Anda di halaman 1dari 19

Sediment Settling Basin, Upaya Pengoptimalan Fungsi Kerja Waduk sebagai PLTA serta Penggunaan Konsep Insentif Warga

untuk Mengurangi Permasalahan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Waduk Cirata Diajukan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional PT Pembangkitan Jawa Bali Badan Pengelola Waduk Cirata Tahun 2012

TIM : Masrun Aditya T.M. Yonathan Sugiarto Martono

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Daftar Isi
Halaman Judul.......................................................................................................I Abstrak...................................................................................................................II Kata Pengantar......................................................................................................III Daftar Isi................................................................................................................IV Daftar Lain.............................................................................................................V Bab I Pendahuluan Latar Belakang........................................................................................ Rumusan Masalah.................................................................................. Tujuan Penulisan..................................................................................... Sistematika Penulisan............................................................................. Bab II Tinjauan Pustaka........................................................................................ Bab IV Metode Penulisan Pendekatan Penulisan............................................................................ Sumber Penulisan................................................................................... Sasaran Penulisan.................................................................................. Tahapan Penulisan................................................................................. Bab IV Pembahasan Pengertian Waduk dan Permasalahannya............................................. Solusi Permasalahan.............................................................................. Bab V Penutup Kesimpulan ............................................................................................................... Saran ............................................................................................................... Daftar Pustaka ...............................................................................................................

Lampiran ...............................................................................................................

Bab I. Pendahuluan
Latar Belakang Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk yang bersumber dari DAS Citarum selain Waduk Saguling dan Waduk Jatiluhur. Fungsi utama waduk cirata yang dikelola oleh PT PJB ialah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk daerah Jawa-Bali. Fungsi lainnya adalah sebagai sarana budidaya perikanan, irigasi pertanian, transportasi air, pengendalian banjir dan pariwisata. PLTA Cirata dapat memproduksi listrik rata-rata 1428 GWh per tahun. Energi listrik tersebut kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 KV ke sistem interkoneksi Jawa-Bali. PLTA merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan, karena dibandingkan pembangkit listrik lain seperti PLTG, PLTU, PLTD dan PLTN, PLTA tidak menghasilkan limbah, justru limbah dari masyarakat yang masuk ke sungai penggerak PLTA sering menimbulkan masalah atau gangguan pada PLTA. Salah satu syarat suatu PLTA agar dapat menghasilkan energi listrik secara maksimal adalah kualitas air yang ideal pada waduk, namun pada saat ini kualitas air pada Waduk Cirata tidak memenuhi standar mutu. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah sedimen yang terdapat pada dasar waduk. Sedimen tersebut dapat berasal dari pakan ikan maupun kotoran (debu, pasir, kerikil) yang terbawa oleh arus sungai Citarum, yang terakumulasi di dasar Waduk Cirata. Sedimen yang berasal dari sisasisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan disebabkan karena banyaknya jumlah keramba jaring apung (KJA) yang terdapat di Waduk Cirata. Saat ini jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 53.031 KJA, padahal jumlah maksimal KJA sesuai rencana awal pembangunan Waduk Cirata hanya sebanyak 12.000 KJA (BPWC, 2011). Melonjaknya jumlah KJA tersebut menyebabkan ledakan sedimen yang menumpuk di Waduk Cirata. Banyaknya sedimen yang menumpuk di dasar

waduk ini dapat mengganggu kinerja dari mesin PLTA apabila tidak dilakukan perawatan secara berkala. Jumlah KJA di Waduk Cirata yang meningkat sangat pesat menunjukkan bahwa budidaya ikan merupakan lapangan kerja utama masyarakat di sekitar waduk. Padahal ledakan jumlah KJA pada Waduk Cirata selain dapat menurunkan kualitas air yang difungsikan sebagai penyediaan air Waduk Jatiluhur untuk air minum dan irigasi, juga kemudian akan menyebabkan turunnya hasil panen oleh pembudidaya ikan. Biasanya, jika dalam satu kolam dapat menghasilkan satu ton ikan, saat ini hanya dapat menghasilkan 500 kilogram atau 800 kilogram ikan per kolamnya (Adiyoto, 2011). Jika dibiarkan terus menerus maka lambat laun akan banyak pembudidaya ikan yang gulung tikar dan kehilangan mata pencaharian mereka. Selain sisa-sisa pakan pada KJA, erosi juga merupakan faktor penting yang ikut mempengaruhi jumlah sedimen di dasar waduk yang akan mengganggu fungsi utamanya sebagai PLTA. Kondisi tersebut bisa diatasi dengan metode yang tepat untuk dapat mengurangi jumlah sedimen di dasar waduk, baik sedimen yang dihasilkan oleh KJA, maupun erosi lahan. Erosi yang terjadi merupakan akibat dari berkurangnya greenbelt karena beralih fungsi dari daerah tangkapan air (catchment area) menjadi pemukiman dan pertanian. Penulis memberikan ide atau gagasan yang diharapkan dapat membantu pemerintah maupun BPWC dalam mengatasi persoalan tersebut. Ide atau gagasan yang kami berikan berupa konsep insentif materiil bagi warga yang mau ikut bekerja sama dalam menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan disekitar dan Waduk Cirata itu sendiri. Konsep insentif materiil bagi warga tersebut dipadukan dengan penanaman cocomesh (Jaring Sabut Kelapa) pada daerah tangkapan air (catchment area) yang telah beralih fungsi menjadi daerah pemukiman maupun pertanian. Selain itu, terdapat juga cara untuk mengurangi jumlah sedimen di dasar waduk, yaitu dengan menggunakan Sediment Settling Basil. Kami berharap konsep insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan penanaman cocomesh serta penggunaan Sediment Settling Basil oleh pihak terkait dapat membantu mengurangi erosi serta jumlah sedimen yang masuk ke

waduk dan menolong perekonomian masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada KJA. Rumusan Masalah 1. Banyaknya masyarakat sekitar Waduk Cirata yang menggantungkan kehidupan pada KJA di Waduk Cirata. 2. Banyaknya jumlah sedimen yang terdapat pada dasar Waduk Cirata. 3. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terbentuknya sedimen pada dasar Waduk Cirata. 4. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi sedimen pada dasar Waduk Cirata. Tujuan Penulisan Manfaat dai penulisan karya ilmiah ini antara lain: a. Bagi Penulis Penulisan Karya ilmiah ini bermanfaat untuk menambah wawasan, pengalaman, dan mengolah kemampuan berpikir untuk dapat mencari serta menciptakan penyelesaian masalah yang kreatif. b. Bagi Masyarakat Penulisan Karya Ilmiah ini bermanfaat untuk memberikan masyarakat informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya merawat dan menjaga kelestarian lingkungan di sekitar waduk serta waduk itu sendiri. Sehingga masyarakat berlebihan. c. Bagi Pemerintah Penulisan Karya Ilmiah ini dapat menjadi referensi bagi pemerintah sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada Waduk Cirata serta pada lingkungan sekitar waduk. Selain itu juga dapat memberikan gagasan lapangan pekerjaan baru. tidak merusak dan mengeksploitasi waduk secara

Sistematika Penulisan a. Halaman Judul b. Abstrak c. Kata Pengantar d. Daftar Isi e. DaftarLain f. Bab I Pendahuluan 1. 2. 3. 4. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Sistematika Penulisan

g. Bab II Tinjauan Pustaka h. Bab III Metode Penulisan 1. 2. 3. 4. i. 1. 2. j. Pendekatan Penulisan Sumber Penulisan Sasaran Penulisan Tahapan Penulisan Permasalahan yang Sedang Dihadapi Solusi Permasalahan

Bab IV Pembahasan

Bab V Penutup 1. Kesimpulan 2. Saran

k. Daftar Pustaka l. Lampiran-lampiran

BAB II. Tinjauan Pustaka


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia terletak di dekat garis ekuator, sehingga menyebabkan Indonesia menjadi negara beriklim tropis. Salah satu ciri utama dari negara beriklim tropis adalah curah hujan yang tinggi. Kandungan air yang tinggi menyebabkan banyak makhluk hidup, baik flora maupun fauna yang hidup di berbagai tempat di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Selain sumber daya alam, juga terdapat sumber daya buatan yang ditujukan untuk mengoptimalkan fungsi dari sumber daya alam tertentu. Waduk merupakan salah satu sumber daya buatan. Waduk sering disebut sebagai danau buatan yang besar. Menurut Komisi DAM dunia, waduk atau bendungan besar adalah bendungan yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Waduk Cirata memiliki tinggi 34,9 m, sehingga dapat digolongkan kedalam waduk besar. Sistem tata air pada waduk berbeda dengan danau alami. Waduk memiliki beberapa komponen seperti bendungan (DAM), pelimpah (Spillway), pintu keluaran saluran akhir (trailrace outlate) serta pembangkit listrik (power house). Waduk Cirata merupakan waduk terbesar di Jawa Barat yang menjadi asset Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan memiliki fungsi utama sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) untuk daerah Jawa-Bali. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 41 Tahun 2002 Pasal 2 Ayat 1, pengaturan secara terkoordinasi dan terpadu mengenai pengembangan, pemanfaatan perairan umum, lahan pertanian, dan kawasan Waduk Cirata dalam Keputusan ini, dimaksudkan untuk tercapainya peningkatan fungsi dan daya guna waduk secara optimal bagi berbagai kepentingan yang dimungkinkan secara teknis tanpa mengganggu fungsi utama waduk. Jumlah

Keramba Jaring Apung yang tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan saat ini telah mengganggu fungsi utama dari Waduk Cirata, yaitu sebagai PLTA. Berdasarkan uji kadar polutan yang dilakukan oleh BPWC, kualitas air Cirata baik untuk KJA maupun PLTA sudah tidak menyehatkan. Status ini ditambah dengan laju sedimentasi yang melewati batas angka desain Waduk Cirata pada saat dibuat tahun 1987. Pada tahun 2007, rata-rata laju sedimentasinya 7,28 juta meter kubik, melewati desain awal waduk yaitu sebesar 5,67 meter kubik (menurut Yaya Hudaya, Staff ahli ekologi dan lingkungan BPWC dalam Majalah Gatra, 12-18 Mei 2011). Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000, PP Nomor 82 tahun 2001 dan PP Nomor 27 Tahun 2002, Status Baku Mutu Air Waduk Cirata Buruk (Gol C) dan Kualitas Air Waduk Cirata masih baik untuk operational PLTA (Gol D). Namun, ketika dilakukan inspeksi bendungan pada tahun 2005-2006, indeks korosi mencapai 0,955, padahal batas normalnya adalah 0,75. Parameter korosi bendungan ini dilihat dari kadar Nitrogen, Sulfat, dan Keasaman. Sedimen yaitu lepasnya puing-puing endapan padat pada permukaan bumi yang dapat terkandung dalam udara, air, dan es dibawah kondisi normal. Sedimentasi merupakan proses yang meliputi pelapukan, transportasi dan pengendapan (Bhatt, 1978). Laju sedimentasi yang meningkat tersebut diakibatkan karena lahan kritis di daerah hulu yang menyebabkan daerah resapan air rusak berat. Lahan kritis tersebut merupakan akibat dari alih fungsi lahan di kawasan hulu Citarum, yakni Gunung Wayang, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Berikut merupakan data tingkat sedimentasi di waduk Cirata sejak tahun 1987 sampai tahun 2001 seperti tabel 1. Tabel 1. Sedimentasi Waduk Cirata dari Tahun 1987 2001
Tahun Pengukuran Volume sedimen (106) m3 Kumulatif sedimen (106) m3 Total Kapasitas (106) m3 Kap. Efektifitas Waduk (106) m3 1987 0 0 1.973 796,00 1991 10,11 10,67 1.962,29 790,10 1993 11,27 21,98 1.951,02 782,20 1997 25,52 47,45 1.925,50 782,89 2000 15,33 62,78 1.1910,17 781,00 2001 5,87 68,69 1.904,31 778,69

Sumber : BPWC, 2003 Data tersebut menunjukan bahwa laju sedimentasi yang semkin menigkat telah menyebabkan pendangkalan pada Waduk Cirata. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, daerah hulu DAS Citarum sebenarnya

merupakan daerah konservasi yang harus ditanami tanaman keras. Namun saat ini lahan yang ada dipakai untuk perkebunan sayur mayur. Erosi merupakan serangkaian proses yang berkaitan dengan proses pelapukan, pelepasan, pengangkutan dan pengendapan material tanah atau kerak bumi. Erosi dapat disebabkan oleh angin, air, atau aliran glester (es). Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi antara lain iklim, tanah, topografi, tanaman atau vegetasi, kegiatan manusia (Baver, 1959 dalam faktoryangmempengaruhierosi.blogspot.com). Lahan kritis juga menyebabkan tingkat erosi lahan di DAS Citarum hulu tergolong tinggi. Data Dinas Kehutanan Jawa Barat menunjukan, dari luas lahan 230.802 hektare terjadi erosi sebesar 112.346.477 ton per tahun atau 487 ton per hektare. Erosi tersebut menghasilkan sedimentasi yang sangat besar pada dasar Waduk Citarum. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami menuangkan gagasan berupa konsep insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan penanaman cocomesh (Jaring Sabut Kelapa) pada daerah tangkapan air yang mengalami alih fungsi lahan menjadi daerah pemukiman maupun pertanian, serta penggunaan Sediment Settling Basil untuk menampung sedimen sehingga dapat membuang sedimen yang ada di dasar waduk.

BAB III. Metode Penulisan


Pendekatan Penulisan Penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian normatif. Penelitian normatif ialah penelitian yang bersumber pada bahan-bahan pustaka seperti buku, jurnal serta artikel. Sumber Penulisan Sesuai dengan metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka data yang dipakai adalah data sekunder. Data sekunder adalah data-data yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan. Sumber data sekunder a. b. c. d. e. f. g. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. SK Gubernur Nomor 41 Tahun 2002 Pasal 2 Ayat 1 tentang Waduk Cirata. Yaya Hudaya dalam Majalah Gatra, 2011 SK Gubernur Nomor 39 Tahun 2000 tentang Peruntukkan Air dan Baku Mutu Air Golongan B, C, D. PP Nomor 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radio Aktif. PP Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) No. 2C Bidang Perikanan. h. UU Nomor 41 tahun 1999 pasal 19 tentang Alih Fungsi Hutan.

Sasaran Penulisan Karya Tulis ini ditujukan kepada PT PJB-BPWC sebagai pengelola Waduk Cirata, Pemerintah khususnya Jawa Barat, masyarakat di sekitar Waduk Cirata, Mahasiswa baik Perguruan Tinggi Nengeri (PTN) maupun Swasta (PTS). Tahap Penulisan a. Persiapan Tahap ini merupakan tahap dimana penulis melakukan persiapan, merumuskan masalah, mencari informasi, menentukan fokus, membaca, berdiskusi, mengolah informasi, mengolah materi untuk dapat diproses pada tahap berikutnya. b. Inkubasi Pada tahap ini penulis memproses informasi yang telah didapat, sehingga c. Iluminasi Iluminasi merupakan tahap dimana penulis mendapatkan inspirasi ataupun ide mengenai pemecahan masalah yang telah ditentukan. d. Verifikasi Tahap ini merupakan tahap akhir dimana konsep yang telah didapatkan pada tahap iluminasi dikumpulkan, diperiksa kembali, diseleksi, serta disusun sesuai dengan fokus tulisan yang telah ditentukan pada tahap persiapan. Pada tahap ini penulis membagi dan memilah bagian-bagian tertentu yang akan dihilangkan maupun ditambahkan. Selain itu penulis juga memilih dan mengolah kata-kata yang sesuai agar pembaca tidak salah mengerti ketika membaca karya tulis ini. dapat menemukan pemecahan masalah atau solusi dari permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya.

BAB IV. Pembahasan


IV.1. Permasalahan yang Sedang Dihadapi Waduk Cirata merupakan sumber daya buatan yang memiliki fungsi utama sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sejak tahun 1988 telah dioperasikan, saat ini dikelola oleh PT PJB-Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC). Akan tetapi, Waduk Cirata memiliki fungsi lain seperti budidaya perikanan, irigasi pertanian, transportasi air, pengendalian banjir dan pariwisata. Apabila tidak di kontrol dengan baik, maka fungsi-fungsi lain tersebut dapat mengganggu fungsi utama waduk sebagai PLTA. Berikut adalah permasalahan yang dialami Waduk Cirata sebagai akibat dari fungsi-fungsi lain selain fungsi utama: a. Sektor Perikanan Budidaya perikanan di waduk cirata mengandalkan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Berkembangnya aktivitas pembudidayaan ikan menggunakan jaring apung memberi dampak positif terhadap peningkatan produksi ikan, peluang usaha, kesempatan bekerja, serta peningkatan pendapatan petani ikan. Akan tetapi perkembangan aktivitas jaring apung yang melampaui daya dukung waduk dapat menimbulkan dampak negatif yang dapat menimbulkan permasalahan sehingga menyebabkan terganggunya pelestarian sumber daya air (SDA) di waduk maupun pada usaha perikanan itu sendiri (Indra, 2007). Jumlah maksimal KJA sesuai rencana awal pembangunan adalah 12.000, tetapi saat ini terdapat 53.031 KJA. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) No. 2C Bidang Perikanan, usaha budidaya perikanan terapung (jaring apung dan pen sistem) di air tawar (danau) dengan luas > 2.5 ha atau jumlah >500 petak wajib melakukan AMDAL karena alasan ilmiah khusus yaitu perubahan

kualitas perairan, pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang perairan serta pengaruh terhadap estetika perairan. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh KJA antara lain jumlah sedimen hasil sisa pakan ikan yang mengendap di dasar waduk, penggunaan styrofoam yang merupakan bahan sulit terurai sebagai pelampung jala ikan, serta kontaminasi limbah padat akibat penggunaan drum besi sebagai pelampung jala ikan yang telah rusak tetapi tidak segera dibenahi oleh pembudidaya ikan (Suhata E. Putra dalam Majalah Gatra, 1218 Mei 2011). Apabila dibiarkan terus menerus tanpa adanya upaya yang dilakukan maka KJA akan mempercepat pendangkalan waduk. b. Sektor Pertanian Pembukaan lahan oleh masyarakat di sekitar waduk untuk digunakan sebagai lahan pertanian telah menyebabkan berkurangnya green belt maupun catchment area, sehingga tingkat erosi menjadi tinggi. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan laju sedimentasi pada Waduk Cirata sehingga terjadi pendangkalan. Selain meningkatkan laju sedimentasi, penggunaan pupuk dan pestisida oleh petani juga dapat mempengaruhi kualitas air pada waduk. Apabila air di waduk sedang pasang, maka pupuk dan pestisida yang digunakan oleh petani akan terbawa ke waduk dan mengkontaminasi air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok, sedangkan limbah pestisida memiliki sifat tidak mudah larut dalam air tetapi relatif mudah larut dalam lemak. Sehingga akan membahayakan manusia jika mengkonsumsi ikan yang tinggal di air yang telah terkontaminasi pestisida (Anonym, 2009). Kualitas air yang buruk tersebut dapat menyebabkan kematian pada ikanikan yang dibudidayakan, sehingga akan menyebabkan kerugian bagi pembudidaya ikan.

c. Sektor Pariwisata Tingginya kesibukan yang dialami oleh manusia menyebabkan tingkat kebutuhan untuk rekreasi menjadi tinggi. Hal inilah yang menyebabkan beralih fungsinya Waduk Cirata menjadi sarana rekreasi, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat sekitar meningkat (Utami, 2000). Akan tetapi hal ini juga berakibat buruk bagi kondisi waduk. Sektor pariwisata telah meningkatkan jumlah warung disekitar waduk yang sebenarnya merupakan area terlarang karena masih berada di kawasan milik pemerintah yang dikelola oleh PT PJB. Seiring dengan banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Waduk Cirata, jumlah sampah padat dan cair yang ada di lingkungan waduk juga ikut meningkat. Dampak negatif dengan adanya pariwisata adalah pencemaran terhadap tanah yang ditimbulkan oleh sampah padat berbau busuk dan nampak kotor seperti sisa-sisa makanan bentuk bungkus makanan dan film yang berupa plastik, kertas, daun pisang dan sebagainya yang dilakukan oleh pengunjung yang tidak mengindahkan kebersihan, serta pencemaran terhadap perairan yang disebabkan oleh limbah cair kamar mandi dan sampah padat ke perairan (Wibowo, 1987). Pencemaran ini menyebabkan naiknya populasi bakteri dan tingkat kesuburan badan air yang menerima limbah, dan pada akhirnya akan membahayakan kesehatan dan memacu pertumbuhan gulma air yang merusak keindahan, mengurangi kapasitas waduk untuk menyimpan air, dan mempercepat pendangkalan waduk. d. Alih Fungi Hutan Menurut UU No. 41 tahun 1999 pasal 19, alih fungsi hutan didefinisikan sebagai perubahan peruntukan kawasan hutan terfokus untuk mendukung transmigrasi, kepentingan di luar kehutanan dan (pertanian, non perkebunan, lainnya). pengembangan wilayah kehutanan

Pembukaan lahan yang dilakukan warga disekitar waduk untuk menjadi lahan pertanian menyebabkan tingkat erosi menigkat. Selain itu, daerah tangkapan air (catchment area) yang ada di hulu DAS Citarum juga rusak

berat karena alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian maupun pemukiman penduduk. Sehingga menyebabkan banjir apabila musim hujan tiba dan kekeringan ketika musim kemarau tiba (Hillal, 2011). Erosi yang ditimbulkan juga akan mengendap dalam waduk sehingga menyebabkan pendangkalan. IV.2. Solusi Permasalahan Penigkatan laju sedimentasi pada Waduk Cirata menjadi permasalahan utama yang dihadapi. Hal ini dikarenakan selain menyebabkan gangguan pada kinerja Waduk Cirata sebagai PLTA, penigkatan laju sedimentasi juga dapat mempercepat pendangkalan waduk. Sehingga akan mempengaruhi kualitas air waduk dan penurunan hasil panen oleh pembudidaya ikan karena kematian massal ikan. Ketika musim hujan tiba, arus bawah permukaan menjadi deras dan terjadi upwelling. Alibatnya sedimen dan berbagai polutan yang bersemayam di dasar waduk akan terangkat. Fenomena ini menyebabkan amonia di dasar waduk naik ke permukaan sehingga kadar oksigen menjadi kecil. Akibatnya, banyak ikan yang mati. Menurut catatan BPWC, pada Januari 2009 terjadi kematian massal ikan hingga mencapai 500.000 ton (Rivki, 2011). Selain merugikan pembudidaya ikan, laju sedimentasi yang menigkat juga akan berdampak buruk pada mesin pembangkit PLTA. Korosi telah menyerang infrastruktur PLTA seperti pipa drainase, turbin hingga radiator pendingin genset. Upaya yang telah dilakukan oleh BPWC dan PJB Unit Pembangkitan Cirata ialah penigkatan kualitas infrastruktur. Tetapi hal demikian belumlah cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Apabila tidak segera ditangani maka infrastruktur yang telah mengalami peningkatan kualitas tetap akan mengalami gangguan kembali. Perlunya upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut telah menarik perhatian penulis untuk ikut mencari solusi yang efektif. Gagasan yang kami berikan berupa konsep insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan cocomesh sebagai upaya untuk mencegah bertambahnya jumlah sedimen yang ada di dasar Waduk Cirata, serta Sediment Settling Basil sebagai upaya untuk mengurangi dan membuang sedimen yang telah ada di dasar waduk.

(cari definisi insentif......terhubung berkala jurnal-sdm.blogspot.com)Insentif merupakan pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena prestasi yang berbeda (Ranupandojo, 1984). Insentif menurut jenisnya dibedakan menjadi dua, yaitu finansial insentif dan non-finansial insentif (Manullang, 1981). Insentif materill diberikan kepada warga yang mau bekerja sama dengan PT PJB-BPWC untuk menjaga dan merawat kelestarian lingkungan di sekitar waduk, serta waduk itu sendiri. Upaya yang dapat dilakukan untuk merealisasikan gagasan tersebut adalah dengan menggalakan penanaman pohon di daerah greenbelt serta menanam cocomesh (Jaring Sabut Kelapa) sebelum ditanami pohon. Cocomesh adalah jaring yang terbuat dari sabut kelapa dan digunakan untuk membantu proses reklamasi tambang, pantai dan hutan (Manshur, 2012). Penanaman cocomesh sebelum ditanami pohon tersebut dikarenakan cocomesh yang terbuat dari sabut kelapa dapat menyimpan air dalam waktu yang cukup lama, maka kelembaban permukaan tanah pun terjaga. Sehingga tumbuhan yang akan ditanami di daerah tersebut dapat tumbuh dengan mudah. Penanaman cocomesh juga diperlukan untuk menghijaukan kembali di daerah hulu Sungai Citarum yang merupakan penyebab utama meningkatnya laju sedimentasi di Waduk Cirata. Upaya pelestarian ini tidak terlepas dari campur tangan masyarakat sekitar dan pihak PJB-BPWC sendiri. Berdasarkan kegagalan yang dialami oleh PT Semen Gresik dalam melakukan upaya penghijauan (reboisasi) konventional yang dilakukan sejak tahun 1994, adalah karena program tersebut brsifat top down atau tanpa melibatkan masyarakat sekitar (Astri, 2009). Sehingga program yang hendak dilakukan kali ini ialah bersifat bottom up atau melibatkan masyarakat sekitar untuk turut serta menjaga kelestarian lingkungan di sekitar waduk serta waduk itu sendiri. Program insentif materiil bagi warga yang dipadukan dengan penanaman cocomesh tersebut diharapkan akan membantu menciptakan keharmonisan antara pihak perusahaan dan masyarakat sekitar, karena selain dapat memelihara lingkungan hidup, juga dapat menigkatkan kesejahteraan hidup masyarakat disekitar waduk. Oleh karena itu masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya sebagai pembudidaya ikan tanpa memiliki izin resmi dari BPWC dapat beralih menjadi agen lingkungan hidup yang bertugas merawat kelestarian lingkungan di sekitar waduk.

Hal ini dapat membantu mengurangi jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata, sehingga peningkatan laju sedimentasi dapat dikurangi. Laju sedimentasi yang menigkat telah menyebabkan pendangkalan pada waduk. Pendangkalan pada waduk dapat diatasi dengan menggunakan Kolam Pengendap Sediment (Sediment Settling Basil). Penggunaan Kolam Pengendap Sedimen dimaksudkan untuk menghindakan masuknya tanah atau pasir kedalam saluran air. Pembangunan Kolam Pengendap Sedimen dapat disekitar waduk maupun sedikit lebih jauh dari waduk sesuai dengan keadaan geografis maupun sebab-sebab lainnya. Kolam Pengendap Sedimen tersebut harus disertai pipa kuras dan dipasangi pintu atau balok tahan (stop log) untuk menguras tanah atau sedimen yang tertimbun di Kolam Pengendap Sedimen (Susilo, 2009). Pengurasan sedimen secara berkala merupakan kegiatan penting yang harus selalu dilakukan oleh pengelola waduk. Hal ini dilakukan agar kinerja Waduk Cirata sebagai PLTA selalu optimal. Perawatan secara berkala juga diperlukan untuk mempertahankan effisiensi, mempertahankan keunggulan, dan mempertahankan umur ekonomis. IV.3. Manfaat Insentif Bagi Warga yang Dipadukan dengan Penanaman Cocomesh terhadap Lingkungan Sekitar Waduk Cirata. IV.4. Manfaat Kolam Pengendap Sedimen (Sediment Settling Basil).

Daftar Pustaka
Garno, Y.S. 2000. Status dan karakteristik pencemaran di Waduk Kaskade Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan, Dit, Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, BPPT. Jakarta. Vol.2, Mei 2001. Indra, S.O. 2007. Kajian Kualitas Air Waduk Cirata Sebaga Area Budidaya Ikan Menggunakan Kolam Jaring Apung. Jurnal Teknologi Lingkungan, ITB. Bandung. Rivki, M. 2011. 1001 Problematika DAS Citarum. [terhubung berkala] green.kompasiana.com. (23 Juli 2012) Susilo, Hadi. 2009. Bangunan Pembawa Air (Water Ways). [terhubung berkala] kk.mercubuana.ac.id. (25 Juli 2012) Hillal, Hamzah. 2011. Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA). [terhubung berkala] kk.mercubuana.ac.id. (23 Juli 2012) Mashuri, Mansur. 2012. Cocomesh Jaring Sabut Kelapa untuk Reklmasi. [terhubung berkala] green.kompasiana.com. (26 Juli 2012) Wibowo, S. 1987. Presepsi Pengunjung tentang Lingkungan Rekreasi dari Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Studi di Taman Mini Indonesia Indah dan Kebun Raya Cibodas. Tesis MS. Program PascaSarjana. IPB. Bogor. Bhatt, J.J. 1978. Oceanography Exploring the Planet Ocean. Litton Educational Publishing, Inc. 314 p. Adiyoto. 2011. Kolam Jaring Terapung di Waduk Cirata dan Saguling Lebihi Kapasitas. [terhubung berkala] www.pikiranrakyatonline.com. (23 Juli 2012) Utami, E. 2000. Strategi Pengembangan Pariwisata Tirta Berwawasan Lingkungan. Skripsi Program Sarjana Sosial Ekonomi Perairan, IPB. Bogor. Anonym. 2009. Dampak Pencemaran Air Bagi Manusia dan Lingkungan. [terhubung berkala] www.airminumisiulang.com. (25 Juli 2012)

[BPWC] Badan Pengelola Waduk Cirata. 2003. Laporan Pemantauan Kualitas Air Waduk Cirata. Bandung : BPWC. Ranupandojo, Heidjrachman. 1984. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFEUGM Manullang, M. 1981. Manajemen Personalia, cetakan ke-6. Ghalia Indonesia: Jakarta. Ilyas et al. 1990. Petunjuk Teknis Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pembangunan Perikanan. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai