Anda di halaman 1dari 28

KASUS 7 A 27-year-old women present with depression & emotional lability. She muscle weakness and anorexia, nausea.

She complain of dark pigmentation on her skin, knee, and ellbows. Physical Exam The heart rate was 110 beats per minute (weak) and the blood pressure was 80/40 mmHg. Respiration rate 24x/minute. Routine Labs Blood glucose 60 gr/dl, hyponatremia, hyperkalemia, and increase white cell count. Plasma ACTH > 22.0 pmol/L, serum cortisol <165 nmol/L. DIAGNOSA MEDIS Insufisiensi adrenokortikal ( penyakit addison) PENGERTIAN Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer akibat dari kerusakan pada korteks adrenal. (Cermin Dunia Kedokteran No. 39) Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon korteks adrenal. (Soediman, 1996 ) Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)

INSIDEN

Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak ter- dapat pada umur 30 50 tahun . ETIOLOGI

Etiologi Addison 1) Proses autoimun Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G. 2) Tuberkulosis Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita . Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa. 3) Infeksi lain

Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis. 4) Bahan-bahan kimia Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya amfenon, aminoglutetimid dll. 5) Iskemia Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi. 6) Infiltrasi Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis . 7) Perdarahan Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal. 8) Lain-lain Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital. PATOFISIOLOGI

GEJALA KLINIK

Hiperpigmentasi Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid

jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyaiMSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik. Tidak didapatkan hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi. Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan (misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir, gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva. Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison seluruhnya didapatkan pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir. Sistem Kardiovaskuler 1) Hipotensi Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, di mana tekanan darah sistolik biasanya antara 80100 mmHg, sedang tekanan diastolik 5060 mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol serta akibat gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka tekanan darah akan menurun (postural hipotensi) yang menimbulkan keluhan pusing, lemah, penglihatan kabur, berdebar-debar . Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan atrofi korteks adrenal dengan medula yang intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanan darah akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron yang meningkatkan tonus vasomotor. 2) Jantung Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air. Bertambah besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan. Perubahan elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik, seringkali didapatkan voltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh karena kelainan degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit. Gejala lain adalah kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop. Akibat hiperkalemia dapat terjadi aritmia yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Kelemahan Badan

Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis oto bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutam pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid. Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan Penurunan berat badan Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 1015 kg dalam waktu 612 bulan. Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain, dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan berat badan. Kelainan gastrointestinal Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia biasanya merupakan gejala yang mula-mula tampak, disertai perasaan mual dan muntah, nyeri epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare. Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki. Gangguan elektrolit dan air Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi, hemokonsentrasi dan asidosis. Gangguan Metabolisme Karbohidrat Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal. Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar. Darah Tepi Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi. Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison. Gambaran hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik. Gangguan Neurologi dan psikiatri

Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah, mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya gelombang beta. Lain-lain Kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi, penurunan libido, serta hilangnya rambut ketiak dan pubis. Klasifikasi tulang rawan dari daun telinga, sehingga menjadi kaku (Thorn ssign) . DIAGNOSIS Terdapat bermacam-macam kriteria untuk mendiagnosis penyakit Addison : Kadar Kortisol Kadar kortisol dalam darah pada jam 08.00 pagi normal 620 mg%, dan kurang dari 8 mg% pada waktu tengah malam, pada penyakit Addison kadar kortisol plasma pada jam 08.00 pagi kurang dari 5 mg% . Kadar hormon Adrenokortikotropilt Pemeriksaan kadar hormon adrenokortikotropik plasma dapat digunakan untuk membedakan antara insufisiensi korteks adrenal primer dan sekunder. Harga normal hormon adrenokortikotropik plasma 0,1 0.4 m Unit per 100 ml plasma. Pada insufisiensi korteks adrenal primer kadar hormon adreno kortikotropik plasma lebih besar dari 8,2 m Unit per 100 ml plasma. Dengan pemberian 10 mg hidrokortison, kadar hormon adreno kortikotropik akan menurun dan meningkat lagi setelah injeksi dihentikan. Rasio natrium serum dibanding kalium Pada penyakit Addison, didapatkan pengeluaran natrium dan retensi kalium karena menurunnya hormon mineralokortikoid, di mana kadar natrium serum kurang dari 142 mEq/1, dan kadar kalium serum lebih besar dari 4,5 mEq/1. Rasio natrium serum dibanding kalium normal 30 35, bila rasio kurang dari 30 berarti terdapat insufisiensi korteks adrenal. Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid dalam urin dengan Porter Silber Chromogen. Harga normal 17 hidroksikortikoid urin = 4 10 mg/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid urin kurang dari 4 mg/24 jam. Dengan pemberian ACTH/kosintropin pada insufisiensi korteks adrenal primer tak ada kenaikan dari 17 hidroksikortikoid, sedang pada insufisiensi korteks adrenal sekunder kadar 17 hidroksikortikoid urin meningkat Mengukur kadar 17 hidroksikortikoid plasma denganPorter Silber Chromogen

Kadar normal 820 Ug/100 ml (pagi) dan akan turun 50% waktu sore. Pada insufisiensi korteks adrenal, kadar 17 hidroksikortikoid plasma kurang dari 8 Ug/100 ml. Tes ACTH/Kortrosin 1) Plasma ACTH Tes Diambil plasma dalam keadaan puasa, kemudian diukur kadar 17 hidroksikortikoid dengan cara Porter Silber Chromogen. Kemudian disuntik 25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin intramuskuler, lalu diambil darah setelah 30 dan 60 menit. Pada insufisiensi korteks adrenal primer kenaikan plasma kortikoid kurang dari 10 Ug per 100 ml. 2) Tes ACTH Urin 25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dilarutkan dalam 500 1.000 ml larutan salin kemudian diberikan secara intravena selama 8 jam, diukur kadar 17 hidroksikortikoid urin per 24jam sebelum dan sesudah tes. Pada penyakit Addison tidak terdapat kenaikan 17 hidroksikortikoid urin setelah pemberian ACTH. Repeated 8 Hour ACTH Test 25 unit ACTH atau 0,25 mg kortrosin dalam 5001.000 ml larutan salin di infus selama 8 jam, hal ini dikerjakan selama 3 hari berturut-turut, kemudian diukur ekskresi 17 hidroksi kortikoid urin/24 jam. Pada insufisiensi korteks adrenal primer tak didapat kenaikan ekskresi 17 hidroksikortikoid urin/24 jam. Water Load Test (Robinson Kepler Power Test) Tes ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan hormon kortisol dan lainnya. Penderita diberi air minum dengan dosis 20 ml per kg berat badan, kemudian urin ditampung selama 4 jam, pada hipofungsi korteks adrenal ekskresi air kurang 80% dari dosis total air yang diminum, dan akan kembali normal apabila diberi 100 mg hidrokortison sebelum tes. Diagnostik therapeutic trial with D.C.A. 2,5 mg Desoksikortikosteron asetat (D.C.A.) disuntikkan tiap hari selama 10 hari, kemudian diberi plasebo. Pada penyakit Addison akan tampak perbaikan klinis dan timbul relaps setelah injeksi dihentikan. Pemeriksaan penunjang a. Pemerisaan laboratorium 1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia) 2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia) 3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4) Penurunan kadar kortisol serum 5) Kadar kortisol plasma rendah b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal c. CT Scan Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal d. Gambaran EKG Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit KOMPLIKASI a. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam) b. Kolaps sirkulasi c. Dehidrasi d. Hiperkalemia e. Sepsis Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat. Pengkajian a. Aktivitas / istirahat Gejala : otot- otot klien merasa lemah b. Sirkulasi Tanda: Hipotensi , TD 80/40 mmHg Takikardi 110x/mnt c. Integritas ego Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress dialami, Ketidak mampuan mengatasi stress Tanda: Ansietas, depresi, emosi tidak stabil

e. Makanan atau cairan Gejala: Anoreksia, mual Kekurangan zat garam g. Nyeri/ kenyamanan Gejala: otot-otot melemas h. Pernapasan Gejala: Dipsnea Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, RR=24x/mnt i. Keamanan Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis) j. Seksualitas Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita) Hilangnya libido Pemeriksaan diagnostik Kortisol plasma menurun ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder) ADH meningkat Aldosteron menurun Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat Glukosa; hipoglikemi

Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal) Analisa gas darah: asidosis metabolic Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun Pemeriksaan EKG Diposting Oleh : Zhiyya Urrahman 5. Penatalaksanaan 1. Medik Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan saline Fludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari 2. Keperawatan _____________________________________________________________________ ________________________________________________________Pengukuran TTV Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison

6. Komplikasi Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam) Kolaps sirkulasi Dehidrasi

Hiperkalemia Sepsis Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 1. Aktivitas / istirahat Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas atau bekerja. Tanda : peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal, Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi, Depresi, gangguan konsentrasi, Letargi. 2. Sirkulasi. Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural. Takikardi, disritmia, suara jantung melemah Nadi perifer melemah Pengisian kapiler memanjang Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat 3. Integritas ego Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, Perubahan gaya hidup, Ketidak mampuan mengatasi stress Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil 4. Eliminasi Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan frekuensi dan karakteristik urin Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria 5. Makanan atau cairan Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, Kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat. Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering 6. Neurosensori Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan

Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis) 7. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis). 8. Pernapasan Gejala : Dipsnea Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi 9. Keamanan Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik, Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis) 10. Seksualitas Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore , Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita) ,Hilangnya libido.

2. Pemeriksaan diagnostik. Kortisol plasma menurun ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder) ADH meningkat Aldosteron menurun Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat Glukosa; hipoglikemi Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal) Analisa gas darah: asidosis metabolic

Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun Pemeriksaan EKG

3. Diagnosa keperawatan a. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron) b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid c. Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa d. Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama, dan konduksi jantung (akibat dari ketidakseimbangan elektrolit) e. Perubahan proses pikir b.d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa f. Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh g. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b.d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif

4. Rencana keperawatan DX. 1: Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron) Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan tindakan KH : - Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0 - TTVdbn: N:80-100 x/mnt S: 36-37C , TD: 120/80 mmHg - Tekanan nadi perifer jelas: kurang dari 3 det - Turgor kulit elastis

- Pengisian kapiler baik kurang dari 3 det - Membrane mukosa lembab - Warna kulit tidak pucat - Rasa haus tidak ada - BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100) - Hasil lab dbn: Ht : W: 37-47% , L: 42-52% Ureum: 15-40 mg/dl Natrium: 135-145 mEq/L Kalium: 3,3-5,0 mEq/ L Kreatinin: 0,6-1.2 mg/dl

Intervensi: 1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer R/: Hipotensi postural merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan hormone aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol 2. Ukur dan timbang BB klien R/: Memberikan perkiraan kebutuhan akan pengganti volume cairan dan kefektifan pengobatan. Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi caairan dan natrium yang berhubungnn dengan pengobatan steroid 3. Kaji pasien mengenai ada rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. Catat warna kulit dan temperaturnya R/: Mengidentifikasi adanya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti. 4. Periksa adanya perubahan status mental dan sensori. R/: Dehidrasi berat menurunkan curah jantung berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak.

5. Aukultasi bising usus (peristaltic usus). Catat dan laporkan adanya mual, muntah, dan diare. R/: Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi 6. Berikan perawatan mulut secara teratur R/: membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa 7. Berikan cairan oral diatas 3000cc/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien R/: Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi saluran cerna tersebut memungkinkan untuk memberikan cairan dan elektrolit melalui oral

Kolaborasi 1. Berikan cairan, antara lain: Cairan NaCl 0,9% . R/: Mungkin membutuhkan cairan pengganti 4-6Ltr.dengan pemberian cairan NaCl 0,9% melalui Iv 500-1000ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi Larutan glukosa . R/: Dapat menghilangkan hipovolemia 2. Berikan obat sesuai dosis 3. Kortison (ortone)atau hidrokotison (cortef) 100mg intravena setiap 6jam untuk 24jam. R/: Dapat mengganti kekurangn kortison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung Mineral kortikoid, fludokortison, deoksikortikosteron 25-30mg/hari peroral R/: dimulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit 4. Pasang atau pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi R/: dapat memfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun dari lambung, memberikan dekompresi lambung dan membatasi muntah 5. Pantau hasil laboratorium Hematokrit (Ht)

R/: Peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh Ureum atau kreatinin R/: peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi atau tanda serangan gagal ginjal Natrium R/: hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan karena gangguan reabsorpsi pada tubulus ginjal Kalium R/: penurunan kadar aldosteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia

Dx 2: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid. Tujuan: kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan intervensi KH : Tidak ada mual muntah BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) Anoreksia (-) Hb: W: 12-14 gr/dl , L: 13-16 gr/dl Ht: W: 37-47% , L:42-52% Albumin: 3,5-4,7g/dl Globulin: 2,4-3,7g/dl Bising usus: 5-12x/mnt TTV dbn: N: 80-100x/mnt TD: 120/80mmHg Temperature kulit hangat Nyeri kepala (-) Kesadaran compos mentis

Intervensi: 1. Aukultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual atau muntah R/: Kekurangan kortisol dapat menyebabkan gejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi dari makanan 2. Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, nyeri kepal, sempoyongan R/: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukortikoid 3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari R/: Anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metabolismr oleh kortisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadi malnutrisi 4. Berikan atau Bantu perawatan mulut R/: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 5. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makna contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu ramai R/: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makan. Kolaborasi 6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi R/: Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan 7. Berikan glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid R/: Memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokortikoid akan merangsang glukoneogenesis, menurunkan pengguanaan glukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen 8. Pantau hasil lab seperti Hb, Ht R/: Anemia dapat terjadi akibat deficit nutrisi atau pengenceran yang terjadi akibat retensi cairan sehubungan dengan glukokortikoid

Dx 3: Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa

Tujuan: Aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan KH: Menunjukkn peningkatan kemampuan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan TTV dbn : N: 80-100x/mnt RR: 16-20x/mnt , TD: 120/80 mmHg Kelelahan (-) Tidak terjadi perubahan TTV setelah melakukan aktivitas

Intervensi 1. kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat dilakukan oleh klien R/: Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelemahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidak seimbangan natrium dan kalium 2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas R/: Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang 3. Sarankan pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas R/: Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung 4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal: duduk lebih baik daripada berdiri selama melakukan aktifitas R/: Pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan 5. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya R/: Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secara baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi

Dx 4: Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung (akibat dari ketidakseimbangan elektrolit) Tujuan: Curah jantung klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan

KH: TTV dbn N: 80-100x/mnt RR:16-20x/mnt TD: 12/80 mmHg S: 36-37c Nadi perifer teraba dengan baik Pengisian kapiler kurang dari 3 det Hasil lab kalium darah: 3,3-5,0 mEq/L Disritmia (-) Warna kulit tidak pucat

Intervensi: 1. Pantau TTV dan catat adanya disritmia R/: Peningkatan fungsi jantung merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hipovolemia dan penurunan curah jantung 2. Pantau suhu tubuh, catat bila ada perubahan yang mencolok dan tiba tiba. R/: Hiperpireksia yang tiba tiba terjadi diikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari ketidakseimbangan hormonal, cairan dan elektrolit yang mempengaruhi fungsi jantung dan curah jantung. 3. Kaji warna kulit, suhu, pengisian kapiler dan nadi perifer R/: Pucat, kulit yang dingin, pengisian kapiler yang memanjang, nadi yang lambat dan lemah merupkan indikasi terjadi syok 4. Teliti adanya perubahan mental dan laporkan adanya nyeri pada abdomen daerah punggung dan kaki R/: Perubahan mental (peka rangsang, cemas, ketakutan)merupakan cerminan dari penurunan curah jantung / serebral dan perfusi perifer atau serangan hipoglikemia 5. Tempatkan pasien pada ruangan yang tenang dan dengan kelembapan yang sesuai, tidak bising dan dibatasi aktivitas R/: Respon normal pasien terhadap stress adalah kurang dan stimulus yang biasanya tidak menimbulkan masalah dapat berpengaruh negative pada pasien 6. Pantau adanya hipertensi, edema, krekels, BB meningkat, nyeri kepala yang hebat, peka rangsang dan bingung

R/: Efek pemberian kortikosteroid dan atau natrium dan cairan pengganti yang berlebihan dapat menyebabkan potensial kelebihan cairan dan gagal jantung Kolaborasi 7. Berikan O2 R/: Kadar oksigen yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung 8. Pantau kalium darah R/: Pasien cenderung mengalami hiperkalemia karena bila kadar natrium menurun (dampak sekunder pada kekurangan aldosteron), kalium tetahan oleh ginjal

Dx. 5: Perubahan proses pikir b.d hiponatremia, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa Tujuan: Proses pikir klien kembali efektif setelah dilakukan tindakan KH: Mempertahankan tingkat kesadaran mental Tidak mengalami cedera Klien dapat mengenal tempat, orang, dan waktu TTV dbn : N: 80-100x/mnt TD: 120/80 mmHg RR: 16-20x/mnt Hasil lab :Hb L: 13-16 gr/dl W: 12-14 gr/dl Ht L: 42-51% W: 37-47% Glukosa darah: 80-110 mg/dl

Intervensi: 1. Pantau TTV dan status neurologis R/: Memberikan patokan untuk dasar perbandingan atau pengenalan terhadap temuan abnormal

2. Panggil pasien dengan namanya orientasikan pada orang, tempat, dan waktu sesuai kebutuhan R/: Menolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan 3. Tetapkan dan pertahankan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur R/: Meningkatkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebih 4. Sarankan pasien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai dengan kemampuan dengan waktu yang cukup untuk menjalankan seluruh tugasnya R/: Menolong pasien dalam menjaga dan memberikan sentuhan yang nyata dan mempertahankan orientasi pada lingkungan Kolaborasi 5. Pantau hasil pemeriksaan lab mis: glukosa darah, osmolaritas serum, Hb, Ht R/: Perubahan yang terus menerus pada mental memerlukan evaluasi lanjut

Dx 6: Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh Tujuan : Harga diri klien kembali positif setelah dilakukan tindakan KH: Menunjukkan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya Dapat beradaptasi dengan orang lain Dapat mengungkapkan perasaan tentang dirinya Intervensi 1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal: perubahan penampilan dan peran R/: Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien 2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal: tehnik relaksasi, visualisasi, imaginasi R/: Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping

3. Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri R/: Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri 4. Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan missal; menurnnya pigmentasi kulit R/: Ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien 5. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang R/: Dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan Kolaborasi 6. Rujuk ke pelayanan social konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukung R/: Pendekatan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien

Dx 7: Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, penyakit b.d kurang pemajanan, mengingat, keterbatasan kognitif Tujuan: Pengetahuan klien bertambah setelah dilakukan tindakan KH: Klien dapat mengungkapkan pemahamannya tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan Dapat mengidentifikasikan keadaan yang membuat stress Dapat melakukan perubahan gaya hidup Dapat berpartisipasi dalam pengobatan Intervensi 1. Sarankan pasien untuk tetap menetapkan secara aktif jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan latihan R/: Membantu untuk meningkatkan perasaan menyenangkan, sehat dan untuk memahami bahwa aktivitas fisik yang tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormone

2. Diskusikan mengenai diet, seperti diet yang teratur diet yang tinggi karbohidrat dan tinggi protein R/: Mencegah kehilangan BB dan menurunkan resiko timbulnya hipoglikemia 3. Tinjau ulang tentang terapi hormone pengganti dan perlunya memahami jadwal pengobatan yang tepat R/: Membantu pasien untuk memahami situasi pengobatan yang dapat meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan 4. Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang kehidupan pasien R/: Dengan mendiskusikan fakta fakta tersebut dapat membantu pasien untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu kedalam gaya hidup 5. Tekankan pentingnya menghindari sumber infeksi (batasi pengunjung, hindari kontak dengan orang yang mengalami infeksi) R/: Suplai respon inflamasi meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan kemungkinan berkembang ke keadaan yang mengancam kehidupan pasien

5. Implementasi Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan dan sesuai dengan masalah prioritas pasien. 6. Evaluasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keseimbangan volume cairan dan elektrolit dapat dipertahankan Kebutuhan nutrisi klien kembali adekut Aktivitas klien terpenuhi secara adekuat Curah jantung kembali adekuat Proses pikir klien kembali adekuat Harga diri klien kembali adekuat Pengetahuan klien bertambah

Anda mungkin juga menyukai