Anda di halaman 1dari 17

Foto and Text by Indra Setiawan

Wakatobi

EDITION

Prakata
SALAM RANSEL..
Akhirnya memberanikan diri untuk menerbitkan buku tentang perjalanan ke WAKATOBI, walau hanya dalam bentuk ebook karena belum bisa menerbitkan dalam bentuk Buku cetak, ditambah lagi dengan tulisan yang tidak tidak berkarakter sehingga mungkin tak ada penerbit yang mau menerbitkannya. Selain itu juga mendukung gerakan Go Green dalam penggunaan tekhnologi dan tidak lagi menggunakan kertas. Tujuan menerbitkan dalam bentuk ebook supaya memudahkan teman-teman yang butuh petunjuk untuk menuju Wakatobi daripada bolakbalik harus membuka blog. Semoga kedepannya tetap konsisten dalam menerbitkan jurnal perjalanan dalam bentuk ebook seperti ini. Foto serta Tulisan di dalam buku ini merupakan hasil karya saya sendiri, namun mohon dimaafkan karena dokumentasi underwater yang sangat kurang karena hanya bermodalkan camera pocket yang dibungkus plastic. Dukungan serta saran dan kritik teman-teman pembaca sangat diperlukan untuk kelanjutan project ebook Backpacker Borneo ini.

Thanks To:

Contact :
Facebook: Backpacker Borneo Naraituh Blog: www.backpackerborneo.com Email: kambehai@gmail.com
Salam, Indra Setiawan Indra.st@hotmail.com

Saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihan yang telah membatu perjalanan saya ke Wakatobi hingga pulang kerumah dengan selamat. Khususnya kepada Allah SWT., Kedua orang Tua saya, Adik-adikku Indri dan Indah, Lilik, Adit, Teman-teman Banjarmasin Traveler, Willy, Pak supir Pick Up, Teman-teman Makassar Backpacker khususnya Bang Ridho, Awi, Fatih dll, Yusuf Solo, Anggota MAPATEK UNIDAYAN ; Minuz, Anton, Talud, dan Delon, La Anton di Wanci, Keluarga Pak Bakhtiar, Ulan dan Kawan-kawan, Wallace Operation crew; Pak Jufri, Maliani, dan Pak Raya, dan travelmate satu malam Delila.

Taman Nasional

WAKATOBI
Wakatobi adalah nama Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Wakatobi sendiri singkatan dari nama empat pulau utama yaitu Wa dari Wangi-wangi, Ka dari Kaledupa, To dari Tomia, dan Bi dari Binongko.

Taman Nasional Wakatobi memiliki luas area sekitar 1.39 juta ha. Taman tersebut terdiri dari empat pulau besar, yaitu: Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko yang berada di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1994, beberapa orang yang tergabung dalam tim IPB melakukan survei di Wakatobi. Dari hasil survei yang mereka lakukan tersebut terungkap, bahwa di Wakatobi terdapat beranekaragam kekayaan alam bawah laut, seperti terumbu karang dan aneka binatang laut. Karena memiliki kekayaan alam bawah laut, kawasan tersebut menyajikan panorama bawah laut yang begitu menawan dan sangat bagus sebagai tempat kegiatan menyelam. Setelah mempelajari dengan seksama hasil temuan tim IPB, Menteri Kehutanan pada tahun 1996 mengeluarkan surat keputusan No.393/Kpts-V/1996 yang menetapkan Wakatobi sebagai taman nasional. Taman Nasional Wakatobi begitu istimewa untuk dikunjungi. Di taman ini terdapat panorama keindahan alam bawah laut. Gugusan terumbu karang dapat dijumpai sekitar 112 jenis dari 13 famili yang terletak pada 25 titik di sepanjang 600 km garis pantai. Adapun jenis karang tersebut adalah Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp. Di beberapa tempat di sepanjang karang, terdapat beberapa gua bawah laut yang menambah pesona Taman Nasional Wakatobi.

Di samping keindahan yang disajikan oleh beraneka ragam terumbu karang, taman tersebut juga memiliki 93 spesies ikan yang berwarna warni. Adapun jenis ikan tersebut di antaranya adalah: argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, Caesio caerularea Selain itu, dapat juga dijumpai raja udang erasia (Alcedo atthis) dan tiga jenis penyu yang sering bertelur di Taman Nasional Wakatobi, seperti: penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu

tempayan (Caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Berbagai jenis burung laut melengkapi keindahan Taman Nasional Wakatobi, seperti: angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus) dan cerek melayu (Charadrius peronii). Beraneka jenis burung tersebut dapat dilihat dari dekat ketika berkumpul di pulau maupun tatkala terbang meliuk-liuk mengikuti nyanyian irama alam, dan sesekali menukik ke laut untuk berburu ikan. Bagi para wisatawan yang menyukai keindahan alam bawah laut dapat melakukan beberapa kegiatan di Taman Nasional Wakatobi, seperti menyelam, snorkeling dan berenang untuk melihat gugusan terumbu karang yang indah dan warna warni ikan yang sedang menari.

CATPER
Catatan Perjalanan

Semua Berawal dari Tekad dan Nekad


Let it Flow..akhirnya kalimat itu menjadi kalimat pamungkas untuk perjalanan ini, karena walaupun beberapa bulan sebelumnya saya sudah mencari-cari info tentang Wakatobi namun akhirnya sampai menjelang hari H itenerary tidak tersusun dengan baik dan akhirnya saya biarkan mengalir apa adanya, membiarkan langkah membawa saya ke wakatobi. Sehari sebelum keberangkatan hanya tiket dari Bus dari Puruk Cahu ke Banjarmasin yang ada di tangan, selebihnya belum dibeli karena ada masalah dengan KeyBCA saya dan mau beli di agen perjalananpun terlalu mahal. Begitu sampai di Banjarmasin setelah menempuh perjalanan 15 jam dari Kalimantan tengah sayapun langsung berburu tiket termurah menuju Makassar, walaupun dapatnya agak mahal juga, sedangkan tiket menuju Baubau masih sangat mahal sehingga saya putuskan untuk membelinya di Makassar.

Pukul satu siang saya menuju Bandara dengan diantarkan oleh sahabat saya Willy, namun ternyata di tengah jalan hujan deras menghadang sedangkan kita tidak membawa Jas Hujan, nekad menerobos hujan artinya basah kuyup. Akhirnya kita berhenti di tepi jalan dan saya coba untuk menghentikan-

Angkot jurusan Hulu Sungai namun mereka tidak ikut karena terlalu dekat ke bandara sedangkan mereka ingin memuat panumpang jauh yang membayar lebih mahal. Di depan kami saya melihat seorang bapak yang sedang menutup barang-barang di bak terbukanya dengan terpal,insting backpacker jalan, sayapun mendekat dan bertanya, ternyata kami searah dan untungnya bapak ini mengijinkan saya untuk ikut bersamanya bahkan dengan senang hati mengantarkan saya sampai depan bandara. Tiba di pintu masuk bandara jam saya sudah menujukan pukul 13.30, sedangkan di tiket pesawat dijadwalkan berangkat pukul 13.40. Sayapun lari-lari menuju counter check in yang sudah ada tulisan Close di atas mejanya.Dan untungnya saya tetap dilayani sebagai penumpang terakhir yang ditunggu.(mungkin karena kegantengan saya..Hweek) Ketika mengantri di pintu masuk waiting room terdengar di pengeras suara bahwa pesawat Merpati dari Makassar baru mendarat, itu artinya saya masih punya waktu luang untuk sekedar bernafas lega. Namun ketika melewati pos penjagaan ransel saya yang telah melewati pemeriksaan X-ray diambil oleh petugasnya dan saya disuruh untuk mengeluarkan pisau serba guna yang ada di dalam ransel. Setelah dikeluarkan akhirnya bapaknya mengijinkan untuk membawanya namun harus dimasukan ke dalam bagasi dan di segel. Karena malas turun akhirnya saya tinggalkan saja pisau

serbaguna itu, anggap saja sebagai kenang-kenangan kepada petugas tadi..:-) Mendarat di salah satu Bandara termodern di Indonesia untuk pertama kalinya saya disambut oleh kerumunan ojek dan supir taksi, namun dengan tampang sok tau dan cuek saya menolak mereka semua walaupun baru pertama ke Makassar dan berjalan dengan insting menuju Bus Damri tujuan pusat kota sesuai petujuk teman saya Awi yang akan menjemput saya di Maksassar. Turun di pemberhentian Bus Damri yang terakhir di depan RRI ternyata Awi sudah menuggu dan kita langsung meluncur ke Mabes Makassar Backpacker. Di sana ternyata banyak anggota MB yang sedang ngumpul, walau habis kenalan saya langsung lupa namanyahe, maklum saya punya sejenis sindrom susah untuk mengingat nama ketika langsung kenalan dengan banyak orang, kecuali namanya agak beda daripada yang lain. Dan untungnya empunya rumah Bang Ridho mengijinkan saya untuk beristirahat di sana.

www.backpackerborneo.com

www.backpackerborneo.com

Touchdown Pulau sulawesi


Selanjutnya kita langsung mencari tiket untuk ke Bau-bau, namun ternyata untuk besok harinya sudah dari Lion, Merpati sampai Express Airsudah luder karena kebetulan berbarengan dengan long weekand. Untuk besuk lusa masih ada beberapa seat namun mahalnya bukan main, saya coba mencari alternative lain yaitu dengan kapal laut ternyata jadwalnya masih 2 hari baru berangkat, kalau di dihitung-hitung kalau naik kapal Cuma ada dua hari di Wakatobi, plan B di skip.. Sambil manikmati Coto Makassar saya kembali merumuskan plan C, dan akhirnya Kepulauan Selayar menjadi tujuan saya, kali aja rezeki bisa langsung ke taman Laut TAKABONERATE yang susah di jangkau karena tidak adanya transfortasi umum ke sana. Langsung browsing-browsing di HP untuk cari-cari info apa yang bisa dilakukan di sana, untungnya ketika kembali ke Mabes ketemu dengan Yusuf dari Solo yang baru datang dari Wakatobi dan punya banyak info tentang Selayar, bahkan memberikan kontak Bang Acca di Selayar. Untuk menuju Selayar dari Makassar bisa dengan Bus langsung ke Pulau Selayar (Benteng), berangkat pukul 8 pagi dari terminal. Namun ketika minumminum di depan rumah cerita-cerita denganyusuf dan dia melihat harga tiket di internet yang ternyata cukup murah, apalagi pulangnya malahan lebih murah. Hasilnya sayapun kembali memikirkan plan A yang pertama dan hanya punya waktu sekitar 10 menit untuk berfikir sebelum pukul 8, pilih ke terminal dan langsung naik Bus ke Benteng atau beli tiket ke Bau-bau. Deal, itu kata-kata yang terucap sambil menjabat tangan Yusuf dan saya menuntunya untuk bertanggung jawab dengan membelikan tiket lewat internet, hee..baru uangnya saya ganti dengan transfer ke rekeningnya.Namun saya masih harus menginap semalam lagi di Makassar Karen penerbangan saya di besok harinya. Lumayan ada waktu untuk beristihat sambil menikmati kota Makassar. Kota yang sempat membuat saya bingung antara Ujung Pandang dengan Makassar yang ternyata adalah kota yang sama, sempat berganti penyebutanya berubah menjadi Ujung Pandang namun kembali ke nama asalnya yaitu Makassar. Yang pastinya setelah saya liat di peta di dinding rumahnya Bang Ridho nama Ujung Pandang dan Makassar adalah nama dua kecamatan yang ada di Kota Makassar.

Sunset di Pantai Losari

www.backpackerborneo.com

Stigma negative yang selalu saya lihat di televisi yang selalu rusuh dan tawuran tidak saya temui, yang saya temui di sana hanyalah wajah-wajah ramah dan baik kedatangan saya di Kota ini. Sebagai salah satu kota Besar yang ada di bagian timur Indonesia yang tak terhindarkan adalah kemacetan walaupun tak separah kota Jakarta, dari Bandara menuju pusat kota ditempuh hampir dua jam karena kedatangan di sore hari bertepatan dengan jam pulang kerja. Kemajuan kota ini bisa dilihat dari gedung-gedungnya yang menjulang tinggi, salah satunya gedung yang menurut saya keren adalah Wisma Kalla, mirip Marina

Sands Bay di Singapura. Namun yang membuat saya heran pilkada masih tahun depan namun atribut kampanye sudah bertebaran di mana-mana. Katanya belum afdol ke Kota Makassar kalau belum ke Pantai Losari, pantai yang tidak ada pantainya itu tidak pernah sepi.Dengan ciri khas tulisan Pantai Losari yang sering dijadikan lokasi foto ini paling tepat dikunjungi di sore hari sambil menikmati matahari terbenam. Saya bersama Yusuf menghabiskan waktu di Pantai Losari sambil menikmati Pisang Epe, pisang yang dibuat gepeng kemudian dibakar dan dicampur perti, susu, keju, coklat dan original tanpa apa-apa.

Perjalanan menuju Bandara lebih cepat dari pertama kali datang karena langsung lewat jalan tol, tidak melewati titik kemacetan seperti sebelumnya.Pesawat yang saya naiki menuju kota Bau-bau di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara adalah pesawat jenis PK-MZP MA 60 dengan kapasitas 54 penumpang. ini pengalaman pertama kalinya saya menaiki pesawat baling baling sehingga saya agak excited tentang penerbangan kali ini dan sengaja memesan kursi di samping jendela, namun saya kurang beruntung karena terhalang oleh baling-baling yang berputar dengan kencang, agak ngeri juga nelihatnya kalau sambil mengingat Film Final Destination.

Begitu meninggalkan Bandara Sultan Hasanuddin pemandangan perbukitan yang cantik terhampar di bawah, saya kira itulah perbukitan Karst di Maros katanya lebar dan ukurannya terbesar nomor dua di Dunia.Pemandangan selanjutnya hanyalah gununggunung yang tak lama kemudian berganti dengan birunya laut dan pulau-pulau kecil. Ketika landing adalah saat-saat yang paling mendebarkan apalagi ketika melihat roda yang di bawah sayap untuk pertama kalinya menyentuh tanah, goncangan dan getarannya sangat terasa, saya tidak dapat bayangkan bagaimana kalau suspensi rodanya keras atau tidak berfungsi. Kota Bau-Bau yang berada di Pulau Buton berada di tepi laut, dengan kont ur kota yang berbukit-bukit, bahkan saya lihat tanahnya banyak yang berkarang dan kemungkinan dulunya tempat ini berada di bawah laut, di Bau-bau saya dijemput oleh teman yang diperkenalkan oleh Fatih dari Makassar, namanya Minus, anggota Mapala Tehnik Universitas Dayanu Ikhsanuddin dan sayapun dibawa ke secretariat Mapala mereka. Di Bau-bau saya tidak menginap karena Kapal menuju Wakatobi berangkat malam hari, sebelum berangkat sore harinya kita bersantai di Pantai Nirwana, salah satu pantai yang menjadi objek wisata di kota Bau-bau yang sebenarnya tidak memiliki wilayah laut. Menjelang malam kita langsung menuju pelabuhan dan ternyata malam itu tidak ada Kapal yang langsung ke Tomia sehingga saya harus neik Kapal yang menuju Wanci kemudian di wanci barulah naik kapal lagi menuju Tomia. Karena waktu keberangkatan masih Pukul 9 jadi kita sempatkan untuk mencari makan dan bersantai sejenak di alun-alun kota yang ada patung kepala naga sedangkan ekornya berada di atas bukit di depan kantor Walikota. Di dalam kapal kita mendapat nomor kasur kecil untuk kita merebahkan diri, kalau lambat bisa saja kehabisan kasur dan harus ngesot di lantai selama terombang ambing di lautan.Pukul 9 lebih sedikit Kapal akhirnya melepaskan tambatan dari dermaga, dan perjalanan panjang selama satu malam menuju Wakatobipun dimulai.Dan saya memilih untuk memejamkan mata dan beristirahat karena memang tidak ada yang bisa dilihat di malam hari di atas kapal di laut.

Pulang Melaut, Pantai Nirwana (Bau-bau)

Menyususuri Indahnya

Tomia
erjalanan dari Bau-bau ke Pulau Wangi-wangi di tempuh sekitar 10 jam, makanya kapal yang menuju Wakatobi rata-rata berangkat dari Pulau Buton di malam hari sehingga sampai di tujuan di pagi hari. Di kapal kita dapat tempat tidur (matras) sesuai dengan no di tiket kita, dan sialnya saya dapat di tengah-tengan diantara dua perempuan sehingga jadi kuarang bebas bergerak dan memilih membenamkan diri didalam sleeping bag karena tak ada yang bisa dilihat di malam hari di tengan lautan. Tak ada sunrise di kapal karena langit tertutup oleh mendung tebal, ketika merapat di dermaga wanci saya pun langsung menghubungi Anton, teman di wanci yang dikenalkan oleh teman-teman di Bau-bau. Tak lamapun dia datang dan kita langsung menuju rumahnya yang juga berada di tepi laut. Desain rumah yang dibangun di atas laut dan dengan lantai bambu yang jarang-jarang sehingga kita bisa mancing dari dalam kamar, entah bagaimana kalau rumah seperti ini dibangun di Kalimantan, pasti banyak nyamuk. Hal menakjubkan pertama yang saya temui di Wakatobi. Setelah mandi kita pun menikmati teh panas di dermaga di depannya rumah Anton sambil mendengarkan cerita wanci dari teman baru saya ini. Tak jauh terlihat perkampungan suku Bajo berada di atas laut dan sesekali mereka lewat dengan perahu atapun ketinting mereka, bahkan ketiga 17 agustusan ada lomba balap perahu ketinting, tak terbayangkan bagaimana keseruannya. Perkampungan suku Bajo di Wanci sudah menyatu dengan daratan, dan termasuk yang terbesar juga. Mendekati pukul 8 saya diantar menuju Pelabuhan Mola bersama adik perempuan dan tunangannya, sebelumnya kita mampir di pasar yang saya manfaatkan untuk membeli handuk yang ketinggalan. Pelabuhan sudah di sibukan dengan berbagai aktifitas, bnyak kapal kayu yang bersandar, ada yang menuju Keledupa, Tomia maupun Binongko. Dan tujuan saya selanjutnya adalah Pulau Tomia, setelah bertanya yang mana kapal yang berangkat kesana sayapun langsung naik untuk meletakan tempat dan keluar lagi, ternyata saya diberikan Nasi bambu yang banyak di jual di sini, katanya sebagai bekal untuk dikapal atau oleh-oleh untuk orang Tomia, padahal saya sendiri tidak tau siapa yang akan di temui di sana.
Desain rumah yang dibangun di atas laut dan dengan lantai bambu yang jarang-jarang
www.backpackerborneo.com

11

www.backpackerborneo.com

12

Perjalanan menuju Tomia sekitar 4 jam dengan Kapal kayu, namun ternyata kali ini gelombang cukup besar sehingga goncangan kapal sangat terasa, bahkan air laut seting memercik ke dalam kapal, namun saya pernah merasakan yang lebih besar di Pulau Komodo. Di kapal ini saya tidak kebagian tempat tidur dan kapalnya jauh lebih kecil daripada kapal dari Bau-bau yang saya naiki kemaren, saya memilih duduk di bagian depan kapal sambil melihatlihat pemandangan. Di kapal saya berbincangbincang dengan para penumpang lainya bahkan saya ditawari untuk menginap di rumah seorang bapak Kepala Sekolah. Akhirnya penderitaan pun berakhir, kapal kitapun merapat di Pulau Tomia tepatnya di pelabuhan Waha, ada dua pelabuhan di Tomia yang yaitu pelabuhan Usukuu dan Waha tempat kita merapat sekarang. Dengan dijemput anaknya Pak Bakhtiar kita menuju rumahnya yang ternyata tidak begitu jauh dari pelabuhan. Setelah makan sayapun segera beristirahat, ketika berbaring di atas serasa masih bergoyang-goyang di atas kapal. Sore harinya saya ditemani Maman, anaknya Pak Bakhtiar berkeliling Pulau Tomia, uniknya di

sini mereka juga menggunakan helm ketika berkendara namun helmnya masih helm Kerupuk yang sudah dilarang karena tidak sesuai dengan SNI. Melewati kampungkampung kecil di Tomia mengarah ke bagian sebelah pulau dengan melewati bagian tengahnya tampak rumah-rumah khas penduduk desa yang berbentuk rumah panggung dan dibagian bawah tiang utama rumahnya diganjal dengan batu. Ada juga benteng di bagian atas bukit kemudian tak lama kita sampai di tujuan kita yaitu Puncak Kahiangan, salah satu tempat syuting film Mirror Never Lies. Tempat ini berbentuk seperti padang savanna namun dengan dasar yang tampaknya seperti karang, bahkan di dekat sebuah tambang kapur saya menemukan batu yang seperti bekas kerang besar. Di kejauhan kita bisa melihat pulau Tolandona dan pulau-pulau kecil lainnya. Sebenarnya tempat ini adalah tempat yang puas untuk menanti sunset, namun karena di barat saya lihat tetutup oleh awan tebal dan matahari tidak tampak sehingga saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, di tambah lagi ada orang gila yang lagi nongkrong di situ dan katanya dia sering mengganggu orang.

Turun dari puncak Kahiangan ternyata kita langsung sampai di desa Usuku, ibu kota kecamatan Tomia Timur. Desa Usuuku juga lumayan ramai dan rumah-rumah tersusun dengan rapi, hanya sayang jalannya saja yang agak rusak. Ketika mendekati Waha di dekat sebuah tugu entah tugu apa saya juga kurang faham saya mengajak Maman untuk berhenti karena keliatannya dari sini pemandangan kea rah laut terlihat luas dan pas kea rah matahari terbenam. Ketika sedang foto-foto ada dua orang gadis yang lewat dan langsung meyapa Ka Indra ya??. Ternyata sangkaan saya tidak salah dia adalah Ningsing yang pernah saya sms ketika bertanya-tanya tentang Tomia, saya kenal dia dari teman-teman yang sebelumnya ke Tomia.Karena sudah sore sayapun hanya mampir di depan rumahnya dan ngobrol sebentar dengan ibunya. Di pagi hari pertaman di Tomia saya agak terlambat, namun tetetap saja saya menuju pantai yang berjarak sekitar 200 meter dari rumah, matahari sudah mulai meninggi sehingga moment sunrise hari terlewatkan, namun kesibukan nelayan yang baru datang melaut membuat saya penasaran untuk mendekat. Tampak ikan-ikan masih melekat di jaring mereka dan satu persatu dilepaskan, ternyata mereka baru berangkat melaut pukul 4 subuh, hanya sekitar 2 jam melaut sudah sebanyak itu tangkapan mereka, apalagi kalau selama satu malam penuh,. Ini menunjukan betapa kayanya lautan Wakatobi.
www.backpackerborneo.com

14

Ketika saya melanjutkan perjalanan mnyusuri pantai ternyata ada Pak Bakhtiar yang sedang membersihkan body ketintingnya, ternyata persiapan nanti siang untuk mengantar saya keliling dan snorkeling, asyeeeek. Sayapun langsung membantu, ternyata untuk menghilangkan lumut yang menempel dibagian bawah cukup dilumuri dengan iar aki kemudian cukup diusap dengan kain maka lumutlumut tersebut langsung lepas dengan mudahnya. Selesai membersihkan Body kitapun balik ke rumah untuk sarapan. Oh ya di Wakatobi orang-orang menyebut kapal kecil baik yang bermesin ataupun tidak dengan sebutan Body, ada juga yang yang bermesin disebut dengan ketinting. Karena kita berangkat setelah Pak Bakhtiar pulang dari sekolah sayapun memanfaatkan waktu untuk berjalan-jalan di sekitar kampung. Penduduk Tomia ramah-ramah, ketika saya lewat senyuman mereka selalu tersungging, walau di pagi hari yang banyak terlihat para ibu-ibu. Sampai di pelabuhan ternyata pelabuhan lagi ramai-ramainya, ada dua kapal yang akan merapat yaitu dari Bau-bau dan Keledupa. Dari pelabuhan saya menyusuri bagian pinggir laut, ketika di sebuah pondok di pinggir pantai saya berhenti dan ngobrol dengan seorang bapak yang ternyata punya dive centre yang beru dibangun dan masih belum punya nama, semakin lama ngobrol ternyata

Pak Ade ini juga yang menemani rombongannya Yusuf di Wakatobi. Saya juga ditawarai untuk diving dengan harga Rp. 350.000, sebenarnya saya ingin sekali namun karena sudah siang dan sudah ada janji dengan Pak Bakhtiar terpaksa saya tolak. Beliau juga menyewakan kapal untuk explore pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Tomia, seperti Pulau Ndaa yang sangat cantik dengan pasir putihnya.

Ketika pulang saya singgah di tetangga rumah ngobrol dengan ibu-ibu yang sedang santai, tak lama salah satu mengambilkan Kelapa muda yang ada depan rumah dan langsung dibelahkan untuk saya, ketika saya coba untuk membelah sendiri ternyata tak semudah ibu tadi, berkali-kali baru tembus, tak seperti ibu tadi Cuma sekali tebas langsung tembus, saya jadi malu sendiri.

Dari beliau juga saya tau spotspot terumbu karang di sekitar Pulau tomia yang hampir 50 Dive Spot, yang tak akan cukup dijelajahi selama satu minggu, katika mau balik saya dipinjami

Waktunya untuk nyebur ke Laut, dengan kentintingnya Pak Bakhtiar kita menuju spot snorkeling yang pertama yaitu yang bernama Marimabuk, mungkin dinamakan Marimabuk karena tempat ini memang bikin mabuk dengan keindahan terumbu karangnya, itu Cuma dengan

snorkeling apalagi kalau dinikmati dengan Diving katanya lebih indah lagi. Tak jauh dari Marimabuk juga ada spot snorkeling lain yang yang tak kalah indah, karang di sini rata-rata berjenis karang lunak yang berwarna-warni sehingga membuat waktu di dalam air menjadi tidak terasa dan ikanyapun sangat banyak ragamnya. Kemudian kita melanjutkan ke tempat selanjurnya yaitu Pulau Onemobaa, di sinilah ada Wakatobi Dive Resort milik bule dari Swiss yang dibayarnya dengan dollar, bahkan dive tripnya selamay 3 hari saya dengan sampai 40 juta per orang. Tak sembarangan orang local yang boleh masuk ke sini, sungguh ironi di negeri sendiri sampai sekarang masih ada penjajahan dalam bentuk lain. Tak jauh dari resort ini ada sebuah bangunan yang takpak seperti villa namun tidak terurus, katanya punya pemda. Bahkan sampai pantai dan laut di depannya beri pembatas dengan pelampung, katanya kalau ada yang masuk atau mendekat akan diteriaki sama securitinya. Namun kita tak kalah akal, kita mulai snorkeling dari agak jauh kemudian mengikuti arus laut sampai dekar resort. Sebelumnya terlihat beberapa bule yang sedang masuk keluat untuk diving dan langsung ditinggalkan oleh speedboatnya kembali. .

Rasanya belum puas berada di bawah air namun kita sudah dekat dengan dermaga Wakatobi dive Resort, kitapun segera naik ke perahu dan kembali karena tak terasa matahari sudah hampir pulang ke peraduannya. Di perjalanan pulang saya mencoba untuk menyetir Ketinting yang kita naiki, karena dulu waktu masih SMP kita juga punya yang sejenis ini disaat akses jalan di Kalteng masih belum bagus, dan sungai barito merupakan jalan raya bagi kapal-kapal. Matahari terbenam menjadi background perjalanan pulang kita, namun kita harus mencari jalan yang lebih dalam karena laut sudah mulai surut. Di pantai kitapun tidak bisa sandar di tempat kita sebelumnya dan hanya sampai pantai yang agak jauh yang penuh lanun dan menyeret body sambil berjalan terlebih dahulu.

Malam terakhir di Tomia saya duduk di depan rumah sambil ngobril dengan Pak Bakhtiar dan banyak belajar dari beliau, tak lupa juga saya memotocopy Peta Dive Spot yang diberikan Pak Ade tadi, ketika di tempat fotocopy yang punya menegur saya Backpacker dari mana?, mungkin melihat kaos BPI yang saya pakai. Ternyata dia juga punya keinginan untuk jalan-jalan ala backpacker namun karena sudah berkeluarga jadi tidak bisa melaksanakan keinginannya itu. Tak terasa ini hari terakhir saya di Tomia, pagi-pagi saya ke pelabuhan untuk bertanya jam berapa Kapal berangkat dan ternyata kapal yang berangkat adalah kapal yang saya tumpangi ketika berangkat kemaren. Tujuan saya Selanjutnya adalah Pulau Hoga, namun saya harus terlebih dahulu

menuju Pulau Keledupa. Setelah berpamitan dengan keluarga Pak Bakhtiar saya berjalan kaki menuju pelabuhan. Sambil menunggu kapal berangkat saya bermain-main dengan anak-anak yag sedang mandi di Pelabuhan Wakatobi, mereka sangat senang ketika saya foto sambil loncat ke laut, cara mereka memperkenalkan diripun mirip seperti cara perkenalan Si Bolang, bahkan ketika kapal saya berangkat mereka tak henti-hentinya melambaikan tangan kepada saya.

17

www.backpackerborneo.com

Pulau Hoga
Tempatnya Pencari Ketenangan
ari Tomia menuju Pulau Keledupa ditempuh sekitar 2 jam, dan kapal ini tidak singgah di pelabuhan hanya melambat dan bagi kita yang ingin turun terlebih dahulu naik Body (Kapal kecil) ke dermaga dengan bayar Rp. 10.000, ada tiga orang yang turun dari kapal ini,saya sorang bapak dan ibu. Pelabuhan tempat kita turun ini berbeda dengan tempat pelabuhan penyebrangan ke Pulau Hoga, saya terlebih dahulu naik ojek ke sana dan untungnya ketika sampai di pelabuhan ada yang baru mengantar orang dan sayapun ikut dia. Namanya Ulan, kita mengobrol banyak di perjalanan dan saya dibawa berkelling-keliling di di Keledupa, bahkan ketika tau saya ingin ke Pulau Hoga saya dibawa ke kampungnya dan mencarikan kapal dengan teman-temannya.

Kampung Lefuto namanya, sambil menunggu temannya yang punya kapal saya bersantai dengan teman-temannya di desa ini, banyak daging kelapa yang dijemur di jalan yang nantinya akan diolah menjadi Kopra. Selain itu ada juga kolam kepiting di depan rumah kepala desa yang besar-besar. Ternyata ketika akan menyebrang teman-temannya juga ikut mengantar saya ke seberang, bahkan mereka membeli Kasuami dan ikan mentah untuk dibakar di Hoga, Asyeek. Menuju Pulau Hoga ditempuh dengan tidak lebih dari 30 Menit, sebelumnya kita melewati perkampungan Suku Bajo yang berada di tengah laut. Saya melihat kapal suku bajo yang tidak bermesin, untuk maju mereka menggunakan tenaga angin

dengan layar kecilnya,bahkan ada juga yang kapalnya terbalik di tengah laut namun cepat mereka berbalik lagi naik dan membuang airnya, sungguh hebat suku penjelajah samudra ini, kalau ada waktu saya ingin lebih dekat menjelajah di kampung mereka. Dermaga dan pasir putih Pulau Hoga menyambut kedatangan kami, karena ujung dermaga masih terlalu tinggi akhirnya kamipun langsung mendaratkan kapal kita di pasir, Pantai di Hoga berpasir putih yang tidak terlalu luas namun memanjang utara. Di tepi pantai berjejer gazebo yang dibuat berderet di sepanjang pantai yang memang sengaja dibuat untuk bersantai di tepi pantai menikmati laut dan sunset di sore hari. Setelah meletakan barangbarang kita di salah satu gazebo kitapun langsung mencari bahan untuk membakar ikan, untungnya disekitar banyak ranting-ranting dan sabut kelapa yang bisa kita pakai. Sangat simpel cara mereka membakarnya yaitu setelah dicuci di air laut ikan tadi diletakan begitu saja diatas api.

Sambil menunggu ikan masak saya berjalan-jalan mengikuti jalan setapak, ternyata teman kami tadi sudah ada yang di bagian dalam pulau sedang duduk dengan beberapa orang yang ternyata adalah petugas sensus dari Bau-bau, setelah mendata Perkampungan Bajo mereka mampir untuk piknik ke Pulau Hoga. Akhirnya ikan yang dibakar tadi sudah matang, setelah diangkat dari api kemudian dibersihkan ke air laut, dan siap untul disantap. Ternyata dengan dicuci ke air laut tadi sudah membuat rasa untuk ikan bakar tadi harus ditambah dengan rempah-rempah lainya, selain itu ikan segar ini terasa manis karena memang fresh baru ditangkap dari lautan. Dan kasuami merupakan teman yang pas bagi ikan bakar tadi untuk menghilangkan lapar di siang ini. Kasuami adalah makanan Khas dari Sulawesi Tenggara, saya temui ini sebelumnya di Bau-bau dan kemudian di wakatobi juga termasuk makanan pokok nelayan ketika mereka melaut, terbuat dari singkong yang dihaluskan Kasuami ternyata memberikan efek kenyang yang lebih sehingga pas untuk menemani

ketika dilautan. Selain Ikan bakar tadi ada juga lauk tambahan dari rombongan tadi yang kebetulan juga makan di samping kita dan membuat sesi Piknik hari ini semakin rame denga ocehan ibu-ibu itu.Tiga buah Kasuami ternyata masih tidak bisa kita habiskan karena memang efek kenyangnya yang lebih besar daripada nasi. Ada juga bergabung bersama kami Traveler dari Flores yang bekerja dikaltim, dan cewek ini akhirnya menjadi teman saya satu-satunya di pulai ini setelah mereka pulang, selain bule yang juga berjumlah 4 orang.Selain itu Cuma stafstaf pengelola tempat ini yang berada bersama kita di Tempat ini. Setelah teman-teman baru saya pulang sayapun segera menuju kantor Operation Wallacea untuk mengurus tempat tingal saya di Pulau ini, Tak ada penginapan ataupun hotel di pulau Hoga, yang ada hanyalah bangunan-bangunan milik penduduk yang dijadikan Homestay bagi pengunjung pulau Hoga, satu bangunan ini bisa ditinggali oleh dua orang dengan denga tarfi Rp. 50.000 untuk per orangnya.

21

www.backpackerborneo.com

Sebenarnya saya ingin sekali Diving, namun karena waktu yang yang tak memungkinkan akhirnya sayapun langsung Snorkeling .Karena yang bisa mengantarnya ke tempat menginap entah kemana akhirnya transel saya titipkan di dapur dan langsung menu dermaga untuk memceburkan diri. Memulai penelusuran dari ujung dermaga saya berenang agak ketengah menuju balon pelambung yang berada agak ketengah karena menurut petunjuk mereka tadi bahwa sopt yang agak bagus di sekitar balon yang berwarna orange. Terumbu karang dangkal di Hoga ternyata sudah banyak yang rusak dan tidak sesuai dengan ekspektasi saya,mungkin Karena sudah terlalu banyak orang yang kesini khususnya pada bulan Juli-September. Menyusuri tepian tebing ke laut dalam ternyata sedikit lebih bagus terumbu karangnya yang kebanyak berkenis keras, dan yang membuat saya terkejut ada sejenis bale-bale di kedalaman sekitar 10 meter dan dibawahnya masih ada beberapa tingkatan lagi, saya pikir apa ada yang bersantai di bawah laut seperti ini sehinggga dibuatkan bale-bale. Belakangan saya tau ternyata ini adalah tempat untuk latihan diving. Di sini juag diadakan pemecahan rekor penyelam terbanyak ketika 17 Agustus. Meyusuri lebih jauh akhirnya saya sampai ke karang meja yang dimaksut dean memang cantik, selain diameternya yang besar juga berlapis-lapis sehingga menambah keindahannya.

Setelah melihat kepermukaan baru saya adar betapa jauhnya saya dari pantai, dan pelanpelah saya berenang menuju pantai dan tidak mengikuti jalur saya ketika pertama tadi. Saya harus berhati-hati karena diantara karang dan pasir banyak bulu babi yang berbahaya.Di bagian yang sedikit terumbu karangnya banyak bertebaran bintang laut yang berwana biru hingga kecoklatan. Begitu mendekata pantai serasa berada di padang rumput yang tinggi ketika saya berena diantara tumbuhan lanum yang banyak dibagian tapi pantai. Setalah selesai snorkeling barulah saya kembali dan menuju penginapan, satu bangunan untuk saya sendiri serasa menyewa cottage, ada dua tempat tidur yang dilengkapi kelambu didalamnya karena katanya ketika musimnya banyak nyamuk di pulau ini

Karena air di kamar mandi saya tersisa sedikit jadi aya deberikan kunci untuk mandi bangunan yang satunya di belakang. Agenda selanjutnya adalah santai, santai dan santai.Saya menuju tepi pantai untuk bersantai dan menanti matahari terbenam, teman saya delila juga terlebih dahulu standby d pantai. Namun rupanya langit tidak terlalu mendukung sore ini, lagi-lagi matahari tertutup oleh awan. Malam harinya kita bersantai di dapur dengan para staf di sini, mendengarkan cerita Istri Pak Jufri, Ibu Maliani tentang bagaimana mereka orang local Dipaksa untuk belajar diving oleh para perintis tempat ini dan bagaimana mereka bisa berkerja sama dengan masyarakat local, masyarakatlah yang punya tempat bangunan-bangunan yang ada di sini yang kemudian sewanya menjadi sumber pemasukan bagi msayarakat.

Pada bulan-bulan Juli Juli-sampai agustus tempat ini akan penuh sesak oleh pelajar dai Inggris yang belajar atau mengadakan penelitian di sini, bangunan yang berjumlah lebih dari 100 ini semuanya terisi, bahkan di tepi pantai hampir semuanya ada manusia. Tidak seperti sekarang ini, pulau Hoga serasa milik kita pribadi. Menu makan malam ini adalah ikan segede kipas dengan ditemani sembel yang membuat air mata saya meleleh. Sekali makan disini memang cukup mahal yaitu Rp. 40.000, karena memang taka da pilihan lain dan taka da yang jual makanan ataupun warung di sini. Jadi disarankan bagi backpacker gembel seperti saya untuk membawa makanan dari luar untuk menghemat budget.Setelah makan kita menuju dermaga dan bersantai menikmati bintang dilangit, seandainya bersama si dia mungkin lebih romantis, hehe.

Karena tak menghadap timur jadi saya sengaja bangun agak siang, namun begitu bangun saya langsung ke dapur untuk membuat teh hangat dan langsung saya bawa ke tapi pantai sambil menikmati pagi terakhir di Pulau Hoga. Karena jadwal kapal dari Keledupa menuju Bau-bau berangkat pagi ini akhirnya saya harus meninggalkan pulau ini sebelum pukul delapan. Sebelum berangkat tiba-tiba saya dipanggil oleh pak Raya, dia masuk ke dalam ruangannya kemudian keluar membawa sebuah bungkusan plastik dan dia berkata Ini kenang kenangan dari saya.Ternyata isinya adalah kaos seperti Bir Bintang namun bertuliskan Hoga. Akhirnya saya harus meninggalkan orang-orang baik dan keindahan Pulau Hoga, dengan kapal kecil saya menyebrang langsung menuju pelabuhan Pulau Keledupa.Masih belum puas rasanya dengan Pulau Hoga, saya bertekad suatu saat harus kesini lagi. Di pelabuhan Kaledupa kapal kecil kami langsung merapat di kapal tujuan Bau-Bau, di Kapal mencari lapak tempat istirahat yang banyak tersedia banyak di kapal yang kosong karena tidak begitu banyak yang berangkat menuju Bau-bau. Tak lupa saya menikmati bungkusan bekal nasi yang diberikan Ibu Maliani ketika akan berangkat tadi. Dan akhirnya hari ini harus mengucapkan selamat tinggal kepada Kepulauan Tukang Besi yang mempesona ini.

25

www.backpackerborneo.com

uju Wakatobi Tips Men


Dari manapun kita, pertama-tama harus menuju Kota Makassar terlebih dahulu kemudian ada beberapa pilihan menuju Wakatobi. Pertama, dari Makassar naik Pesawat menuju kota Kendari, lalu dilanjutkan naik pesawat kecil ke Wanci di Pulau Wangi-Wangi. Kedua, dari Makassar naik pesawat menuju Kota Bau-Bau, lalu dilanjutka dengan naik kapal penumpang menuju Wanci, Keledupa, Tomia atau Binongko. Untuk maskapai yang melayani Rute Makassar-Kendari/Bau-Bau ada Merpati Air, Lion Air dan Express Air. Untuk Merpati dan Lion Air bisa dilihat dan dibeli via Internet sedangkan Express Air tidak ada jalur Onlinenya. Tarif sekali terbang dari Rp. 300.000-700.000 tergantung rezeki waktu membeli..:-) Ketiga, dari Makassar naik Kapal Laut menuju Bau-Bau baru dilanjutkan ke Pulaupulau di Wakatobi, untuk jadwal kapal Pelni bisa dilihat di Web Resmi Pelni (www.pelni.co.id), jadwal disini lumayan bisa dipercaya, untuk memastikan jamnya bisa ditelpon call centre yang ada. Sedangkan kapal penumpang menuju pulau Wangi-wangi, Keledupa, Tomia dan Binongko setiap malam pukul 9 dari Bau-bau. Pastinya bagi backpacker seperti kita lebih memilih opsi yang termurah, dan untuk transportasi antar pulau di WaKaToBi dilayani oleh kapal-kapal penunmpang kecil yang lumayan berasa ketika laut sedang berombak. Sesuai pengalaman saya kemaren dari Bau-Bau ke Wanci tarif Kapalnya Rp. 103.000 kemudian dari Wanci ke Tomia Rp. 80.000 karena saya langsung menuju yang terjauh. Sedangkan antar pulau seperti dari Wanci Keledupa- Tomia Binongko antar pulau masing-masing Rp. 50.000.

Itenerary
Berikut Rancangan Itenerary seperti yang kemaren yang sempat saya jalani ketika ke Wakatobi. Day 1 Kota Asal Makassar = Ambil penerbangan pagi Makassar Bau-Bau = Naik Merpati Air/Lion Air/Express Air sekitar pukul 11 dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Ada waktu beberapa jam di Bau-bau bisa disempatkan jalan ke Air Terjun Tirta Rimba atau Goa Lakasa Atau Pantai Nirwana / Benteng Keraton. Malam sekitar Pukul 8 menuju pelabuhan, kapal menuju Tomia ada 2 hari sekali, jadi kalau ingin Langsung Menuju Tomia (Rp. 130.000) atau Keledupa kalau kebetulan tidak ada kapal bisa terlebih dahulu naik kapal ke Wanci (RP. 103.000). Day 2 Tiba Di Pulau Tomia. Kapal Langsung Tomia tiba sekitar pukul 9-10. Kalau Naik kapal Wanci sampai pagi pukul 67 baru dilanjutkan naik ojek ke pelabuhan Mona dan cari kapal ke Keledupa (Rp.50.000) atau Tomia (Rp. 80.000). Bisa dilanjutkan istirahat dulu atau langsung explore daratan Tomia, ke Benteng atau ke Puncak Kahiangan tempat syuting Film Mirror Never Lies. Day 2 Diving atau Snorkling trip di Tomia. Bagi yang mau Diving bisa menghubungi Pak Ade (081234767854 / 085341300675). Untuk penginapan di Tomia ada Hotel Adijaya ( sekitar 150.000-250.000), atau Homestay bisa minta bantu carikan dengan Pak Ade. Day 3 Pukul 8 pagi kapal berangkat ke Pulau Keledupa (Rp.50.000) kurang lebih 3-4 jam, turun di pelabuhan., Kapalnya tidak merapat di Pelabuhan tapi naik kapal kecil ke pelabuhannya (Rp. 10.000). kemudian naik ojek ke Pelabuhan penyebrangan ke Pulau Hoga atau bisa langsung menghubungi Pak Jufri (085395303993) dari Hoga untuk menjemput di pelabuhan, sekali berangkat Keledupa-Hoga (Rp. 50.000). Dan sore harinya bisa snorkeling di sekitar dermaga Pulau Hoga. Day 4 Diving / snorkeling di sekitar pulau Hoga atau sekedar leyeh-leyeh di pantai berpasir Putih. Untuk diving bisa menghubungi dive master Pak Jufri di atas tadi. Sekali diving tarifnya Rp. 350.000 untuk yang sudah punya sertifikat. Sedangkan penginapan di Hoga tidak ada, hanya ada pondokan-pondokan masyarakat yang memang khusus disewakan seperti Bungalow per orang Rp. 50.000. untuk mahal lumayan mahal yaitu Rp. 40.000 sekali makan, jadi biar hemar bisa bawa mie instan atau Roti dari Pulau Utama. Listrik hanya menyala dari pukul 5 sore sampai pukul 11 malam. Day 5 Kembali ke Keledupa dan bisa lanjut ke Pulau Wanci (Rp. 50.000) atau langsung balik ke Bau-Bau (Rp.100.000) sampai di Bau-bau pukul 8-9 malam. Day 6 Explore Bau-bau lagi tergnatung penerbangan kembali ke Makassar yang biasanya sore hari dan kota Asal masing-masing.

Tips Tambahan
Bergaullah dengan masyarakat, karena orang Wakatobi baik-baik siapa tau diajak nginap gratis di

rumahnya seperti saya kemaren bahkan diajak naik perahu untuk snorkeling dan pastinya Gratis juga cuy.. Bawa Losion Anti Nyamuk karena di Pulau Hoga banyak nyamuk kalau musim Hujan. Atau pilih pondokan yang di tepi laut. Bulan 6-8 adalah bulan-bulan datangnya siswa dan mahasiswa dari luar negeri yang penelitian di Pulau Hoga, biasanya semua pondokan sejumlah 143 penuh semua. Jadi usahakan hindari bulanbulan tersebut atau bisa dihubungi orang di Pulau Hoga untuk memastikan. Jangan lupa untuk memastikan jadwal kapal karena sering berubah-ubah biar tidak ketinggalan.

Anda mungkin juga menyukai