Anda di halaman 1dari 86

METODE ANALISIS PEMBANGUNAN PUSAT DAN DAERAH

Current Issue:

ANALISIS KUANTITATIF TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 1990

Dosen Pengampu: Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D.

Kelompok 1 (Kelas BPS) Bambang Suryanggono; Deni Irawan; Lina Agustina Pujiwati; Nurul Fajri, dan Sumaryati

2012 Magister Ekonomika Pembangunan - Universitas Gadjah Mada

Profil Penulis
Dosen Pengampu: Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Deni Irawan

Nurul Fajri

Lina Agustina Pujiwati

Bambang Suryanggono

Sumaryati

Mohon Untuk Tidak Bosan

Model Input-output

Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk melihat perkembangan struktur perekonomian wilayah dalam suatu sistem ekonomi yang utuh dan menyeluruh (multisektor) adalah Metode Input-Output

Tokoh Input-output
Ide perhitungan keterkaitan antar sektor dipelopori oleh Francois Quesnay (1758).

Dikembangkan Tableu Economique oleh Wassily Leontief (1966)


Chenery & Watanabe (1958), dan Hirschman (1958).
Sumber: Kuncoro, Mudrajad. 2012. Lecture Note: Metode Analisis Pembangunan Pusat Dan Daerah. Kelas BPS: MEP-UGM.

Manfaat Analisis Input-output

Menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi pada suatu kurun waktu tertentu,

Memberikan gambaran lengkap mengenai aliran barang, jasa, dan input antar sektor

Sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan situasi/kebijakan ekonomi.

Dasar Input-Output

2
Melihat saling ketergantungan dan kompleksitas perekonomian dalam upaya mencapai keseimbangan antara penawaran dan permintaan.

3
Hubungan input-output mempunyai makna bahwa output suatu sektor akan menjadi input sektor lainnya, serta sebaliknya.

Menelaah hubungan antar lapangan usaha (sektor)

Kerangka Dasar
Kuadran I
Arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor dalam suatu perekonomian (transaksi antara /intermediate transaction).

Kuadran II
Permintaan akhir (final demand), terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, persediaan (stock), investasi dan ekspor

Model I-O Kuadran III


Input primer sektor-sektor produksi, balas jasa faktor produksi (upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung)

Kuadran IV
Input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir SNSE atau Social Accounting Matrix (SAM)

Contents
Analisis Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara Tahun 1990

1 2

Analisis Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian

Analisis Sektor-sektor Unggulan Daerah

3
4

Analisis Angka Pengganda (Multiplier Effect)


Analisis Gabungan Antara Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian dan Multiplier Effect

Jenis analisis keterkaitan

I-O

Backward Linkage

Melihat keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor input yang telah digunakan dalam proses produksi

I-O

Forward Linkage

Melihat keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya yang akan memakainya sebagai input dalam proses produksi

Tabel 1. Kaitan Ke Belakang (Backward Linkages): Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Kode I-o 12 14 9 8 18 10 15 4 11 6 2 16 5 3 13 1 7 17 19 Nama Sektor Bangunan Restoran dan hotel Industri lainnya Industri makanan,minuman & tembakau Jasa-jasa Pengilangan minyak bumi Pengangkutan dan komunikasi Peternakan dan hasil-hasilnya Listrik, gas dan air bersih Perikanan Tanaman bahan makanan lainnya Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan Kehutanan Tanaman pertanian lainnya Perdagangan Padi Pertambangan dan penggalian Pemerintahan umum dan pertahanan Kegiatan yang tak jelas batasannya Rata-rata Kaitan Ke Belakang Direct 0.65 0.58 0.58 0.65 0.37 0.53 0.37 0.34 0.30 0.22 0.16 0.17 0.14 0.13 0.11 0.09 0.03 0.28 Indirect 1.35 1.31 1.29 1.17 1.25 1.09 1.22 1.18 1.17 1.12 1.10 1.09 1.08 1.07 1.04 1.05 1.02 1.00 1.00 1.14 Total 2.00 1.88 1.87 1.82 1.62 1.61 1.59 1.52 1.47 1.34 1.26 1.26 1.22 1.20 1.15 1.14 1.05 1.00 1.00 1.42

Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke belakang Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Rata-rata koefisien backward linkages Sumatra Utara sebesar 1,42. Sembilan sektor memiliki koefisien backward linkages di atas rata-rata. Sedangkan sepuluh sektor memiliki koefisien backward linkages yang lebih rendah dari rata-rata. Koefisien backward linkages tertinggi berada pada sektor bangunan. Angka ini menunjukkan, apabila permintaan akhir atas produk sektor bangunan meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka output semua sektor akan meningkat sebesar 2 juta rupiah.

Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (1)

Keterkaitan kebelakang langsung (direct backward linkage) berarti peningkatan permintaan akhir atas produk suatu sektor akan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan output sektor tersebut Keterkaitan kebelakang tidak langsung (indirect backward linkage) berarti peningkatan permintaan akhir atas produk suatu sektor akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap peningkatan output sektor lainnya. Secara rata-rata indirect backward linkage (1,14) lebih besar dari direct backward linkage (0,28). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan permintaan akhir suatu sektor, pengaruh keterkaitan kebelakang tidak langsung (indirect backward linkage) lebih besar dari pada pengaruh keterkaitan kebelakang langsung (direct backward linkage)

Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (2)


Sektor yang mempunyai Indirect Backward Linkage besar (di atas rata-rata) adalah: Bangunan Restoran dan hotel Industri lainnya Industri makanan,minuman & tembakau Jasa-jasa Pengangkutan dan komunikasi Peternakan dan hasil-hasilnya Listrik, gas dan air bersih Sektor yang mempunyai Direct Backward Linkage besar (di atas rata-rata) adalah: Bangunan Restoran dan hotel Industri lainnya Industri makanan,minuman & tembakau Jasa-jasa Pengilangan minyak bumi Pengangkutan dan komunikasi Peternakan dan hasil-hasilnya Listrik, gas dan air bersih

Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (3)

Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,35 pada sektor Bangunan menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir atas produk sektor tersebut meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara tidak langsung pada output sektor sektor tersebut sebesar 1,35 juta rupiah. Koefisien Direct forward linkages sebesar 0,65 pada sektor Bangunan menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir atas produk sektor tersebut meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara langsung pada output sektor lainnya sebesar 0,65 juta rupiah.

Analisis Direct dan Indirect Backward Linkage (4)

Sektor bangunan mempunyai Direct Backward Linkage dan Indirect Backward Linkage paling besar karena kegiatan dalam sektor tersebut mempengaruhi output yang sangat banyak dari semua sektor seperti sektor industri, jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, restoran dan hotel, dll.

Adanya skala prioritas pembangunan Infrastruktur Sumatera Utara memperbesar peran sektor bangunan dalam mempengaruhi output baik dari sektor bangunan itu sendiri maupun dari sektor lain.

Alokasi Anggaran Pembangunan


Tabel 2. Perkembangan Pengeluaran Total, Rutin dan Pembangunan Pemda SUMUT Tahun 1990/91-1995/96
Pengeluaran Total
Tahun Nominal (Ribu Rp) 1990/1991 313,923,761 Nominal (Ribu Rp) 240,406,858 Persentase (%) 76.58 Nominal (Ribu Rp) 73,516,903 Persentase (%) 23.42

Grafik 1. Proporsi Pengeluaran Rutin dan Pembangunan Pemda SUMUT Tahun 1990

Pengeluaran Rutin

Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran Rutin, 76.58

Pengeluaran Pembanguna n, 23.42

1991/1992

336,880,196

255,560,646

75.86

81,319,550

24.14

1992/1993

383,137,767

298,954,190

78.03

84,183,577

21.97

1993/1994

458,581,800

365,068,865

79.61

93,512,935

20.39

Sumber: diolah dari Pemda Sumut

1994/1995

515,626,870

422,108,688

81.86

93,518,182

18.14

1995/1996

584,008,535

456,900,335

78.24

127,108,200

21.76

Hal ini lebih lanjut dijelaskan dengan adanya porsi anggaran dibanding tahun yang lain

Sumber: diolah dari Pemda Sumut

Perkembangan Infrastruktur Rumah Sakit

Keadaan tahun 1972 jumlah infrastruktur kesehatan yakni puskesmas mencapai 69 unit. Pada tahun 1990 telah ada 93 unit rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 1.590 unit.

Perkembangan Infrastruktur Air dan Listrik

Di bidang pengairan telah ada peningkatan prasarana pengairan, seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah seluas kurang lebih 285.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian untuk mencapai dan mempertahankan swasembada beras.

Ada Apa Dengan Konstruksi?

Munculnya pembangunan infrastruktur sebagai sektor yang memiliki daya dorong terbesar di tahun 1990 sangatlah wajar, karena infrastruktur tadi dapat menjadi prasyarat bagi berkembangnya perekonomian Sumatra Utara yang saat itu sedang dalam masa geliat membangun ekonomi.

Tabel 3. Kaitan Ke Depan (Forward Linkages): Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Kode I-o
19 1 5 10 11 7 16 15 4 3 13 18 9 14 8 2 6 12 17
Kaitan Ke Belakang Depan Direct Indirect Total

Rank
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Nama Sektor
Kegiatan yang tak jelas batasannya Padi Kehutanan Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih Pertambangan dan penggalian Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan Pengangkutan dan komunikasi Peternakan dan hasil-hasilnya Tanaman pertanian lainnya Perdagangan Jasa-jasa Industri lainnya Restoran dan hotel Industri makanan,minuman & tembakau Tanaman bahan makanan lainnya Perikanan Bangunan Pemerintahan umum dan pertahanan
Rata-rata

1.02 0.46 0.39 0.38 0.26 0.23 0.17 0.13 0.13 0.11 0.10 0.09 0.07 0.06 0.04 0.04 0.03 0.01 0.20

1.08 1.02 1.03 1.04 1.03 1.02 1.02 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.01 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
1.02

2.11 1.49 1.42 1.42 1.30 1.25 1.19 1.14 1.14 1.11 1.11 1.10 1.08 1.07 1.04 1.04 1.03 1.01 1.00
1.21

Rata-rata koefisien forward linkages Sumatra Utara sebesar 1,21. Enam sektor memiliki koefisien forward linkages di atas ratarata. Tiga belas sektor memiliki koefisien forward linkages yang lebih rendah. Koefisien forward linkages tertinggi berada pada sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya, sebesar 2,11. Angka ini menunjukkan apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka output sektor kegiatan yang tak jelas batasannya akan meningkat sebesar 2,11 juta rupiah.

Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke depan Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (1)

Keterkaitan kedepan langsung (direct forward linkage) berarti peningkatan permintaan akhir seluruh sektor akan berpengaruh secara langsung terhadap output sektor tertentu Keterkaitan kedepan tidak langsung (indirect forward linkage) berarti peningkatan permintaan akhir seluruh sektor akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap output sektorsektor lainnya. Secara rata-rata indirect forward linkage (1,02) lebih besar dari direct forward linkage (0,2). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan permintaan akhir seluruh sektor, pengaruh keterkaitan kedepan tidak langsung (indirect forward linkage) lebih besar dari pada pengaruh keterkaitan kedepan langsung (direct forward linkage)

Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (2)

Sektor yang mempunyai Indirect Forward Linkage besar (di atas rata-rata) adalah: Kegiatan yang tak jelas batasannya Kehutanan Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih

Sektor yang mempunyai Direct Forward Linkage besar (di atas rata-rata) adalah: Kegiatan yang tak jelas batasannya Padi Kehutanan Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih Pertambangan dan penggalian

Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (3)

Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,08 pada sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara tidak langsung pada kenaikan output sektor tersebut sebesar 1,08 juta rupiah. Koefisien Direct forward linkages sebesar 1,02 pada sektor Kegiatan yang tak jelas batasannaya menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara langsung pada kenaikan output sektor tersebut sebesar 1,02 juta rupiah.

Analisis Direct dan Indirect Forward Linkage (4)

Sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya mempunyai Direct Forward Linkage dan Indirect Forward Linkage paling besar karena kenaikan permintaan akhir seluruh sektor akan sangat berpengaruh terhadap output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung Kegiatan yang belum jelas batasannya Kelompok ini mencakup segala macam kegiatan perorangan, badan/lembaga/ instansi yang tidak tercakup dalam salah satu golongan pokok 01 s.d. 99, ataupun yang tidak atau belum jelas batasannya. Seperti tukang beling, pemulung, renternir dan lain-lain.

Hasil Sensus Penduduk Tahun 1990


Tabel 4. Kondisi Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara Dan Sumatera Barat Tahun 1990
Provinsi Angkatan kerja Bekerja Mencari Pekerjaan Bukan Angkatan Kerja Sumatera Utara Sumatera Barat Sumber: diolah dari BPS, 1990 1.507.583 1.461.821 45.762 1.447.865 2.955.448 1.196.899 1.110.141 86.758 1.508.267 2.705.166 Total Tenaga Kerja

Kedua provinsi ini merupakan provinsi yang memiliki karakteristik kondisi alam yang hampir tidak jauh berbeda. Selain itu, kedua provinsi letaknya strategis dalam suatu kepulauan Sumatera.

Kondisi Pekerja di Sektor Informal


Secara umum pekerja di Sektor Informal di Sumatera Utara adalah > 50 % dari total penduduk bekerja.
Grafik 2. Proporsi Penduduk Bekerja pada Sektor Formal dan Informal di Sumatera UtaraTahun 2004 Grafik 3. Proporsi Penduduk Bekerja pada Sektor Formal dan Informal di Sumatera UtaraTahun 2005

Pekerja Sektor Informal, 63.90

Pekerja Sektor Formal, 36.10

Pekerja Sektor Informal, 64.00

Pekerja Sektor Formal, 36.00

Sumber: diolah dari BPS

Interpretasi
Koefisien backward linkages tertinggi berada pada sektor bangunan. Angka ini menunjukkan, apabila permintaan akhir atas produk sektor bangunan meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka output semua sektor akan meningkat sebesar 2 juta rupiah. Secara rata-rata indirect backward linkage (1,14) lebih besar dari direct backward linkage (0,28). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan permintaan akhir suatu sektor, pengaruh keterkaitan kebelakang tidak langsung (indirect backward linkage) lebih besar dari pada pengaruh keterkaitan kebelakang langsung (direct backward linkage). Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,35 pada sektor Bangunan menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir atas produk sektor tersebut meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara tidak langsung pada output sektor sektor tersebut sebesar 1,35 juta rupiah.

Koefisien Direct forward linkages sebesar 0,65 pada sektor Bangunan menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir atas produk sektor tersebut meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara langsung pada output sektor lainnya sebesar 0,65 juta rupiah.

Interpretasi (2)
Sektor bangunan mempunyai Direct Backward Linkage dan Indirect Backward Linkage paling besar karena kegiatan dalam sektor tersebut mempengaruhi output yang sangat banyak dari semua sektor seperti sektor industri, jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, restoran dan hotel, dll. Adanya proyek pembangunan Lintas Barat Provinsi Sumatera Utara dan Ruas jalan tol Belmera semakin memperbesar peran sektor bangunan dalam mempengaruhi output baik dari sektor bangunan itu sendiri maupun dari sektor lain. Koefisien forward linkages tertinggi berada pada sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya, sebesar 2,11. Angka ini menunjukkan apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka output sektor kegiatan yang tak jelas batasannya akan meningkat sebesar 2,11 juta rupiah. Secara rata-rata indirect forward linkage (1,02) lebih besar dari direct forward linkage (0,2). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan permintaan akhir seluruh sektor, pengaruh keterkaitan kedepan tidak langsung (indirect forward linkage) lebih besar dari pada pengaruh keterkaitan kedepan langsung (direct forward linkage)

Interpretasi (3)
Koefisien Indirect forward linkages sebesar 1,08 pada sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara tidak langsung pada kenaikan output sektor tersebut sebesar 1,08 juta rupiah. Koefisien Direct forward linkages sebesar 1,02 pada sektor Kegiatan yang tak jelas batasannaya menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar 1 (satu) juta rupiah, maka akan berpengaruh secara langsung pada kenaikan output sektor tersebut sebesar 1,02 juta rupiah. Sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya mempunyai Direct Forward Linkage dan Indirect Forward Linkage paling besar karena kenaikan permintaan akhir seluruh sektor akan sangat berpengaruh terhadap output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung

Tabel 5. Indeks Daya Penyebaran Tabel Input Output Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kode Io
12 14 9 8 18 10 15 4 11 6 2 16 5 3 13 1 7 17 19 Bangunan

Nama Sektor

Backward Linkages
2.00 1.88 1.87 1.82 1.62 1.61 1.59 1.52 1.47 1.34 1.26 1.26 1.22 1.20 1.15 1.14 1.05 1.00 1.00 1.42

Indeks Daya Penyebaran


1.41 1.32 1.32 1.28 1.14 1.13 1.12 1.07 1.04 0.94 0.89 0.89 0.86 0.85 0.81 0.80 0.74 0.70 0.70 1.00

Restoran dan hotel Industri lainnya Industri makanan,minuman & tembakau Jasa-jasa Pengilangan minyak bumi Pengangkutan dan komunikasi Peternakan dan hasil-hasilnya Listrik, gas dan air bersih Perikanan Tanaman bahan makanan lainnya Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan Kehutanan Tanaman pertanian lainnya Perdagangan Padi Pertambangan dan penggalian Pemerintahan umum dan pertahanan Kegiatan yang tak jelas batasannya Rata-rata

Sembilan sektor memiliki koefisien daya penyebaran lebih dari satu (di atas rata-rata backward linkage) Sektor bangunan mempunyai indeks daya penyebaran tertinggi. Ada 9 sektor yang mempunyai kepekaan paling sensitif terhadap pengaruh prtumbuhan ekonomi di Sumatera Utara tahun 1990 (karena koefisien penyebarannya lebih dari satu dan secara rata-rata memiliki kaitan ke belakang yang kuat terhadap semua sektor dibandingkan sektor lainnya. 9 sektor tersebut mampu menarik pertumbuhan output sektor hulunya

Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke belakang Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Tabel 6. Indeks Derajat Kepekaan Tabel Input Output Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kode Io
19 1 5 10 11 7 16 15 4 3 13 18 9 14 8 2 6 12 17 Padi Kehutanan

Nama Sektor Kegiatan yang tak jelas batasannya

Forward Linkages 2.11 1.49 1.42 1.42 1.3 1.25 1.19 1.14 1.14 1.11 1.11 1.10 1.08 1.07 1.04 1.04 1.03 1.01 1.01 1.21

Indeks Derajat Kepekaan


1.74 1.23 1.17 1.17 1.07 1.03 0.98 0.94 0.94 0.92 0.92 0.91 0.89 0.88 0.86 0.86 0.85 0.83 0.83 1.00

Pengilangan minyak bumi Listrik, gas dan air bersih Pertambangan dan penggalian Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan Pengangkutan dan komunikasi Peternakan dan hasil-hasilnya Tanaman pertanian lainnya Perdagangan Jasa-jasa Industri lainnya Restoran dan hotel Industri makanan,minuman & tembakau Tanaman bahan makanan lainnya Perikanan Bangunan Pemerintahan umum dan pertahanan Rata-rata

Enam sektor memiliki koefisien derajat kepekaan lebih dari satu (di atas rata-rata forward linkage) Sektor kegiatan yang tak jelas batasannya mempunyai indeks derajat kepekaan tertinggi. Ada 6 sektor yang mempunyai kepekaan paling sensitif terhadap pengaruh prtumbuhan ekonomi di Sumatera Utara tahun 1990 (karena koefisien penyebarannya lebih dari satu dan secara rata-rata memiliki kaitan ke depan yang kuat terhadap semua sektor dibandingkan sektor lainnya. 9 sektor tersebut sangat tergantung dengan pertumbuhan sektor lainnya dalam perekonomian Sumatera Utara tahun 1990

Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan total kaitan ke depan Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Grafik 4. Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990

Sektor kunci dapat ditentukan dengan indikator IDP dan IDK Sektor ekonomi yang mempunyai prioritas I dan II dapat digolongkan sebagai sektor kunci Prioritas I IDP tinggi dan IDK tinggi (Pengilangan minyak bumi dan listrik, gas, air bersih) Prioritas II IDP tinggi dan IDK rendah (bangunan, restoran hotel, industri lainnya, industri makananminuman, jasajasa, pengangkutan dan komunikasi, peternakan dan hasil-hasilnya)
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Tabel 7. ICOR dan Kebutuhan Investasi Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Padi Tanaman bahan makanan lainnya Tanamana pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan penggalian Ind makanan, minuman & tembakau Industri lainnya Target Rasio ICOR Pertumb Tabungan uhan (%) (%) (g = S/K) 3,3 3 3,2 4 4,1 3,6 4,1 3,4 3,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 21,45 19,5 20,8 26 26,65 23,4 26,65 22,1 22,75 Output (Juta Rupiah) 806.169 576.337 1.723.856 675.784 141.564 559.574 661.929 2.295.138 6.500.554 Kebutuhan Investasi (Juta rupiah) 37.584 29.556 82.878 25.992 5.312 23.913 24.838 103.852 285.739

10
11 12

Pengilangan minyak bumi


Listrik, gas dan air bersih Bangunan

4
4,2 3,4

6,5
6,5 6,5

26
27,3 22,1

568.815
205.175 1.138.991

21.878
7.516 51.538

13
14 15

Perdagangan
Restoran dan hotel Pengangkutan dan komunikasi

3
4,1 3,9

6,5
6,5 6,5

19,5
26,65 25,35

1.785.507
467.896 1.438.207

91.564
17.557 56.734

16
17 18

Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan


Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa-jasa

3,5
3 3,5

6,5
6,5 6,5

22,75
19,5 22,75

849.544
729.823 309.443

37.343
37.427 13.602

19

Kegiatan yang tak jelas batasannya

3,2

6,5

20,8

13.129

631

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

ICOR dan Kebutuhan Investasi

Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) merupakan produktifitas investasi terhadap output . Nilai ICOR menunjukkan seberapa jauh output akan berubah akibat adanya modal. Semakin besar nilai ICOR pada suatu sektor berarti produktifitas investasi sektor tersebut semakin besar. Jika pemerintah daerah ingin menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,5%, maka: a) Sektor Listrik, Gas & Air Bersih merupakan sektor yang empunyai produktivitas investasi yang paling tinggi. b) Sektor industri lainnya adalah sektor yang membutuhkan investasi paling banyak, yakni sebesar sekitar 286 Milyar Rupiah

Analisis Sektor-sektor Unggulan Daerah


Model I-O Provinsi Sumatera Utara Tahun 1990 dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain dengan cepat atau dikenal dengan istilah sektor unggulan. Proses identifikasi ini menggunakan analisis keterkaitan antar sektor, baik berupa keterkaitan ke depan (forward linkages) maupun keterkaitan ke belakang (backward linkages).

Model I-O dengan analisis keterkaitan antar sektor juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut dalam pembangunan selanjutnya, dan sektor-sektor apa saja yang digolongkan sebagai sektor tertinggal

Grafik 5. Pola Keterkaitan Antarsektor Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Kuadran I merupakan sektor unggulan, terdiri dari sektor pengilangan minyak bumi dan sektor listrik, gas dan air. Peningkatan permintaan akhir pada kedua sektor ini mampu mendorong pertumbuhan maupun perkembangan sektor lain, baik sektor yang menyuplai input-nya ke kedua sektor unggulan ini maupun sektor yang memanfaatkan output sektor unggulan tersebut sebagai input dalam proses produksinya.

Grafik 6. Pola Keterkaitan Antarsektor Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990

Kuadran II merupakan sektor potensial, yang memiliki keterkaitan ke belakang yang tinggi namun memiliki keterkaitan ke depan rendah Terdiri dari:
1. sektor peternakan dan hasilhasilnya 2. sektor industri makanan, minuman dan tembakau 3. sektor industri lainnya 4. sektor bangunan 5. sektor restoran dan hotel 6. sektor pengangkutan dan komunikasi 7. sektor jasa-jasa

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Grafik 7. Pola Keterkaitan Antarsektor Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Kuadran III merupakan sektor tertinggal yang memiliki keterkaitan kedepan dan kebelakang yang rendah dengan sektor lainnya. Terdiri dari: 1.sektor tanaman bahan makanan lainnya 2.sektor tanaman pertanian lainnya 3.sektor perikanan 4.sektor perdagangan 5.sektor lembaga keuangan, sewa dan jasa perusahaan 6.sektor pemerintahan umum dan pertahanan

Grafik 8. Pola Keterkaitan Antarsektor Provinsi Sumatera Utara, Tahun 1990

Kuadran IV merupakan sektor potensial, yang memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi namun memiliki keterkaitan kebelakang rendah Terdiri dari: 1.sektor tanaman padi 2.sektor kehutanan 3.sektor pertambangan dan penggalian 4.sektor kegiatan yang belum jelas batasannya
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Gambar 1. Porsi Cadangan Minyak Bumi Nasional

NAD

144,42 113,34
SUMATERA UTARA

NATUNA

414,03

KALIMANTAN SUMATERA TENGAH4.163,75

765,75

136,71
MALUKU

PAPUA

60,83

SUMATERA SELATAN

852,48
JAWA BARAT JAWA TIMUR

58,02
SULAWESI

596,81 913,09

CADANGAN MINYAK BUMI


Potensi pertambangan di Provinsi Sumatera Utara: Minyak dan gas bumi di Pangkalan Brandan, di daerah lepas pantai Selat Malaka, Pulau Nias, dan daerah perbatasan Sumatera Utara dengan Riau;

Sumber: DESDM

Perkembangan Sektor Listrik

Perkembangan kelistikkan di Propinsi Sumatera Utara: 1. Adanya Proyek Pembangunan PLTA pada tahun 1990-1993, yakni: Renun dan Instalasi Kabel Listrik Terkait (Tahap 1); Proyek PLTA Sipansihaporas (E/S); dan Proyek Pembangunan PLTA Renun dan Instalasi Kabel Listrik Terkait 2. Penyediaan prasarana ketenaga listrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Wilayah II, dan sampai dengan tahun 1991 telah menghasilkan daya terpasang sebesar 930 megawatt. 3. Energi listrik yang dihasilkan mengaliri daerah yang ada di Provinsi Sumatera Utara serta beberapa wilayah Aceh.

Angka pengganda
Analisis angka pengganda mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output sektoral, apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir, di perekonomian
Perubahan variabel eksogen --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --Angka pengganda (multiplier) Perubahan variabel endogen --- output/produksi ---

Grafik 6. Alur pikir dampak permintaan akhir terhadap output, tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga

Tiga macam angka pengganda


Output

Multiplier Effect

Tenaga kerja

Pendapatan

Angka pengganda output


Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan output sektor tersebut?
Rp 1 tambahan final demand di sektor i --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --Angka pengganda output (output multiplier)

Tambahan output di sektor i

Angka pengganda pendapatan


Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan pendapatan rumah tangga di sektor tersebut? Pendapatan rumah tangga berasal dari penerimaan gaji/upah tenaga kerja yang pada gilirannya merupakan proporsi tertentu dari output yang diproduksi

Rp 1 tambahan final demand di sektor i --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah ---

Tambahan output di sektor i

Tambahan pendapatan rumah tangga di sektor i

Angka pengganda output (output multiplier)

Angka pengganda pendapatan rumah tangga (household income multiplier)

Angka pengganda tenaga kerja


Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut? Terdapat hubungan yang proporsional antara output yang diproduksi dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jika kita ketahui besar tambahan output yang akan diproduksi, maka dapat dihitung pula jumlah tenaga kerja yang diperlukan
Rp 1 tambahan final demand di sektor i --- konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah --Tambahan serapan tenaga kerja di sektor i

Tambahan output di sektor i

Angka pengganda output (output multiplier)

Angka pengganda tenaga kerja

(employment multiplier)

Tabel 8. Angka Multiplier Output, Pendapatan, & Tenaga Kerja berdasarkan Sektor Provinsi Sumatera Utara, 1990
Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Kode I-o 12 14 9 8 18 10 15 4 11 6 2 16 5 3 13 1 7 17 19 Bangunan Restoran Dan Hotel Industri Lainnya Industri Makanan;Minuman dan Tembakau Jasa-jasa Pengilangan Minyak Bumi Pengangkutan Dan Komunikasi Peternakan Dan Hasil-hasilnya Listrik, Gas Dan Air Bersih Perikanan Tanaman Bahan Makanan Lainnya Lemb.Keu; Sewa & Jasa Perusahaan Kehutanan Tanaman Pertanian Lainnya Perdagangan Padi Pertambangan Dan Penggalian Pemerintahan Umum Dan Pertahanan Kegiatan Yang Tak Jelas Batasannya Rata-rata
Catatan: Peringkat diurutkan berdasarkan output Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Nama Sektor

Output 2.00 1.88 1.87 1.82 1.62 1.61 1.59 1.52 1.47 1.34 1.26 1.26 1.22 1.20 1.15 1.14 1.05 1.00 1.00 1.42

Pendapatan 0.27 0.19 0.18 0.14 0.55 0.05 0.31 0.22 0.16 0.14 0.17 0.20 0.18 0.30 0.17 0.22 0.04 0.95 0.25

Tenaga Kerja 0.000 000 362 0.000 000 068 0.000 000 660 0.000 000 329 0.000 000 672 0.000 000 002 0.000 000 288 0.000 000 241 0.000 000 013 0.000 000 083 0.000 013 171 0.000 000 048 0.000 000 042 0.000 000 264 0.000 000 725 0.000 000 617 0.000 000 042 0.000 000 142 0.000 000 987

Grafik 9. Multiplier Output Menurut Sektor: Provinsi Sumatera Utara 1990


Multiplier Output
2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00

2.00 1.42 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Sektor

Rata-rata multiplier output Sumatra Utara sebesar 1,42. Artinya, jika terjadi kenaikan permintaan akhir rata-rata suatu sektor sebesar 1 unit maka akan menyebabkan peningkatan output perekonomian secara keseluruhan sebesar 1,42 unit

Multiplier Output.......
Multiplier output tinggi atau diatas rata-rata, sebagai pemicu pertumbuhan output perekonomian: Terdiri dari: sektor bangunan (2,00), sektor restoran dan hotel (1,88), sektor industri lainnya (1,87), sektor industri makanan, minuman dan tembakau (1,82), sektor jasa-jasa (1,62), sektor pengilangan minyak bumi (1,61), sektor pengakutan dan komunikasi (1,59), sektor peternakan dan hasil-hasilnya (1,52) serta sektor listrik, gas dan air (1,47). Multiplier output rendah atau dibawah rata-rata Terdiri dari: sektor perikanan (1,34), sektor tanaman bahan makanan lainnya (1,26), sektor lembaga keuangan, sewa dan jasa perusahaan (1,26), sektor kehutanan (1,22), sektor tanaman pertanian lainnya (1,20), sektor perdagangan (1,15), sektor tanaman padi (1,14), sektor pertambangan dan penggalian (1,05), sektor pemerintahan umum dan pertahanan (1,00) dan sektor kegiatan yang tak jelas batasannya (1,00)

Multiplier Output.......

Sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki multiplier output paling tinggi (2,00) dan memiliki potensi paling besar dalam menunjang pertumbuhan output perekonomian daerah. Multiplier sektor bangunan sebesar 2,00 artinya bahwa jika terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar 1 unit pada sektor bangunan maka akan menyebabkan peningkatan output perekonomian secara keseluruhan sebesar 2 unit.

Grafik 10. Struktur Perekonomian Sumatera Utara PDRB 1990 atas dasar harga konstan 1993

Angkutan dan komunikasi 8.83%

Bank dan lembaga keuangan bukan bank 7.10% Jasa-jasa 6.51% Tambang dan Galian 2.56%

3 besar sektor penyumbang


terbesar struktur perekonomian di Sumatera Utara tahun 1990: 1. sektor pertanian (25,82%) 2. sektor industri (25,54%) 3. sektor perdagangan, hotel dan restoran 18,34%

Pertanian 25.82%
Perdagangan , hotel dan restoran 18.34% Industri 25.54%

Bangunan 4.37%

Lisrik, Air dan Gas 0.93%

Sumber: BPS Prov. Sumatera Utara, 1990

Multiplier output...

Meski sektor pengilangan minyak bumi dan sektor listrik, gas dan air merupakan sektor unggulan namun tidak banyak memberi sumbangan terhadap struktur perekonomian PDRB Sumut 1990. Sumbangan sektor pengilangan minyak bumi termasuk dalam bagian tambang dan penggalian yang besar sumbangannya terhadap total PDRB Sumut hanya sebesar 2,56% dan sumbangan sektor listrik, air dan gas hanya sebesar 0,93%. Sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki multiplier output paling tinggi (2,00) dan memiliki potensi paling besar dalam menunjang pertumbuhan output perekonomian daerah, namun ternyata hanya berkontribusi membangun struktur perekonomian PDRB Sumut 1990 sebesar 4,37%.

Grafik 11. Multiplier Pendapatan Menurut Sektor: Provinsi Sumatera Utara 1990
Multiplier Pendapatan 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.25 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00

Sektor
Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Rata-rata multiplier pendapatan Sumatra Utara sebesar 0,25. Artinya, jika terjadi kenaikan permintaan akhir suatu sektor sebesar Rp 1 juta maka peningkatan pendapatan dalam perekonomian akan meningkat sebesar Rp 250 ribu.

Multiplier Pendapatan.....

Multiplier pendapatan tinggi atau diatas rata-rata


Sektor penyumbang peningkatan pendapatan dalam perekonomian didominasi oleh sektor tersier yaitu sektor pemerintahan umum dan pertahanan (0,95), sektor jasa-jasa (0,55), sektor pengangkutan dan komunikasi (0,31), disusul oleh sektor primer yakni sektor tanaman pertanian lainnya (0,31), dan sektor sekunder dari sektor bangunan (0,27). Sektor pemerintahan umum dan pertahanan memiliki multiplier pendapatan yang paling besar yaitu 0,95. Artinya jika terdapat peningkatan permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp 1 juta maka peningkatan pendapatan dalam perekonomian akan meningkat sebesar Rp 950 ribu.

Grafik 12. Multiplier Tenaga Kerja Menurut Sektor: Sumatera Utara 1990
Multiplier Tenaga Kerja 1.40E-05 1.20E-05 1.00E-05 8.00E-06 6.00E-06 4.00E-06 2.00E-06
Padi Industri mak;min;uman dan tembakau

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


Kehutanan
Peternakan dan hasil-hasilnya Tanaman bahan makanan lainnya Pengilangan minyak bumi Pemerintahan umum dan pertahanan Pertambangan dan penggalian Perdagangan Jasa-jasa

0.00E+00

0.00
Kegiatan yang tak jelas batasannya

Restoran dan hotel

Industri lainnya

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Tanamana pertanian lainnya

Sektor

Rata-rata multiplier tenaga kerja Sumatra Utara sebesar 9,87 x 107 Artinya, jika terjadi kenaikan permintaan akhir di sektor ini sebesar 10 juta unit maka secara rata-rata akan mampu menciptakan 9-10 unit lapangan pekerjaan baru.

Listrik, gas dan air bersih

Bangunan

Pengangkutan dan komunikasi

Perikanan

Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan

Multiplier Tenaga Kerja......

Sektor tanaman bahan makanan lainnya, satu-satunya sektor yang multiplier tenaga kerjanya tinggi di atas rata-rata sebesar 1,3171 x 105 Artinya, jika terjadi kenaikan 1 juta unit permintaan akhir terhadap sektor ini maka akan mampu menciptakan 13 unit lapangan pekerjaan baru.

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Tabel 9. Multiplier Tenaga Kerja Menurut Sektor: Sumatera Utara 1990


Rank 1 2 3 4 Kode I-o 2 13 18 9 Nama Sektor Tanaman bahan makanan lainnya Perdagangan Jasa-jasa Industri lainnya Multiplier Tenaga Kerja 0.000013171 0.000000725 0.000000672 0.000000660

5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

1
12 8 15 3 4 17 6 14 16 5 7 11 10 19

Padi
Bangunan Industri makanan;minuman & tembakau Pengangkutan dan komunikasi Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Pemerintahan umum dan pertahanan Perikanan Restoran dan hotel Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan Kehutanan Pertambangan dan penggalian Listrik, gas dan air bersih Pengilangan minyak bumi Kegiatan yang tak jelas batasannya RATA-RATA

0.000000617
0.000000362 0.000000329 0.000000288 0.000000264 0.000000241 0.000000142 0.000000083 0.000000068 0.000000048 0.000000042 0.000000042 0.000000013 0.000000002 0.000000987

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Sektor primer dari subsektor tanaman bahan makanan lainnya masih mendominasi penciptaan peluang kerja baru di Provinsi Sumatera Utara. Disusul oleh sektor tersier yaitu pedagangan dan jasa-jasa. Sektor sekunder seperti sektor industri yang diharapkan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja ternyata hanya menempati urutan ke 4 dan 7.

Tabel 10. Multiplier Tenaga Kerja Menurut Sektor: Sumatera Utara 1990
Rank 1 2 3 4 Kode I-o 2 13 18 9 Nama Sektor Tanaman bahan makanan lainnya Perdagangan Jasa-jasa Industri lainnya Multiplier Tenaga Kerja 0.000013171 0.000000725 0.000000672 0.00000066

5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

1
12 8 15 3 4 17 6 14 16 5 7 11 10 19

Padi
Bangunan Industri makanan;minuman & tembakau Pengangkutan dan komunikasi Tanaman pertanian lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Pemerintahan umum dan pertahanan Perikanan Restoran dan hotel Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan Kehutanan Pertambangan dan penggalian Listrik, gas dan air bersih Pengilangan minyak bumi Kegiatan yang tak jelas batasannya RATA-RATA

0.000000617
0.000000362 0.000000329 0.000000288 0.000000264 0.000000241 0.000000142 0.000000083 0.000000068 0.000000048 0.000000042 0.000000042 0.000000013 0.000000002 0.000000987

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Rata-rata multiplier tenaga kerja Sumatra Utara sebesar 9,87 x 107 Sektor tanaman bahan makanan lainnya, satusatunya sektor yang multiplier tenaga kerjanya tinggi di atas rata-rata sebesar 1,3171 x 105 Artinya, jika terjadi perubahan permintaan akhir di sektor ini sebesar Rp 1.000.000,00 maka akan menyebabkan perubahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 13 orang.

Ada Apa Dengan Tabama Lainnya?


- Sektor tabama lainnya merupakan sektor dengan multiplier tenaga kerja yang tinggi. Hal ini karena sektor ini berbasis pada ekonomi rakyat dan merupakan penggerak roda perekenomian tertinggi di sumatera utara, yang didukung dengan data bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB sangat tinggi, mencapai 25,82 persen. - Sektor tabama lainnya merupakan sektor yang dapat mendorong peningkatan tenaga kerja di sektor lainnya. Dalam distribusi output sektor tabama sangat membutuhkan sektor perdagangan dan sektor angkutan, sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tsb besar, seperti gambar berikut:

Kondisi Ketenagakerjaan
Tanaman bahan makanan lainnya seperti jagung, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah dll
Tabel 11. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990
Lapangan Usaha Sumatera Utara Pertanian, dll Pertambangan, dll Industri Listrik, air, gas
166.735

Grafik 13. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990 Perdagangan
59.26%

8.456
176.607 379.430 182.862 2.263.998 611.428 1.454
Bangunan 4.79% Listrik, air, gas 9.93% Industri Pertambangan, 4.62% dll 0.22% Pertanian, dll 4.36%

Bangunan
Perdagangan Angkutan, dll Keuangan, dll Jasa

Angkutan, dll 16.00% Jasa kemasyarakatan 0.77%

kemasyarakatan

29.359

Sumber: diolah dari BPS, 1990

Keuangan, dll 0.04%

Hubungan Keterkaitan antar sektor dan multiplier

Sektor yang memiliki keterkaitan tinggi tidak selalu memiliki multiplier yang tinggi

Tabel 12. Korelasi Pearson Linkage dan Multiplier Sumatera Utara 1990
Secara statistik dapat dilihat bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara forward lingkage dengan multiplier output, income dan multiplier tenaga kerja Adanya keterkaitan ke belakang akan menyebabkan peningkatan output pada sektor-sektor hilirnya.

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Tabel 13. Korelasi Rank Spearman Linkage dan Multiplier Sumatera Utara 1990

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Dari sisi peringkat juga dapat dilihat bahwa peringkat nilai forward lingkage dan backward lingkage yang tinggi tidak selalu disertai dengan peringkat multiplier yang tinggi pula dan sebaliknya

Sektor Unggulan
Multiplier output tinggi Multiplier pendapatan rendah Multiplier tenaga kerja rendah

Sektor unggulan

Sektor pengilangan minyak bumi dan Sektor listrik, gas dan air bersih Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang tinggi

Tabel 14. Sektor Unggulan Sumatera Utara 1990

Kode

Sektor

BL

FL

Kategori

MO

MI

MT

10

Pengilangan minyak bumi

tinggi tinggi unggulan tinggi rendah rendah

11

Listrik, gas dan air bersih

tinggi tinggi unggulan tinggi rendah rendah

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

Kedua sektor tsb meskipun memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor lain, namun multiplier income dan multiplier tenaga kerja yang rendah. Hal ini setidaknya menunjukkan 3 hal yaitu : enclave economy, kebocoran income dan sektor padat modal

1. Sektor pengilangan minyak bumi bersifat enclave economi, dimana manfaatnya hanya dirasakan orang tertentu saja (dalam hal ini wilayah terdekat disekitar sektor tersebut). 2. Terjadi kebocoran income yang dihasilkan sektor tsb, terutama sektor pengilangan minyak bumi. Kebocoran seperti itu sering terjadi pada sektor yang berbasis natural resources dimana produksinya memerlukan kualifikasi tertentu baik dari sisi SDM, teknologi maupun pasar sehingga tenaga kerja berasal dari daerah lain diikuti dengan larinya income ke luar.

3. Kedua sektor tersebut tidak bersifat padat karya karena multiplier tenaga kerjanya rendah tapi memiliki multiplier output yang tinggi. Berdasarkan data PDRB tahun 1990 Sumatera Utara, sektor pertambangan tumbuh 8,89 persen dan sektor listrik, gas dan air tumbuh 8,95 persen. Namun penyerapan tenaga kerja di sektor pertambangan hanya mencapai 0,22 persen sedangkan sektor listrik gas air hanya 10 persen. Bahkan jika dijumlahkan pun hasilnya tidak lebih besar dibandingkan sektor angkutan dan sektor perdagangan.

Sektor potensial
Keterkaitan ke belakang tinggi Keterkaitan ke depan rendah
Sektor peternakan dan hasil-hasilnya; sektor industri makanan, minuman dan tembakau; sektor industri lainnya; serta sektor restoran dan hotel

Tabel 15. Sektor Potensial Sumatera Utara 1990 (1)

Kode

Sektor

BL

FL

Kategori

MO

MI

MT

4 8
9 12 14 15 18

Peternakan dan hasil-hasilnya Industri mak, min dan tembakau


Industri lainnya Bangunan Restoran dan hotel Pengangkutan dan komunikasi Jasa-jasa

tinggi tinggi
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi

rendah rendah
rendah rendah rendah rendah rendah

potensial potensial
potensial potensial potensial potensial potensial

tinggi tinggi
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi

rendah rendah
rendah tinggi rendah tinggi tinggi

rendah rendah
rendah rendah rendah rendah rendah

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

1. Sektor-sektor yang memiliki BL tinggi ternyata memiliki multiplier output tinggi pula karena secara otomatis keterkaitan ke belakang akan menciptakan output pada sektor hulunya. 2. Multiplier tenaga kerja yang diciptakan sektor-sektor potensial ini rendah. Artinya peningkatan permintaan akhir pada sektorsektor ini tidak menyerap tenaga kerja cukup banyak 3. Sektor bangunan, pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa memiliki multiplier income yang tinggi. Ketiga sektor ini merupakan sektor kunci dalam perekonomian. Seluruh sektor perekonomian pasti membutuhkan sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Sektor Potensial
Multiplier pendapatan rendah

Keterkaitan ke depan tinggi dan ke belakang rendah

Multiplier output rendah

Sektor tanaman padi, sektor kehutanan, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor kegiatan yang tidak jelas batasannya.

Multiplier tenaga kerja rendah

Tabel 16. Sektor Potensial Sumatera Utara 1990 (2)

Kode
1 5 7 19

Sektor
Padi Kehutanan Pertambangan dan penggalian Kegiatan yang tak jelas batasannya

BL

FL

Kategori

MO

MI

MT

rendah tinggi potensial rendah rendah rendah rendah tinggi potensial rendah rendah rendah rendah tinggi potensial rendah rendah rendah rendah tinggi potensial rendah rendah rendah

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

1. Sektor sektor potensial ini memiliki karakteristik yang sama yaitu sektor primer Meskipun memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi, namun dampak yang ditimbulkan terhadap output, income dan penyerapan tenaga kerja tidak terlalu besar. 2. Ini menunjukkan bahwa hasil sektor primer tersebut dipasarkan/dikonsumsi langsung dalam bentuk mentah (tidak diolah lebih lanjut) sehingga tidak memberikan peningkatan nilai tambah yang tinggi (multiplier income, output dan tenaga kerja), sebagaimana terlihat dari direct FL yang rendah. 3. Sektor kehutanan memiliki FL yang tinggi karena output sektor ini dibutuhkan sebagai input bagi sektor lainnya. Sedangkan multiplier outputnya rendah karena adanya regulasi pembatasan ekploitasi sektor kehutanan sehingga ouputnya rendah diikuti income yang rendah dan penyerapan tenaga kerja yang rendah.

Sektor Tertinggal
Multiplier Output Rendah
Kelompok sektor tertinggal yang memiliki keterkaitan kedepan dan kebelakang rendah di bawah rata-rata secara umum tidak ada yang memiliki multiplier output tinggi. Hanya ada beberapa sektor yang memiliki multiplier pendapatan tinggi atau multiplier tenaga kerja yang tinggi atau bahkan tidak memiliki multiplier tinggi sama sekali. Sektor tertinggal seperti sektor tanaman pertanian lainnya dan sektor pemerintahan umum dan pertahanan merupakan sektor dengan multiplier pendapatan tinggi. Sektor tertinggal tanaman bahan makanan lainnya memiliki multiplier tenaga kerja tinggi. sektor tertinggal lainnya yaitu sektor perikanan; sektor perdagangan; serta sektor lembaga keuangan, sewa dan jasa perusahaan merupakan sektor tertinggal yang memiliki ketiga multiplier yang semuanya rendah.

Keterkaitan ke depan dan ke belakang rendah


Sebagian Memiliki Multiplier Pendapatan Tinggi Sebagian Memiliki Multiplier Tenaga Kerja Tinggi

Tabel 17. Sektor Tertinggal Sumatera Utara 1990

Kode 2
3 6 13 16 17

Sektor

BL

FL

kategori

MO

MI

MT

Tanaman bahan makanan rendah rendah tertinggal rendah rendah tinggi lainnya Tanamana pertanian lainnya rendah rendah tertinggal rendah tinggi rendah Perikanan Perdagangan Lemb.keu; sewa & jasa perusahaan rendah rendah tertinggal rendah rendah rendah rendah rendah tertinggal rendah rendah rendah rendah rendah tertinggal rendah rendah rendah

Pemerintahan umum dan rendah rendah tertinggal rendah tinggi rendah pertahanan

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

1. Sektor tanaman bahan makanan lainnya memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya yang lemah karena input yang dibutuhkan hanya menyangkut pembibitan dan pemupukan. Output dari sektor ini umumnya juga dipasarkan secara langsung tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga keterkaitan ke depannya rendah. Demikian juga dengan multiplier output dan income-nya rendah. 2. Disisi lain peningkatan permintaan akhir pada sektor ini memberikan multiplier tenaga kerja yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan penyokong ekonomi kerakyatan dan bersifat padat karya. Termasuk dalam kelompok sektor ini adalah jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacangkacangan lainnya, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

3. Sektor pertanian lainnya yaitu antara lain perkebunan dan peternakan juga memiliki keterkaitan yang rendah namun memiliki multiplier income yang tinggi. Ini didukung dengan keberadaan perkebunan swasta dan BUMN yang utamanya memproduksi karet, sawit dan coklat dan merupakan komoditas ekspor ke luar negeri. 4. Sektor pemerintahan umum dan pertahanan juga memiliki keterkaitan yang rendah namun multiplier income tinggi. Salah satu subsektor jasa yang berperan adalah sub sektor jasa pemerintahan umum. Tentu ketika terjadi peningkatan output di sektor ini akan menyebabkan peningkatan income secara keseluruhan

5. Sektor perikanan, sektor perdagangan dan sektor lembaga keuangan, penyewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang terbelakang dan memiliki multiplier yang rendah. Sektor perdagangan dan perikanan merupakan sektor yang sangat dekat dengan konsumsi akhir sehingga memiliki nilai keterkaitan ke depan dan multipliernya rendah. 6. Sektor lembaga keuangan di Sumatera Utara ternyata belum bisa menjadi pendorong bagi perekonomian karena karena memiliki keterkaitan dan multiplier yang rendah. 7. Bagi Sumatera Utara, ketiga sektor ini tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan perekonomian.

Grafik 14. Multidimensional Scalling Sektor Sumatera Utara 1990

Sumber: diolah dari Tabel I-O Sumut, 1990

1. Gambar tersebut menunjukkan berbagai nilai yang berbeda yang terhubung dengan sumbu pusat. Posisi paling dekat dengan pusat mengindikasikan sektor rendah sedangkan titik luar menunjukkan sektor yang paling tinggi. 2. Sektor kegiatan yang belum jelas batasannya berada paling luar karena memiliki forward effect yang sangat besar. Ini menunjukkan bahwa sektor informal di Sumatera Utara memegang peranan yang cukup penting dalam perekonomian karena sektor ini cukup berperan dalam menyediakan input bagi sektor lainnya.

3. Sektor bangunan juga merupakan sektor yang penting bagi Sumatera Utara. Selain potensial sekotor ini juga memiliki keterkaitan kebelakang tinggi. Disisi lain sektor ini juga memiliki dampak untuk meningkatkan output dan income yang tinggi pada sektor lain. 4. Sektor lainnya yang juga penting adalah sektor hotel dan restoran karena multiplier output yang diciptakan cukup tinggi.

Kesimpulan
1. Sektor yang memiliki keterkaitan tinggi adalah sektor yang terkait dengan energi dan merupakan input bagi sektor lainnya. Sektor ini juga menggunakan teknologi yang tinggi sehingga penyerapan tenaga rendah dan sehingga secara umum menghasilkan income total yang rendah. Kedua sektor ini juga membutuhkan kualifikasi tenaga kerja tertetu sehingga tenaga kerja banyak di ambil dari luar daerah. Sektor-sektor yang terkait dengan konsumsi akhir akan menciptakan multiplier output yang rendah. Sumatera Utara tidak memiliki sektor yang memiliki dampak mutiplier tinggi secara simultan baik income, output ataupun tenaga kerja. Sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan di Sumatera Utara adalah sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasajasa karena selain memiliki keterkaitan ke depan tinggi juga memiliki multiplier output dan income tinggi Sektor perikanan, sektor perdagangan dan sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang kronis karena memiliki keterkaitan dan dampak multiplier yang rendah.

2. 3. 4.

5.

Implikasi Kebijakan
1. Pemerintah daerah harus tetap menjaga iklim investasi sehingga sektor-sektor unggulan dapat berkembang dengan baik, terkait dengan sektor minyak bumi dan sektor lembaga keuangan, 2. Pemerintah harus menjaga distribusi produksi sektor tanaman bahan makanan karena sektor ini merupakan sektor ekonomi rakyat dan terkait erat dengan sektor lainnya. 3. Meskipun sektor kehutanan merupakan sektor potensial, pemerintah tetap harus menjaga regulasi eksploitasi hutan agar pembangunan tetap pro-environment.

Anda mungkin juga menyukai