Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA STROKE HEMORAGIK DEFINISI

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.

Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisanpembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).

ANATOMI Pengetahuan anatomi dan arteri otak berguna dalam menentukan bagian mana yang terlibat dalam stroke akut. Pola atipikal tidak konsisten dengan distribusi vaskular dapat menunjukkan diagnosis lain, seperti infark vena. Otak memperoleh darah melalui 2 sistem, yaitu sistem karotis dan sistem vertebral. Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrobasiler terutama memberi darah bagi batang otak, serebellum dan bagian posterior hemisfer. Kebutuhan energi oksigen jaringan otak sangat tinggu, oleh karena itu sistem sirkulasinya pun harus berjalan dengan baik. Susunan darah ke otak terdiri dari : 1. Arteri karotis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi

wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajahdan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramatter.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan

sinus karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususyang berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh. Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai darah pada struktur-struktur seperti nucleus

kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri. Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas.Arteri ini merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan postsentralis .

2.

Arteri verebrobasilaris Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata ,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri lobus basilaris.Tugasnya oksifitalis dan mendarahi temporalis sebahagian ,apparatus

diensefalon,sebahagian

koklearis,dan organ-organ vestibular. 3. Sirkulus Arteriosus Willisi Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua sistem arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya disatukan oleh pembuluh pembuluh darah anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi. Sirkulus willisi adalah lingkaran pembuluh darah

yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior, sepasang arteri serebri posterior, dan arteri komunikans posterior yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

EPIDEMIOLOGI Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000 orang mengalami stroke baru atau berulang. Dari jumlah tersebut, sekitar 610.000 adalah serangan awal, dan 185.000 adalah stroke berulang. Sekitar 87% dari stroke di Amerika Serikat

adalah iskemik, 10% adalah sekunder terhadap perdarahan intraserebral, dan lainnya 3% mungkin sekunder untuk perdarahan subarachnoid. Insiden stroke bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, etnis, dan status sosial ekonomi. Sebagai contoh, American Heart Association (AHA) peneliti menemukan bahwa orang kulit hitam memiliki 3-kali lipat lebih tinggi multivariat yang disesuaikan rasio risiko stroke lacunar dari kulit putih Perdarahan intraserebral (PIS) dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999) Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan,2000) menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS. Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. FAKTOR RESIKO Faktor resiko penyebab stroke terbagi menjadi 2 yaitu : a. Faktor resiko medis, antara lain : Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi) Kolesterol Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) Gangguan jantung Diabetes Riwayat stroke dalam keluarga Migrain b. Faktor resiko perilaku Merokok (aktif dan pasif) 4

Makanan tidak sehat (junk food, fast food) Konsumsi alkohol Kurang olahraga Kontrasepsi oral Narkoba Obesitas Menurut data statistik, 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis. 93% pengidap penyakit trombosis memiliki riwayat penyakit darah tinggi. Faktor pencetus atau pemicu terjadinya stroke pada dasarnya adalah suasana hati yang tidak nyaman (marah atau emosi), terlalu banyak minum alkohol, dan merokok. KLASIFIKASI STROKE Stroke dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Stroke Iskemik Stroke yang terjadi akibat sumbatan pada pembuluh darah otak. Sumbatan dapat diakibatkan oleh :

Thrombosis, penyempitan pembuluh darah otak akibat timbunan bekuan darah yang terbentuk akibat proses aterosklerosis sehingga menghentikan suplai darah ke otak.

Emboli, penyumbatan pembuluh darah otak akibat terbawanya bekuan darah yang berasal dari bagian tubuh lain seperti pembuluh darah di leher, jantung atau pembuluh darah lain ke otak.

2. Stroke Haemoragik / Stroke perdarahan Stroke akibat pecahnya atau robeknya pembuluh darah otak. Perdarahan tersebut dapat disebabkan karena hipertensi, kelainan pembuluh darah otak (aneurisma dan arterio venous malformation/AVM) dan trauma. Dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem, 10th Revision, WHO membagi stroke hemoragik menjadi : 1. Perdarahan Intra Serebral (Intra Cerebral Hemorrhagic) Perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Primer berasal dari pembuluh darah dan bukan karena trauma. Luyendyk & Schoen membagi perdarahan ini berdasarkan cepatnya perburukan gejala klinis menjadi : a. Akut memburuk dalam 24 jam b. Subakut krisis terjadi antara 3 - 7 hari c. Subkronis krisis mencapai 7 hari Gejala prodormal seringkali tidak jelas, kecuali nyeri kepala yang hebat sekali karena hipertensi, mual muntah sering terjadi pada awal serangan. Hemiplegia / hemiparese biasanya terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya cepat menurun dan cepat masuk koma. Perdarahan Intraserebral (stroke perdarahan) dapat disebabkan oleh :

a. Hipertensi Hipertensi dapat bersifat akut maupun kronis yang mengakibatkan pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang tidak terkontrol. b. Amyloid angiopathy Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi patologis protein -amyloid; dapat berupa perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun. c. Arteriovenous Malformation (AVM) Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena yang sering kali menyerang usia muda. Kelainan ini didasari penyakit bawaan sejak lahir dimana terdapat hubungan abnormal antara arteri dan vena di otak. d. Aneurisma intracranial Pecahnya pembuluh darah sakular dari arteri dengan berbagai ukuran dan mengakibatkan terjadinya perdarahan subarachnoid; resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama, dimana berkurang 3% tiap tahunnya. e. Neoplasma intrakranial Akibat necrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular 2. Perdarahan Subarakhnoid (Sub Arachnoid Hemorrhagic) Keadaan terdapatnya darah ke dalam ruangan subaraknoid. Sumber dari perdarahan adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (dapat berupa malformasi arteriovenosa maupun aneurisma) secara tiba-tiba. Terkadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan 7

kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Luyendyk & Schoen membagi PIS menurut cepatnya gejala klinis memburuk, sbb: 1. Akut, dan cepat memburuk dalam 24 jam 2. Subakut, dengan krisis terjadi antara 3-7 hari 3. Subkronis, bila krisisnya 7 hari PATOFISIOLOGI Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi secara langsung ke dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa dianggap kebocoran dari arteri intraserebral kecil rusak oleh hipertensi kronis. Mekanisme lain termasuk diatheses perdarahan, antikoagulasi iatrogenik, amiloidosis serebral, dan penyalahgunaan kokain. Perdarahan intraserebral memiliki kecenderungan untuk bagian tertentu di otak, termasuk talamus, putamen, otak kecil, dan batang otak. Selain area otak yang terluka oleh pendarahan, otak sekitarnya dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek massa hematoma. Kenaikan umum tekanan intrakranial dapat terjadi. MANIFESTASI KLINIK Dari definisi stroke sendiri adalah adanya defisit neurologi baik fokal ataupun difus. Satu ataupun lebih defisit neurologik tersebut harus ada untuk menegakkan diagnosis stroke. Defisit neurologik focal: Gangguan motorik Unilateral atau bilateral (termasukgangguan koordinasi Gangguan sensorik unilateral ataupun bilateral Afasia atau disfasia

Hemianopia Diplopia Forced gaze Apraksia pada onset akut Ataxia pada onset akut Defisit persepsi pada onset akut

Tanda Unspesifik atau global: Sebenarnya tanda-tanda ini dikatakan tidak spesik karena bisa saja ditemukan pada keadaan lain selain stroke, seperti dehidrasi, gagal jantung, infeksi, demensia, dan kekurangan gizi. Bahkan jika mereka mengembangkan tiba-tiba dan berlangsung selama lebih dari 24 jam bukti tambahan harus diperoleh. Hal ini bisa menjadi gangguan yang pasti neurologis fokal, atau bukti iskemia atau perdarahan intraserebral, atau subarahcnoid pendarahan. Dizziness Vertigo Nyeri kepala setempat Penglihatan kabur pada kedua mata Disratria Gangguan fungsi kognitif Penurunan kesadaran Kejang Disfagia

Dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem, 10th Revision, WHO membagi stroke hemoragik menjadi : 1. Perdarahan Intra Serebral (Intra Cerebral Hemorrhagic) Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan 9

sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat anomaly vaskuler congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, moya-moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik, 25% karena anomaly kongenital dan sisanya penyebab lain. Meskipun tidak terlalu terkait dengan pengerahan tenaga, perdarahan intraserebral hampir selalu terjadi saat pasien sadar ataupun stres. Perdarahan biasanya muncul mendadak sebagai onset defisit neurologi fokal. Kejang jarang ada. Defisit fokal biasanya memburuk setelah 30-90 menit dan menyebabkan penurunan kesadaran, meningkatnya tekanan intrakranial seperti sakit kepala dan muntah. Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadinya perdarahan. Dan meluas ke kapsula interna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejalanya. Bila serangan ringan, gejala dimulai dengan parese wajah ke satu sisi selama 5-30 menit, bicara pelo, kelemahan lengan dan tungkai dan mata deviasi jauh dari sisi yang hemiparesis. Paralisis semakin memburuk sampai tungkai yang terlibat menjadi flasid atau rigid dengan babinski positif. Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan kesadaran ke stupor ataupun koma akibat ompresi batang otak. koma ditandai dengan pernafasan yang dalam, ireguler dan intermiten, dilasi pupil ipsilateral, refleks babinski positif bilateral, rigid. Pada kasus yang ringan, adanya edema di jaringan otak dapat menyebabkan perburukan selama 12-72 jam. Perdarahan thalamic juga menyebabkan kontralateral hemiplegi atau hemiparesis akibat tertekannya atau destruksi kapsula interna. Kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral tubuh. Afasia dapat terjadi pada lesi hemisfer dominan dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non dominan. Hemianopia homonim juga dapat terjadi tetapi hanya sementara. Perdarahan pontine menyebabkan koma yang dalam dengan quadriplegi yang dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga terjadi rigiditas deserebrasi 10

serta pupil pin point (1mm). Terdapat kelainan refleks gerakan mata horizontal pada manuver dolls head ataupun tes kalori. Kematian juga dapat terjadi dalam beberapa jam. Hiperpnoe, hipertesi yang parah dan hiperhidrosis sering terjadi. Perdarahan cerebellar biasanya terjadi dalam beberapa jam dan ditandai dengan dengan sakit kepala di daerah oksipital, muntah yang berulang, dan ataxia gait. Pada kasus yang ringan bisa saja tidak ada defisit neurologis selain ataxia gait. Pusing atau vertigo bisa saja muncul. Dapat saja terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah lesi, serta parese saraf kranialis VII. Tidak refleks patologis babinski sampai perdarahan Dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak. Perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai stroke iskemik. 2. Perdarahan subarachnoid Keadaan terdapatnya darah ke dalam ruangan subaraknoid. Sumber dari perdarahan adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (dapat berupa malformasi arteriovenosa maupun aneurisma) secara tiba-tiba. Terkadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat (acquired) akibat proses hemodinamika pada bifurcation pembuluh arteri otak. Terutama di daerah Sirkulus Willisi.

11

Sebagai penyebab lain perdarahan sub arakhnoid adalah aneurisma fusiform, aterosklerosis pembuluh arteri basilaris, aneurisma mikotik dan perdarahan sub arakhnoid, traumatik selain arterioveno malformasi, perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh trauma (tanpa aneurisma), arteritis, neoplasma dan penggunaan kokain berlebihan. Gejala perdarahan ini sangat khas dengan nyeri kepala yang sangat hebat pada saat onset penyakit. Dapat juga diikuti dengan mual, muntah dan penurunan kesadaran. Tanda rangsang menigeal pun sering ada pada pasien. Defisit neurologik jarang ditemui.

12

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Pemeriksaan darah rutin (Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, masa perdarahan, masa

pembekuan, laju endap darah) Pemeriksaan kimia darah lengkap : a. Gula darah sewaktu Pada stoke akut dapat terjadi hiperglikemi reaktif dimana gula darah dapat mencapai 250mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun. b. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT, dan profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta total lipid) c. Elektrolit (Natrium, Kalium, Klorida) d. Analisa gas darah e. Urine lengkap

13

Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) yaitu waktu protrombin, APTT, kadar fibrinogen, D-dimer, INR, viskositas plasma Pemeriksaan tambahan atas indikasi berupa protein S, protein C, ACA, homosistein

2. Pemeriksaan Radiologi CT Scan otak Pemeriksaan ini dapat segera memperlihatkan adanya perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan dan infark otak. Perdarahan di batang otak sangat sulit diidentifikasi, sehingga membutuhkan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologis di batang otak. Pemeriksaan foto Rntgen thoraks : a. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis maupun kelainan lain pada jantung. b. Dapat mengidentifikasi proses kelainan manajemen paru dan yang potensial

mempengaruhi prognosis

memperburuk

PENATALAKSAAN Pertama kali tentukan apakah pasien perlu dilakukan tindakan operatif atau konservatif. Stroke adalah suatu kondisi yang memerlukan penanganan segera dari dokter karena kerusakan jaringan otak dapat terus bertambah setiap menitnya diakibatkan jaringan otak tidak mendapatkan suplai oksigen untuk menjalankan fungsinya. Apabila pasien mendapatkan penanganan segera sehingga kesempatan untuk hidup dan sembuh akan lebih baik karena terapi atau tindakan medis dapat diberikan secepatnya kepada pasien. Dan dengan pengobatan sedini mungkin diharapkan kecacatan dari penyakit stroke dapat seminimal mungkin bahkan tidak ada. Perawatan Umum :

Tekanan darah diturunkan

14

Lain-lain = non hemoragik + antifibrinolitik/koagulan

Pertimbangan operatif, tergantung :


Tingkat kesadaran Besarnya perdarahan Letak perdarahan Usia pasien Penyakit penyerta

Indikasi operasi pada kasus stroke hemoragik dan non hemoragik masih bersifat kontroversi. Keputusan operasi dan tidak sangat tergantung berbagai factor. Para ahlipun membuat berbagai tulisan yang berbeda-beda mengenai outcome operasi pada kasus stroke. Ada yang berpendapat bahwa tindakan bedah akan sangat bermanfaat menurunkan angka terjadinya rebleeding pada kasus Intra Cerebral Hemorragik yang disebabkan oleh aneurisma, AVM. Operasi juga membantu mengurangi oedem, efek desak ruang dari hematom, juga mengurangi residu nekrotik akibat hematom di jaringan otak. Beberapa pendapat beranggapan bahwa tindakan operasi tidak memberikan perbaikan pada klinis pasien. Oleh karena itu keputusan operasi sangat ditentukan oleh beberapa kondisi yang mendasari pasien seperti : a. Status klinis b. Ukuran volume perdarahan c. Lokasi perdarahan d. Usia pasien e. Dukungan keluarga pasien Indikasi operasi antara lain :

Lesi dengan efek desak ruang yang jelas, edema, atau midline shifting pada radiologis dengan ancaman terjadinya herniasi.

15

Lesi Intracranial dengan gejala deficit neurologis seperti penurunan kesadaran, hemiparese, afasia, yang disebabkan peningkatan tekanan intracranial khususnya oleh hematom intraserebral.

Volume hematom : < 10cc biasanya tidak significan untuk dilakukan operasi > 30cc biasanya kandidat operasi dengan deficit neurologis yang menyertai > 85cc biasanya tidak memiliki prognosa yang baik untuk di operasi

Lokasi

dipermukaan

akan

memiliki

prognosa

yang

lebih

baik

dibandingkan lokasi yang dalam. Pada lobar hematom perdarahan berada pada tepi jaringan otak sehingga merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan operasi. Perdarahan dengan lokasi di cerebellum memiliki beberapa catatan khusus yaitu : GCS 14 dan volume perdarah < cm : konservatif GCS 13 atau dengan hemato > = 4cm perlu dilakukan evakuasi hematom Pasien dengan penekanan batang otak : konservatif

Usia pasien muda memiliki prognosa yang lebih baik dibandingkan usia lanjut. Ada beberapa perbedaan parameter usia yang dapat dijadikan patokan. Factor usia ini memiliki kontribusi karena otak pada usia muda memiliki daya akomodasi yang lebih baik terhadap adanya masa bekuan darah dibandingkan usia tua atau dengan atrofi serebri.

Peningkatan tekanan intrakranial sebagai akibat adanya volume perdarahan dan terjadinya edema serebri diatasi dengan osmoterapi yang menggunakan manitol (0,25-0,5 g/kg tiap 4 jam) dan furosemid (10 mg tiap 2-8 jam). Pemantauan osmolaritas serum dan kadar natrium dilakukan tiap 2 kali sehari dengan target osmolaritas < 310 mOsm/L. 16

Penggunaan sedatif seperti propofol, benzodiazepine atau morfin dengan paralisis neuromuskular dapat menurunan tekanan intrakranial tetapi diperlukan

pemantauan intensif.

PROGNOSIS Hampir 50% pasien dengan perdarahan intraserebral meninggal. Volume dan lokasi perdarahan sangat menentukan prognosis. Umumnya, supratentorial hematom dengan volume < 30ml mempunyai prognosis yang bagus, 30-60 ml prognosis intermediate, dan >60 ml prognosis buruk. Hematom infratentorial pontine > 3 cm berakibat fatal. Adanya darah di ventrikel terutama ventrikel empat , akan memperburuk prognosis.

PENCEGAHAN

Menjalani hidup sehat : tidak merokok, mengurangi alcohol, diet rendah garam dan lemak, olah raga secara teratur.

Menghindari stress Mengontrol tekanan darah, kolesterol dan gula darah

1. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala (medical check up) secara teratur apabila keadaan ini sudah dicapai maka ada indikasi untuk mengubah metode terapi. 2. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan jaringan otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskular yang masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaikan dengan latihan. 3. Program rehabilitasi harus bersifat individal,dan tidak ada atau tidak dapat diberlakukan suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa penderita maka program rehabilitasi dapat sedemikian sederhana sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi sedemikian kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yang terampil dan berpengalaman.

17

4. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan terjadinya serangan ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada factorfoktor risiko yang mungkin ada pada penderita yang bersangkutan. 5. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar obyek rehabilitasi. Pihak medik, peramedik,dan pihak lainnya termasuk keluarga penderita, berperan untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong dan diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan hidup seharihari ditengah-ditengah keluarganya.

Tahap-tahap rehabilitasi : Tahap akut Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit.Pada saat itu mungkin saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan, sehingga tatalaksana yang menonjol adalah upaya yang bersifat life-saving.Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu tatalaksana yang mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan dekubitus.

Tahap sub akut Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut, maka tingkat ketidak mampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera dievaluasi. Lagkah-langkah evaluasi adalah : 1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi serebral dan defisit neurologik yang terjadi. 2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah medik yang dapat menghalangi rehabilitasi.Penyakit jantung, diabetes,melitus, penyakit vaskular perifer simtomatik, hipertensi, gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit tadi bila tidak diatasi akan menghalangi restorasi penderita.

18

3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi memerlukan pengertian tentang latarbelakang pendidikan penderita dan keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari, status emosional penderita perlu dipahami. Terutama yang hemiplegi, atau kehilangnya kemampuan berkomunikasi secara wajar.Status mental penderita perlu pula dimengerti,terutama yang berkaitan dengan kemampuan belajar atau bekerja, intelegensi, memori orientasi waktu, dan ruang, serta persepsi dan adaptasi terhadap stres. Latihan aktif dan pasif Pada tahap awal rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang terdiri dari menggerakan semua sendi anggota tubuh yang lumpuh, apabila dipandang mempunyai cukup kekuatan untukmenggerakan sendi sampai terjadi reng of motion (ROM) secara penuh.Bila paralisis ataupun paresis yang berat maka diperlukan latihan gerakan sendi secara pasif oleh perawat, fisioterapi, tau keluarga, sampai penderita mampu menggerakan sendinya.

Aktivasi elevasi Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap,kemudian posisi setengah dudukdan posisi duduk.Setelah penderita mampu duduk sendiri maka berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di sisi tempat tidur. Latihan berdiri Tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam posisi berbaring dan duduk tegak untuk memastikan apakah terdapat hipotensi postural. Begitu penderita berdiri maka titik berat ditumpukan pada tungkai sehat dan penderita mencoba dari sedikit untuk membagi titik berat tadi kepada tungkai yang lumpuh. Latihan berjalan Segera sesudah penderita mampu berdiri maka penderita melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini dibantu oleh fisioterapis ataupun oleh keluarga.Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars, kemudian diganti dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).

19

Fisoterapi Selama latihan berpindah tempat ( berbaring duduk berdiri berjalan ) dilaksanankan, maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan terapi okupasional. Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang terdiri dari progressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang diperlukan untuk berdiri dan berjalan. Otot otot tersebut antaralain depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor pergelangan tangan, ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota yang lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional.Latihan penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad kelemahan yang terjadi,dan latihan untuk sekelompok otot tertentu akan bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active manual resistive, progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.

Tahap lanjut Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera diperkenalkan dengan program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti yang sempit ADL berkonotasi bebas melakukan kegiatan kehidupan sehari hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur, higiene, makan, berpakaian. Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik, komunikasi, sosial, dan vokasional. Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama untuk penderita hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun disfasia. Diperlukan bantuan speech therapist. Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit. Sebagian besar penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini akan bertambah rumit apabila penderita kehilangan kemauan atau semangat untuk bekerja sesuai kemampuannya yang masih dimiliki. Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke : a. Spastisitas Pada prinsipnya dengan tujuan dam menagani masalah spastisitas harus dikaitkan terapi yang akan ditetapkan.Fisioterapis akan

20

mempertimbangkan kebutuhan penderita, selain itu juga sosio budaya masyarakat dimana penderita tinggal. b. Kelumpuhan sebelah kiri Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan

ketidakmampuan persepsi visuomotor , kehilangan memori visual dan ketidakacuhan sisi kiri.Kemampuan verbal umumnya baik dan ini sering mengelabui kita menyangkut pemahaman tentang contoh gerak yang kita uraikan dengan kata-kata Penderita biasanya sering mengalami jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.,Selain gangguan persepsi raba ,propioseptif dan pendengaran ,penderita ini mendapat penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan fisik pasien ( api,benda tajam). c. Kelumpuhan sebelah kanan Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dan dam

kemampuan

komunikasi

verbal.Namun

pesepsi

memori

visuomotornya sangat baik , sehingga dalm melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. d. Depresi Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri.Tandatanda depersi dapat dilihat dari lamban dan rtidak konsistennya proses pemulihan . Reaksi deppresi ini harus diatasi segera dengan

medikamentosa dan dukungan psikologik,antara lain : 1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadap pasien. 2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan khusus dan segera terhadap kelumpuhannya.

3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt berjalan, agar tidak selalu terkurung dalam kamar. 4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara atau relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu penderita merasa hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. STEPS- Stroke Manual (version 1.4): The WHO stepwise approach to stroke surveillance [PDF File]. Geneva: World Health Organization, 2004. 2. Liebeskind, David S. Hemorrhargic stroke in emergency medicine. Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#showall 3. Mahdian,Sp.BS. stroke dan bedah saraf. Diambil dari

http://www.mitrakeluarga.com/bekasibarat/stroke-dan-bedah-saraf/ 4. Universitas sumatra utara. Stroke perdarahan intraserebral. Diambil dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19456/4/Chapter%20II.pdf 5. Intracerebral Hemoorrhage. Diambil dari

http://neurosurgery.ucla.edu/body.cfm?id=167 6. Tierney Jr, Lawrence, McPhee Stephen J, dkk. Intracerebral Hemmorhage. Current medical Diagnosis & Treatment. 2005.Lange Medical book/McgrawHill. Hlm 964-966 7. Smith Wade S, Hausser Stephen L, dkk. Cerebrovaskular disease. Harrisons Principle of Internal Medicine volume 2. Edisi 15. 2001. The Mcgraw-Hill. Hlm 2386-2389 8. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. PERDOSSI. 1999

Respect people who find time for you in their busy schedule, but love people who never look at their schedule when you need them,,

22

23

Anda mungkin juga menyukai