Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KIMIA PANGAN KELAYAKAN MINYAK GORENG PEDANGANG KAKI LIMA UNTUK KONSUMEN

OLEH : HIKAM FAWAID FARAH PERMATA LATIFATUZ ZAHRO TIKA AYU RISKY (093234004) KIMIA A09 (093234012) KIMIA A09 (093234026) KIMIA A09 (093234034) KIMIA A09

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA 2012
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Beakang Perkembangan dunia pangan di zaman ini cukup pesat. Hal tersebut akan berdampak pada kehidupan manusia, teutama pola hidup manusia. Beberapa bahan pangan di zaman ini dari mulai yang berkualitas baik sampai yang berkualitas rendah hingga yang mahal sampai yang murah, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal terutama minyak goreng yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bahan pangan yang cukup murah. Oleh karena itu, kami mengkaji minyak goreng yang digunakan dalam pembuatan gorengan. Adapun minyak goreng yang biasa digunakan di pedagang-pedagang gorengan adalah jenis minyak curah atau minyak jelantah. Minyak goreng yang digunakan sudah berkali-kali sampai warna minyak tersebut berubah. Pedagang gorengan tidak memperhatikan kesehatan tetapi hanya mencari keuntungan yang banyak dari gorengan yang tidak sehat. Untuk menentukan baik dan buruknya kualitas minyak goreng yang digunakan adalah dengan menguji ketengikan dan angka peroksida dari minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan. Sehingga konsumen dapat mengetahui kualitas gorengan yang baik dan buruk.

B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mengetahui ketengikan pada minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan? 2. Bagaimana hasil perbandingan pengukuran ketengikan minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan drngan standar minyak goreng di Indonesia?
2

C. Tujuan Adapun tujuan dari pengujian ini adalah : 1. Mengetahui ketengikan pada minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan? 2. Menbandingkan hasil pengukuran ketengikan minyak goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan dengan standar minyak goreng di Indonesia?

BAB II DASAR TEORI A. Minyak Goreng Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelaut tersebut. Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak. Disebut

minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya dibedakan menjadi 2 yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanyadigunakan untuk menggoreng bahan makanan (Wikipedia, 2009). Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. B. Jenis-Jenis Minyak Goreng Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 2005) yaitu : 1. Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Minyak tidak mengering (non drying oil)

a. Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang. b. Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard. c. Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung, dan urgen. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla, tung, linseed dan candle nut. 2. Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut : a. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari. b. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit. c. Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume. 3. Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, yakni : a. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain. b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids). Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut. c. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid) Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan menyebabkan bayi-bayi lahir premature.
6

C. Sifat-sifat Minyak Goreng Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 2005), yakni: Sifat Fisik
1. Warna Terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara

alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain dan karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

2. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen. 3. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal. 4. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek. 5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. 6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponenkomponenya. 8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. 9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250C , dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature 400C. 10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng. 11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak. Sifat Kimia 1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. 2. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. 3. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
8

4. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak. 5. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yan bersifat tidak menguap. D. Penggunaan dan Mutu Minyak Goreng Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 177 0C sampai 201 0C. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Menurut winarno yang dikutip dari Jonarson (2004) makin tinggi kadar gliserol makin rendah titik asapnya, artinya minyak tersebut makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak goreng itu.

E. Penentuan Kualitas Lemak Pengujian minyak atau lemak secara kimiawi telah sejak lama dikerjakan. Pengujian ini didasarkan pada penelitian atau penetapan bagian tertentu dari komponen kimia minyak atau lemak. Pengujian-pengujian minyak atau lemak tersebut meliputi hal-hal berikut :
10

1.

Penentuan Angka Asam Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak.

2.

Penentuan angka peroksida Penentuan angka peroksida didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodide melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam asetat-kloroform. Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan dari lemak atau minyak.

3. Penentuan asam thiobarbiturat(TBA) Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai monoaldehid. Banyaknya monoaldehid dapat ditentukan dengan jalan destilasi lebih dahulu. Monoaldehid kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah monoaldehid dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm.

4. Penetuan kadar minyak Penentuan kadar air dalam minyak dapat dilakukan dengan cara thermogravimetrri atau cara thermovolumetri.

11

F. Ketengikan Minyak Oksidasi lemak dalam bahan makanan dapat terjadi bila suhu dinaikan atau selama penyimpanan. Hal ini mendorong terbentuknya peroksida melalui pembentukan hidroperoksida yang selanjutnya dapat mengalami degradasi menjadi senyawa aldehida. Pembentukan aldehida yang mudah menguap menyebabkan bau khas pada lemak yang disebut proses ketengikan. Ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya oksidasi asam lemak pada bahan makanan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kandungan trigliserida alami dalam bahan, komponen minor yang memiliki sifat anti oksidatif seperti tokoferol, bahan-bahan kontaminan seperti zat besi, tembaga dan nikel serta bahan tambahan (anti oksidasi komersial), sedangkan faktor eksternal meliputi oksigen dan sebagai pemicu berlangsungnya oksidasi adalah sinar terutama sinar ultra violet dan panas yang dapat mempercepat proses oksidasi. Kondisi iklim yang panas dan lembab meningkatkan gejala ketengikan oksidatif yang terdiri atas 2 jenis yaitu :
1. Ketengikan hidrolitik yang dihasilkan dari aktivitas mikro organisma terhadap lemak

menyebabkan proses hidrolisis sederhana lemak menjadi asam lemak, di-gliserida, mono-gliserida dan gliserol. Ketengikan hidrolitik tidak mempengaruhi nilai nutrisi.
2. Peroksidasi lemak menyebabkan pembentukan radikal bebas pada ikatan tak jenuh

akibat pemisahan hidrogen dari asam lemak tak jenuh, yang menurunkan nilai enerji lemak. Reaksi dipercepat dengan kehadiran mineral-mineral jarang yang terdapat dalam oksigen. Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan, ini dikenal sebagai reversion. Beberapa peneliti berpendapat bahwa hal ini khas pada minyak atau lemak. Reversion terutama dijumpai dalam lemak dipasar dan pada pemanggangan atau penggorengan dengan menggunakan temperature yang terlalu tinggi.
12

Ketengikan berbeda dengan reversion. Beberapa minyak atau lemak mudah terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan mempunyai daya tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama reversion berbeda untuk setiap jenis minyak. Sedangkan minyak yang telah menjadi tengik akan menghasilkan flavor yang sama untuk semua jenis minyak atau lemak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi indikasi ketengikan minyak atau lemak, tetapi bilangan peroksida ini tidak mempunyai hubungan dengan peristiwa reversion (Ketaren, 1986). a. Ketengikan oleh oksidasi Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunnyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa deng rantai C lebih pendek ini adalah asamasam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan menimbulkak bau tengik pada lemak (Winarno, 1992). b. Ketengikan oleh enzim Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo clastic dapat meguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol
13

(Ketaren, 1986). Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom , sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metal keton.
c. Ketengikan oleh hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi bermacam-macam asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak ini terjadi karena adanya kandungan air dalam minyak atau lemak, yang pada akhirnya menyebabkan ketengikan dengan perubahan rasa dan bau pada minyak tersebut. G. Titrasi Iodometri Dikenal dua cara analisis iodium, yaitu iodimetri (langsung) dan iodometri (tak langsung). Pada iodimetri, larutan iodium digunakan untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Sedangkan pada iodometri, oksidator yang dianalisa direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai. Iodium dibebaskan secara kuantitatif, dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenik. Metode titrasi iodometri tak langsung berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Dalam proses iodometri ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan karena hal ini dapat menimbulkan kesalahan :
1. Berkurangnya atau hilangnya sebagian I2 karena sifat volatilitasnya.

2. Terjadinya oksidasi udara terhadap larutan iodida, menurut reaksi : 4I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O Pada iodometri atau iodimetri, iod dapat bertindak sebagai oksidator dan juga sebagai reduktor. Sebagai reduktor biasanya adalah Na2S2O3. Reaksi-reaksi : 2e + I2 2IOksidator reduktor 2S2O32- S4O621 mol Na2S2O3 = 1 ekivalen 1 mol Na2S2O3 mengikat 1e Pada titik ekivalen : jumlah ekivalen I2 = jumlah ekivalen S2O3214

1 mol I2 = 2 ekivalen (1 mol I2 mengikat 2e)

Pada iodometri atau iodimetri digunakan indikator kanji yang akan memberi warna biru pada I2 dalam larutan. Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna. Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi iodometri ini. Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras. Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin. I2 (s) + 2e- 2IZat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat dengan potensial yang jauh lebih rendah), seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hydrogen sulfida , dan natrium tiosulfat bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam, dengan zat pereduksi yang agak lemah ,misal arsen trivalent, atau stibium trivalent ,reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit suasana asam.Pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum , atau daya mereduksinya adalah maksimum. Jika suatu zat pengoksidasi kuat diolah dalam larutan yang netral atau larutan yang asam, dengan ion iodide yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi,dan
15

oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal demikian , sejumlah iod yang ekuivalen akan dibebaskan ,lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium tiosulfat. Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 2001). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri : 1. Oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam) 2. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8) 3. Larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran. 4. Pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.
5. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi

mudah larut dalam KI. 6. Larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat menjadi ion sulfat (Perdana, 2009). Dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I2 tidsk akan membentuk kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi (Perdana, 2009).

16

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Variabel Manipulasi : Minyak goring jelantah dari beberapa pedagang gorengan. Variabel Kontrol : Perlakuan pada titrasi iodometri, suhu, Volume. Variabel Respon : Angka Peroksida dari masing-masing sampel minyak jelantah.
17

B. Alat dan Bahan Alat :

Bahan : - Minyak goreng jelantah - Asam Asetat Glacial - Larutan Na2S2O3 0,1M - Aquades - Kloroform - KI jenuh - Amilum 1%

Gelas kimia Gelas ukur Erlenmeyer Buret Corong

3,6 mL asam asetat anhidrat + 2,4 mL Kloroform - Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C. Alur Kerja - Ditambah 2 tetes larutan KI jenuh

Titrasi Blanko

Larutan campuran - Didiamkan selama 1 menit dengan sewaktu-waktu digoyang - Ditambahkan 6 mL aquades - Ditambahkan 2 tetes Amilum 1% - Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M sampai warna biru hilang Volume Na2S2O3 0,1M

18

Penentuan Bilangan Peroksida

1 gram sampel minyak goreng jelantah - Ditambah 3,6 mL asam asetat anhidrat dengan 2,4 mL Kloroform - Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer - Ditambah 2 tetes larutan KI jenuh Larutan campuran - Didiamkan selama 1 menit dengan sewaktu-waktu digoyang - Ditambahkan 6 mL aquades - Ditambahkan 2 tetes Amilum 1% - Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1M sampai warna biru hilang Volume Na2S2O3 0,1M

BAB III HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS Nama Sampel Minyak V Na2S2O3 (mL) PV (meq/ gram) PV Standard SNI
19

Warna

Aroma

A B C D E

1,95 1,35 2,95 3.3 2

195 135 295 330 200

0.002 0.002 0.002 0.002 0.002

Kuning Kecoklatan Kuning Coklat + Coklat +++ Coklat ++

Tengik Sedikit normal Tengik Sangat Tengik Tengik

Ketengikan minyak adalah salah satu ciri dari kerusakan minyak . Kerusakan minyak ini merupakan akibat dari proses oksidasi dan polimerisasi. Oksidasi minyak dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Ciri pembentukan oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Kemudian, terurainya asamasam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid, keton dan asam-asam lemak
20

bebas. Ketengikan hidrolisis disebabkan oleh hidrolisis trigliserida, adanya uap air dan pembebasan asam lemak bebas (Free Fatty Acid / FFA). Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hirolisis ini yang menyebabkan kerusakan lemak dan minyak dengan reaksi :

Asam lemak bebas yang terbentuk walaupun dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat, warna gelap dan penurunan nilai gizi karena kerusakan vitamin karoten dan tokoferol. Angka peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida yaitu produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil karena terjadi kontak antara oksigen dengan minyak. Oksidasi terjadi pada ikatan tak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai dengan suhu 100 0C, setiap ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil dengan reaksi sebagai berikut :

Teroksidasinya asam-asam lemak diikuti oleh pergeseran ikatan-ikatan rangkap karena terjadi proses isomerisasi dan membentuk hiperoksida terkonjugasi, dengan reaksi sebagai berikut :
21

Kenaikan harga PV ( Peroxide Value) sebagai indikator bahwa minyak akan berbau tengik dalam waktu cepat yang secara umum menunjukkan kerusakan minyak. Peroxide Value (bilangan peroksida) adalah bilangan yang terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak.

Jumlah senyawa peroksida ditentukan dengan cara iodometri, berdasarkan reaksi antara alkali iodido salam larutan asam dengan ikatan oksigen dan peroksida, iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat Na2S2O3 sebagai zat reduktor. Kemudian menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan KI berlebihan. Iodium yang bebeas dititrasi dengan natrium tiosulfat. Prinsip titrasi iodometri adalah dengan penambahan KI berlebih dalam larutan, Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan natium tiosulfat dan dihasilkan ion Iodida. Metode ini mengukur kadar peroskida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak.

22

Angka peroksida yang tinggi jelas mengindikasikan minyak sudah mengalami oksidasi. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya. Langkah pertama mengambil 1 mL sampel minyak dan diisikan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 3,6 mL asam asetat glasial dan ditambahkan 2,4 mL chloroform yang berfungsi untuk melarutkan minyak jenuh yang sulit larut dalam air karena kloroform termasuk salah satu jenis pelarut non-polar yang bisa melarutkan minyak . Lalu ditambahkan 2 tetes KI jenuh untuk mengoksidasi larutan yang ada. Kemudian didiamkan selama 1 menit agar I2 dapat terlepas secara sempurna. Penambahan KI jenuh secara berlebih sebagai pereaksi agar I2 bebas pada larutan dengan reaksi sebagai berikut R-COO- + KI R-CO- + H2O + I2 + K+ Kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 6 mL agar volume sampel bertambah selain itu penambahan air juga untuk meningkatkan kelarutan antara kompleks iodium- amilum yang sebenarnya sangat kecil, lalu ditambah 2 mL amilum 1%. Selanjutnya dititrasi dengan Natrium Tiosulfat untuk mengetahui I2 yang bebas setelah terjadi perubahan warna dari warna sedikit kebiruan hingga warna biru hilang yang menunjukkan titik equivalen sudah tercapai dan larutan menjadi jernih terdapat dua fase , dengan reaksi sebagai berikut : I2 + 2Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6 Perlakuan yang sama pada sampel minyak dilakukan juga pada blanko tanpa sampel. Didapatkan data antara waktu, volume Na2S2O3 dan angka peroksida (peroxide value) sebagai berikut : Nama Sampel Minyak A B V Na2S2O3 (mL) 1,95 1,35 PV (meq/ gram) 195 135 PV Standard SNI 0.002 0.002 Kuning Kecoklatan Kuning Tengik Sedikit normal
23

Warna

Aroma

C D E

2,95 3.3 2

295 330 200

0.002 0.002 0.002

Coklat + Coklat +++ Coklat ++

Tengik Sangat Tengik Tengik

Berdasarkan data pada table di atas, dapat dikatakan bahwa sample minyak Laventa memiliki angka peroksida yang paling tinggi yang juga terlihat pada warna minyak yang terlihat sangat coklat tua (+++) dan aroma yang sangat tengik. Sedagkan pada sampel minyak Kost Campur Sari memiliki bilangan peroksida yang paling rendah yaitu sebesar 135 dengan warna kuning dan aroma yang sedikit normal. Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan yang disebabkan oleh suhu pemanasan yang terlalu tinggi sehingga sebagian minyak teroksidasi. Odor (aroma) pada minyak terjadi akibat pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau kemak. Sedangkan berdasarkan data SNI yang berlaku di Indonesia, standard mutu minyak goreng memiliki angka peroksida maximal sebesar 2 meq/Kg, bewarna kuning, dengan aroma normal yang dapat dilihat dalam table di bawah ini :

24

Dari perbandingan data pada tabel di atas, maka dapat dikatakan bahwa minyak sawit yang kami observasi memiki bilangan peroksida jauh melampaui dari ambang batas maximal dibolehkannya angka peroksida dalam standard mutu SNI yang berlaku di Indonesia yang berarti, kualitas minyak sawit ini sangat buruk digunakan untuk konsumen sebagai bahan pangan.

25

KESIMPULAN Berdasarkan percobaan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :


1. Kerusakan minyak yang dapat dicirikan dari aroma tengik minyak dan warna

kecoklatan disebabkan oleh adanya proses oksidasi dan hirolisis karena panas, keasaman, penyimpanan dan lain-lain 2. Bilangan peroksida sebagai indikator tingkat ketengikan minyak yang dapat ditentukan melalui metode titrasi Iodometri dengan prinsip pengukuran sejumlah iod yang dibebabskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida di dalam medium asam asetat dan kloroform.
3. Tingginya nilai angka peroksida menggambarkan Semakin tingginya tingkat

kerusakan minyak, hal ini ditunjukkan dari semakin banyaknya volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna biru yang berarti semakin banyak I2 yang terikat sehingga menyebabkan bilangan perosidanya meningkat sebanding dengan semakin fisik minyak yang semakin coklat tua (+++) dengan aroma yang sangat tengik.

26

DAFTAR PUSTAKA Achmad Hiskia.Drs. 1992. Elektrokimia Dan Kinetika Kimia ,Penuntun Belajar Kimia Dasar. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Basset, J.C., F.C. Denay, S.B. Jefferey & J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh L. Setiawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta. Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry. Fifth Edition. John Wiley & Sons. New York. Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Jakarta: Erlangga. Decker, E.A.. 2002. Antioxidant Mechanism. In: Akoh. C.C. and D.B.Min. Editor: Food Lipids, Chemistry, Nutrition and Biotecnology, Marcel Dekker, Inc. New York. Divino, G.L. Koehler. P.E. and Akoh C.C. 1996. Enzymatic and autooxidation of Defeated Peanut, J. Food Sci.,61 Gordon, M.H. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson, Editor: Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London. Ketaren.S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia UI-PRESS. Lin, S.S. 1991. Fat and Oils Oxidation in Introduction Co Fat and Oils Technology, Am. Oil Chem. Soc. Champaign, Illinois, 221 231
27

Suyono, dan Bertha Yonata. 2011. Panduan Praktikum Kimia Fisika III. Surabaya : Unesa Press Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik kualitatif Makro dan Semimikro, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Warisno. 2003. Budi Daya Kelapa Genjah. Yogyakarta: Kanisius, hal 15-16. Winarno, F.G.. 1992. Kimia Pangan dan Gizi 1st ed.. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. hal 106-107.

28

Lampiran Foto :

Gambar 1. Sampel Minyak Jelantah

Gambar 2. Hasil Percobaan Penentuan Peroxide Value dengan metode Titrasi Iodometri

29

Gambar 3. Sampel Minyak Jelantah dan hasil gorengannya

30

Anda mungkin juga menyukai