Teori Belajar Torndhike

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

Sumber : Nursalim, Mochammad, Drs.M.Si., Satiningsih, S.Pi.M.Si., T. Hariastuti, Retno, Dra.M.Pd., I. Savira, Siti, S.Psi., S. Budiana, Meita, S.Psi.

, (2007) Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press. Teori Thorndike Primer Throndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan masalah (problem solving). Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Sebagai percobaan dengan seekor kucing sebagai subyek percobaanya, lapar sebagai motif, makanan sebagai rangsangannya dan keluar kurungan sebagai masalahnya. Seekor kucing dimasukkan dan dibiarkan lapar tidak diberi makanan sampai beberapa hari. Sementara itu pintu keluar dari kurungan dikunci dengan suatu alat sedemikian rupa sehingga apabila tali pengunci ditarik pintu dapat terbuka. Makanan diletakkan diluar kurungan dimana kucing yang lapar terpaksa harus belajar untuk keluar dengan menarik tali pengikat kunci sehingga mendapat makanan. Dengan bermacam-macam perbuatan akhirnya suatu ketika tali pengikat kunci tertarik sehingga pintu terbuka dan larilah kucing tersebut keluar mendapatkan makanan. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang dan ternyata semakin dicoba berulang kali semakin pendek jarak waktu antara pemberian masalah dengan pemecahannya. Diagram Teori Belajar Thorndike Kucing dalam sangkar melihat S berupa daging sebagai hadiah Ri, R2, .... R7 adalah si kucing yang mencoba keluar sangkar untuk menerkam daging S tapi gagal Rn menginjak grendel pintu sangka secara tidak sengaja maka pintu tebuka dan kucing keluar mencapai S berupa daging dan dimakannya. Atas dasar percobaan diatas Thorndike mengemukakan beberapa hukum belajar. Thorndike membedakan ada 3 hukum pokok dan 6 hukum tambahan. Adapun 3 hukum pokok tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Hukum Kesiapan (Law of readiness) Disini ada 3 macam keadaan yang menunjukkan perlakuan Hukum Kesiapan, yaitu : a. Apabila pada individu/seseorang ada tendensi atau kecenderungan bertindak, maka melakukan tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapan dan menyebabkan individu tadi tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang lain. b. Apabila pada individu ada tendensi bergerak, tetapi tidak melakukan tindakan tersebut, maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Oleh karena itu individu tadi akan melakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangu atau meniadakan ketidak puasan tadi. c. Apabila individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakukan tindakan akan menimbulkan ketidakpuasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakantindakan lain untuk mengeliminasi atau menghapus ketidak puasan tadi. Implikasi Hukum Kesiapan dalam pendidikan adalah :
Teori Belajar Thorndike Page 1

a. Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya. b. Penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyalurkan bakat anak. Sebab mendidik sesuai dengan bakatanya akan lebih lancar dibandingkan dengan bila tidak berbakat. 2. Hukum Latihan (Law of Exercise) Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Kurang latihan akan makin melemahkan hubungan S-R. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perktaan repitio est matter sstudiorum atau practise makes perfect. Penggunaan hukum latihan dalam proses belajar mengajar adalah prinsip ulangan, misalnya : a. Memberi ketrampilan kepada para siswa agar sering atau makin banyak menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. b. Diadakan latihan resitasi dari bahan-bahan yang dipelajari c. Diadakan ulangan-ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system drill, ini akan memperkuat hubungan S-R. 3. Hukum Efek (Law of Effect) Hukum efek merujuk pada makin kuat atau lemahnya hubungan S-R sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Rumusan tingkat hukum efek adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi, sebaliknya suatu tindakan yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditinggalkan dan tidak diulangi lagi. Jadi hukum efek menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa. Implikasi hukum efek dalam pendidikan adalah sebagai berikut : a. Buatlah pengalaman, situasi kelas atau kampus sedemikian rupa sehingga menyenangkan bagi para siswa atau mahasiswa, guru, maupun karyawan sekolah. Penghuni sekolah merasa puas, aman, dan mereka senang pada tugasnya masingmasing. b. Buatlah bahan-bahan pengajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga lebih dapat diterima atau dimengerti. c. Tugas-tugas sekolah diatur dengan tahap-tahap pencapaian hasilnya dan memberi keyakinan bagi para pelajar, guru, maupun petugas lainnya. d. Tugas-tugas sekolah ditata dengan tahap kesukarannya sehingga para siswa dapat maju tanpa mengalami kegagalan. e. Bahan-bahan pelajaran dan metode pengajaran diberikan dengan variasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi segar dan menyenangkan, tidak menjemukkan. f. Bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman tentulah akan dapat memberi motivasi proses belajar mengajar.

Teori Belajar Thorndike

Page 2

Sumber : Hargenhahn&mattew.2009.theories of learning.jakarta: kencana prenada media group. Konsep Sekunder Thorndike 1. Respone Berganda Multiple responese, atau respone yang bervariasi, menurut thorndike adalah langkah pertama dalam semua proses belajar. Respone ini mengacu pada fakta bahwa jika respones pertama kita tidak memecahkan problem maka kita akan mencoba respone lain. Tentu saja proses belajar trial and error ini bergantung pada upaya respons pertama dan kemudian pada respone selanjutnya hingga ditemukan respone yang bisa memecahkan masalah. Ketika ini terjadi, probabilitas pemunculan respons itu lagi di waktu yang akan datang akan meningkat. Dengan kata lain, menurut Throndike banyak proses belajar bergantung pada fakta bahwa organisme cenderung tetap aktif sampai tercipta satu respones yang memecahkan problem yang dihadapinya. 2. Set atau Sikap Kaidah perilaku umum menyatakan bahwa respons terhadap situasi eksternal akan tergantung pada kondisi manusianya, dan pada sifat dari situasi, dan bahwa jika kondisi tertentu dalam diri manusianya merupakan bagian dari situasi, responnya akan bergantung pada kondisi lain di dalam diri orang itu. Konsekuensinya, kaidah hukum dalam proses belajar menyatakan bahwa perubahan dalam diri manusia sebagai akibat dari tindakan setiap agen akan bergantung pada manusia itu pada saat agen tersebut bertindak. Kondisi manusia mungkin bisa dimasukkan dalam dua keadaan atau sets, yakni kondisi yang lebih permanen atau tetap dan kondisi yang lebih temporer atau berubah-ubah. Jadi, perbedaan individual dalam belajar dijelaskan melalui perbedaan dasar diantara manusia: warisan kultural atau genetik atau keadaan temporer seperti deprivasi, keletihan, atau berbagai kondisi emosional. Tindakan yang menyebabkan kepuasan atau kejengkelan akan bergantung pada latar belakang organisme dan keadaan temporer tubuhnya pada saat proses belajar. 3. Prapotensi Elemen Salah satu cara paling lazim di mana kondisi-kondisi di dalam diri manusia akan menentukan variasi responsnya terhadap beberapa situasi eksternal adalah dengan mengutamakan (prepotent) efek dari satu atau beberapa elemen situasi. Yang terjadi adalah aktifitas sebagian atau parsial di dalam satu situasi belajar. Dengan gagasan prapotensi elemen ini Thorndike mengakui kompleksitas lingkungan dan menyimpulkan bahwa kita merespons secara selektif terhadap aspek-aspek lingkungan. Dengan kata lain, kita biasanya merespon beberapa elemen dalam satu situasi namun tidak merespons situasi lainnya. Karenanya, cara kita merespons terhadap situasi akan bergantung pada apa yang kita perhatikan dan respons apa yang kita berikan untuk apa-apa yang kita perhatikan.
Teori Belajar Thorndike Page 3

4. Respons dan Analogi Apa yang menentukan suatu situasi yang belum pernah kita jumpai sebelumnya? Jawaban Thorndike adalah response by analogy (respons dengan analogi), yaitu kita meresponnya dengan cara seperti seketika kita merespone situasi yang terkait (mirip) yang pernah kita jumpai. Jumlah tranfer of training (tranfer training) antara situasi yang kita kenal dan yang tak kita kenal ditentukan dengan jumlah elemen yang sama di dalam kedua situasi itu. Inilah identical element theory tranfer of traning (teori elemen identik dari tranfer training) dari Thorndike yang terkenal itu. Thorndike menyatakan bahwa tidak banyak bukti bahwa pendidikan dapat di generalisasikan sedemikian mudahnya dia bahkan yakin bahwa pendidikan akan menghasilakan keterampilan spesifikyang tinggi ketimbamg keterampiln umum.menurut thorndike sekolah ahrus menekankan training langsung pada keterampilan-ketarampilan yang di anggap penting untuk situasi di luar sekolah. 5. Pergeseran Asosiatif Associative shifting (pergeseran asosiatif) terkait erat dengan teori Thorndike tentang elemen identik dalam training tranfer. Prosedur untuk menunjukkan pergeseran asosiatif dimulai dengan koneksi antara satu situasi tertentu dan satu respone tertentu. Kemudian seseorang secara bertahap mengambil elemen-elemen stimulus yang merupakan bagian dari situasi awal dan menambahkan elemen stimulus yang bukan bagian dari stimulus awal. Associting Shifting terkait erat dengan teori thorndike tentang elemen identik thorndike sepanjang ada cukup elemen situasi awal di dalam situasi baru,reson yang sama akan di berikan.

Teori Belajar Thorndike

Page 4

DAFTAR PUSTAKA Nursalim, Mochammad, Drs.M.Si., Satiningsih, S.Pi.M.Si., T. Hariastuti, Retno, Dra.M.Pd., I. Savira, Siti, S.Psi., S. Budiana, Meita, S.Psi., (2007) Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press. Hargenhahn&mattew.2009.theories of learning.jakarta: kencana prenada media group

Teori Belajar Thorndike

Page 5

Anda mungkin juga menyukai