila tahana paru tinggi (hipertensi pulmonal besar), bising hanya terdengar pada fase sistolik saja. Terdengar diastolik flow murmur di apeks kordis.

Terbukanya duktus arteriosus pada bayi lahir cukup bulan atau bayi yang lebih tua atau anak (sebagian besar wanita) menimbulkan gejala dan tanda sebanding dengan jumlah darah yang masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Bila shunt duktus kecil, satusatunya kelainan yang mungkin adanya bising jantung. Bila duktus besar, gejalagejala gagal jantung kongestif atau hipertensi pulmonal dapat ada dan bising mungkin tidak khas. Kebanyakan anak di temukan mempunyai bising pada kelahiran beberapa hari atau beberapa minggu. Bising kontinyu dan tidak khas pada kehidupan minggu-minggu awal, tetapi ia dikenali sebagai bising sistolik. Jika duktus besar, gejala-gejala gagal jantung kongestif (takipneu, dispneu, retraksi intercostal atau subcostal, hepatomegali, atau keterlambatan pertumbuhan) dapat memberi isyarat masalah jantung. Anak ini tidak sianosis jika tidak ada edema paru. Secara klinis pada anak yang lebih tua, ada bising sistolik kreskendo, intensitasnya memuncak pada penutupan aorta, dan berlanjut ke dalam diastolik sebagai bising diastolik dekreskendo nada tinggi. Biasanya, walau tidak selalu, komponen bising diastolik meluas ke seluruh panjang diastolik. Sering ada suara kasar (klik atau suara kocokan dadu) selama sistolik yang ikut menyumbang seperti suara mesin yang khas. Bising terkeras pada sela iga kedua kiri, intensitas maksimalnya dimanapun akan menarik perhatian ke arah diagnosis patent duktus arteriosus. Pada bayi kecil jarang terdengar komponen bising diastolik walaupun duktus besar. Pada bayi yang lebih tua dengan duktus besar dan tekanan aorta dan pulmonal seimbang, mungkin hanya ada bising sistolik, biasanya dapat dikenali karena lokasinya, kualitas kreskendonya, dan kliknya. Bila duktus besar sering ada rumbel diastolik di apeks (karena aliran katup mitral yang berlebih) yang sukar dibedakan dengan suara penjalaran bising kontinyu yang keras. Adanya bising kontinyu dengan kualitas kreskendo-dekreskendo, terkeras pada saat suara kedua, dengan klik sistolik dan terdengar pada sela iga dua kanan, harus
8

diartikan sebagai akibat dari PDA. Diantara sebab lain dari tanda-tanda ini, yang paling sering adalah jendela aortopulmonal tetapi ukuran jendela biasanya begitu besar sehingga bising kontinyu tidak biasa. Masalah lain yang dapat lebih atau kurang menyerupai tanda-tanda ini adalah: 1. Dengungan vena (venous hum) biasanya lebih keras bila penderita duduk dibanding tiduran dan mungkin lebih keras sebelah kanan sternum. Dengungan mempunyai kualitas lemah, berubah sesuai dengan respirasi serta posisi. 2. Fistula antara arteria koronaria dan ruang jantung dapat menimbulkan bising kontinyu kualitas kreskendo-dekreskendo yang biasanya tidak paling keras di sela iga dua kanan. Bising mungkin lebih keras pada sistole atau diatole tergantung pada hemodinamiknya. 3. Sinus Valsava terobek juga menimbulkan bising kontinyu, tidak terdengar sebelumnya, yang paling sering tidak paling keras pada sela iga dua kanan. 4. Tetralogi of Fallot dengan atresia pulmonalis dan sirkulasi kolateral menimbulkan bising kontinyu yang terdengar di seluruh bagian depan dan belakang dada, dan jika ada cukup kolateral penderita mungkin tidak tampak sianosis. Biasanya semua kemungkinan ini dengan mudah dirakitkan dengan auskultasi jantung. Pada penderita dengan patent duktus arteriosus, gagal jantung merupakan tanda awal masa bayi dan jarang sesudah umur 6 bulan. Pulsasi arterial perifer bergantung kepada ukuran duktus. Makin besar ukuran duktus, makin menonjol pulsasi arterial perifer.

2. 5. Pemeriksaan Penunjang 2.6.1 Foto Thorak Pada pemeriksaan foto thorak tampak kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kiri. Aorta membesar dan arteri pulmonalis menonjol. Corakan vaskularisasi paru meningkat (pletora). Tetapi bila telah terjadi hipertensi pulmonal yang disertai perubahan vaskuler paru, maka corakan tersebut didaerah tepi akan berkurang (pruned tree).3 Aorta, ventrikel kiri, atrium kiri, pembuluh darah paru-paru dan batang arteria pulmonalis membesar sebanding dengan besarnya shunt dari kiri ke

kanan dan dapat secara sebanding mempengaruhi siluet jantung pada foto dada sederhana.3 2.6.2 Elektrokardiogram Elektrokardiogram adalah normal bila duktus kecil. Elektrokardiogram menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri pada duktus yang agak lebih besar, dan menunjukkan hipertrofi biventrikular pada duktus yang besar dan hipertensi pulmonal. Bila penyakit vaskular pulmonal mendominasi gambaran klinik mungkin hanya hipertrofi ventrikel kanan. Karena adanya bising kontinyu dan hipertofi ventrikel kanan yang bermakna merupakan penemuan yang berlawanan, pengamatan penderita yang seksama pada kombinasi tanda-tanda ini diperlukan.3 Tampak hipertropi atrium dan ventrikel kiri. Bila terjadi hipertensi pulmonal maka terlihat juga hipertrofi ventrikel kanan.3 2.6.3 Ekokardiogram Pada M-Mode adanya dilatasi atrium dan ventrikel kirir serta gambaran ventrikel kiri yang hiperdinamik, merupakan petunjuk tidak langsung besarnya PDA. Pada Ekokardiogram 2 dimensi penampang sumbu panjang parasternal letak tinggi atau suprasternal dapat terlihat PDA dan dapat ditentukan besar diameternya. Dengan ekokardiogram Doppler berwarna dapat ditentukan patensi dan arah aliran PDA.3 Pembesaran relatif bermacam-macam ruang jantung jantung dapat dikenali. Terbukanya duktus dapat divisualisasikan dengan skening doppler, shunt dari kiri ke kanan dapat diukur. Ukuran duktus, ukuran arteria pulmonalis dan posisi sekat ventrikel dapat memberi informasi tentang besar tekanan arteria pulmonalis. Walaupun biasanya teramati ada perbedaan tekanan antara aorta dan arteria pulmonalis, tidak adanya perbedaan tekanan dapat diambil sebagai bukti adanya hipertensi pulmonal setingkat sistemik. Lebih dari 60 % penderita, suatu inkompetensi voramen ovale, yang memungkinkan shunt dari kiri ke kanan dapat ditemukan dengan menggunakan teknik doppler.3 Duktus paling baik ditayangkan pada pandangan bidang parasternal kiri, atas, parasagita. Duktus bersambung dengan batang arteria pulmonalis distal tepat superior arteria pulmonalis kiri. Pada pandangan ini duktus terlihat pada sumbu panjangnya, dan ujung aorta maupun pulmonalnya
10

dapat ditampakkan. Pemetaan aliran doppler berwarna pada pandangan yang sama memperagakan aliran melalui duktus. Pemeriksaan doppler berwarna gelombang kontinyu berguna untuk memperkirakan tekanan arteria pulmonalis dengan menunjukkan perbedaan antara tekanan aorta dengan arteria pulmonalis.3 2.6.4 Kateterisasi jantung Pemeriksaan kateterisasi jantung hanya dilakukan bila terdapat hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tak terlihat aliran diastolik, ada keraguan kemungkinan suatu aorta-pulmonary window atau disertai dengan kelainan lain. Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila tekanan di arteri pulmonalis meninggi, perlu diulang pengukurannya dengan menutup PDA dengan kateter balon.3 Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau kelainan yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiogram.3 Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk diagnosis patent duktus arteriosus. Pemeriksaan ini dicadangkan untuk mengevaluasi penemuanpenemuan yang rancu atau bila ada kecurigaan bahwa defek tambahan mungkin ada. Hal ini benar sebelum kedatangan ekokardiografi, dan sekarang kebutuhan kateterisasi jantung diagnostik telah dihapuskan.3

2. 6. Penatalaksanaan Pada dasarnya PDA harus dioperasi secepatnya apabila kesempatan untuk menutup sendiri tidak mungkin lagi (usia lebih dari 14-16 minggu) untuk mencegah endokarditis infektif. Resiko operasi hampir tidak ada.3 Pada neonatus kurang dari 10 hari, usaha untuk menutup PDA dapat dengan pemberian Indometasin peroral dengan dosis 0,2 mg/kgBB/8 jam, pemberian dapat diulang sampai 3 dosis.3 Pada bayi preterm Indometasin IV 0,2 mg/kgBB, diulang 2 kali dengan interval 12 jam Bila diberikan pada umur 1-2 hari, dosis ke-2 dan 3 hanya 0,1 mg/kgBB. Bila umur bayi > 7 hari, dosis ke-2 dan 3 sebesar 0,25 mg/kgBB. Bila umur bayi 10 hari, pemberian indometasin kurang bermanfaat.

Ibuprofen 10 mg /kgBB, dosis ulangan 5 mg/kgBB dengan interval 24 jam.


11

Bila terdapat gagal jantung diberikan digitalis, diuretika atau vasodilator bila perlu. Pada neonates terutama prematur dimana penutupan secara spontan dari duktus tersebut masih diharapkan terjadi, sebaiknya tidak diberikan diuretika atau vasodilator yang dapat menghambat penutupan spontan tersebut. Kalau PDA tetap terbuka dan gagal jantung tidak dapat teratasi, maka harus segera dilakukan operasi. Bila gagal jantung teratasi maka operasi dapa ditunda sampai umur 14-16 minggu untuk menunggu kesempatan menutup spontan. Pada anak-anak atau dewasa dengan hipertensi pulmonal yang irreversible operasi tidak dianjurkan.3 Operasi PDA dapat berupa ligasi ataupun pemotongan PDA. Pencegahan terhadap endokarditis infektif harus diberikan pada penderita PDA yang belum dioperasi. Penutupan PDA juga dapat dilakukan secara invasive dengan pemasangan alat yang berbentuk seperti payung (umbrella duct occlude device) di duktus tersebut. Dengan teknik terbaru ini tindakan secara surgical dapat dihindarkan.3 Pada bayi aterm, atau bayi preterm yang gagal dengan terapi medis dapat dilakukan intervensi transkateter (coil, amplatzer) atau pembeedahan (ligasi PDA).3

2. 7. Tata Laksana Anestesia dan Reanimasi Pada Pasien Pediatrik Anestesi pediatri adalah anestesi pada pasien yang berumur dibawah 12 tahun, yang dibagi menjadi 3 kelompok umur yaitu neonatus, bayi-anak umur < 3 tahun, dan anak umur > 3 tahun. Beberapa masalah yang harus dipikirkan pada saat melakukan anestesia pada pasien pediatri adalah bayi bukan merupakan miniatur dari orang dewasa, terdapat perbedaan mengenai anatomi, fisiologi, psikologi, farmakologi dan patologi, bayi lebih mudah mengalami hipoglikemia, hipotermia atau hipertermia, bradikardi dengan segala akibatanya, sistem saraf parasimpatis lebih dominan, serta mortalitas morbiditas yang tinggi.6 Pasien pediatrik memerlukan teknik pembedahan dan anestesi yang unik.5 Fungsi sistem kardiovaskular pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa.Stroke volumenya relative lebih fix, sehingga cardiac output bergantung pada denyut jantung. Jantung yang relatif immatur pada bayi dan neonatus memiliki toleransi yang rendah terhadap tekanan atau volume yang berlebihan. Selanjutnya, fungsi kedua ventrikel saling tergantung sehingga bila terjadi kegagalan salah satu ventrikel akan dapat menyebabkan kegagalan ventrikel yang lainnya (biventricular heart failure).5 2.7.1 Evaluasi pra anestesi Sifat lesi dan perbaikan lesi setelah operasi bersifat komplek yang memerlukan komunikasi yang baik antara dokter anastesi, kardiologist dan dokter bedah.
12

Kestabilan haemodinamik lesi dan rencana pembedahan harus jelas sebelum dilakukannya operasi. Selain itu kondisi pasien harus distabilkan terlebih dahulu. Gagal jantung kongestif dan infeksi pulmonary harus dapat dikontrol. Pemberian infus Prostaglandin E1 (0.050.1 g/kg/min) preoperatif dapat digunakan untuk mencegah penutupan duktus arteriosus pada pasien yang bergantung pada aliran duktus untuk kelangsungan hidupnya. Indikasi untuk operasi meliputi hypoxemia yang berat, aliran darah pulmonary yang meningkat secara berlebihan, gagal jantung kongestif refrakter, obstruksi ventrikel kiri yang berat.5 Penilaian keparahan penyakit bergantung pada evaluasi klinis dan

laboratorium. Perburukan pada bayi dimanifestasikan sebagai meningkatnya tachypneu, sianosis atau berkeringat khususnya pada saat makan. Anak-anak yang lebih besar mungkin dapat mengeluh merasa lemah. Berat badan umumnya dapat dipakai sebagai indikasi yang bagus untuk keparahan penyakit secara keseluruhan. Tanda gagal jantung kongestif meliputi tachykardia, S3 gallop, nadi lemah, tachypneu, ronki pulmonary, bronkospasme dan hepatomegali. Sianosis dapat dilihat sedangkan hypoxia dinilai dari analisis gas darah dan hematokrit. Pada keadaan defisiensi zat besi, derajat polisitemia secara langsung berhubungan dengan keparahan dan durasi hypoxia. Evaluasi juga harus mencari kelainan bawaan yang lain. Hasil echocardiography, kateterisasi jantung, electrocardiography dan foto polos dada harus dievaluasi.5 1. Anamnesis (aloanamnesis). Selama evaluasi pre-anestesi dibutuhkan untuk melihat secara seksama ada tidaknya masalah seperti infeksi respiratory dan gagal jantung kongestif. Anastesi pada anak-anak dengan infeksi respiraotory dapat menyebabkan tingginya insiden kompliklasi jika diperlukan intubasi atau manipulasi jalan napas. Laryngospasme atau bronkospasme bisa terjadi sebagai respon terhadap stimulasi mukosa glottis atau subglotik. Infeksi sistem pernpasan atas dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas bronkhial yang terlihat setelah 3-4 minggu post infeksi. 2. Pemeriksaan fisik. 3. Pemeriksaan laboratorium seperlunya disesuaikan dengan jenis operasi: Bedah kecil: Hb, leukosist, waktu perdarahan dan waktu pembekuan. Bedah besar dan bedah sedang disesuaikan.

13

2.7.2 Persiapan praanastesia 1. Pasien dipuasakan telebih dahulu dengan aturan sebagai berikut:6 Usia Makanan Padat/Susu formula/ASI < 6 bulan 6-36 bulan > 36 bulan 4 jam 6 jam 8 jam Cairan jernih tanpa partikel 2 jam 3 jam 3 jam

2. Premedikasi Terdapat banyak variasi yang direkomendasikan untuk premedikasi pasien pediatrik. Premedikasi sedatif umumnya diberikan untuk neonatus dan bayi yang sakit. Anak yang terlihat tidak dapat dikontrol dan cemas dapat diberikan agen sedatif seperti midazolame (0,3-0,5 mg/kg, maksimum 15 mg). Pemberian peroral lebih dipilih karena kurang menyebabkan trauma daripada injeksi intramuskular tetapi memerlukan waktu 20-45 menit untuk menimbulkan efek obat. Dosis kecil midazolame dapat dikombinasikan dengan ketamine oral (4-6 mg/kg). Untuk pasien yang tidak koperatif midazolame intramuskular (0,1-0,15 mg/kg, maksimal 10 mg) dan/atau ketamine (2-3 mg/kg) dengan atropine (0,02 mg/kg) bisa memberikan manfaat. Midazolame rektal (0,5-1 mg/kg, maksimal 20 mg) atau methohexital rektal (25-30 mg/kg dari 10% solution) bisa bermanfaat.5 Ada beberapa variasi premedikasi berdasarkan umur serta cadangan jantung dan paru-paru. Atropine 0,02 mg/kgBB intramuskular (dosis minimum 0,15 mg) biasanya diberikan untuk semua pasien pediatrik yang mengalami penyakit jantung untuk melawan peningkatan tonus vagal. Neonatus dan bayi < 6 bulan hanya diberikan atropine saja. Sedatif diberikan pada pasien anakanak yang lebih besar, khususnya pada mereka yang memiliki lesi sianosis (Tetralogy of Fallot). Beberapa dokter menambahkan pemberian pentobarbital 2 mg/kgBB intramuskular atau 2-4 mg/kgBB peroral pada pasien berumur 6 bulan-1 tahun. Pasien diatas 1 tahun biasanya diberikan morphin 0,1 mg/kgBB dan pentobarbital 2-3 mg/kgBB intramuskular dengan tambahan atropine. Atau dapat digunakan midazolame peroral 0,5-0,6 mg/kg atau 0,08 mg/kgBB intramuskular.5

14

Bayi

: umur < 12 bulan, berikan atropine 0,01-0,02 mg/kgBB, dosis

minimum 0,1 mg secara IV. Anak sehat : umur 1-3 tahun, berikan atropine 0,01 mg/kgBB, dosis

minimum 0,1 mg secara IV. Anak tenang diberikan: Diazepam peroral 4 mg/kgBB, 90 menit pra induksi atau dapat diberikan perrektal 0,2-0,4 mg/kgBB, 30 menit pra induksi. Dapat juga diberikan midazolame dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB perrektal. Atau khloralhidrat dengan dosis 20-75 mg/kgBB peroral. : tidak memerlukan sedasi, akan tetapi kalau diperlukan dapat

Anak dengan kelainan jantung bawaan, dapat diberikan kombinasi obat: 3. Infus
6

Atropine 0,01-0,02 mg/kgBB intra-muskular. Diazepam perrektal 0,02-0,04 mg/kgBB, 30 menit prainduksi. Morfin intramuskular 0,2 mg/kgBB, 45 menit prainduksi.

Tempat pemasangan infus dilakukan pada: Dorsum manus. Pergelangan tangan. Dekat mata kaki bagian dalam. Kepala (scalp).

Cairan diberikan: Bayi umur < 12 bulan berikan dekstrosa 5% dalam NaCl 0,225% atau NaCl 0,45%. Umur > 12 bulan berikan dektrosa 5% dalam NaCl 0,9% atau dalam ringer atau bisa juga diberikan ringer laktat/asetat. 4. Suhu kamar operasi6 Bayi-bayi yang berumur > 12 bulan atau berat badan < 10 kg, suhu ideal 320-370 C. Pada anak-anak, suhu ideal 250-280 C. Bila suhu ruangan terlalu dingin pada waktu induksi pasanglah selimut hangat atau warm blanket atau lampu pemanas (heating lamp).

15

5. Peralatan anastesia pada bayi, harus memenuhi syarat:6 Seringan mungkin. Ruang rugi seminimal mungkin (kurag 5 ml). Resistensi rendah (kurang 30 cmH2O/l/detik). Pipa jalan nafasnya non kinking (tidak mudah tekuk). Tidak memakai katup searah. Pada pasien yang mempunyai berat badan < 20 kg digunakan alat Jackson Rees. Pada pasien yang mempunyai berat badab > 20 kg gunakan system Magill. 2.7.3 Induksi 1. Tujuan Haemodinamik Anastesi Lesi Obstruktif Managemen anastesi harus dapat mencegah terjadinya hypovolemia, bradikardi, takikardi dan depresi myokardial. Denyut jantung optimal harus dapat diatur berdasarkan umur, denyut jantung yang lambat dapat menyebabkan penurunan cardiac ouput sedangkan denyut jantung yang cepat dapat dapat menyebabkan gangguam pengisian ventrikel.5 Shunt Rasio Pulmonary Vascular Resistance (PVR) harus dijaga pada adanya shunt. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan PVR seperti asidosis, hypercapnia, hypoxia, peningkatan tonus simpatetik dan tekanan jalan nafas yang tinggi harus dihindari pada pasien dengan right to left shunt; hyperventilasi (hypocapnia) dengan oksigen 100% efektif pada pasien dengan PVR yang rendah. Vasodilator pulmonary yang spesifik tidak tersedia, alprostadil (prostaglandin E1) atau nitroglycerine dapat dicoba tetapi sering menyebabkan hipotensi sistemik. Vasodilator sistemik dapat memperburuk right to left shunt dan harus dihindari; phenyephrine dapa digunakan untuk meningkatkan SVR.5 2. Monitoring Perbedaan yang besar antara end-tidal dan tegangan CO2 arteri harus dapat diantisipasi pada pasien dengan right to left shunt yang besar karena dapat meningkatkan dead space. Setelah induksi, monitoring tekanan vena sentral

16

dan intraarteri digunakan untuk prosedur torakotomi dan semua prosedur yang menggunakan CPB. Kateter 20 atau 22 gauge digunakan untuk dimasukkan ke dalam arteri radialis; 24 gauge lebih tepat untuk neonatus atau bayi premtur.5 3. Akses Vena Akses vena sering dipakai tetapi tidak selalu diperlukan untuk induksi. Penggunaan EMLA (eutectic mixture of local anesthetic) dapat dengan baik memfasilitasi penempatan kanul vena sebelum induksi. Agitasi dan menangis harus sangat dihindari pada pasien dengan lesi sianotik karena dapat meningkatkan right to left shunt. Akses intravena dapat dilakukan setelah induksi tetapi sebelum intubasi pada sebagian besar pasien. Paling kurang dibutuhkan 2 cairan infus intravena, salah satunya biasanya melalui kateter vena sentral.5 4. Rute Induksi Pada bayi prematur dan neonatus, trakea biasanya diintubasi ketika pasien terjaga dan setelah preoksigenasi yang adekuat. Pada pasien yang lebih besar, induksi dengan inhaasi, intravena atau intramuskular diperlukan sebelum dilakukan intubasi. Efek premedikasi dan adanya akses vena dapat menentukan teknik intubasi. Intubasi difasilitasi dengan agent nondepolarisasi (recuronium 1,2 mg/kgBB atau pancuronium 0,1 mg/kgBB) atau dapat digunakan succinylcholine 1,5-2 mg/kgBB.5 Intravenous Thiopental (3-5 mg/kgBB), propofol (2-3 mg/kgBB), ketamine (1-2 mg/kgBB), fentanyl (25-50 g/kgBB) atau sufentanil (5-15 g/kgBB) dapat digunakan untuk induksi intravenous. High dose opioid mungkin cocok untuk sebagian kecil atau pasien kritis ketika post operasi yang akan dilakukan ventilasi. Onset agent intravena lebih cepat pada pasien dengan right to left shunt, bolus obat harus diberikan secara lambat untuk menghindari arteri darah yang tinggi. Resirkulasi pada pasien dengan left to right shunt yang besar akan dapat mendilusi konsentrasi darah arterial dan memperlambat onset agent intravenous. Intramuskular Ketamine 4-10 mg/kgBB sering digunakan dan memiliki onset anastesia dalam 5 menit. Atropine preoperatif dapat mencegah sekresi yang

17

berlebihan. Ketamine merupakan pilihan yang bagus untuk pasien yang agitasi atau tidak kooperatif. Inhalasi Halothane merupakan agent yang paling sering digunakan. Teknik ini sama dengan pembedahan nonkardiak, kecuali konsentrasinya ditingkatkan secara perlahan-lahan untuk menghindari depresi jantung yang berlebihan. Halothane dan sevoflurane paling cocok untuk pasien dengan cadangan jantung yang bagus. Induksi halothane tidak boleh digunakan untuk pasien yang sangat muda atau dengan cardiac output yang rendah. N2O biasanya digunakan untuk induksi inhalasi, konsentrasinya harus dibatasi sampai 50% pada pasien dengan lesi sianosis. N2O tidak dapat meningkatkan PVR pada pasien pediatrik. Teknik anatesi untuk pembedahan repair bervariasi tetapi pada pasien dengan sakit yang berat pemberian fentanyl dan non-depolarizing muscle relaxant adekuat sebagai analgesia. Ventilasi dijaga dengan oksigen dan udara. Kombinasi ini ditoleransi dengan baik oleh bayi sakit kritis dengan gagal jantung kongestif. Induksi dilakukan dengan menggunakan fentanyl 5-10 microgram/kg dan 30-50 microgram/kg untuk pemeliharaan total. Pada anak-anak dengan haemodinamik yang stabil, teknik ini biasanya diikuti oleh ekstubasi. Ketamine, isoflurane dan midazolame merupakan obat yang bermanfaat sebagai supplement anastesia. Sebagian besar pasien yang mengalami keterbatasan cairan dan penggunaan obat deuritik untuk persiapan pembedahan dan memerlukan penggantian volume sebelum dilakukan induksi. Untuk tujuan tersebut dapat digunakan Ringer Laktat 10 ml/kgBB. Hidrasi per-operive dengan menggunakan ringer Laktat 5 ml/kgBB/jam.5 General anastesi biasanya diinduksi denga teknik intravenous atau inhalasi. Induksi dengan ketamine intramuskular (5-10 mg/kg) dipilih untuk situasi khusus. Induksi intravenous dipilih bila pasien datang ke ruangan operasi dengan menggunakan kateter intravenous atau cukup kopertif dipasangkan kanul venous. Propofol dihubungkan dengan jarang terjadinya hipertensi selama intubasi, sadar yang cepat, jarang menimbulkan mual muntah post-operasi. Manfaat dari teknik intravenous tersebut adalah sangat tepat untuk memasukan obat-obat emergensi yang dibutuhkan dengan segera serta induksi yang cepat pada anak dengan resiko aspirasi.5
18

Induksi Intravenous Induksi yang sama seperti digunakan pada dewasa: rapid acting barbiturate (thiopental 3 mg/kg pada neonatus, 5-6 mg/kg pada bayi dan anak-anak) atau propofol (2-3 mg/kg) diikuti dengan non-depolarisasi muscle relaxant (recuronium, cisatracurium, atracurium, mivacurium atau succinylcholine). Atropine harus diberikan secara intravenous sebelum succinylcholine. Pada anak-anak yang tiba diruangan operasi tanpa pemasangan intravenous line atau sulit mencari akses intravenous. Anastesi volatile potent dapat membuat anak menjadi tidak sadar dalam beberapa menit. Hal ini mudah dilakukan pada pasien yang sebelumnya sudah mengkonsomsi obat sedatif pada saat di ruangan rawat inap dan pada anak yang sedang tertidur. Biasanya, pernapasan anak tidak berbau ketika bercampur dengan nitrit oxide (70%) dan oksigen (30%). Sevoflurane atau halothane ditambahkan ke campuran gas anestesi dalam 0,5% bertahap setiap tiga sampai lima kali napas. Sevoflurane memiliki indeks terapeutik yang lebih luas dari segi kardiovaskular depresi dan depresi ventilasi drive. Banyak pediatrik anesthesiologists mempertimbangkan sevoflurane sebagai agen pilihan untuk induksi. Desflurane dan isoflurane tidak digunakan untuk induksi karena mereka lebih tajam dan menyebabkan batuk, nafas yang sulit, laryngospasme selama induksi inhalasi. Beberapa dokter menggunakan teknik induksi napas dengan sevoflurane (7% -8% sevoflurane dalam 60% nitrous oxide) untuk mempercepat induksi. Setelah kedalaman yang memadai dari anestesi telah dicapai, akses vena dapat dimulai dan relaksan otot dapat diberikan. 1. Pada neonatus Induksi dilakukan di kamar operasi dengan cara inhalasi sebagai berikut: induksi inhalasi dengan kombinasi obat N2O:O2 = 4:2 (liter) dan obat inhalasi volatile, misalnya halothane dimulai dengan dosis 0,5 Vol%, dinaikkan secara bertahap 0,5 Vol tiap 3-5 kali nafas sampai pasien tertidur, kemudian dipasang infus. 2. Pada umur < 3 tahun Induksi dilakukan di kamar khusus untuk induksi yang berada di kamar terima atau kamar persiapan. Pada saat prosedur induksi dilaksanankan, orang tuanya boleh menemaninya, sambil ikut serta melaksanakan

19

prosedur induksi secara inhalasi seperti tersebut diatas. Selanjutnya setelah pasien tertidur, segera dipasang infus dan dibawa ke kamar operasi untuk tindakan lebih lanjut. 3. Pada anak > 3 tahun Pada anak yang tidak kooperatif, induksi dilakukan dengan cara seperti butir 2. Pada anak yang kooperatif, pasien boleh ditemani oleh orang tuanya di kamar terima dan segera dipasang infus dengan fasilitas anestesi lokal, selanjutnya induksi dapat dilakukan secara intravena melalui infus yang terpasang dengan obat-obat induksi intravena seperti penthotal, ketamine, midazolame atau propofol dengan dosis disesuaikan.

2.7.4 Intubasi Setelah induksi inhalasi, nitrous oxide harus dihentikan sebelum intubasi supaya paru-paru pasien mengandung konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi yang disertai dengan saturasi oksigen arteri yang adekuat selama periode apneu. Pada kasus intubasi neonatus dan bayi yang sadar, preoksigenasi yang adekuat dan penggunaan insuflasi oksigen selama laringoskopy dapat membantu mencegah terjadinya hipoksemia.5 1. Intubasi dalam keadaan anestesia (asleep), dilakukan dengan cara berikut:6 Induksi anestesi dengan inhalasi. Setelah tertidur cukup dalam berikan anestesia topical 1x semprot Xylocaine 10%. Berikan anestesia inhalasi beberapa menit lagi sambil menunggu khasiat analgesia topikal. Lakukan laringoskopi dengan laringoskop daun lurus dan kemudian lakukan intubasi. Pada beberapa kasus setelah pasien terinduksi, intubasi dapat dilakukan dengan bantuan/fasilitas obat pelumpuh otot suksinhilkolin. 2. Intubasi dalam keadaan sadar (awake), dilakukan pada pasien neonatus yang berusia dibawah 10 hari, pada pasien dengan keadaan umum jelek, hernia diafragmatika, fistula trakea-bronkoesofagus, ileus obstruktif dan pada kasus yang diperkirakan sulit untuk diintubasi.6

20

Tata laksanya adalah sebagai berikut: Berikan oksigen 100% beberapa menit. Buat posisi kepala dalam posisi cium (sniffing) dari ekstensi sendi atas. Berikan analgesia topical 1x semprot xylokain 10%. Tunggu 2-3 menit. Lakukan laringoskopi dengan laringoskop daun lurus dan segera lakukan intubasi. 3. Pipa endotrakea6 Pipa endotrakea yang digunakan untuk anak yang berumur < 8 tahun adalah pipa endotrake tanpa kaf (balon) dan terbuat dari plastik atau polivinil dan usahakan ukuran pipa agak sedikit longgar. Ukuran diameter untuk anak diatas 1 tahun ditentukan dengan rumus 1/n + 4,5 (n dalam tahun). Pada neonatus, besarnya PET yang ditentukan sebagai berikut: Berat badan < 1000 gram 1000-2000 gram 2000-3000 gram > 3000 gram Umur kehamilan < 28 minggu 28-34 minggu 34-38 minggu > 38 minggu Diameter PET 2,5 mm 3 mm 3,5 mm 3,5-4 mm

2.7.5 Pemeliharaan Setelah induksi, opioid atau inhalasi anastesi digunakan untuk pemeliharaan. Fentanyl dan sufentil merupakan yang paling umum digunakan sebagai agen intaravenous, sedangkan halothane, isoflurane dan N2O merupakan yang paling umum digunakan sebagai agent inhalasi. Pilihan agen harus diubah berdasarkan respon haemodinamik pasien. Isoflurane dan sevoflurane mungkin lebih cocok daripada halothane pada beberapa kasus; dalam dosis yang sama, mereka jarang menyebabka terjadinya depresi myokardial, kurang memperlambat denyut jantung dan lebih vasodilatasi daripada halothane. N2O dapat menyebabkan depresi kardiak pada pasien dengan cadangan kardiak yang rendah.5 Ventilasi biasanya dikontrol selama anestesia neonatus dan bayi. Selama ventilasi spontan, ketika resistensi yang rendah dari sistem siklusnya dapat menyebabkan hambatan yang signifikan pada neonatus secara keseluruhan. Pada

21

pasien dengan berat badan < 10 kg ahli anastesi lebih memilih menggunakan sirkuit Mapleson D atau Bain System karena resistensinya yang rendah. Karena resistensi breathing-circuit mudah secara keseluruhan dengan ventilasi tekanan positif, system siklus ini dapat digunakan dengan aman pada seluruh pasien kelompok umur jika ventilasinya dikontrol. Monitoring tekanan jalan nafas memberikan bukti adanya obstruksi yang disebabkan oleh kinked endotracheal tube atau tube yang masuk sampai ke bronkus utama.5 Banyak ventilator anestesia yang sudah bermesin tua atau di disain untuk pasien dewasa dan tidak dapat dipercaya menyediakan volume tidal yang rendah dan kecepatan yang cepat yang diperlukan oleh pasien neonatus atau bayi. Pemberian volume tidak yang besar secara tidak sengaja pada pasien anak kecil dapat menyebabkan puncak tekanan jalan nafas yang sangat besar dan menyebabkan barotrauma. Pressure-limited mode yang terdapat pada semua mesin ventilator anestesia yang baru dapat digunakan pada neonatus dan bayi. Volume tidal yang kecil dapat secara manual diberikan dengan sensitivitas yang tinggi dengan 1 L breathing bag daripada 3 L bag dewasa. Pada anak-anak dengan berat badan < 10 kg, volume tidal yang adekuat dicapai dengan peak inspiratory pressure 15-18 cm H2O. Untuk anak yang lebih besar volume ventilasi terkontrol dapat digunakan dan volume tidal di set 8-10 mL/kg. Banyak spirometer yang kurang akurat pada volume tidal yang rendah.5 Anastesia pada pasien pediatrik dapat dijaga dengan agent yang sama pada dewasa. Banyak dokter mengganti isoflurane atau halothane dengan induksi sevoflurane untuk membantu menurunkan angka delirium atau agitasi post operasi. Jika sevoflurane secara berlanjut dugunakan untuk tahap pemeliharaan, pemberian opioid (fentanyl 1-1,5 mcg/kg) 15-20 menit sebelum operasi selesai dapat menurunkan insiden emergensi delirium dan agitasi. MAC pada anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa, neonatus khususnya rentan terhadap efek cardiodepressant pada general anastesi. Muscle relaxant nondepolarisasi diperlukan untuk kondisi pembedahan yang optimal, khususnya pada neonatus dan bayi yang tidak toleransi terhadap agent volatile dosis tinggi.5 Pemeliharaan pola nafas dapat dilakukan secara spontan atau nafas bantu/nafas kendali. Pola nafas spontan dilakukan pada kasus operasi kecil, keadaan umum pasien baik, lokasi dipermukaan tubuh kecuali di kepala-leher, posisi terlentang dan durasi kurang dari 30 menit. Pola nafas bantu/nafas kendali
22

dilakukan pada operasi besar dan lama. Nafas kendali yang diberikan sebaiknya dengan tangan (manual). Selama pemeliharaan dapat diberikan obat-obat pelumpuh otot. Perhatiakan; otot lurik bayi bersifat myasthenic respone, sensitif terhadap pelumpuh otot non depolarisasi tetapi resisten terhadap depolarisasi. Beberpa obat pelumpuh otot yang dapat digunakan adalah sebagai berikut suksinilkholine dosis 1-2 mg/kgBB untuk fasilitas intubasi, pankorunium 0,040,06 mg/kgBB atau atrakurium 0,3-0,6 mg/kgBB. Setiap penggunaan obat pelumpuh otot nondepolarisasi harus diberikan penawarnya yaitu neostigmine 0,05 mg/kgBB dikombinasi dengan atropine 0,0025 mg/kgBB. Mekanisme kerja obat penawar pelumpuh otot bisa terganggu pada keadaan asidosis, hipoglikemia dan hipokalsemia.6

2.7.6 Terapi Cairan Selama Operasi Manajemen cairan diperlukan pada pasien pediatrik untuk menjaga keseimbangan cairan. Infus set dengan microdrip lebih dipilih untuk akses vena karena akurasinya yang lebih akurat. Kelebihan cairan dapat terlihat dari vena terlihat menonjol, kulit yang menjadi merah, tekanan darah yang meningkat, serum sodium yang menurun, dan hilangnya lipatan pada kelopak mata atas.5 Pemilihan cairan untuk pemeliharan dapat digunakan Dekstrosa 5% dalam 0,225 NaCl, sedangkan untuk pengganti kehilangan cairan selam operasi adalah dengan Ringer Laktat atau Ringer Asetat.6 Kebutuhan cairan: 1. Pemeliharaan dalam 24 jam. Berat < 10 kg Berat 10-20 kg Berat 20-30 = 100ml/kgBB = 1000 ml + 50 x n1 ml/kgBB = 1500 ml + 20 x n2 ml/kgBB

Catatan : n1 = tambahan berat >10 - <20 kg n2 = tambahan berat >20 - < 30 kg 2. Untuk koreksi translokasi cairan selam operasi diperhitungkan sebagai berikut: Trauma ringan rata-rata 2 ml/kgBB/jam. Trauma sedang rata-rata 4 ml/kgBB/jam. Trauma berat rata-rata 6 ml/kgBB/jam.

23

3. Pedoman koreksi defisit pemeliharaan/jam. Jam II 25% defisit + cairan pemeliharaan/jam. Jam III 25% defisit + cairan pemeliharaan/jam.

Selanjutnya diberikan cairan pemeliharaan/jam ditambah cairan koreksi akibat translokasi luka operasi dan koreksi akibat perdarahan.

2.7.7 Transfusi Pemberian transfusi darah pada neonatus/bayi, harus didasari oleh indikasi yang jelas, mempergunakan nilai batas toleransi hematokrit yang optimal sesuai dengan umur pasien. Hendaknya nilai hematokrit diperiksa ssebelum operasi dan selanjutnya periksa ulang secara periodik selam operasi berlangsung, sesuai dengan indikasi. Nilai hematokrit normal dan batas toleransinya.6 Usia Prematur Bayi cukup bulan Sampai usia 3 bulan Sampai usia 1 tahun Sampai usia 6 tahun Rata-rata 45 54 36 38 38 Kisaran 40-45 45-65 30-42 34-42 35-43 Toleransi 35 30-35 25 20-25 20-25

Volume darah neonatus premature (100 ml/kg), neonatus aterm (85-90 ml/kg) dan bayi (80 ml/kg) memiliki proporsi lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa (65-75 ml/kg). Hematokrit awal sebesar 55% neonatus aterm kemudian secara bertahap turun sebesar 30% pada bayi umur 3 bulan dan meningkat 35% setelah 6 bulan. Kehilangan darah dapat diganti dengan kristaloid yang tidak mengandung glukosa (3 mL injeksi ringer laktat untuk setiap mililiter kehilangan darah) atau koloid (1 ml 5% albumin tiap mililiter kehilangan darah) sampai hematokrit pasien mencapai mendekati batas bawah.5

2.7.8 Pemulihan Anastesia Segera setelah selesai pembedahan, hentikan aliran gas/uap obat anestesia. Berikan oksigen 100% selama 5-15 menit. Pada pasien tanpa intubasi, apabila pernafasan adekuat (dengan udara kamar), luka operasi baik, pindahkan ke ruang pulih diikuti oleh asisten.

24

Pada pasien yang diintubasi dan menggunakan obat pelumpuh otot, harus dipulihkan dengan neostigmine-atropine, selanjutnya dipantau sampai pasien bernafas spontan dan adekuat, pergerakan ekstremitas optimal, timul reflek batuk dan lainnya, segera dilakukan ekstubasi.

Ekstubasi , bisa dilakukan dalam keadaan pasien sadar atau tidur. Ekstubasi sadar, dilakukan apabila pasien telah bernafas spontan dan adekuat. Cara ini dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan intubasi. Ekstubasi tidur bisa dilakukan pada anak-anak pada operasi selain pada daerah kepala, mulut atau leher, dengan posisi terlentang.

25

BAB 3 LAPORAN KASUS

3. 1. Evaluasi Pra-Anastesi 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Suku Agama Bangsa No CM Tanggal MRS Diagnosis Pra Bedah Tindakan Diagnosis Pasca Bedah Tanggal Operasi : I Gusti Ayu Dwi Juni Antari : 6 bulan 20 hari : Perempuan : Bali : Hindhu : Indonesia : 01.52.94.99 : 20 Desember 2011 : Large PDA+CHF : Ligasi PDA : Post Ligasi PDA : 9 Januari 2012

2. Anamnesis Anamnesis Khusus : Keluhan utama : Sesak Napas Pasien merupakan rujukan RS Sanjiwani Gianyar dengan diagnosis pneumonia dd/ suspek Ventrikel Septal Defek, saat di UGD RSUP Sanglah pasien dalam keadaan kebiruan dan terpasang oksigen kanul 1 liter per menit. Pasien dikeluhakan sesak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit semakin hari semakin memberat dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Suara grok-grok (+), suara ngik-ngik (+). Pasien juga dikeluhkan kebiruan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Kebiruan dikatakan terdapat di bibir dan ujung-ujung jari. Kebiruan di daerah lidah disangkal. Pasien juga dikeluhkan panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas naik turun dengan obat penurun panas. Riwayat kejang disangkal. Pasien juga dikeluhkan batuk sejak 2 minggu yang lalu. Batuk disertai dahak tetapi dahak sulit keluar. BAB dan BAK dikatakan normal.

26

Anamnesis Umun : Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak diketahui. Riwayat Pengobatan : Pasien berobat ke RS Sanjiwani Gianyar 4 hari sebelum masuk rumah sakit karena sesak dan panas kemudian diberi obat Cefotaxim 3x200 mg IV, Gentamicin 2x15 mg IV, Dexamethason 3x1/3 ampul, ventolin nebul tiap 12 jam Riwayat Imunisasi : BCG 1x, Polio 2x, Hepatitios B 1x, DPT 1x Riwayat Persalinan : Pasien lahir secara normal ditolong dokter dengan berat badan lahir 2600 gram. Riwayat Nutrisi : ASI : lahir-sekarang Bubur Susu : 6 bulan-sekarang

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan asma di dalam keluarga disangkal. Riwayat Operasi/Anastesi sebelumnya : Tidak ada

3. Pemeriksaan Fisik Status Present : Kesadaran Saturasi oksigen Tekanan darah Nadi Respirasi Temperatur Berat badan : 5 kg Status Fisik : Sistem Saraf Pusat : Dalam Pengaruh Obat (DPO), E3V3M3 Sirkulasi : Heart rate 149-154 x/menit S1S2 normal reguler murmur (+) sistolik grade III/VI di ICS II Parasternal Line Sinistra. Respirasi : Respiratory rate 26-30 kali/menit Auskultasi paru-paru : Bronkovesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/Gastrointestinal : Bising usus (+) normal, distensi (-) Hepar teraba 1/3-1/3 permukaan rata, tepi tumpul, konsistensi kenyal
27

: DPO, E3V3M3 : 100% : 95/55 mmHg : 149 kali/menit : 26 kali/menit : 37,10C

Lien tidak teraba Nasogastric Tube (+) Ginjal Muskuloskeletal : BAK pampers : Akral hangat, Cyanosis (+)

4. Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (08-01-2012) WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV : 25,64 x103/L (6,0-14,0) : 4,38 x106/L (4,10-5,30) : 12,30 g/dL (12,0-16,0) : 36,40% (36,0-49,0) : 82,90 fL (78-102) : 28,10 pq (25-35) : 33,90 g/dL (31,0-36,0) : 15% (11,60-18,70) : 423,50 x103/L (140-440) : 5,13 fL (6,80-10,0)

Analisis Gas Darah (08-01-2012) pH pCO2 pO2 HCO3BEecf SO2c : 7,454 (7,35-7,45) : 60,80 mmHg (35,0-45,0) : 147,10 mmHg (80-100) : 41,70 mmol/L (22,0-26,0) : 17,70 mmol/L (-2,0-2,0) : 98,90% (95-100)

Analisis Gas Darah (09-01-2012) pH pCO2 pO2 HCO3BEecf SO2c : 7,56 (7,35-7,45) : 45,0 mmHg (35,0-45,0) : 176,0 mmHg (80-100) : 40,30 mmol/L (22,0-26,0) : 18,10 mmol/L (-2,0-2,0) : 100% (95-100)

Elektrolit (09-01-2012) Natrium Kalium Chlorida : 130,10 mmol/L (136,0-145,0) : 4,567 mmol/L (3,50-5,10) : 89,98 mmol/L (94,0-111,0)
28

Calsium

: 9,519 mg/dL (8,40-10,40)

Echocardiografy (20-12-2011) Echo Summary : 1 st echo (6 month, 5 kg, cardiomegaly, CHF, BP) : Atrial situs solitus, normal systemic and pulmonal veins drain, AV-VA concordant, LVH, LA enlarge, LA/Ao 1,73, Ao 11 mm, large PDA (isthmus/ampulla 6,0/11,0mm, bidirectional shunt, can not evaluate PG), no ASD/VSD/CoA, left Ao arch, moderate TR (PG 75,00 PHT), moderate PR (PG 31,59 mmHg), moderate MR (ERO 0,1 cm2, R Vol 14,0 mL), normal Ao valve, no pericardial effusion, normal LV systolic function (EF 66%) Result : Plan : Antifailure (furosemid IV 3x5, spironolacton 2x6,25, dopamin 10) Re-echo if pneumonia revealed PDA occlusion or ligation Large PDA Pulmonary Hypertension (PHT)

Kesimpulan Status Fisik ASA : 4

3. 2. Persiapan Pra-Anastesi Persiapan di ruangan Informed concent tentang rencana operasi, rencana anestesi yang dipilih, penyulit yang mungkin timbul serta cara antisipasinya. Surat perjanjian operasi yang telah ditandatangani oleh keluarga penderita. Puasa 2 jam untuk air putih, 4-6 jam untuk susu formula. Persiapan fisik rutin seperti pasien melepaskan aksesoris yang dipakai, dan pakaian pasien. Persiapan di ruang persiapan operasi Memeriksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan operasi. Telah terpasang infus CVC dengan cairan RL.

Persiapan di kamar operasi : Atur suhu ruangan Persiapan mesin anestesi Persiapan obat anestesia
29

Persiapan alat dan obat resusitasi Pindahkan pasien ke meja operasi Pasang alat pantau dan kartu anestesia Evaluasi ulang status present dan per sistem organ

3. 3. Pengelolaan Anastesia 1. Jenis Anesthesia : GA-OTT 2. Teknik Anesthesia : a) Pasien tidur telentang, terpasang monitor. b) Preoksigenasi O2 100% 8 liter/menit selama 5 menit c) Co-induksi dengan fentanyl 25 mcg d) Induksi dengan inhalasi sevoflurane e) Fase intubasi dengan atracronium 10 mg f) Laryngoskopi intubasi dengan PET no 7 cuff (+) kingking g) Maintanance dengan air, O2, Sevoflurane 3. Respirasi 4. Posisi Operasi 5. Infus : kendali : Lateral dekubitus kanan : CVC kristaloid (Ringer Laktat)

6. Kronologis Anestesi : Pukul 08.15 : pasien datang di ruang persiapan Pukul 09.00 : pasien masuk ke ruang operasi Pukul 09.10 : induksi Pukul 09.15 : operasi mulai Pukul 10.45 : operasi selesai Pukul 11.00 : pasien pindah ke ruang pemulihan Pukul 13.00 : pasien pindah ke ruang perawatan : tidak ada : 1 jam 30 menit : 1 jam 45 menit :

7. Komplikasi selama anestesia 8. Lama Operasi 9. Lama Anesthesia 10. Keadaan akhir pembedahan Tekanan darah Nadi SpO2

: 92/58 mmHg : 118 kali/.menit : 100%


30

11. Rekapitulasi cairan Jumlah cairan masuk : kristaloid 200 cc Jumlah pendarahan : 30 cc

12. Jumlah medikasi : Fentanyl 25 mcg Atracronium 10 mg

3. 4. Pengelolaan Pasca Bedah 1. Pasca bedah pasien kemudian dipindahkan ke ruang pemulihan pada pukul 11.00 wita a. Tekanan darah b. Nadi c. SpO2 : 92/58 mmHg : 118 kali/.menit : 100%

2. Di ruang pemulihan, pasien diobservasi : a. Suhu tubuh normal b. Mual dan muntah tidak ada c. Nyeri tidak ada 3. Instruksi di Ruangan : a. Analgesia post-operasi : morfin 20 mg/kgBB/jam, paracetamol 3x50 mg IV. b. Antibiotika dan obat-obatan lain sesuai instruksi dari sejawat bedah. c. Minum : puasa. d. Infus : e. Kontrol kesadaran tekanan darah, nadi dan respirasi setiap saat selama masih dalam pengaruh obat anestesi.

31

BAB 4 PEMBAHASAN

Pasien perempuan, 6 bulan 20 hari dengan diagnosis Patent Ductus Arteriosus dilakukan tindakan Ligasi Patent Ductus Arteriosus. Pasien merupakan rujukan RS Sanjiwani Gianyar dengan diagnosis pneumonia dd/ suspek Ventrikel Septal Defek. Pasien dikeluhakan sesak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit semakin hari semakin memberat dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Suara grok-grok (+), suara ngikngik (+). Pasien juga dikeluhkan kebiruan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Kebiruan dikatakan terdapat di bibir dan ujung-ujung jari. Kebiruan di daerah lidah disangkal. Riwayat operasi (-). Riwayat alergi (-), Riwayat pemakaian obat (+), Cefotaxim 3x200 mg IV, Gentamicin 2x15 mg IV, Dexamethason 3x1/3 ampul, ventolin nebul tiap 12 jam. Status Present pasien adalah Dalam Pengaruh Obat, GCS E3V3M3, tekanan darah 95/55 mmHg, nadi1490 x/menit, respirasi 26x/menit. Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien dapat disimpulkan dengan status fisik ASA IV. Pada pasien ini digunakan teknik general anestesi dengan pertimbangan operasi berlangsung lama dan blok yang lebih kuat. Pasien diposisikan dengan posisi lateral dekubitus kanan karena pada pasien PDA sayatan dilakukan dengan teknik torakotomi posterolateral. Preoksigenasi O2 100% 8 liter/menit selama 5 menit untuk mencapai SaO2 100%. Co-induksi yang diberikan adalah fentanyl 25 gram (1-5 gram/kgBB). Fentanyl merupakan obat golongan opioid kuat yang bersifat analgetik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Induksi general anestesi dilakukan dengan inhalasi sevoflurane yang juga dapat disebut fuoromethyl hexafluoroisopropyl ether merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau dan tidak iritatif sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dari semua obat-obat anastesia inhalasi yang ada pada saat ini. Efek farmakologi terhadap sistem kardiovaskular relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anastesi dengan menggunakan sevoflurane. Sevoflurane digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anastesi umum, disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgesik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif sangat baik digunakan untuk induksi. Untuk relaksasi otot diberikan atracurium 2,5 mg
32

(0,5mg/kgBB untuk intubasi). Atracunium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang memiliki onset kerja 2-3 menit setelah suntikan intravena serta memiliki lama kerja berkisar 15-35 menit. Lalu dilakukan intubasi dengan pemasangan PET no 7 cuff (+) kingking. Pemeliharaan diberikan O2 2 lpm, air dan sevoflurane 1 vol %. Untuk pemeliharaan dosis sevoflurane berkisar 0,5-1,0% pada nafas kendali dan 2-3% untuk pola nafas spontan. Dalam pengelolaan nyeri pasca operasi di pakai morfin 20 mg/kgBB/jam dan paracetamol 3x50 mg IV.

33

BAB 5 DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah : 2011. Halaman 236-237. 2. Departement of State Health Service Birth Defect Epidemiology and Surveilance. Texas: 2006. http://www.umm.edu/ ency/ article/000028.htm. (13 January 2012). 3. Poppy S. Duktus Arteriosus Persistent. Dalam: Buku Ajar Kardiologi. FKUI. Jakarta: 2003 4. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: 2007. Halaman 288. 5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology, 4th ed. McGraw Hill; 2006. p.614-645 6. Mangku G, Senapathi T. Ilmu Anastesi dan Reanimasi. Jakarta, 2010. Halaman 149158.

34

Anda mungkin juga menyukai