Anda di halaman 1dari 4

TULI KONGENITAL

Pendahuluan Ketulian adalah defek sensorik yang paling umum, yang muncul 1 dalam 1000-2000 kelahiran. Sebagian besar anak dengan tuli kongenital mengalami ketidakmampuan mendengar pada saat lahir dan berpotensi untuk diidentifikasi dengan skrining pendengaran pada neonatus dan bayi. Identifikasi awal memungkinkan untuk intervensi yang memadai ketika ada indikasi. Rata-rata 50% dari tuli sensorineural pada anak anak dapat dihubungkan dengan faktor genetik. 50% lainnya dapat disebabkan oleh penyebab lingkungan seperti penyakit prenatal, perinatal maupun idiopatik. Penyebab nonsindromik merupakan 70% dari tuli sensorineural kongenital dan penyebab syndromic (seperti penyakit alport, pendred dan Usher) merupakan 30% dari tuli sensorineural kongenital. Tuli nonsyndromic biasanya disebabkan oleh mutasi gen tunggal dan tidak dikaitkan dengan segala bentuk abnormalitas dan defek. Tuli yang diturunkan dari keluarga dapat timbul awal atau tertunda. Dapat berupa tuli konduksi, sensorineural maupun campuran. Derajatnya dapat sedang maupun berat. Progresif maupun non progresif. Unilateral maupun bilateral dan bentuknya dapat simetris maupun asimetris, juga sindromik maupun nonsindromik. Perkembangan pengetahuan mengenai lokalisasi dan identifikasi gen yang bertanggung jawab terhadap tuli sensorineural kongenital dapat membantu subklasifikasi berdasarkan keterlibatan gen pada jenis tuli ini di masa depan. Banyak pengarang menyatakan 75-80% dari ketulian genetik terkait gen autosomal resesive (AR) dan 18-20% terkait gen autosomal dominan (AD) dan sisanya diklasifikasikan sebagai kelainan terkait X (X-Linked) atau kromosomal.

Alport Brancio-Oto-Renal Lingkungan 50% Tuli Kongenital Genetik 50% Sindromik 30% Jervel and Lange-Nielsen Norrie Pendred Usher Waardenburg
80% Autosomal Resesif (DFNB) 15%

Non Sindromik 70%

Autosomal Dominan (DFNA)

3% Terkait X (DFN 1-8) 2% Mitochondrial

Gambar. Pembagian Tuli Kongenital

Faktor Lingkungan Sindrom Rubella Sindrom rubella meliputi katarak kongenital, anomali kardiovaskular, retardasi mental, retinitis dan ketulian. Telah dilaporkan bahwa 5-10% dari ibu dengan infeksi rubella selama trimester pertama kehamilan, melahirkan anak dengan ketulian. Mata adalah organ yang paling sering terkena, diikuti telinga dan jantung. Identifikasi dengan fluoresensi antibodi, serum hemaglutinasi dan kultur virus dari tinja dan usapan tenggorokan dapat memastikan diagnosis. Ketulian dengan penyebab viral menunjukkan degenerasi organ corti, adhesi antara organ corti dan membran reissner, tergulungnya membran tektorial, atrofi stria total maupun parsial dan degenerasi fibroid (skar) dari elemen saraf (degenerasi kokhlea-saccule).

Kernikterik 20% dari bayi dengan kernikterik mengalami ketulian berat sekunder sebagai hasil dari kerusakan nukleus koklear ventral dan dorsal dan nukleus colliculli superior dan inferior. Secara klinis bermanifestasi sebagai tuli sensorineural bilateral, terutama pada suara dengan frekuensi tinggi. Indikasi untuk dilakukan transfusi tukar (exchange transfusion) biasanya jika kadar bilirubin serum >20 mg/dL.

Syphilis Tamari dan Itkin memperkirakan bahwa tuli timbul pada: 17% dari sifilis Kongenital 25% dari late latent syphilis 29% dari pasien asimptomatik dengan sifilis kongenital 39% dari neurosifilis simptomatik.

Karmody dan Schuknecht melaporkan 25% sampai 38% dari pasien dengan sifilis kongenital mengalami ketulian. Ada 2 bentuk sifilis kongenital yaitu Awal (Early-Infantile) dan Late (Tardive). Bentuk Infantile biasanya berat dan bilateral. Anak-anak ini biasanya mengalami keterlibatan multisistem sehingga hasilnya dapat fatal. Pada Sifilis Kongenital Tardive, Tuli dapat terjadi secara progresif dengan beberapa macam tingkatan dan waktu timbulnya (onset). Tuli yang timbul pada masa kanak-kanak awal biasanya bilateral, tiba-tiba, berat dan dikaitkan dengan gejala vestibular. Gejala kompleks ini sama dengan gejala pada Meniere disease. Bentuk yang Late-Onset (kadangkadang muncul pada dekade kelima) gejalanya sedang. Karmody dan Schuknecht juga menyebutkan suatu kelainan vestibular dari vertigo episodik berat lebih sering muncul pada bentuk late-onset daripada bentuk infantile. Secara`histopatologi, didapatkan adanya osteitis dengan lekositosis mononuklear, endarteritis obliteratif dan endolymphatic hydrops. Serum dan cairan serebrospinalis dapat memberikan hasil positif ataupun negatif. Terapi dengan steroid dan penisilin terlihat menguntungkan. Daerah lain yang dapat mengalami sifilis kongenital: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kartilago nasal dan kerangka tulang Periostitis tulang kranial (Bossing) Periostitis tulang Tibia (Saber Shin) Cedera jaringan odontogenous (Hutchinson teeth) Cedera kartilago epifisis (Short stature) Biasanya keratitis interstisial (Cloudy cornea)

Terdapat Dua tanda yang dapat dihubungkan dengan sifilis kongenital. Tanda Hennebert menunjukkan fistula tes positif tanpa bukti klinis adanya penyakit di telinga tengah atau mastoid atau adanya fistula. Telah dinyatakan bahwa stimulasi vestibular dimediasi oleh jaringan fibrous diantara footplate dan membran labirin vestibular. Tanda Hennebert juga dapat ditemukan pada Meniere Disease. Nystagmus pada tanda Hennebert biasanya lebih terlihat pada pemberian tekanan negatif. Fenomena Tullio terdiri dari vertigo dan nistagmus pada stimulasi dengan suara berintensitas tinggi seperti dengan kotak suara Barany. Fenomena ini timbul tidak hanya pada pasien sifilis kongenital dengan fistula atau dehisens kanalis semisirkularis tapi juga pada pasien postfenestrasi jika footplate mobile dan fenestram masih paten. Fenomena ini juga dapat timbul pada otitis media kronik dimana pasien mempunyai membran timpani yang utuh, rantai ossicular dan fistula (kombinasi yang jarang). Untuk memunculkan fenomena Tullio, fistula dari kanalis semisirkularis dan mekanisme transmisi suara yang intak ke telinga dalam (membran timpani intak, rantai ossikular intak,dan footplate yang bergerak) harus ada. Patofisiologinya adalah energi suara intensitas tinggi ditransmisikan melalui footplate mengikuti jalur dimana terdapat resistensi yang paling rendah dan berjalan melewati fistula dan bukan melalui tingkap bundar. Tuli dapat muncul sekunder maupun tersier terhadap sifilis yang didapat. Secara histopatologi terdapat osteitis dengan infiltrasi sel bulat. Pada sifilis tersier terdapat lesi gummatous yang dapat melibatkan aurikula, mastoid, telinga tengah, dan petrous piramid. Lesi ini dapat menyebabkan tuli campuran. Karena ampisilin dan antibiotik lain lumayan efektif untuk mengobati sifilis yang didapat, sehingga bentuk ketulian ini sudah jarang ditemukan.

Hipotiroidsm Kretinisme, biasanya meliputi keterlambatan perkembangan, retardasi mental dan tuli campuran dan diketahui mempunyai hubungan dengan tuli kongenital.

Anda mungkin juga menyukai