Anda di halaman 1dari 12

Upaya Penghematan Pemakaian Listrik dan Pengendalian Subsidi Melalui Penerapan Tarif Keekonomian

Murtaqi Syamsuddin
Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko

PT PLN (Persero) Februari 2010

Daftar Isi
1. Latar Belakang 2. Maksud dan Tujuan 3. Dasar Hukum 4. Kronologis Kebijakan 5. Pelanggan PLN 6. Target Pelanggan 7. Formula Hemat Untuk Pengurangan Subsidi 8. Contoh Perhitungan 9. Dampak Kebijakan

_____

Latar Belakang
Upaya-upaya penghematan energi mendapat perhatian serius semua pihak karena biaya bahan bakar untuk produksi listrik semakin mahal, dan isu pemanasan global pada proses penyediaan listrik semakin mengemuka karena sebagian besar listrik PLN diproduksi melalui proses pembakaran. Kenaikan input costs berupa biaya bahan bakar tidak serta merta diikuti oleh kenaikan harga jual. Karena harga jual listrik PLN didasarkan kepada Tarif Dasar Listrik yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR. Padahal, sebagian besar listrik yang diproduksi oleh PLN diperoleh dengan cara membakar energi primer seperti minyak bumi, gas alam, batubara yang harganya ditentukan oleh pasar. Dalam kondisi input costs yang terus naik dan harga jual yang relatif tetap, permintaan energi listrik dari waktu ke waktu meningkat terus sehingga selisih minus antara Pendapatan dengan Pengeluaran semakin besar. Meningkatnya permintaan listrik dari waktu ke waktu disebabkan oleh berbagai hal. Satu di antaranya yang utama adalah harga listrik yang dibayar konsumen relatif murah, sementara di pasar semakin banyak dijual peralatan listrik yang mempermudah aktivitas kehidupan dan menawarkan kenyamanan. Kondisi harga jual lebih rendah dari biaya pokok penyediaan listrik menyebabkan semakin banyak konsumen mengonsumsi listrik maka semakin besar pula kerugian yang dialami PLN. Saat ini, dapat dikatakan seluruh pelanggan PLN yang mengonsumsi listrik PLN membayar lebih murah dari biaya yang diperlukan untuk menyediakan listrik tersebut. Dengan kata lain, seluruh pelanggan memperoleh subsidi dari Pemerintah untuk listrik yang dikonsumsinya. Dengan demikian, penggunaan listrik secara hemat selain berdampak positif bagi konservasi energi dan lingkungan, juga berdampak baik bagi kondisi keuangan PLN dan berdampak baik bagi pengurangan subsidi Pemerintah. Berbagai upaya dilakukan untuk mendorong konsumen menggunakan listrik secara hemat. Salah satu cara efektip adalah melalui mekanisme Tarif, yaitu melalui pengenaan tarif listrik sesuai harga keekonomian. Dengan penerapan tarif keekonomian, berarti juga mengurangi subsidi dari Pemerintah untuk pelanggan.

Maksud dan Tujuan


Kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi Pelanggan Mampu dimaksudkan untuk mendorong pelanggan menggunakan listrik secara hemat dan seperlunya. Tarif keekonomian adalah besaran tarif sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pokok penyediaan plus margin. Di bidang kelistrikan, maka tarif keekonomian terkait erat dengan rencana penyediaan listrik yang berkelanjutan, termasuk memenuhi pertumbuhan kelistrikan. Tarif keekonomian itu harus meliputi empat hal yaitu memenuhi biaya operasional, memenuhi biaya depresiasi, memenuhi pembayaran pajak, dan memenuhi perhitungan laba. Menjadi pertanyaan adalah, seberapa besar Tarif Keekonomian tersebut? Pada penyusunan Recana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2010, Biaya Pokok Penyediaan di sisi tegangan rendah adalah Rp 1214-/kWh. Bila diasumsikan untuk margin, depresiasi dan biaya lainnya secara keseluruhan mencapai 12%, maka tarif keekonomian adalah sekitar Rp 1214 x 1,12%= Rp 1360/kWh. Inilah juga mengapa harga dis-insentif listrik menggunakan harga tertinggi Tarif Multiguna Rp 1380/kWh. Penggunaan Tarif Multiguna ini sesuai dengan ketentuan TDL 2004, yaitu pada saat kemampuan sistem PLN tidak normal dan memerlukan tindakan pengelolaan pemakaian listrik (demand-side management) Pengenaan harga Rp 1380/kWh yang jauh di atas harga jual rata-rata listrik PLN saat ini, yaitu di kisaran Rp 670,-/kWh, diharapkan dapat mengesankan adanya disinsentif bila pemakaian listrik tetap melebihi batas hemat yang ditetapkan. Dengan pengenaan harga listrik sesuai dengan harga keekonomian ini diharapkan: - Tumbuh kesadaran bahwa listrik itu tidak murah, - Terdorong untuk menghemat pemakaian listrik, - Terdukung program konservasi energi, dan - Berkurang subsidi Pemerintah untuk listrik

Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 Tentang APBN 2010 pada pasal 8 mengatur tentang subsidi listrik. Selengkapnya memuat pengaturan sebagai berikut: Pasal 8 (1) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 ditetapkan sebesar Rp37.800.000.000.000,00 (tiga puluh tujuh triliun delapan ratus miliar rupiah). (2) Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui: a. Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) sebesar 5% (lima persen) dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PT PLN (Persero); b. Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energi di atas 50% (lima puluh persen) konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA ke atas; c. Penerapan kebijakan tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik dan pelayanan khusus, yang selama ini sudah dilaksanakan, tetap diberlakukan; dan d. Penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR RI

Atas dasar Undang-Undang ini, Direksi PLN menyusun rencana kebijakan dan diajukan dengan surat 4 Desember 2009 kepada Pemerintah melalui kantor Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE). Selanjutnya, melalui surat 31 Desember 2009, Dirjen LPE menyetujui untuk kebijakan ini diterapkan mulai pemakaian listrik Januari 2010 hingga Desember 2010. Selanjutnya, Direksi mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 313.K/DIR/2009 tanggal 31 Desember 2009 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik Oleh Pelanggan PT PLN (Persero) Melalui Penerapan Tarif Dasar Listrik (TDL) Sesuai Harga Keekonomian.

Kronologis Kebijakan
Kebijakan pengenaan dis-insentif berupa pengenaan tarif keekonomian sebenarnya sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 2008, tepatnya untuk pemakaian listrik mulai April 2008. Situasinya pada waktu itu adalah diperkirakan kebutuhan subsidi listrik dari Pemerintah akan membengkak sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia. Karenanya, harus dilakukan tindakan segera untuk mendorong pelanggan berhemat. Target pelanggan yang dituju adalah pelanggan konsumtif dengan daya tersambung 6600 VA ke atas. Ketetapannya pada waktu itu adalah pelanggan diminta mengurangi pemakaian hingga lebih kurang dari 20% pemakaian normalnya. Artinya, batas hemat adalah 80% dari pemakaian rutinnya. Bila tidak mengurangi pemakaian, maka kelebihan konsumsi dari Batas Hemat akan dikenakan dis-insentif berupa pengenaan harga yang mahal, yaitu Rp 1380/kWh. Penentuan Batas Hemat adalah menggunakan angka pemakaian kWh rata-rata masing-masing kelompok daya dan tarif se Indonesia. Misalnya, kelompok pelanggan R3 dengan daya di atas 6600 VA: Jumlah pelanggan se Indonesia = 94.000 pelanggan Daya Tersambung total = 1.329.247 kVA. Konsumsi kWh total per tahun = 1.946.017.608 MWh. Maka, rata-rata konsumsi = 1.946.017.608 /94.000 MWh/pelanggan = 20.702 kWh/pelanggan/tahun =1.725 kWh/bulan. Namun, karena batas daya untuk R3 ini bermacam-macam, 7700 VA, 10600 VA, 41500 VA, dll maka perlu suatu faktor yang dapat dipakai sama untuk semuanya. Dikenalkanlah istilah Jam Nyala. Jam Nyala adalah hasil bagi dari Konsumsi dengan Daya Tersambung, atau [kWh/kVA]. Untuk contoh di atas, Jam Nyala kelompok R3= 1.946.017.608 kWh/1.329.247 kVA= 1464 jam/tahun= 122 jam/bulan. Angka Jam Nyala= 122 jam inilah yang dipakai untuk perhitungan Batas Hemat. Karena Batas Hemat adalah 80% dari pemakaian rata-rata nasional, maka Batas Hemat untuk kelompok R3 adalah= 80% x 122 Jam/bulan= 98 Jam/bulan. Berapa kWh Batas Hemat untuk pelanggan 10600 VA? Jawabnya= 98 Jam/bulan x 10.600 VA= 1035 kWh.

Bila pelanggan ini menggunakan listrik tidak lebih dari 1035 kWh/bulan, maka harga listriknya dikenakan harga bersubsidi= Rp 621/kWh. Namun, bila memakai listrik lebih dari 1035 kWh/bulan, maka kelebihan kWhnya dikenakan tarif dengan harga keekonomian Rp 1380/kWh. Secara grafis, pengenaan harga keekonomian pada kebijakan tahun 2008 hingga 2009 adalah seperti ditunjukkan pada Gambar-1. Selanjutnya, pada tahun 2008, DPR menetapkan Undang-Undang No. 41/2008 Tentang APBN 2009, yang mana di dalamnya pada Pasal 8 diatur pengendalian anggaran subsidi listrik melalui penerapan tarif sesuai harga keekonomian untuk pelanggan dengan daya tersambung 6600 VA ke atas. Bahkan, ditetapkan juga agar kebijakan pengenaan tarif keekonomian ini diperluas kepada pelanggan dengan daya di bawah 6600 VA. Namun, karena berbagai alasan, perluasan kebijakan kepada pelanggan di bawah 6600 VA tidak dilaksanakan. Barulah, pada Undang-Undang No. 47/2009 Tentang APBN 2010 ditetapkan lagi kebijakan pengendalian anggaran subsidi listrik dengan penerapan batas hemat menjadi 50% dari konsumsi rata-rata nasional seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar-1: Batas Hemat 80% Tarif Bersubsidi
Rp/kWh

Gambar-2: Batas Hemat 50% Tarif Bersubsidi


Rp/kWh

Penerapan Tarif Keekonomian


(SK 101A.K/DIR/2008) 2008 sd 2009

Penerapan Tarif Keekonomian


(SK 313.K/DIR/2009) Mulai 2010

1380

1380

621

621

50%

80%

100%

50%

80%

100%

% Pemakaian Energi Nasional

% Pemakaian Energi Nasional

Catatan:

Pada Gambar-1 dan Gambar-2, angka Rp 621/kWh adalah tarif listrik bersubsidi sesuai TDL 2004 untuk rumah tangga R3. Sedangkan Rp 1380/kWh adalah tarif listrik dengan harga keekonomian.

Pelanggan PLN
Sebagian besar pelanggan PLN adalah pelanggan rumah tangga, terutama rumah tangga kecil dengan daya tersambung 450 VA dan 900 VA. Konsumsi listriknya juga kecil, yaitu rata-rata 78 kWh/bulan untuk pelanggan R1-450 VA dan 118 kWh/bulan untuk pelanggan R1-900 VA. Bandingkan dengan pelanggan rumah tangga yang relatif besar R2 > 2200 VA mengonsumsi rata-rata 636 kWh/bulan, dan bagi R3> 6600 VA mengonsumsi rata-rata 1662 kWh/bulan. Sekedar memberi gambaran, arti dari 1 kWh: misalkan untuk 5 lampu @ 20 watt, dinyalakan rata-rata 15 jam per hari, maka dalam satu hari kelima lampu tersebut mengonsumsi listrik= 5 x 20 x 15 = 1500 watt.jam, atau = 1,5 kWh per hari, atau = 45 kWh per bulan. PLN mengelompokkan pelanggannya ke 5 kelompok besar, yaitu pelanggan Sosial, Rumah Tangga, Bisnis, Industri, dan Pelayanan Publik. Untuk memberi gambaran, data pelanggan posisi 2009 adalah sebagai berikut:
Tabel-1: Konsumsi listrik dan Besarnya rekening listrik per pelanggan per bulan dari setiap kelompok Pelanggan

Target Pelanggan
Pelanggan yang menjadi sasaran untuk didorong menghemat pemakaian listrik melalui pengenaan tarif keekonomian adalah pemakai listrik di Rumah Tangga, Bisnis, dan Kantor Pemerintah serta Lampu Penerangan Jalan Umum dengan daya tersambung per pelanggan sebesar 6600 VA ke atas, seperti ditunjukkan pada Tabel-2. Asumsinya, pelanggan dengan daya relatif besar ini merupakan pelanggan dengan kemampuan ekonomi yang baik sehingga tidak menjadi masalah besar bila subsidi biaya listriknya dikurangi.
Tabel-2: Kelompok Pelanggan yang menjadi target pengurangan subsidi

Jumlah pelanggan yang terkena kebijakan pengurangan subsidi ini di seluruh Indonesia adalah seperti ditunjukkan pada Tabel-3.
Tabel-3: Jumlah Pelanggan terkena kebijakan pengurangan subsidi listrik

Formula Hemat untuk Pengurangan Subsidi


Tagihan rekening listrik dihitung dengan formula: Tagihan = Biaya Beban + Biaya Pemakaian Biaya Beban, besarnya tetap, tergantung dari besarnya kontrak Daya Tersambung (VA). Sedangkan Biaya Pemakaian, besarnya bervariasi, tergantung dari banyaknya listrik yang dipakai per bulan. Biaya Beban = VADayaKontrak x TARIFBiayaBeban Biaya Pemakaian= (kWhHemat x TARIFBersubsidi) + (kWhLebih x TARIFKeekonomian) KWhHemat adalah jumlah kWh yang dikonsumsi hingga Batas Hemat, yaitu 50% dari (Jam Nyala Pemakaian Listrik Rata-rata Nasional x kVA Daya Kontrak) KWhLebih adalah jumlah kWh yang dikonsumsi melebihi Batas Hemat. TARIFBersubsidi adalah tarif reguler sesuai Tarif Dasar Listrik 2004. TARIFKeekonomian adalah tarif Multiguna= Rp 1380/kWh. Batas Hemat kWh untuk setiap pelanggan= Batas Hemat Jam Nyala x kVADayaKontrak Jam Nyala yang menjadi batas hemat untuk setiap kelompok pelanggan yang terkena kebijakan tarif keekonomian pada tahun 2010 ini adalah seperti ditunjukkan pada Tabel-4.

Tabel-4: Jam Nyala Pemakaian Listrik Rata-Rata Nasional dan Batas Hemat Jam Nyala Pelanggan

Contoh Perhitungan
Misalkan ada rumah tangga golongan tarif R3 dengan daya tersambung 7700 VA. Tarif Biaya Beban= Rp 34260 Rp/kVA (sesuai TDL 2004) Tarif Biaya pemakaian sd Batas Hemat= 621 Rp/kWh Tarif Biaya Pemakaian di atas Batas Hemat= 1380 Rp/kWh Batas Hemat Jam Nyala= 58 Jam/bulan. (Lihat Tabel-4 di atas). Dengan demikian, Batas Hemat kWh= 58 Jam/bulan x 7700 VA= 466,6 kWh/bulan. Misalkan pelanggan memakai listrik 600 kWh per bulan, maka kWh yang masih dikenakan tarif bersubsidi= 466,6 kWh, sedangkan yang dikenakan tarif keekonomian= 600 466,6 = 133,4 kWh. Perhitungan tagihan: Biaya Beban= 7700 VA x 34,26 Rp/VA = Rp 263802. Biaya kWh bersubsidi= 466,6 kWh x Rp 621/kWh= Rp 277338,6 Biaya kWh tarif keekonomian= 133,4 kWh x Rp 1380/kWh= Rp184092. Total Tagihan (belum termasuk pajak dan meterai)= Rp 725232,6. Gambar grafisnya ditunjukkan pada Gambar-3.
Gambar-3: Biaya Pemakaian Bersubsidi dan nonSubsidi

Penerapan Tarif Keekonomian


(SK 313.K/DIR/2009) Mulai 2010 Rp/kWh

Pemakaian Rata-rata Nasional

1380

621

kWh

466

600

893

Dampak Kebijakan
Pengenaan dis-insentif berupa tarif keekonomian bagi konsumsi kWh di atas Batas Hemat diharapkan mendorong pelanggan berhemat. Dampaknya terlihat dari penurunan Jam Nyala kelompok pelanggan yang terkena kebijakan ini dari posisi tahun 2008 dibanding dengan posisi tahun 2009, seperti ditunjukkan pada Tabel-5.
Tabel-5. Dampak Program Penghematan
Pelanggan
R2 6600

Jam Nyala 2008


159

Jam Nyala 2009


149

R3 > 6600
B2 6600-200K

122
118

116
133

P1 6600-200K
P3 6600>

125
335

121
316

Jam Nyala pelanggan R2 tahun 2008= 159 Jam/bulan, artinya pada tahun 2008 konsumsi kWh rata-rata= 1049 kWh/bulan per pelanggan. Pada tahun 2009 Jam Nyala turun menjaddi 149, artinya konsumsi kWh rata-rata= 983 kWh/bulan per pelanggan. Atau ada penghematan 63 kWh/bulan per pelanggan. Bila pelanggan berdaya 6600 VA ke atas tidak mengurangi pemakaiannya, maka pengenaan tarif keekonomian ini akan memberikan PLN tambahan pendapatan Rp 521 miliar per bulan, atau Rp 6,25 triliun per tahun. Tambahan pendapatan ini bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh bila masih murni menggunakan tarif reguler TDL 2004.

Kiranya tulisan ini dapat membantu memberikan pemahaman tentang Upaya Penghematan Pemakaian Listrik dan Pengendalian Subsidi Melalui Penerapan Tarif Keekonomian. Dan akan penjelasan ini akan kami sempurnakan bila memperoleh masukan. Terima kasih Jakarta, 25 Februari 2010

Anda mungkin juga menyukai