Anda di halaman 1dari 4

A.

Definisi Filsafat Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani,yaitu philien dan sophos berarti bijaksana, hikmah atau wisdom. Pujawiyatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa arab yang terdiri atas kata philo dan Sophia. Philo artinya cinta dalam arti luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya itu. Sophia artinya bijaksana atau kebijakan ,yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Dari segi bahasa filsafat ialah keinginan yag mendalam untuk mendapat kebijakan atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak (Pujawiyatna,1974:1). Pengertian filsafat dari segi terminologis dari segi peristilahan definisi filsafat ada bermacam-macam, diantaranya didefinisikan sebagai ;Pertama: pengetahuan tentang hikmah, Kedua: pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar, Ketiga: mencari kebenaran, Keempat: membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas. Tetapi intisari dari filsafat ialah berfikir menurut tata tertib logika dengan bebas, tanpa terikat oleh tradisi, dogma dan agama, dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. (Harun,1973:3).

B. Latar belakang munculnya pemikiran filsafat Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab( ,) yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".

Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. [1] Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sedikit sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. C. Faedah Mempelajari Filsafat

Ada beberapa alasan mengapa seseorang itu perlu belajar filsafat, yaitu: 1. Agar terlatih berfikir serius 2. Agar mampu berfikir kritis dan rasional 3. Agar menjadi pemikir yang handal dan agar sekurang-kurangnya menjadi warga negara yang baik Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pikirannya secara serius. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan berfikir serius dan kemampuan ini akan memberikan kontribusi pada keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah dan memberikan jawaban yang mendalam.

Mengingat begitu bebasnya yang diselidiki oleh filsafat, maka sifat dari hasil penyelidikannya pun akan berbeda dengan yang diselidiki oleh ilmu. Dapat disimpulkan, hasil penyelidikan filsafat memiliki sifat-sifat antara lain: 1. Menyeluruh Filsafat melihat atau memandang obyeknya secara menyeluruh 2. Mendasar Filsafat menyelidiki obyeknya sampai ke akar-akarnya, sampai ditemukan hakekat sesuatu yang diselidikinya 3. Spekulatif Hasil yang diperoleh dari penyelidikan filsafat itu baru dugaan-dugaan belaka dan bukan kepastian Atau dapat dikatakan, seorang filsuf akan melakukan usahanya sebagai seorang filsuf, dengan mengkaji segala sesuatu yang ingin dikaji dan yang memenuhi benaknya dengan cara-cara rasional, logis, sistematis, mendalam, radikal dan sistematis.

D. Perjumpaan Filsafat Dengan Agama Islam Pertemuan antara filsafat dengan Islam, bisa disebut bersamaan dengan mulai didakwahkannya Islam keluar jazirah Arabia. Umat Islam waktu itu, telah terbiasa berfikir induktif dimana mereka sudah mendapatkan argumentasi dan dalil yang berasal dari informasi wahyu dan mereka tinggal menyampaikannya kepada orang yang didakwahi atau yang diajak untuk mengikuti pemikiran Islam. Namun di luar jazirah Arabia orang sudah terbiasa berfikir deduktif mengambil kesimpulan dari sekian banyak gejala, fenomena dan fakta yang ada dan yang terjadi. Sehingga dakwah Islam mengalami perbenturan dengan pola pikir orang di luar jazirah Islam. Oleh karena umat Islam mulai berfikir belajar dengan pola berfikir yang ada di luar, sehingga umat Islam mulai juga berfikir di samping induktif juga bisa berfikir deduktif. Pada masa dinasti khalifah Bani Abbasiah ini perkembangan sain Islam begitu besar dan meliputi banyak bidang. Al-Kindi meninggalkan buku-buku matematika, geometri, astronomi, farmakologi, ilmu hitung, ilmu jiwa, optika,

politik dan musik. Al-Farabi menulis tentang logika, ilmu politik, etika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, matematika, kimia, musik. Ibnu Sina meninggalkan buku-buku tentang geometri, fisika, logika, hukum, teologi Islam dan ilmu kedokteran dan Ibnu Sina ini terkenal sebagai ahli kedokteran yang juga seorang filosuf. Di tangan umat Islamlah maka filsafat tumbuh dan berkembang menjadi ilmu atau sain, sementara orang Barat mengenal filsafat dan ilmu justru di tangan orang-orang Islam melalui perguruan-perguruan tinggi yang tersebar dimanamana. Dari sinilah orang-orang Barat Eropa mendapatkan pencerahanpencerahan dan belajar secara intensif untuk dapat menguasai filsafat dan ilmu pengetahuan, sehingga dalam waktu beberapa ratus tahun saja Barat telah mencapai puncak kejayaannya, disamping kondisi Islam justru semakin terpuruk.

E. Problematika Umat Islam Dalam berfikir Filofosis Untuk mengatasi problema yang ada, maka seorang manusia perlu membekali dirinya dengan Ilmu secara baik, baik ilmu dunia maupun Ilmu Akhirat secara seimbang karena bagaimanapun sesuatu yang tidak ditempatkan sesuai porsinya akan berdampak tidak baik, dan bila sesorang belum paham akan sesuatu lebih baik untuk terus berikhtiar tetap mencari landasan ilmu sebelum memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Dan bagaimanpun itu semua tetap kembali kepada masing-masing induvidu.

Anda mungkin juga menyukai