Anda di halaman 1dari 3

Obat Hepatotoksik Pada Anak

Dr.

Bambang Suasono

PENDAHULUAN Obat hepatotoksik adalah obat yang dapat menyebabkan kelainan pada hepar. Saat ini tercatat 63.000 bahan yang dipakai sebagai obat, 11.500 bahan di antaranya dipakai dalam campuran makanan. Semua ini merupakan tantangan sistem biologis manusia. Hepar sebagai organ penting dalam metabolisme obat, harus bekerja keras untuk menjinakkan dan mengekskresi bahan/obat, khususnya metabolitnya yang tidak berguna, yang justru dapat mengganggu hepar. Kerusakan pada hepar seringkali sulit dibedakan dengan gejala hepatitis lain. Sampai saat ini belum ada tes khusus untuk kepastian diagnosa. Pada dasarnya, obat dianggap sebagai penyebab kerusakan hepar kalau : 1. Obat tersebut telah dikenal selalu mengakibatkan gangguan hepar, dan ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan. 2. Obat tersebut menyebabkan gangguan pada hepar yang segera menyembuh bila obat dihentikan, serta timbul gangguan hepar bila diberikan obat lagi. Bahan ini sering mempunyai dosis hepatotoksik tidak tentu. Sayang sekali pelaporan tentang obat hepatotoksik pada anak ini belum banyak. Di Inggris, tahun 1974 dilaporkan oleh "Boston Collaborative Drug surveillance Program" terdapat 364 anak dengan berbagai gejala sampingan obat, hanya 8% dengan gejala gangguan hepar, dan 1% dengan kegagalan. fungsi hepar. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. Soetomo, Surabaya, sejak 1980 1984 tercatat 8 anak diduga mengalami gangguan hepar karena obat -obatan. Pada kenyataan terdapat sangat sedikit efek obat hepatotoksik pada anak dibanding pada orang dewasa. Namun demikian, kita harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek hepatotoksik akibat pemberian obat, sebab kelainan yang ditimbulkan dapat menjadi menahun, Sirosis, keganasan, kegagalan hepar (fulminan) dan kematian.

METABOLISME OBAT Hepar adalah organ utama dalam metabolisme obat, terutama obat-obat per oral. Pada dasarnya enzim hepar merubah obat menjadi bahan yang lebih polar dan mudah larut dalam air sehingga, mudah diekskresi melalui ginjal dan empedu. Metabolisme obat dalam hepar ada 2 tahap. Pada tahap I, terjadi reduksi hidrolisa dan terutama oksidasi. Pada tahap ini belum terjadi proses detoksikasi, karenanya kadang-kadang terbentuk suatu bahan metabolit yang justru bersifat toksik. Pada tahap ke II, terjadi reaksi konyugasi dengan asam glukoronat, sulfat glisin dan lain-lain, sehingga terbentuk bahan yang kurang toksik, mudah larut dalam air dan secara biologis kurang aktif. Metabolisme ini terjadi dalam mikrosom sel hati, dan yang berperan: NADPH C Reduktase dan Sitokrom p 450. KLASIFIKASI OBAT HEPATOTOKSIK A. Secara garis besar dibagi 2 grup I. Kelompok yang dikenal Hepatotoksik (predictable) dengan sifat : Dose dependent, besarnya dosis menentukan Sering disertai gangguan organ lain : ginjal, gastrointestinal, susunan syaraf pusat dan lainlain. Dapat dibuktikan dengan binatang percobaan. II. Kelompok yang tidak dikenal sebagai Hepatotoksik (unpredictable) idiosinkratik, dengan sifat : Dose - idenpendent Lebih sering pada dewasa. Sering bersifat hipersensitif. B. Menurut cara dalam menimbulkan gangguan pada Hepar I. Direct - hepatotoxicity , dapat menimbulkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 40, 1985 31

langsung gangguan hepar. Contohnya : Tetrasiklin. II. Metabolite - Related - Hepatotoxicity, menimbulkan gangguan hepar melalui bahan metabolitnya. Misalnya Isoniazid, Parasetamol, karbon tetraklorida, metildopa, metotreksat, halotan. III. Hipersensitivitas. Misalnya: fenotiazin_ , Sulfonamida, nitro furantion, eritromisin estolat , obat anti tiroid, difenilhidan toin, fenilbutazon. C. Menurut perubahan Histopatologic yang ditimbulkan, misalnya Gambaran PA Obat penyebab Nekrotik zonal Asetaminofen, karbon tetra kiorida. Hepatitis nonspesifik. Aspirin, oksasilin. Viral hepatitis like lesion Isoniazide, metildopa. Hepatitis kronlk. Nitrofurantion, metildopa. Kolestasis. Klorpromazine, eritromisin estolat, anabolik steroid, estrogen. Perlemakan hati. Kortikosteroid, etanol, tetrasiklin. Lesi vaskular. Kontraseptif oral, anti tumor agents, anabolik steroid. I. " Direct Drugs Hepatotoxicity" Yaitu obat yang tanpa memerlukan perubahan, "Biotransformasi" dapat menyebabkan hepatotoksik. Gangguannya berupa gangguan pada sintesa protein, dapat menimbulkan perlemakan hati karena penumpukan trigliserida dalam sel hepar akibat kekurangan bahan pengangkutnya (lipoprotein). Intoksikasi tetrasiklin adalah suatu contoh yang tepat. Kerusakan yang ditimbulkan meningkat bila pemberian dosis yang lebih tinggi, dan menjadi lebih hebat bila ada gangguan ekskresi urin. Pemberian tetrasiklin sering menyebabkan gangguan pada kehamilan trimester terakhii, keadaan malnutrisi atau infeksi saluran air seni. II. "Metabolite related hepatotoxicity" Sebagian besar obat menimbulkan Hepatotoksis melalui jalan ini. Kerusakan sering berupa nekrosis Centrizonal dengan sedikit sel infiltrat. Kadang - kadang gangguan hepar timbul beberapa waktu kemudian setelah pemberian obat dosis kecil berulang, dengan gambaran histopatologik mirip hepatitis. Bahan metabolit yang toksis terbentuk setelah enzim mikrosom merubah dari bentuk asal. Proses nekrosis hepar dapat timbul akibat ikatan langsung antara bahan metabolit dengan protein, atau melalui proses imunologik, di mana bahan metabolit tersebut menjadi suatu antigen. Pada umumnya berat ringan kerusakan hepat ditentukan pula oleh pola genetik serta ada tidaknya Enzym Inducers yang merangsang aktivitas enzim mikrosom. / ASETAMINOFEN Pad a umumnya efek hepatotoksik terjadi bila minum obat ini secara berlebiih (15 gram/hari). Namun, sudah ada
PARASETAMOL

laporan tentang intoksikasi pada pemakaian yang lama dengan dosis pengobatan biasa, dan nampaknya di sini ikut berpengaruh pemakaian obat-obat lain (Enzym inducer), alkohol serta status gizi penderita. Dalam hepar secara enzimatis obat ini dirubah menjadi bahan toksik oleh enzim sitokrom P450. Bahan toksik ini dalam keadaan normal dinetralisir melalui proses konyugasi dengan glutation. Kerusakan hepar terjadi kalau terdapat kekurangan glutation akibat pembentukan bahan metabolit yang terlalu banyak. Tetapi pemberian glutation dari luar tidak bermanfaat, karena tidak dapat memasuki sel hepar. Yang dapat dikerjakan ialah pemberian Precursor glutation seperti sisteamin. Gejala klinis dapat timbul beberapa jam setelah pemberian obat. Penderita menjadi anoreksia, mual dan muntah. Ikterus timbul setelah had kedua, dapat berlanjut dengan gangguan kesadaran, koma, dan akhirnya meninggal. Pada kasus yang berat angka kematian tinggi. Dalam perjalanan penyakitnya, serum transaminase meningkat sangat tinggi, dan oleh beberapa ahli dianggap mempunyai nilai prognostik. Pengobatan selain segera mengeliminasi obat serta memberi obat suportif/ simtomatis dapat diberikan M. asetil sistein. ASPIRIN / ASAM ASETIL SALISILAT Dikenal sebagai obat hepatotoksik yang tergantung pada besarnya dosis (Predictable). Gejala hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis : 3 - 5 g/hari), tapi ada laporan terjadinya hepatotoksik pada dosis biasa dengan kadar serum l lmg/dl. Keadaan ini nampaknya sangat erat hubungannya dengan kadar albumin darah, karena bentuk salisilat yang bebas inilah dapat merusak hepar.
ISONIAZID (INH) Isoniazid mengalami inaktivasi di hepar melalui proses asetilasi menjadi asetil Isoniazid yang kemudian dihidrolisis menjadi Free Acetyl Hydrozine dan oleh enzim sitokrom P450 dirubah menjadi bahan metabolit yang toksis. Pada penderita yang termasuk kelompok proses asetilasi cepat, mempunyai - risiko terjadinya efek hepatotoksik yang lebih besar. Efek hepatotoksik juga meningkat dengan pemberian Enzym Inducer secara bersamaan, misalnya : luminal, prifampisin atau alkohol. Pengaruh hepatotoksik sangat jarang terjadi pada pemakaian kombinasi dengan PAS : dikatakan karena PAS dapat memblokir proses asetilasi. RIFAMPISIN Kerusakan hepar oleh obat ini melalui 3 jalur : 1) Telah dikenal (predictable), tergantung besarnya dosis, dapat menyebabkan gangguan Hepatic up take terhadap bilirubin, sulfobromoftalein dan asam empedu. Efek ini reversibel. 2) Rifmpisin dapat menjadi Microsomal enzym inducers sehingga dapat meningkatkan efek hepatotoksik obat-obat yang tergolong metabolite related - hepatotoxicity" terutama isoniazid. 3) Rimfapisin dapat menimbulkan Viral like hepatitis METIL DOPA (ALDOMET, DOPAMET) Dilaporkan adanya kasus fatal (massive Hepatic Necrosis) tetapi ada juga yang asimtomatis (6 - 35%). Patogenesis terjadinya kelainan hepar melalui :

32 Cermin Dania Kedokteran No. 40, 1985

Proses hipersensitivitas. Penghambatan fungsi Supressor T Cell. Proses pembentukan bahan metabolit - hepatotoksik. Karena itu, faktor-faktor genetik, status gizi dan keadaan lingkungan mempengaruhi terjadinya proses hepatotoksik ini. Ikterus nampak setelah 3 - 16 minggu sampai 8 bulan setelah pemberian obat. Pada umumnya keadaan ini akan segera membaik bila obat segera dihentikan. Gambaran histopatologiknya sering kolestatik. HALOTEN "Banyak penulis-penulis mengatakn terjadinya karena proses hipertensitivitas, karena tidak bisa dibuktikan pada binatang percobaan, dan sering terjadi setelah pemberian ulang. Bahan metabolit yang hepatotoksik adalah : asam trifluoroasetat, ion bromida dan klorida. Perubahan histologisnya sulit dibedakan dengan Hepatitis virus. Klinis sering ditandai dengan panas pasca bedah, yang timbul 8 - 13 hari setelah operasi disertai kelemahan umum dan gejala gastrointestinal. Ikterus timbul setelah 10 - 28 hari hari pada pemakaian ulang. pemakaian pertama atau 3 - 17 Angka kematian yang ikterus cukup tinggi, 20 %. III. Hipersensitivitas Obat hepatotoksik melalui proses hipersensitivitas secara Minis sering ditandai adanya panas, rash, artralgia dan adanya lasniofilia. Keadaan ini jarang pada anak, timbulnya tergantung dosis serta umumnya terjadi setelah pemberian berulang kirakira 1 minggu setelah pemberian obat. Kelainan pada hepar dapat berbeda tergantung obat yang diberikan, misalnya eritromisin estolat bersifat hepatoselular, promazin menyebabkan kolestasis, fenilbutazon pembentukan granuloma.

PEMBERIAN OBAT PADA PENDERITA PENYAKIT HEPAR. Ada 2 aspek yang ha ru s kita pikirkan, yaitu aspek farma kologtkc obat serta efek toksik obat terutama pada hepar. Akibat gangguan hepar, profil faimakokinetik obat dapat berubah. Sayang pengetahuan tentang hal ini sampai sekarang masih terbatas. Pada dasarnya, perubahan-perubahan aliran darah, ikatan protein, kemampuan intrinsik hepar mempengaruhi eliminasi obat dari tubuh. Pengaruh ini bervariasi dan bergantung pula pada rasio ekstraksi obat. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemakaian obat pada penyakit hepar antara lain : 1. Pertimbangan secara benar keuntungan dan risiko pemakaian. 2. Pergunakan obat yang tidak bersifat hepatotoksik. 3. Pengobatan dimulai dengan dosis kecil. 4. Monitoring yang baik, bila perlu pengukuran kadar obat dalam plasma. KEPUSTAKAAN
1. Arena JM, et al : Acetaminophen : Report of an Unusual Poisoning, Pediatrics 1978; 61 : 68 - 72. 2. Gorman TO, et at : Salicylate Hepatitis, Gastroenterology, 1977; 72 : 726 - 728. 3. Miller, J, at al : Acut Isoniazid Poisoning in Child hood, Am J Dis Child 1980;134: 290 - 292. 4. Michael Nz, at al : Drug Induced liver injury, in Chandra RK editor : The liver and biliary system in infant and chlbdren, London 1979, Churchill Livingstone P 229 - 241. 5. Sherloch Sheila : Drugs and the liver, London 5 th Edit. 1975 P. 340 - 348. 6. Wong P at el : Acute rifampin overdose Aphamakokinetic Study, J. Pediart 1983;104 : 781 - 783.

* Di bawakan pada Simposium Penyakit Hati Kalimantan Timur,


Samarinda 20 Oktober 1985.

Cermin Dunia Kedokteran No. 40,1985 33

Anda mungkin juga menyukai