Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, tercantum dengan jelas tujuan pembangunan kesehatan, yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat dapat diwujudkan dengan diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan kesehatan

masyarakat. Salah satunya adalah dalam tugas pokok Dinas Kesehatan dalam bidang Pelayanan kesehatan, yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peredaran sediaan farmasi dan produk makanan dan minuman. Dan tugas pokok Dinas Kesehatan dalam bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, salah satunya adalah pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi instritusi, tempat-tempat umum dan sarana sanitasi dasar lingkungan pemukiman. Makanan merupakan suatu kebutuhan primer makhluk hidup. Makanan memiliki fungsi sebagai pemasok kebutuhan energi yang sangat dibutuhkan untuk melakukan aktivitasi sehari-hari. Namun, makanan dapat menjadi perantara dalam penularan penyakit. Saat makanan mengandung zat beracun, baik disebabkan oleh pengaruh fisika, kimia,

maupun biologi, dapat menjadi penyakit bagi orang yang mengkonsumsi makanan tersebut. Hal tersebut dapat mengganggu aktivitas manusia dan dapat menurunkan angka produktivitas kerja. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum. Oleh karena itu, masyarakat perlu dilindungi dari berbagai jenis makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan agar tidak membahayakan kesehatannya. Pemerintah telah berdedikasi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Makanan jajanan yang dijual bagi umum perlu diperhatikan dalam hygiene dan sanitasinya, dikarenakan makanan jajanan dikonsumsi oleh semua orang. Bila terjadi suatu kasus keracunan oleh makanan yang dikonsumsi, maka angka penyakit akibat keracunan akan berpotensi tinggi melihat daya beli masyarakat mengenai konsumsi makanan jajanan yang menjadi favorit. Dodol merupakan salah satu makanan yang banyak disukai oleh para konsumen. Masyarakat banyak memilih dodol sebagai makanan yang dapat dijadikan oleh-oleh khas Jawa Barat. Tidak hanya masyarakat Jawa Barat saja yang menyukai makanan tersebut. Masyarakat di luar Jawa Barat bahkan di luar Pulau Jawa pun menjadikan dodol sebagai makanan oleh-oleh ciri khas Jawa Barat. Menurut SNI 01-2986-1992, Dodol merupakan makanan semi basah yang pembuatannya dari tepung beras ketan, santan kelapa, dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan, yang hasilnya merupakan adonan berbentuk padatan yang cukup elastis, berwarna coklat muda sampai coklat tua. Kerusakan dodol dapat terjadi terutama oleh mikroorganisme, salah satunya oleh kapang.

Menurut SNI 01-2986-1992, kapang adalah mikroba yang terdiri lebih dari satu sel berupa benang-benang halus yang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak dengan spora. Kebanyakan kapang bersifat anaerob (memerlukan oksigen bebas untuk pertumbuhan), persyaratan asam/basa untuk pertumbuhannya sangat lebar berkisar antara pH 2 sampai di atas pH 9. Kisaran suhunya (10oC 35oC) juga lebar, dan beberapa spesies mampu tumbuh di bawah atau di atas kisaran ini. Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan dan beberapa dapat menyebabkan reaksi alergi dan infeksi terutama pada populasi yang kekebalannya kurang. Seperti halnya bakteri, kapang dapat menimbulkan penyakit yang dibedakan atas dua golongan, yaitu infeksi oleh kapang (mikosis) dan keracunan (mikotoksikosis). Mikotoksikosis disebabkan oleh tertelannya hasil metabolism beracun (toksin) dari kapang yang tidak rusak karena proses pengolahan pangan. Keracunan biasanya disebabkan oleh konsumsi mikotoksin secara berulang-ulang dalam suatu periode waktu tertentu. Kapang yang memproduksi mikotoksin terutama dari jenis Aspergillus sp, Penicillium sp, dan Fusarium sp. Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan oleh Suhajati (dalam Ningrum, 2010) yang ingin mengetahui jamur kontaminan pada produk dodol garut terhadap lama penyimpanan dodol dengan umur penyimpanan sampel dodol yang berbeda yaitu 0 hari, 3 hari, 9 hari, 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Didapatkan bahwa jamur yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi yang terbanyak adalah marga Aspergillus sebanyak 14 jenis dan Penicillium sebanyak 8 jenis. Isolat jamur lainnya adalah Cladosporium, Rhizopus, Trichoderma, Fusarium, Curvularia, Helicocephalum, Mucor, Monilia, Circinella, Nigrospora, Paecilomyces, dan Staphylotrichum. Selain itu juga diperoleh 47 isolat murni yang belum teridentifikasi terdiri dari jamur yang tidak berspora dan ragi. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan kapang pada Dodol Zebra perlu diperhatikan dikarenakan minat masyarakat mengenai konsumsi Dodol Zebra yang

tinggi, dikhawatirkan menjadi factor penyebab tingginya angka keracunan yang disebabkan mengkonsumsi makanan yang tercemar kapang, karena jenis Aspergillus memproduksi mikotoksin. Menurut Suhajati (dalam Ningrum, 2010), kapang Aspergillus merupakan kapang yang dominan tumbuh pada dodol zebra. Terminal Leuwi Panjang merupakan prasarana transportasi antar kota yang tergolong dalam Sarana Tempat-tempat Umum. Di tempat ini banyak terdapat tempat penjualan makanan jajanan, salah satunya adalah dodol. Dodol yang dijajakan di Wilayah Terminal Leuwi Panjang tersebut disediakan dalam jumlah banyak dan dalam penyimpanannya kurang memperhatikan karakteristik dari makanan tersebut. Frekuensi penggantian produk makanan oleh pihak produsen terhadap distributor dilakukan setiap 1 minggu sekali. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada pangan ada 4 macam, yaitu faktor intrinsik, termasuk nilai nutrisi pangan, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat, faktor ekstrinsik, misalnya temperature, kelembaban relative, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi pangan tersebut, factor pengolahan, seperti pemanasan dan irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh jasad renik terutama yang tidak tahan panas atau irradisi. Sedangkan perlakuan pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan pertumbuhan jasad renik, factor implicit, adanya berbagai jasad renik yang terdapat pada makanan kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jasad renik lainnya merugikan pertumbuhan jasad renik lainnya (antagonisme). (Fardiaz, dalam Ningrum, 2010). Dalam penyajian produk makanan, para penjual kurang memperhatikan cara penyimpanan makanan. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada produk pangan sehingga dapat menurunkan kualitas dari produk pangan mereka. Bila kualitas produk suatu pangan mengalami penurunan, berdampak menurunnya kesehatan konsumen.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul penilitian mengenai Kontaminasi Kapang Pada Dodol Zebra Yang Dijual Di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung Tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dalam pendahuluan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana angka kontaminasi kapang pada dodol zebra yang dijual di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung tahun 2012?.

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Ingin mengetahui bagaimana angka kontaminasi kapang pada dodol zebra yang dijual di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1) Ingin mengetahui total koloni kapang pada dodol zebra yang dijual di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung tahun 2012. 2) Ingin mengetahui pengetahuan penjamah/penjual dodol zebra di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung terhadap cara penyajian dodol zebra. 3) Ingin mengetahui perilaku para penjamah/penjual dodol zebra di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung terhadap cara penyajian dodol zebra. 4) Ingin mengetahui kondisi fisik sarana tempat penyajian yang digunakan para penjamah dodol zebra untuk menyajikan dodol zebra di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung. 5) Ingin mengetahui kandungan zat pengawet pada produk dodol zebra.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Sentra Pedagang Oleh-oleh Kawasan Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung pada bulan Mei s.d. Juli 2012. Penelitian dibatasi hanya untuk meninjau factor-faktor yang mempengaruhi keberadaan kapang pada dodol dengan mengamati keadaan lingkungan tempat penyajian dodol, dan keadaan penjamah dodol dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara terhadap para penjamah dodol, pemeriksaan laboratorium mengenai angka total kapang pada dodol, dan observasi mengenai kondisi lingkungan tempat penyajian dodol dengan menggunakan Format Isian Penilaian yang mengacu pada literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana angka kontaminasi kapang pada dodol zebra yang dijual di Wilayah Terminal Leuwi Panjang Kota Bandung tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian 1) Dapat menambah pengetahuan peneliti dalam hal kontaminasi khususnya kapang dalam ilmu pangan. 2) Mendapatkan informasi tambahan bagi para pedagang tentang cara penyajian makanan/dodol 3) Dapat menjadi masukan untuk Dinas Kesehatan dalam pengawasan dan pembinaan cara penyajian produk dodol zebra khususnya.

Anda mungkin juga menyukai