Anda di halaman 1dari 75

Perayaan Waisak | Location | Gallery| Links KITAB SUCI DHAMMAPADA

I. SYAIR BERPASANGAN

1. Segala keadaan batin dipimpin oleh pikiran. Pikiran adalah pemuka dan pembentuknya. Apabila seseorang berucap atau bertindak dengan pikiran jahat, penderitaan niscaya akan mengikutinya ibarat roda pedati yang mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya. 1

2. Segala keadaan batin dipimpin oleh pikiran. Pikiran adalah pemuka dan pembuatnya. Jika seseorang berucap atau bertindak dengan pikiran murni, kebahagiaan niscaya akan menyertainya ibarat bayang-bayang yang selalu mengikuti dirinya. 2

3. "Ia mencela saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampok saya." Barangsiapa menyimpan pikiran demikian, kebencian tak mungkin reda. 3

4. "Ia mencela saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampok saya." Barangsiapa tidak menyimpan pikiran demikian, kebencian niscaya berakhir. 4

5. Kapan pun di dunia ini, kebencian tidak akan dapat dihentikan dengan kebencian. Hanya dengan ketakbencian ia berakhir. Ini adalah hukum purba. 5

6. Orang-orang lain tidak menyadari bahwa "Kita semua akan binasa [dalam persengketaan]." Namun, mereka yang memahami kebenaran ini niscaya tidak akan bersengketa. 6

http://www

7. Ibarat angin kencang yang menumbangkan pohon rapuh, demikian pula Mara menguasai orang yang menjadi budak keindahan, yang inderanya tak terkendali, yang tak tahu batas dalam makanan, yang malas dan lamban. 7

8. Ibarat angin yang tak mampu merobohkan bukit karang, demikian pula Mara tidak mampu menguasai orang yang tak menjadi budak keindahan, yang inderanya terkendali dengan baik, yang tahu batas dalam makanan, dan yang penuh keyakinan serta bersemangat. 8

9. Barangsiapa belum terbebas dari noda batin, tidak mempunyai pengendalian diri dan kejujuran; ia sesungguhnya tak layak mengenakan jubah kuning. 9

10. Namun, barangsiapa telah melenyapkan noda batin, mapan dalam kesilaan, mempunyai pengendalian diri dan kejujuran; dialah sesungguhnya yang patut mengenakan jubah kuning. 10

11. Barangsiapa menganggap sesuatu yang tak hakiki sebagai hakiki, dan sebaliknya menganggap tak hakiki sesuatu yang hakiki; mereka yang terpacak pada pikiran keliru semacam ini tidak akan memperoleh apa yang hakiki. 11

12. Barangsiapa menganggap sesuatu yang hakiki sebagai hakiki, sesuatu yang tak hakiki sebagai tak hakiki; mereka yang mempunyai pikiran benar semacam ini niscaya akan memperoleh apa yang hakiki. 12

13. Bagaikan hujan yang dapat menembus rumah beratap tiris, demikian pula nafsu dapat merasuki pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik. 13

14. Bagaikan hujan yang takdapat menembus rumah beratap baik, demikian pula nafsu tidak dapat merasuki pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

http://www

15. Di dunia ini ia bersedih hati, di dunia sana ia bersedih hati; di kedua alam pelaku kejahatan bersedih hati. Ia bersedih dan berdukacita karena melihat perbuatan jahatnya. 15

16. Di dunia ini ia bergembira, di dunia sana ia bergembira. Di kedua alam pelaku kebajikan bergembira. Ia bergembira dan bersukacita karena melihat perbuatan bajiknya. 16

17. Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita. Di kedua alam pelaku kejahatan menderita. Ia menderita tatkala berpikir bahwa: "Kejahatan telah saya perbuat." Ia akan menderita lebih parah lagi apabila setelah meninggal dunia terlahirkan kembali di alam sengsara. 17

18. Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia. Di kedua alam pelaku kebajikan berbahagia. Ia berbahagia tatkala berpikir: "Kebajikan telah saya perbuat." Ia akan lebih berbahagia lagi apabila setelah meninggal dunia terlahirkan kembali di alam bahagia. 18

19. Biarpun banyak membaca kitab suci tetapi tidak berbuat sesuai dengannya; orang yang lengah ini tidak akan memperoleh pahala dari kehidupan suci bagaikan gembala sapi yang hanya menghitungkan peliharaan orang lain. 19

20. Meski hanya sedikit menyimak kitab suci namun menerapkannya dalam pelaksanaan, telah menanggalkan nafsu, kebencian dan kesesatan, menembus kebenaran, terbebaskan batinnya, tidak melekat pada apa pun sekarang maupun mendatang; ia niscaya memperoleh pahala dari kehidupan suci sebagaimana mestinya. 20 Back Next

II. KEWASPADAAN

1. Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan, kecerobohan adalah jalan menuju kematian. Orang yang waspada tidak mengenal kematian, tetapi orang yang ceroboh tak ubahnya seperti orang yang sudah mati. 21

2. Dengan menyadari perbedaan itu, orang bijak bergembira dalam kewaspadaan; bergembira dalam jalan para Ariyawan. 22

3. Orang bijak yang tekun bersemadi, yang senantiasa bersemangat dengan sungguh-sungguh; niscaya meraih Nibbana, kebebasan mutlak tertinggi. 23

4. Kemasyhuran niscaya akan berkembang bagi orang yang tekun, memiliki penyadaran jeli, bermata pencaharian bersih, bekerja dengan cermat, mempunyai pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan waspada. 24

5. Dengan ketekunan, kewaspadaan, pengendalian dan penguasaan indera; orang bijak hendaknya membuat pulau bagi dirinya sendiri yang tak tertenggelamkan oleh banjir. 25

6. Orang sesat yang dungu cenderung terlena dalam kelengahan; sedangkan orang bijak niscaya menjaga kewaspadaan bagai harta karun yang paling beharga. 26

7. Janganlah terlena dalam kelengahan. Jangan pula terpikat More

http://www

pada kenikmatan nafsu inderawi. Hanya orang yang waspada dan tekun bersemadi akan meraih kebahagiaan sejati. 27

8. Tatkala orang bijak mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan, ia bagai memanjat menara kebijaksanaan, tanpa kesedihan, memandang orang-orang yang menderita di sekelilingnya; seperti orang yang berdiri di puncak gunung memandang mereka yang berada di lembah. 28

9. Waspada tatkala yang lain lengah, terjaga tatkala yang lain terlelap; orang bijak melaju dengan pesat bagaikan kuda tangkas yang meninggalkan kuda lemah di belakang. 29

10. Karena kewaspadaan, Indra menjadi pembesar di antara para dewata. Kewaspadaan senantiasa dipujikan oleh para bijak, sebaliknya kelengahan selalu dicela. 30

11. Bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dari kelengahan niscaya dapat memberangas semua belenggu batin, kasar dan halus; ibarat api yang membakar segala jenis bahan bakar. 31

12. Bhikkhu yang bergembira dalam kewaspadaan dan melihat bahaya dari kelengahan tidaklah mungkin mengalami kemerosotan. Ia telah berada di ambang Nibbana. 32 Back Next

III. PIKIRAN

1. Orang bijak hendaknya meluruskan pikiran yang berkeliaran dan bergejolak sukar dijaga dan dikendalikan; bagaikan tukang panah meluruskan anak panahnya. 33

2. Ibarat ikan yang dikeluarkan dari dalam air dan dilemparkan ke atas tanah akan menggelepar-gelepar untuk kembali ke tempat asalnya; demikian pula pikiran. Karena itu hendaknya menghindari kekuasaan Mra berupa kenikmatan inderawi. 34

3. Pengolahan pikiran yang sukar dikendalikan, yang gesit dan cenderung mengarah pada objek yang digemari; menimbulkan pahala yang baik. Pikiran yang telah dapat dijinakkan membawa kebahagiaan. 35

4. Orang bijak hendaknya menjaga pikiran yang sukar diawasi, sangat halus, dan cenderung mengarah pada objek yang digemari. Pikiran yang terjaga baik membawa kebahagiaan. 36

5. Barangsiapa mampu mengendalikan pikiran yang berkelana jauh, menyendiri, nirwujud, berada di dalam tubuh ini; mereka niscaya terlepas dari cengkeraman Mra. 37

6. Kebijaksanaan tidak akan sempurna bagi orang yang tak teguh pikirannya, tak menembus Ajaran Sejati, dan tak mantap keyakinannya. 38

http://www

7. Tak ada ketakutan apa pun bagi orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, yang telah menanggalkan kejahatan maupun kebajikan, yang senantiasa terjaga. 39

8. Menyadari bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan, seseorang hendaknya memperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota, dan selanjutnya menyerang Mra dengan senjata kebijaksanaan. Jika telah meraih kemenangan, hendaknya menjaganya dengan baik jangan sampai jatuh dalam kekuasaannya lagi, tetapi tidak melekatinya. 40

9. Tak lama lagi tubuh ini tidak berkesadaran lagi, digeletakkan di tanah bagaikan sebatang kayu yang tak berguna. 41

10. Perjumpaan antara penjahat dengan penjahat atau orang-orang yang bermusuhan niscaya saling menimbulkan kehancuran dan penderitaan. Namun, pikiran yang diarahkan secara keliru jauh lebih buruk daripada itu. 42

11. Pikiran yang terarahkan secara benar membuat seseorang menjadi mulia dan memperoleh pahala baik; melebihi apa yang dapat diberikan oleh ibu, ayah atau sanak keluarga. 43 Back Next

IV. BUNGA - BUNGA

1. Siapakah yang akan menembus bumi (kehidupan) ini beserta Alam Yama, Manusia dan Dewa? Siapakah yang akan memilih pokok-pokok Dhamma yang telah dibabarkan dengan sempurna, seperti perangkai bunga yang pandai memilih bunga? 44

2. Siswa mulia yang masih belajar akan menembus bumi (kehidupan) ini beserta alam Yama, Manusia dan Dewa. Beliaulah yang akan memilih pokok-pokok Dhamma yang telah dibabarkan dengan sempurna seperti perangkai bunga yang pandai memilih bunga. 45

3. Menyadari bahwa tubuh ini mudah pecah serta melompong seperti busa, dan menyadari sifat mayanya; seseorang hendaknya mematahkan panah bunga asmara dan menghindar dari pandangan Raja Kematian. 46

4. Kematian niscaya menyeret orang yang mengumpulkan bunga kenikmatan inderawi, yang pikirannya terpacak pada kenikmatan inderawi; bagaikan banjir besar yang menghanyutkan penduduk yang terlelap. 47

5. Orang yang mengumpulkan bunga kenikmatan nafsu inderawi, yang pikirannya terpacak padanya tanpa mengenal puas; niscaya berada dalam kekuasaan Sang Penghancur (Kematian). 48

6. Ibarat lebah yang mengumpulkan madu dari bunga-bunga dan pergi tanpa merusak warna dan baunya, demikian pula hendaknya orang suci mengembara di pedusunan. More

http://www

49

7. Janganlah menghiraukan omongan orang lain yang menyakitkan; jangan pula mengawas-awasi tugas yang telah maupun belum dikerjakan orang lain. Hendaknya memperhatikan apa yang telah dan belum dikerjakan oleh diri sendiri. 50

8. Bagaikan sekuntum bunga bewarna indah tetapi tak berbau harum, demikian pula tak berpahala kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya. 51

9. Bagaikan sekuntum bunga bewarna indah dan berbau harum, demikian pula berpahala kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang melaksanakannya. 52

10. Ibarat tukang bunga yang merangkai banyak untaian bunga dari tumpukan bunga, demikian pula makhluk yang setelah terlahirkan pasti menuju kematian hendaknya mengumpulkan kebajikan sebanyak-banyaknya. 53

11. Harumnya bunga tak dapat menyebar melawan arah angin, begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati. Namun, harumnya kebajikan dapat menyebar melawan arah angin. Orang bajik harum menyebar ke segala penjuru. 54

12. Harumnya keslaan jauh melebihi harumnya kayu cendana, bunga tagara, teratai ataupun melati hutan. 55

13. Tak seberapa harumnya bunga tagara dan cendana. Tetapi harumnya orang yang memiliki keslaan sangatlah mulia, harum semerbak bahkan hingga ke alam para dewata. 56

14. Mra niscaya tak akan menemukan jalur orang-orang yang memiliki keslaan, yang hidup tanpa kelengahan, yang More

http://www

terbebas dari noda batin dengan pengetahuan sempurna. 57

15. Seperti bunga teratai berbau wangi dan menyenangkan hati tumbuh di tumpukan sampah yang dibuang di pinggir jalan, demikian pula di antara orang awam yang dungu tak ada bedanya dengan tumpukan sampah; siswa-siswi Sang Buddha niscaya bersinar dengan cahaya kebijaksanaan yang gemilang. 58

16. Seperti bunga teratai berbau wangi dan menyenangkan hati tumbuh di tumpukan sampah yang dibuang di pinggir jalan, demikian pula di antara orang awam yang dungu takada bedanya dengan tumpukan sampah; siswa-siswi Sang Buddha niscaya bersinar dengan cahaya kebijaksanaan yang gemilang. 59 Back Next

V. ORANG BODOH

1. Malam terasa lama bagi orang yang terjaga. Jarak satu yojana terasa jauh bagi orang yang lelah. Daur Samsara terasa panjang bagi orang sesat yang tidak mengetahui Ajaran Sejati. 60

2. Apabila dalam pengembaraan, seseorang takdapat menjumpai sahabat yang lebih baik atau sebanding [kebajikannya] dengan dirinya; ia hendaknya mengembara seorang diri. Tak ada persahabatan dengan orang sesat. 61

3. "Saya mempunyai anak, saya memiliki kekayaan," demikianlah orang dungu berpikir menyusahkan diri. Apabila dirinya sendiri bukan miliknya, bagaimana mungkin anak dan kekayaan menjadi miliknya? 62

4. Orang dungu yang menyadari kedunguannya masihlah terhitung bijaksana; sedangkan si dungu yang menganggap dirinya bijaksana itulah yang disebut orang benar-benar dungu. 63

5. Walaupun hidup berdekatan dengan orang bijak sepanjang hidup, orang dungu tidak menembus Dhamma; ibarat sendok yang tidak menikmati rasa masakan. 64

6. Meskipun bergaul dengan orang bijak hanya sejenak, orang terpelajar dapat segera menembus Dhamma; ibarat lidah yang dapat menikmati rasa kuah. 65

More

http://www

7. Orang sesat yang dangkal pengetahuannya memperlakukan diri sendiri sebagai musuh. Ia melakukan perbuatan jahat yang menghasilkan buah yang pahit. 66

8. Suatu perbuatan yang apabila dilakukan membuat pelakunya terberangas di kemudian waktu, yang membuat pelakunya menerima akibatnya dengan ratap tangis dan wajah berlinangan air mata; perbuatan itu merupakan kamma buruk. 67

9. Suatu perbuatan yang apabila dilakukan tidak membuat pelakunya terberangas di kemudian waktu, yang membuat pelakunya menikmati pahalanya dengan sukacita dan kepuasan; perbuatan itu merupakan kamma baik. 68

10. Selama perbuatan jahat belum menghasilkan buah, orang sesat menganggapnya manis seperti madu. Tatkala perbuatan itu menghasilkan buah, ia niscaya mengalami penderitaan. 69

11. Biarpun orang sesat bertapa memakan santapannya dengan ujung rumput kusa bulan demi bulan, ia tidak bernilai seperenam-belas mereka yang telah menembus Dhamma. 70

12. Perbuatan jahat yang telah dilakukan tak langsung menimbulkan akibat seperti air susu yang baru diperas tidak segera menjadi dadih. Namun, seperti api yang tertutupi abu, ia secara perlahan-lahan akan membakar pelakunya di kemudian waktu. 71

13. Orang sesat memperoleh pengetahuan dan kemasyhuran hanya untuk penghancuran semata. Pengetahuan dan kemasyhuran itu membuat akal budinya jatuh rendah dan menghancurleburkan kebajikannya. 72

14. Bhikkhu yang sesat mengharapkan kemasyhuran dan penghargaan yang takpantas; ingin menonjol di antara semua bhikkhu; ingin berkuasa di vihara; ingin More

http://www

mendapatkan pemujaan dari para perumah-tangga. 73

15. "Semoga umat awam dan para bhikkhu mengira bahwa saya sendiri yang melakukan tugas ini. Dalam tugas besar ataupun kecil, biarlah mereka berada dalam perintah saya." Demikianlah ambisi bhikkhu yang dungu. Keirihatian dan keangkuhannya niscaya akan bertambah. 74

16. Satu jalan menuju keuntungan duniawi, satu jalan lain menuju Nibbana (Pembebasan Sejati). Dengan menyadarinya secara jelas, bhikkhu siswa Sang Buddha hendaknya tidak bergembira dalam keuntungan duniawi, tetapi justru hidup dalam keheningan. 75 Back Next

VI. ORANG BIJAKSANA

1. Anggaplah bijaksanawan yang suka menunjukkan kesalahan serta berbicara memberikan dorongan sebagai orang yang menunjukkan harta karun. Bergaullah dengan orang bijak seperti ini, yang hanya membawa kebaikan, tanpa menimbulkan kerugian apa pun. 76

2. Perkenankanlah orang bijak memberikan nasihat, memperingatkan serta melindungi dari perbuatan jahat. Orang yang senantiasa mengajar seperti ini dicintai oleh orang baik, tetapi dibenci orang jahat. 77

3. Janganlah bergaul dengan teman-teman jahat; jangan pula bergaul dengan orang berbudi rendah. Hendaknya bergaul dengan sahabat-sahabat baik, dan orang berbudi luhur. 78

4. Ia yang meneguk rasa Dhamma dan jernih batinnya niscaya hidup berbahagia. Orang bijak senantiasa bergembira dalam Dhamma yang dibabarkan oleh para Ariyawan. 79

5. Petani menyalurkan air ke sawah, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu; orang bijak mengembleng diri sendiri. 80

6. Bagaikan batu karang yang tak tergoncangkan oleh badai, demikian pula orang bijak tidak tergoyahkan oleh pujian maupun celaan. 81

More

http://www

7. Bagaikan danau yang dalam, jernih dan hening; demikian pula dalam mendengarkan Dhamma, orang bijak menjadi jernih batinnya. 82

8. Orang bajik bersedia untuk mengorbankan segalanya dan berpitutuh bukanlah karena menginginkan keduniawian. Apakah mengalami kebahagiaan ataupun penderitaan, orang bijak tidak memperlihatkan sikap gembira atau sedih [bergolak]. 83

9. Janganlah berbuat jahat meski demi kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Janganlah mengharapkan anak, kekayaan, kedudukan atau keberhasilan dengan cara yang tidak sesuai dengan Dhamma. Hendaknya memiliki kesilaan, kebijaksanaan, dan teguh dalam Dhamma. 84

10. Di antara umat manusia hanya sedikit yang berhasil mencapai Pantai Seberang. Kebanyakan dari mereka hanya berjalan hilir mudik di tepian sini. 85

11. Mereka yang berprilaku selaras dengan Dhamma yang telah dibabarkan dengan baik niscaya melampaui kerajaan kematian yang amat sulit dilewati; dan mencapai Pantai Seberang (Nibbana). 86

12. Orang bijak hendaknya menanggalkan keadaan gelap (kejahatan) dan mengembangkan keadaan terang (kebajikan). Manakala telah meninggalkan rumah dan menempuh hidup kepertapaan, ia hendaknya bergembira dalam keheningan yang sulit untuk dapat dinikmati oleh orang awam. 87

13. Dengan menanggalkan segala kenikmatan nafsu inderawi dan kemelekatan, orang bijak hendaknya membersihkan diri dari noda-noda batin. 88

14. Barangsiapa telah melatih pikirannya dengan baik dalam faktor-faktor Pencerahan, tidak melekat dan bergembira dalam keterlepasan; mereka inilah orang suci (Arahanta), More

http://www

yang bersinar terang, yang telah mencapai Kepadaman Mutlak dalam dunia ini juga. 89 Back Next

VII. ORANG SUCI

1. Tak ada lagi demam batiniah bagi seseorang yang telah mencapai tujuan perjalanannya, yang telah terbebaskan secara mutlak, yang telah melepaskan segala ikatan. 90

2. Mereka yang memiliki penyadaran jeli dan telah menanggalkan keduniawian tidak melekat pada tempat kediaman. Bagaikan kawanan angsa yang meninggalkan kolam, demikianlah mereka meninggalkan tempat kediaman demi tempat kediaman. 91

3. Mereka yang tidak lagi menimbun [harta benda maupun perbuatan], yang merenungkan makanan sebelum memakannya, yang telah mencapai Pembebasan Mutlak, yang kosong dari noda batin dan markahnya; jalan kepergian orang-orang seperti ini sukar dilacak bagai burung-burung yang terbang di udara. 92

4. Ia yang telah melenyapkan noda batinnya, tidak doyan makan, meraih Pembebasan Mutlak yang kosong dari noda batin; jejak orang seperti ini sukar dilacak bagai burungburung yang terbang di udara. 93

5. Barangsiapa dapat mengendalikan inderanya seperti seorang kusir yang mengendalikan kudanya dengan baik, orang mapan yang terbebas dari noda batin dan keangkuhan ini niscaya menjadi kecintaan [bahkan] bagi para dewata. 94

6. Orang suci dapat diumpamakan seperti tanah yang tidak pernah memperlihatkan sikap gusar atau suka kepada siapa pun, teguh batinnya bagaikan tugu kota, bersih More

http://www

prilakunya bagaikan kolam jernih yang takberlumpur. Tidak ada lagi pengembaraan hidup berulang-ulang bagi orang seperti itu. 95

7. Orang suci yang terbebaskan melalui pengetahuan benar, yang damai dan teguh; pikiran, ucapan dan tindakannya senantiasa tenang. 96

8. Orang yang takgampang percaya, yang telah menembus Nibbana, yang telah memutuskan daur kehidupan, yang telah mengakhiri kesempatan [berbuat baik maupun buruk], yang telah melenyapkan keinginan; orang seperti inilah yang sesungguhnya disebut orang besar'. 97

9. Di mana pun para suciwan bertinggal, di pedusunan ataupun di hutan, di dataran rendah ataupun di bukit; tempat itu niscaya menjadi tempat yang menyenangkan. 98

10. Hutan yang takdisukai orang awam itulah tempat yang justru menyenangkan bagi mereka yang terbebas dari nasfu, sebab mereka tidak lagi memburu kenikmatan nafsu inderawi. 99 Back Next

VIII. RIBUAN

1. Sepatah kata yang bermanfaat, yang membuat batin pendengarnya menjadi tenang, adalah lebih baik daripada seribu kata yang tidak bermanfaat. 100

2. Sebaris syair yang bermanfaat, yang membuat batin pendengarnya menjadi tenang, adalah lebih baik daripada seribu bait syair yang tidak bermanfaat. 101

3. Sebait syair Dhamma, yang membuat batin pendengarnya menjadi tenang, adalah lebih baik daripada penguncaran seribu bait syair yang tidak bermanfaat bahkan sebait pun. 102

4. Penakluk terbesar bukanlah orang yang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam beribu kali pertempuran, melainkan orang yang dapat menaklukkan diri sendiri. 103

5. Penaklukan diri sendiri itulah yang jauh lebih luhur. Bahkan dewata maupun Gandhabba, Mara maupun Brahma tidak dapat mengalahkan kembali orang semacam itu, yang memiliki pengendalian dan penguasaan diri. 104

6. Penaklukan diri sendiri itulah yang jauh lebih luhur. Bahkan dewata maupun Gandhabba, Mara maupun Brahma tidak dapat mengalahkan kembali orang semacam itu, yang memiliki pengendalian dan penguasaan diri. 105

More

http://www

7. Betapa pun besar pahala dari pemujaan berupa persembahan ribuan kekayaan setiap bulan terus menerus sepanjang seratus tahun, pemujaan terhadap orang yang telah melatih diri, meski hanya sejenak, jauh lebih mulia. 106

8. Pemujaan terhadap orang yang dapat mengendalikan diri, meski hanya sejenak, niscaya menghasilkan pahala yang lebih besar daripada pemujaan api di hutan selama satu abad. 107

9. Pengurbanan dan persembahan apa pun yang dilakukan selama seratus tahun oleh orang yang mendambakan rezeki; semua itu tidak beharga seperempat bagian pun dari penghormatan, meski hanya sekali, terhadap orang yang berpraktik sesuai dengan Jalan Mulia. Penghormatan terhadap orang semacam ini jauh lebih luhur. 108

10. Ia yang senantiasa rendah hati dan menghormat sesepuh niscaya akan berkembang dalam empat hal, yaitu: usia panjang, kulit cemerlang, kebahagiaan, dan kekuatan. 109

11. Orang yang dursila dan kacau batinnya, meski hidup sampai seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang memiliki kesilaan dan pemusatan batin, meski hanya sehari, jauh lebih mulia. 110

12. Orang yang dungu dan kacau batinnya, meski hidup hingga seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang memiliki kebijaksanaan dan pemusatan batin, meski hanya sehari, jauh lebih mulia. 111

13. Orang yang malas dan kendur semangatnya, meski hidup sampai seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang rajin dan berupaya penuh semangat, meski hanya sehari, jauh lebih mulia. 112

14. Orang yang tak menyadari kemunculan dan kehancuran [perpaduan bersyarat], meski hidup sampai seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang menyadari More

http://www

kemunculan dan kepadaman, meski hanya sehari, jauh lebih mulia. 113

15. Orang yang tak melihat jalan kekekalan, meski hidup sampai seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang melihat jalan kekekalan, meski hanya sehari, jauh lebih mulia. 114

16. Orang yang tak menembus Dhamma utama, meski hidup sampai seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang menembus Dhamma utama, meski hanya sehari, jauh lebih mulia. 115 Back Next

IX. KEJAHATAN

1. Bergegaslah dalam berbuat kebajikan, dan cegahlah pikiran dari kejahatan. Kelambanan dalam berbuat kebajikan akan membuat pikiran bergembira dalam kejahatan. 116

2. Apabila telah [telanjur] berbuat jahat, seseorang hendaknya tidak mengulangi kejahatan itu. Jangan pula membangkitkan kepuasan atas kejahatan itu. Sebab, penimbunan kejahatan mengakibatkan penderitaan. 117

3. Apabila berbuat bajik, seseorang hendaknya sering-sering mengulangi kebajikan itu. Ia hendaknya merasa puas dalam kebajikan itu. Sebab, penimbunan kebajikan membuahkan kebahagiaan. 118

4. Selama suatu kejahatan belum menimbulkan akibat, pelakunya melihatnya sebagai hal yang baik. Akan tetapi, tatkala kejahatan itu menimbulkan akibat buruk, ia menyadarinya sebagai hal yang buruk. 119

5. Selama suatu kebajikan belum membuahkan pahala, pelakunya melihatnya sebagai hal yang buruk. Akan tetapi, tatkala kebajikan itu membuahkan pahala baik, ia menyadarinya sebagai hal yang baik.. 120

6. Janganlah meremehkan kejahatan walaupun kecil dengan mengatakan bahwa "Itu tidak akan memberikan akibat apa pun." Ibarat tempayan yang dapat terpenuhi oleh air yang jatuh setetes demi setetes, demikian pula orang dungu sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan. 121 More

http://www

7. Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil dengan mengatakan bahwa "Itu tidak akan membuahkan pahala apa pun." Ibarat tempayan yang dapat terpenuhi oleh air yang jatuh setetes demi setetes, demikian pula orang bijak sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan. 122

8. Bagaikan saudagar kaya berpengawal sedikit yang menghindari jalan berbahaya, bagaikan orang yang mencintai kehidupan menghindari racun; demikian pula hendaknya seseorang menghindari kejahatan. 123

9. Apabila tidak terdapat luka di tangan, seseorang dapat memegang racun sebab racun tidak dapat meresap masuk ke dalam tangan yang tak terluka. Demikian pula, kejahatan tidak dapat merasuki orang yang tak berbuat jahat. 124

10. Barangsiapa mencelakai orang yang takmenganiaya, suci, dan tak bernoda batin; kejahatan niscaya berbalik menimpa si dungu itu bagaikan debu yang ditabur melawan arah angin. 125

11. Makhluk-makhluk jenis tertentu terlahirkan dalam kandungan. Yang berbuat jahat masuk neraka, yang berbuat baik masuk surga, yang terbebas dari noda batin mencapai Kemangkatan Mutlak (Parinibbana). 126

12. Tidak di langit, di tengah samudra, di cela-cela bukit; tidak di mana pun di dunia ini dapat ditemukan suatu tempat tinggal di mana pelaku kejahatan dapat melarikan diri dari akibat perbuatannya. 127

13. Tidak di langit, di tengah samudra, di cela-cela bukit; tidak di mana pun di dunia ini dapat ditemukan suatu tempat tinggal di mana seseorang dapat menghindarkan diri dari kematian. 128 Back More Next

X. HUKUMAN

1. Semua orang gentar terhadap hukuman, semua makhluk takut menghadapi kematian. Setelah membandingkan diri sendiri dengan yang lain, seseorang hendaknya tidak membunuh sendiri atau menyuruh orang lain untuk membunuh. 129

2. Semua orang gentar terhadap hukuman, semua makhluk mencintai kehidupannya. Setelah membandingkan diri sendiri dengan yang lain, seseorang hendaknya tidak membunuh sendiri atau menyuruh orang lain untuk membunuh. 130

3. Semua makhluk mendambakan kebahagiaan. Barangsiapa mencari kebahagiaan bagi diri sendiri dengan menganiaya makhluk lain, setelah kematiannya ia niscaya tak akan memperoleh kebahagiaan. 131

4. Semua makhluk mendambakan kebahagiaan. Barangsiapa mencari kebahagiaan bagi diri sendiri dengan tidak menganiaya makhluk lain, setelah kematiannya ia niscaya akan memperoleh kebahagiaan. 132

5. Janganlah berbicara kasar kepada siapa pun, karena mereka yang mendapat perlakukan demikian niscaya akan membalas dengan cara yang sama. Ucapan kasar yang provokatif merupakan sebab penderitaan, yang dapat merembet pada tindakan penganiayaan. 133

6. Apabila dapat berdiam diri seperti gong pecah, Engkau berarti telah mencapai Nibbana. Tak ada lagi ucapan pelampiasan dendam dari dalam dirimu. More

http://www

134

7. Bagaikan gembala menghalau dengan tongkat kumpulan sapi menuju padang rumput, demikian pula usia tua dan kematian menggiring kehidupan setiap makhluk. 135

8. Ketika berbuat jahat, orang sesat tidak menyadari akibat yang ditimbulkannya. Ia terberangas karena perbuatannya sendiri, ibarat terbakar api. 136

9. Orang yang menganiaya mereka yang tak mencelakai, dan menjatuhkan hukuman terhadap mereka yang tidak bersalah, niscaya akan segera mendapat salah satu dari sepuluh akibat sebagai berikut: 137

10. ...Menerima penderitaan jasmaniah yang berat, mengalami kemerosotan, tercelakai jasmaninya, menderita sakit keras, sakit jiwa. 138

11. ...Ditindak raja, mendapat tuduhan berat, sanak keluarga, harta bendanya habis ludes.

kehilangan 139

12. ...Atau rumahnya musnah terbakar api, dan setelah meninggal dunia, orang dungu itu niscaya akan masuk neraka. 140

13. Bukanlah karena bertelanjang bulat, berkonde, bertiduran di atas lumpur, berpuasa, bertiduran di tanah, membasuh tubuh dengan debu, duduk berjongkok; seseorang yang masih belum terbebas dari keraguan dapat menjadi suci. 141

14. Meskipun berdandan dan memakai perhiasan, apabila bertingkah laku benar, tenang batinnya, telah melatih diri, yang mapan [dalam Jalan], menempuh hidup suci nan mulia, tidak menganiaya semua makhluk; seseorang dapat disebut sebagai brahmana, pertapa ataupun bhikkhu. More

http://www

142

15. Di dunia ini jarang ditemukan orang yang menghindari kejahatan karena rasa malu, yang senantiasa menyadarkan diri dari kelelapan ibarat kuda unggul yang selalu waspada menghindari cemeti. 143

16. Bagaikan kuda unggul yang meski dicampuk hanya sekali lantas menjadi sadar dan berusaha [memperkencang larinya], demikian pula hendaknya Engkau bersikap. Dengan [bekal] keyakinan, kesilaan, usaha, pemusatan, penyidikan dhamma, kesempurnaan dalam pengetahuan serta pelaksanaan, dan penyadaran jeli, Engkau akan dapat meninggalkan penderitaan yang berat ini. 144

17. Petani mengalirkan air menuju sawah; pemanah meluruskan anak panah, tukang kayu melengkungkan kayu; orang baik melatih diri sendiri. 145 Back Next

XI. USIA TUA

1. Mengapa bersukaria dan bergembira manakala dunia sedang membara terus? Terliputi oleh kegelapan yang pekat seperti ini, mengapa Engkau tak juga mencari penerangan? 146

2. Lihatlah tubuh yang dikatakan indah ini, yang penuh luka, terbentuk dari rangkaian tulang, berpenyakitan, penuh pemikiran, yang takdapat dicari keabadian dan kekekalannya. 147

3. Tubuh ini jika sudah menua akan menjadi sarang penyakit dan lemah. Tubuh yang membusuk ini akan hancur berkeping-keping karena sesungguhnya kehidupan berakhir pada kematian. 148

4. Tulang-belulang ini bewarna putih pucat seperti warna burung dara. Tak seorang pun yang menghendakinya, ibarat labu di musim rontok. Kenikmatan apakah yang dapat diperoleh dengan memandanginya? 149

5. Tubuh yang terbentuk dari tumpukan tulang, terbungkus oleh daging dan darah ini merupakan tempat bercokolnya ketuaan, kematian, keangkuhan dan penglecehan. 150

6. Kereta kerajaan yang indah dapat menjadi usang. Tubuh ini pun tidak terlepas dari ketuaan. Namun, ajaran orang bajik tidak mengenal kelapukan. Demikianlah orang bajik mengajarkan kebaikan. 151 More

http://www

7. Orang yang tak terpelajar menjadi tua [secara percuma] seperti sapi bebal yang badannya saja membesar tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang. 152

8. Karena belum menemukan Pencipta rumah [tubuh] ini, Saya mengembara dalam daur Samsara [kelahiran dan kematian] yang tak terhitung jumlahnya. Kelahiran yang berulang-ulang adalah suatu penderitaan. 153

9. O Pencipta rumah, Engkau sekarang telah Saya temukan. Engkau tak akan dapat menciptakan rumah lagi. Seluruh kerangkamu [noda batin] telah Saya patahkan, dan atapmu [ketaktahuan] telah Saya bongkar. Batin Saya telah menembus Nibbana, dan mencapai akhir dari semua keinginan. 154

10. Selagi masih belia tidak menempuh kehidupan suci atau mengumpulkan kekayaan, begitu usia tua tiba mereka niscaya duduk terpengkur seperti bangau tua yang merana kesepian di pinggir kolam yang tak berisi ikan. 155

11. Selagi masih belia tidak menempuh kehidupan suci atau mengumpulkan kekayaan, begitu usia tua tiba mereka niscaya terbaring menderita menekuri masa lampau seperti anak panah yang telah lepas dari busurnya. 156 Back Next

XII. DIRI SENDIRI

1. Menyadari bahwa diri sendirilah yang [paling] dicintai, seseorang hendaknya menjaga diri dengan baik. Orang bijak patut mawas diri kalau bukan dalam ketiga masa kehidupan, paling tidak dalam satu masa. 157

2. Mantapkan diri sendiri terlebih dahulu dalam kebajikan yang patut, baru kemudian mengajar orang lain. Dengan bertindak demikian, orang bijak tidak akan membuat noda bagi dirinya. 158

3. Sebagaimana mengajar orang lain, demikian pula seseorang hendaknya berbuat bagi dirinya. Setelah dapat melatih diri sendiri, baru layak melatih orang lain karena sesungguhnya diri sendirilah yang [paling] sulit dilatih. 159

4. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, karena siapa pula orang lain yang dapat menjadi pelindung? Setelah dapat melatih diri dengan baik, seseorang niscaya akan memperoleh perlindungan yang sukar dicari. 160

5. Kejahatan yang dilakukannya sendiri, timbul dari dirinya sendiri, dihasilkan oleh dirinya sendiri; niscaya akan menghancurkan orang dungu ibarat intan yang memecahkan permata. 161

6. Ibarat tanaman menjalar Maluva yang melilit pohon Sala, demikian pula orang dursila. Ia sendiri yang menjerumuskan dirinya, sebagaimana yang diharapkan oleh musuh terhadap dirinya. 162 More

http://www

7. Sangatlah mudah melakukan perbuatan buruk dan tak bermanfaaat bagi diri sendiri, namun sungguh sulit melakukan perbuatan bajik dan bermanfaat bagi diri sendiri. 163

8. Orang dungu yang, karena pandangan sesatnya, menentang ajaran suciwan yang berada dalam Dhamma; terlahirkan hanya untuk menghancurkan dirinya sendiri --ibarat pohon bambu yang berbuah untuk mematikan dirinya sendiri. 164

9. Oleh diri sendiri kejahatan diperbuat. Karena diri sendiri seseorang menjadi ternoda. Oleh diri sendiri kejahatan tak diperbuat. Karena diri sendiri seseorang menjadi suci. Kesucian atau ketaksucian adalah milik masing-masing. Tak seorang pun dapat menyucikan orang lain. 165

10. Janganlah mencampakkan tujuan [akhir] diri sendiri, meski demi manfaat orang lain seberapa pun besarnya. Setelah memahami tujuan bagi diri sendiri, seseorang hendaknya berupaya keras dalam meraihnya. 166 Back Next

XIII. DUNIA

1. Janganlah mengejar sesuatu yang rendah; janganlah hidup dalam kelengahan; janganlah menganut pandangan sesat; janganlah mengembangkan hal-hal duniawi. 167

2. Para pertapa hendaknya tidak bersikap ceroboh atas makanan yang diterimanya dengan berdiri. Tempuhlah kehidupan benar karena mereka yang melaksanakan Dhamma niscaya hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia mendatang. 168

3. Tempuhlah kehidupan benar, dan janganlah menjalani kehidupan salah. Mereka yang melaksanakan Dhamma niscaya akan hidup berbahagia di dunia ini maupun di dunia mendatang. 169

4. Barangsiapa memandang dunia ini seperti halnya melihat busa dan fatamorgana [fana dan khayalan] niscaya tidak akan dapat dijumpai oleh Raja Kematian. 170

5. Duhai Anda sekalian, pandanglah dunia yang mirip kereta kerajaan penuh hiasan ini. Di sinilah orang dungu terbenam tetapi orang berpengetahuan tidak terpikat. 171

6. Barangsiapa yang sebelumnya lengah tetapi kemudian mawas diri, ia niscaya menerangi dunia ini bagaikan bulan yang terbebas dari awan. 172

More

http://www

7. Barangsiapa menanggalkan kejahatan yang pernah dilakukannya dengan berbuat kebajikan niscaya menerangi dunia ini bagaikan bulan yang terbebas dari awan. 173

8. Dunia ini terselubungi kegelapan, dan hanya sedikit orang yang dapat melihat dengan jelas. Hanya sedikit orang yang masuk ke Alam Surga, ibarat burung yang terjebak dalam jaring pemburu, sedikit sekali yang terlepaskan. 174

9. Kawanan burung angsa beterbangan mengarah ke matahari; orang-orang yang memiliki kesaktian terbang menembus udara; orang bijak menanggalkan dunia ini setelah mengalahkan Mara beserta laskarnya. 175

10. Tidak ada kejahatan yang takdapat dilakukan oleh orang yang melanggar sila keempat, yang suka berdusta, yang melecehkan kehidupan mendatang. 176

11. Sudah tentu, orang kikir tidak berpeluang masuk Alam Dewa. Orang dungu tidak memujikan kemurahan hati. Namun, orang bijak ikut beranumodana atas kedermaan, dan inilah yang memberkahinya dengan kebahagiaan di alam mendatang. 177

12. Pencapaian kesucian Sotapattiphala jauh lebih luhur daripada kedaulatan di seluruh bumi, kepergian ke Alam Surga, dan kekuasaan di seluruh dunia. 178 Back Next

XIV. SANG BUDDHA

1. Seorang Buddha yang telah menaklukkan noda batin tidaklah dapat terkalahkan lagi. Tak ada noda sedikit apa pun di dunia ini yang dapat melekati-Nya. Beliau yang mahatahu itu tidak mengikuti jalan noda batin. Kemanakah Engkau dapat mengarahkan Beliau? 179

2. Bagi seorang Buddha, tak ada lagi keinginan ibarat jaring yang menebar ke pelbagai objek, yang dapat membawa Beliau pada perwujudan mana pun. Beliau yang mahatahu itu tidak mengikuti jalan noda batin. Kemanakah Engkau dapat mengarahkan Beliau? 180

3. Bahkan para dewa pun mencintai Sang Buddha yang arif, yang tekun dalam pencerapan, yang bergembira dalam kedamaian penglepasan, yang memiliki penyadaran jeli. 181

4. Sungguh sulit untuk dapat terlahirkan sebagai manusia. Sungguh susah kehidupan para makhluk. Sungguh sulit mendengarkan Ajaran Sejati. Sungguh langka kemunculan Sang Buddha. 182

5. Tak melakukan segala kejahatan, menyempurnakan kebaikan, dan menyucikan pikiran; inilah ajaran para Buddha. 183

6. Kesabaran adalah praktik bertapa yang tertinggi. "Nibbana adalah yang tertinggi," demikian sabda para Buddha. Mereka yang masih mecelakai orang lain tidaklah dapat dianggap sebagai pertapa. Mereka yang masih menganiayai orang lain tidaklah dapat dianggap sebagai Samaa. More

http://www

184

7. Tidak mengecam, tidak menganiaya orang lain, mengendalikan diri dalam tatatertib, makan secukupnya, tinggal di tempat yang sunyi, senantiasa mengembangkan batin nan luhur; inilah ajaran para Buddha. 185

8. Meski uang emas [kekayaan] mengalir seperti hujan lebat, nafsu inderawi tidaklah pernah terpuaskan. Penikmatan nafsu hanya memberikan sedikit kesenangan, tetapi menimbulkan banyak penderitaan. Dengan menyadari hal ini, orang bijak tidak bergembira dalam penikmatan nafsu bahkan yang bersifat surgawi sekalipun. Siswa Sang Buddha bergembira dalam penghancuran keinginan. 186

9. Meski uang emas [kekayaan] mengalir seperti hujan lebat, nafsu inderawi tidaklah pernah terpuaskan. Penikmatan nafsu hanya memberikan sedikit kesenangan, tetapi menimbulkan banyak penderitaan. Dengan menyadari hal ini, orang bijak tidak bergembira dalam penikmatan nafsu bahkan yang bersifat surgawi sekalipun. Siswa Sang Buddha bergembira dalam penghancuran keinginan. 187

10. Banyak orang yang ketika terancam bahaya berusaha menjadikan gunung, hutan, padepokan, pohon dan tempat pemujaan sebagai perlindungan. 188

11. Namun, itu bukanlah suatu perlindungan yang aman, bukanlah suatu perlindungan yang utama. Dengan bergantung pada perlindungan semacam itu, seseorang tidaklah dapat membebaskan diri dari segala penderitaan. 189

12. Ia yang berlindung pada Sang Buddha, Dhamma dan Sangha niscaya menembus Empat Kebenaran Mulia dengan kebijaksanaan, yakni: penderitaan, sebab penderitaan, kepadaman penderitaan, dan jalan mulia berfaktor delapan yang membawa pada kepadaman penderitaan. 190

13. Ia yang berlindung pada Sang Buddha, Dhamma dan Sangha niscaya menembus Empat Kebenaran Mulia dengan kebijaksanaan, yakni: penderitaan, sebab penderitaan, More

http://www

kepadaman penderitaan, dan jalan mulia berfaktor delapan yang membawa pada kepadaman penderitaan. 191

14. Itulah perlindungan yang aman; itulah perlindungan yang utama. Dengan bergantung pada perlindungan semacam itu, seseorang niscaya dapat membebaskan diri dari segala penderitaan. 192

15. Sungguh sukar mencari orang yang mahabijak [Sang Buddha]. Beliau tidak terlahirkan di sembarang tempat. Di dalam suku mana orang bijak itu terlahirkan, suku itu niscaya berkembang dalam kebahagiaan. 193

16. Kemunculan para Buddha merupakan sebab kebahagiaan. Pembabaran Dhamma merupakan sebab kebahagiaan. Kerukunan dalam pasamuan [Sangha] adalah sebab kebahagiaan. Upaya perjuangan mereka yang bersatu adalah sebab kebahagiaan. 194

17. Ia yang memuja mereka yang patut dipuja, yakni Sang Buddha dan para siswa-Nya yang telah mengatasi lima rintangan batin, yang terlepas dari kesedihan dan ratap tangis, yang damai dan aman; tak seorang pun dapat mengukur jasa kebajikannya "sebanyak ini atau itu". 195

18. Ia yang memuja mereka yang patut dipuja, yakni Sang Buddha dan para siswa-Nya yang telah mengatasi lima rintangan batin, yang terlepas dari kesedihan dan ratap tangis, yang damai dan aman; tak seorang pun dapat mengukur jasa kebajikannya "sebanyak ini atau itu". 196 Back Next

XV. KEBAHAGIAAN

1. Sungguh berbahagia kita hidup tak membenci di antara umat manusia yang saling membenci. Di antara mereka yang penuh kebencian, kita hidup tanpa kebencian. 197

2. Sungguh berbahagia kita telah melenyapkan noda batin di antara umat manusia yang bernoda batin. Di antara mereka yang penuh noda batin, kita hidup tanpa noda batin. 198

3. Sungguh berbahagia kita hidup tak berhasrat [terhadap kenikmatan indera] di antara umat manusia yang memiliki hasrat. Di antara mereka yang penuh hasrat, kita hidup tanpa hasrat. 199

4. Sungguh berbahagia kita hidup dengan tidak mempunyai apa pun [noda batin]. Kita memiliki keriaan sebagai makanan bagaikan brahma Abhassara yang cemerlang. 200

5. Kemenangan membangkitkan kebencian, sedangkan pihak yang kalah hidup dalam penderitaan. Dengan menanggalkan kemenangan dan kekalahan, seseorang yang batinnya penuh kedamaian niscaya hidup berbahagia. 201

6. Tak ada api yang menyamai nafsu; tak ada kejahatan menyamai kebencian; tak ada penderitaan menyamai [lima] kelompok kehidupan; tak ada kebahagiaan melebihi kedamaian Nibbana. 202

More

http://www

7. Kelaparan adalah penyakit terberat. Perpaduan yang bersyarat merupakan penderitaan terbesar. Menyadari kebenaran ini, [orang bijak menembus] Nibbna yang merupakan kebahagiaan terluhur. 203

8. Kesehatan adalah keuntungan terbesar. Kepuasan adalah kekayaan paling bernilai. Kepercayaan adalah sanak terakrab. Nibbna adalah kebahagiaan terluhur. 204

9. Setelah mencicipi rasa kesenyapan Penyepian, kedamaian Nibbana, dan kepuasan Dhamma, seseorang niscaya terbebas dari noda batin dan kejahatan. 205

10. Sungguh baik menjumpai para suciwan. Tinggal bersama beliau senantiasa menimbulkan kebahagiaan. Apabila tidak melihat orang dungu, seseorang akan sungguh berbahagia. 206

11. Seseorang yang bergaul dengan orang dungu niscaya mengalami penderitaan yang panjang. Hidup bersama orang dungu hanya menimbulkan penderitaan seperti tinggal bersama musuh. Hidup bersama orang bijak menimbulkan kebahagiaan seperti berkumpul dengan sanak keluarga. 207

12. Karena itu,-Ikutilah orang bijak yang arif, berpengetahuan luas, senantiasa menunaikan tugasnya, bersusila, terbebas dari noda batin, bajik, dan bijaksana, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang. 208 Back Next

XVI. KECINTAAN

1. Berusaha dalam hal-hal yang tak patut diupayakan, takberusaha dalam hal-hal yang patut diupayakan, mengabaikan hal-hal yang bermanfaat, melekat pada objek yang menyenangkan; orang bersifat demikian niscaya merasa iri hati terhadap mereka yang berswadaya. 209

2. Janganlah melekat pada apa yang dicintai ataupun tak dicintai. Perpisahan dengan apa yang dicintai adalah suatu penderitaan. Perjumpaan dengan apa yang tak dicintai juga merupakan penderitaan. 210

3. Karena perpisahan dengan apa yang dicintai adalah suatu penderitaan, janganlah mencintai apa pun. Tiada lagi ikatan batin bagi mereka yang terbebas dari kecintaan dan ketakcintaan. 211

4. Kesedihan timbul dari apa yang disayangi; ketakutan timbul dari apa yang disayangi. Tiada lagi kesedihan dan ketakutan bagi mereka yang tidak memiliki sesuatu yang disayangi. 212

5. Kesedihan timbul dari kecintaan; ketakutan timbul dari kecintaan. Tiada lagi kesedihan dan ketakutan bagi mereka yang tidak memiliki kecintaan. 213

6. Kesedihan timbul dari kegembiraan [inderawi]; ketakutan timbul dari kegembiraan. Tiada lagi kesedihan dan ketakutan bagi mereka yang tidak memiliki kegembiraan. 214 More

http://www

7. Kesedihan timbul dari nafsu; ketakutan timbul dari nafsu. Tiada lagi kesedihan dan ketakutan bagi mereka yang tidak memiliki nafsu. 215

8. Kesedihan timbul dari keinginan; ketakutan timbul dari keinginan. Tiada lagi kesedihan dan ketakutan bagi mereka yang tidak memiliki keinginan. 216

9. Ia yang sempurna dalam kesilaan dan pandangan terang, yang mapan dalam Dhamma, yang berbicara kebenaran, yang telah menunaikan tugasnya; niscaya menjadi kecintaan bagi orang lain. 217

10. Barangsiapa mengembangkan harapan pada Nibbana [yang takbersyarat], yang batinnya menembus tiga hasil kesucian [Sotapatti, Sakidagami dan Anagami-phala], yang batinnya tidak tertarik pada kenikmatan nafsu; orang tersebut disebut "penentang arus [kehidupan]". 218

11. Setelah lama berpisah seseorang yang kembali dari tempat jauh dengan selamat niscaya disambut gembira oleh sanak keluarga serta para kerabatnya. 219

12. Begitu juga, kebajikan yang telah diperbuat niscaya menyambut pelakunya yang meninggal menuju dunia mendatang seperti sanak keluarga menyambut pulangnya orang yang dicintai. 220 Back Next

XVII. KEMARAHAN

1. Redakan kemarahan, tanggalkan kesombongan, dan putuskan semua belenggu batin. Penderitaan tak akan menguasai orang yang tidak melekat pada batin dan jasmani, yang telah melenyapkan noda batin. 221

2. Barangsiapa dapat menahan kemarahan yang meletup seperti kusir yang menghentikan kereta yang sedang melaju, ia patut disebut sais sejati, sedangkan kusir-kusir lain hanyalah pemegang tali kendali. 222

3. Kalahkan kemarahan dengan cintakasih; kalahkan kejahatan dengan kebajikan; kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati; kalahkan kebohongan dengan kejujuran. 223

4. Hendaknya berbicara benar, tidak marah, dan memberi meski hanya sedikit kepada yang membutuhkan. Dengan melaksanakan tiga kebajikan ini, seseorang dapat masuk ke Alam Surga. 224

5. Orang-orang suci yang tidak menganiaya makhluk lain, yang senantiasa terkendali jasmaninya, niscaya mencapai keadaan Tanpa Kematian (Nibbana) yang terbebas dari kesedihan. 225

6. Bagi mereka yang senantiasa terjaga, tekun berlatih siang malam, selalu mengarahkan batin pada kedamaian Nibbana; semua noda batin niscaya termusnahkan. 226

More

http://www

7. O Atula, hal ini sudah sejak lama bukan baru ada sekarang ini bahwa mereka yang berdiam diri dicela, mereka yang beromong banyak dicela, mereka yang berbicara ala kadarnya pun dicela. Di dunia ini, tidak ada seorang pun yang tidak [pernah] dicela. 227

8. Orang yang dipuji atau dicela melulu tidaklah pernah ada, tidak ada, dan tidak akan ada. 228

9. Setelah memperhatikan secara saksama, orang berpengetahuan memuji seseorang yang menempuh kehidupan tanpa cela, arif, sempurna dalam kebijaksanaan dan kesilaan. Siapakah yang layak mencela orang yang seperti emas murni ini? Bahkan para dewa dan brahma pun memujinya. 229

10. Setelah memperhatikan secara saksama, bijaksanawan memuji seseorang yang menempuh kehidupan tanpa cela, arif, sempurna dalam kebijaksanaan dan kesilaan. Siapakah yang layak mencela orang yang seperti emas murni ini? Bahkan para dewa dan brahma pun memujinya. 230

11. Hendaknya menjaga gejolak jasmaniah; hendaknya mengendalikan tindakan; hendaknya menghentikan kejahatan melalui tindakan dan [sebaliknya] melakukan kebajikan melalui tindakan. 231

12. Hendaknya menjaga keusilan ucapan; hendaknya mengendalikan ucapan; hendaknya menghentikan kejahatan melalui ucapan dan [sebaliknya] melakukan kebajikan melalui ucapan. 232

13. Hendaknya menjaga gejolak pikiran; hendaknya mengendalikan pikiran; hendaknya menghentikan kejahatan melalui pikiran dan [sebaliknya] melakukan kebajikan melalui pikiran. 233

14. Para bijaksanawan mengendalikan tindakan, ucapan dan pikirannya. Sesungguhnya, mereka itu terkendali dengan More

http://www

sempurna. 234 Back Next

XVIII. NODA BATIN

1. Sekarang ini Engkau tua bagaikan daun layu. Raja Kematian sedang menantimu. Engkau sedang berdiri di ambang pintu keberangkatan, namun Engkau belum memiliki bekal perjalanan 235

2. Bangunlah pulau perlindungan bagi dirimu sendiri. Bergegaslah dalam upaya dan isilah dirimu dengan kebijaksanaan. Setelah membersihkan noda serta kekotoran batin, Engkau akan mencapai bumi surgawi para suciwan. 236

3. Sekarang ini usia kehidupanmu telah mendekati akhir. Engkau telah melangkah mendekati Raja Kematian. Tak ada tempat peristirahatan di antara perjalananmu, namun Engkau tidak mencari bekal perjalanan. 237

4. Bangunlah pulau perlindungan bagi dirimu sendiri. Bergegaslah dalam upaya dan isilah dirimu dengan kebijaksanaan. Setelah membersihkan noda serta kekotoran batin, Engkau tak akan lahir dan mengalami ketuaan lagi. 238

5. Orang bijak hendaknya secara bertahap membersihkan noda batinnya sedikit demi sedikit pada setiap saat bagaikan tukang mas membersihkan emas berkarat. 239

6. Karat timbul dari besi, dan jika telah timbul akan mengikis besi itu sendiri. Demikian pula, perbuatan jahat diri sendiri akan membawa pelakunya ke alam kesengsaraan. 240 More

http://www

7. Tidak diuncarkan adalah noda bagi mantra. Tidak dipugar adalah noda bagi rumah. Kemalasan [berdandan] adalah noda bagi kecantikan. Kelengahan adalah noda bagi penjaga. 241

8. Perangai buruk adalah noda bagi wanita. Kekikiran adalah noda bagi dermawan. Segala jenis kejahatan adalah noda dalam dunia sekarang maupun mendatang. 242

9. Noda yang lebih buruk daripada semua itu ialah kedunguan. Kedunguan adalah noda terburuk. Duhai para bhikkhu, bersihkanlah noda ini dan jadilah orang tanpa noda. 243

10. Hidup adalah mudah bagi orang yang taktahu malu, yang nekad seperti burung gagak, yang suka menghancurkan orang lain dari belakang, yang suka mencari muka, yang takabur, yang berpenghidupan kotor. 244

11. Hidup adalah sukar bagi orang yang tahu malu, yang senantiasa mencari kesucian, yang tidak malas, yang rendah hati, yang berpenghidupan bersih, yang arif. 245

12. Barangsiapa membunuh makhluk hidup, berdusta, mencuri, berzinah, dan suka bermabuk-mabukan; orang semacam ini seakan menggali liang kubur bagi dirinya sendiri di dunia sekarang ini juga. 246

13. Barangsiapa membunuh makhluk hidup, berdusta, mencuri, berzinah, dan suka bermabuk-mabukan; orang semacam ini seakan menggali kubur bagi dirinya sendiri di dunia sekarang ini juga. 247

14. Ketahuilah, duhai orang berkembang, bahwa kejahatan bukanlah suatu hal yang gampang dikendalikan. Jangan biarkan keserakahan dan kejahatan menyeretmu ke dalam penderitaan sepanjang waktu. More

http://www

248

15. Orang-orang berdana sesuai dengan keyakinan dan keikhlasan hati mereka. Barangsiapa beriri hati atas makanan dan minuman orang lain niscaya tidak akan tenang batinnya, baik siang maupun malam hari. 249

16. Barangsiapa berhenti berpikir begitu, ia niscaya akan memperoleh ketenangan batin, baik siang maupun malam hari. 250

17. Tak ada api menyamai nafsu; tak ada cengkeraman menyamai kebencian; tak ada jaring menyamai kedunguan; tak ada arus menyamai keinginan. 251

18. Amatlah mudah melihat kesalahan orang lain, namun sangatlah sulit melihat kesalahan sendiri. Kesalahan orang lain dibeberkan seperti menampi dedak, tetapi kesalahan sendiri disembunyikan seperti pemburu burung unggas yang menutupi dirinya dengan ranting pohon. 252

19. Barangsiapa hanya melihat dan selalu mencari-cari kesalahan orang lain; noda batin dalam dirinya niscaya berkembang. Ia semakin jauh dari penghapusan noda batin. 253

20. Tak ada jejak di angkasa; tak ada pertapa suci di luar agama ini. Makhluk hidup bergembira dalam noda batin yang merintangi pencapaian Nibbana, namun para Tathagata telah terbebas dari noda batin itu. 254

21. Tak ada jejak di angkasa; tak ada pertapa suci di luar agama ini. Tak ada perpaduan bersyarat yang bersifat kekal. Tak ada lagi kesangsian bagi para Buddha [dalam hal ini]. 255 Back Next

XIX. ORANG ADIL

1. Seseorang yang mengadili suatu kasus dengan gegabah [prasangka sepihak] tidaklah dapat dikatakan sebagai orang adil. Orang bijak menyidik secara sakmana baik yang benar maupun yang salah. 256

2. Orang yang mengadili suatu kasus dengan takgegabah, adil, dan memegang hukum sebagai patokan; ia yang bijak ini patut digelari sebagai orang adil. 257

3. Bukanlah karena banyak berbicara seseorang dianggap sebagai orang bijak. Orang yang tentram, tanpa rasa benci dan takut itulah yang dapat disebut sebagai orang bijak. 258

4. Bukanlah karena banyak berbicara seseorang dianggap sebagai pakar Dhamma. Orang yang walaupun belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya itulah yang [lebih] patut disebut sebagai pakar Dhamma. 259

5. Bukanlah karena rambutnya beruban seseorang disebut sebagai Sesepuh (Thera). Orang yang hanya tua usianya itu disebut sebagai tua renta yang melompong [tanpa arti]. 260

6. Barangsiapa menembus kebenaran dan mencapai Dhamma [adiduniawi], tidak bersifat kejam, berpenguasaan diri, terkendali; orang arif yang terbebas dari noda batin inilah yang patut disebut Sesepuh. 261

More

http://www

7. Bukanlah karena fasih berbicara dan berparas cemerlang seseorang dapat menjadi orang baik apabila masih memiliki keirihatian, kekikiran dan keculasan. 262

8. Barangsiapa dapat mencabut prilaku buruk semacam itu hingga ke akar-akarnya; orang arif yang terbebas dari noda batin inilah yang layak disebut orang baik. 263

9. Meskipun berkepala gundul, seseorang yang tak bersusila dan suka berdusta tidaklah dapat disebut sebagai pertapa. Bagaimana mungkin orang yang penuh keirihatian dan keserakahan itu menjadi pertapa? 264

10. Barangsiapa dapat menghentikan segala kejahatan, besar atau kecil, ia patut disebut pertapa karena telah mengalahkan segala kejahatan. 265

11. Bukan hanya karena meminta-minta makanan dari orang lain, seseorang disebut sebagai bhikkhu. Apabila masih berprilaku seperti perumah-tangga, ia tidaklah pantas disebut sebagai bhikkhu. 266

12. Siapa pun dalam agama ini, yang telah menanggalkan kebajikan maupun kejahatan, menempuh kehidupan suci, yang dengan pengetahuan menembus hakikat dunia [khandha] ini; dialah yang disebut sebagai bhikkhu. 267

13. Bukanlah karena berdiam diri, orang dungu yang taktahu apa pun dianggap sebagai orang suci. Orang bijak yang bagaikan memegang neraca dapat menimbang serta memilih hal-hal yang baik, dan menanggalkan yang buruk itulah yang disebut orang suci. Selain itu, ia yang memahami hakikat kedua dunia [khandha] juga disebut orang suci. 268

14. Bukanlah karena berdiam diri, orang dungu yang taktahu apa pun dianggap sebagai orang suci. Orang bijak yang bagaikan memegang neraca dapat menimbang serta memilih hal-hal yang baik, dan menanggalkan yang buruk More

http://www

itulah yang disebut orang suci. Selain itu, ia yang memahami hakikat kedua dunia juga disebut orang suci. 269

15. Apabila masih menganiaya makhluk lain, seseorang tidak disebut sebagai orang suci. Karena tidak lagi menganiaya segala jenis makhluk lain, seseorang disebut sebagai orang suci. 270

16. Duhai para bhikkhu, apabila belum terbebas dari noda batin, janganlah Engkau merasa puas [dan berpangkutangan] hanya karena telah melaksanakan sila dan nadar, banyak belajar, mencapai pemusatan, bertinggal di tempat sunyi.atau hanya karena berpikir "Saya telah merasakan kebahagiaan penglepasan yang tidak dinikmati orang awan" 271

17. Duhai para bhikkhu, apabila belum terbebas dari noda batin, janganlah Engkau merasa puas [dan berpangkutangan] hanya karena telah melaksanakan sila dan nadar, banyak belajar, mencapai pemusatan, bertinggal di tempat sunyi.atau hanya karena berpikir "Saya telah merasakan kebahagiaan penglepasan yang tidak dinikmati orang awan" 272 Back Next

XX. JALAN

1. Di antara semua jalan, Jalan Mulia Berfaktor Delapan adalah yang terbaik. Di antara semua kebenaran, Empat Kebenaran Mulia adalah yang terbaik. Di antara semua keadaan, Kebebasan dari Nafsu adalah yang terbaik. Di antara makhluk berkaki dua dan makhluk nirbentuk, Sang Buddha yang mahatahu adalah yang terluhur. 273

2. Inilah satu-satunya jalan; tak ada jalan lain yang dapat membawa pada Kesucian Pandangan. Karena itu, tempuhlah jalan yang menyesatkan Mara serta laskarnya ini. 274

3. Dengan menempuh jalan ini, Engkau niscaya terbebas dari penderitaan. Inilah jalan yang Saya tunjukkan setelah Saya mengetahui cara mencabut panah noda batin. 275

4. Engkau sendirilah yang harus berusaha. Para Buddha (Tathagata) hanyalah sekadar penunjuk jalan. Mereka yang menempuh jalan ini, yang tekun bersemadi niscaya terbebas dari belenggu Mara. 276

5. Apabila "Segala niscaya menuju

seseorang melihat dengan kebijaksanaan bahwa perpaduan yang bersyarat adalah tidak kekal", ia merasa jenuh pada penderitaan. Inilah jalan kesucian. 277

6. Apabila "Segala niscaya menuju

seseorang melihat dengan kebijaksanaan bahwa perpaduan yang bersyarat adalah penderitaan", ia merasa jenuh pada penderitaan. Inilah jalan kesucian. More

http://www

278

7. Apabila seseorang melihat dengan kebijaksanaan bahwa "Segala sesuatu adalah tanpa diri (roh kekal)", ia niscaya merasa jenuh pada penderitaan. Inilah jalan menuju kesucian. 279

8. Tatkala tiba waktunya untuk berupaya tidak mau berupaya, meski masih muda dan bertenaga kuat justru berogah-ogahan, membiarkan pikiran jatuh terbenam, bermalas-malasan, terpekur; orang semacam ini tidak akan menjumpai jalan kebijaksanaan. 280

9. Jagalah ucapan, kendalikan pikiran, dan janganlah melakukan kejahatan jasmaniah. Dengan memurnikan ketiga saluran perbuatan ini, seseorang niscaya menemukan jalan yang dibabarkan oleh resi pencari kebajikan. 281

10. Kebijaksanaan berkembang karena pengolahan batin. Kebijaksanaan memudar karena tak ada pengolahan batin. Dengan memahami sebab perkembangan dan kepudarannya, seseorang hendaknya mengarahkan diri pada jalan yang membawa pada perkembangan kebijaksanaan. 282

11. Duhai para bhikkhu, tebanglah hutan nafsu tetapi jangan menebang pohon sungguh-sungguh. Bahaya muncul dari hutan nafsu. Setelah menebang hutan dan belukar nafsu, Engkau menjadi orang yang tanpa hutan nafsu. 283

12. Selama laki-laki belum dapat memutuskan nafsu berahi terhadap wanita, betapa pun kecilnya, selama itu pula batinnya tetap terikat pada kehidupan bagaikan anak sapi yang masih menyusu terikat pada induknya. 284

13. Cabutlah kegandrungan pada diri sendiri seperti memetik bunga teratai putih di musim gugur. Kembangkan jalan Kedamaian, yakni Nibbana, yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha. More

http://www

285

14. "Saya akan bertinggal di sini selama musim hujan; musim dingin dan kemarau," demikianlah orang dungu berpikir tanpa menyadari ancaman bahaya [kematian]. 286

15. Kematian niscaya menyeret orang yang tergila-gila pada anak-anak serta ternak peliharaannya, yang pikirannya melekat pada berbagai hal; seperti banjir besar yang menghanyutkan penduduk desa yang terlelap. 287

16. Anak-anak tak dapat mencegah, demikian pula ayah ataupun kerabat. Sanak keluarga tidaklah dapat melindungi seseorang yang sedang dicengkeram kematian. 288

17. Dengan menyadari kenyataan ini, orang bijak yang terkendali dalam kesilaan hendaknya segera menyucikan jalan menuju Nibbana. 289 Back Next

XXI. BUNGA RAMPAI

1. Apabila dengan menanggalkan kebahagiaan yang kecil dapat diperoleh kebahagiaan yang lebih besar, orang bijak hendaknya mengorbankan kebahagiaan kecil itu demi memperoleh kebahagiaan yang lebih besar. 290

2. Barangsiapa mengharapkan kebahagiaan bagi diri sendiri dengan menimbulkan penderitaan terhadap orang lain, ia niscaya terjerat dalam kebencian tanpa akhir; tak ada jalan untuk terlepas dari kebencian. 291

3. Barangsiapa mencampakkan tugasnya tetapi justru mengerjakan apa yang bukan urusannya; noda batin orang yang takabur serta lalai semacam ini niscaya akan bertambah besar. 292

4. Sementara itu, barangsiapa mengembangkan penyadaran jeli terhadap badan jasmaniah secara rutin, tidak mengerjakan sesuatu yang tak seharusnya dilakukan tetapi senantisa mengerjakan sesuatu yang seharusnya dilakukan; noda batin niscaya akan terlenyapkan dari orang yang memiliki penyadaran jeli serta pemahaman jernih semacam itu. 293

5. Setelah membantai ibu [keinginan], ayah [kesombongan], dua raja ksatria [dua pandangan sesat tentang kekekalan dan kemusnahan], dan menghancurkan negara [landasan indera] serta para menterinya [kemelekatan]; seorang brahmana pergi mengembara tanpa penderitaan. 294

6. Setelah membantai ibu [keinginan], ayah [kesombongan], dua raja terpelajar [dua pandangan sesat tentang More

http://www

kekekalan dan kemusnahan], dan menghancurkan lima jalan harimau berbahaya [lima kendala batin]; seorang brahmana pergi mengembara tanpa penderitaan. 295

7. Mereka yang merenungkan kebajikan luhur Sang Buddha sepanjang siang dan malam, yang senantiasa sadar; adalah siswa-siswi Buddha Gotama. 296

8. Mereka yang merenungkan sifat luhur Dhamma sepanjang siang dan malam, yang senantiasa sadar; adalah siswa-siswi Buddha Gotama. 297

9. Mereka yang merenungkan kebajikan luhur Sang Buddha sepanjang siang dan malam, yang senantiasa sadar; adalah siswa-siswi Buddha Gotama. 298

10. Mereka yang merenungkan sifat alami badan jasmaniah sepanjang siang dan malam, yang senantiasa sadar; adalah siswa-siswi Buddha Gotama. 299

11. Mereka yang bergembira dalam ketanpakekerasan (ahimsa) sepanjang siang dan malam, yang senantiasa sadar; adalah siswa-siswi Buddha Gotama. 300

12. Mereka yang berbahagia dalam pengembangan cintakasih sepanjang siang dan malam, yang senantiasa sadar; adalah siswa-siswi Buddha Gotama. 301

13. Sungguh sukar menanggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah; sukar pula untuk bergembira dalam hidup kepertapaan. Kehidupan rumah tangga yang ditempuh secara takbaik menimbulkan penderitaan. Tinggal bersama orang yang tak sepadan merupakan penderitaan. Mengembara dalam daur kelahiran dan kematian (Samsara) adalah penderitaan. Karena itu, janganlah lagi menjadi pengembara dan pengejar penderitaan. 302 More

http://www

14. Ia yang mempunyai keyakinan dan kesilaan yang sempurna, yang memiliki kemashyuran dan kekayaan; kemana pun ia pergi niscaya akan memperoleh penghormatan. 303

15. Meskipun dari kejauhan, orang baik tertampak (terpandang) bagaikan puncak pegunungan Himalaya, sedangkan orang jahat tidak terlihat bagaikan anak panah yang dibidikkan pada malam hari. 304

16. Hendaknya seseorang duduk sendirian, tidur sendirian, berjalan sendirian, tidak bermalasan, melatih diri sendiri dan bergembira dalam hutan senyap. 305 Back Next

XXII. NERAKA

1. Orang yang suka berdusta niscaya masuk neraka. Demikian pula orang yang memungkiri apa yang telah diperbuatnya dengan berkilah "Saya tak melakukannya." Kedua jenis orang berkelakuan rendah ini mempunyai keadaan yang sama dalam kehidupan mendatang. 306

2. Banyak orang mengenakan jubah kuning yang berprilaku buruk dan tak terkendali. Orang jahat itu niscaya masuk neraka karena perbuatan jahatnya. 307

3. Bagi seorang bhikkhu yang dursIla dan tak terkendali, lebih baik menelan bola besi panas membara daripada menyantap makanan dari perumah tangga. 308

4. Orang lengah yang suka berzinah niscaya mengalami empat keadaan: menerima akibat buruk, tidur tidak nyenyak, tercemar nama baiknya, dan masuk ke neraka. 309

5. [Akibat perzinahan ialah] menerima akibat buruk, terlahirkan kembali di alam rendah, hanya memperoleh sedikit kenikmatan tetapi selalu diliputi rasa ketakutan, mendapat ganjaran berat dari raja. Karena itu, janganlah berzinah. 310

6. Bagaikan rumput kusa yang apabila dipegang secara salah dapat melukai tangan, demikian pula hidup kepertapaan, apabila dijalani secara salah, niscaya akan menyeret pelakunya ke alam neraka. 311 More

http://www

7. Melakukan suatu pekerjaan secara kendur, menjalani suatu nadar secara ternoda, menempuh hidup kepertapaan dengan kecemasan; semua ini niscaya tidak akan membuahkan akibat yang besar. 312

8. Apabila hendak berbuat sesuatu, kerjakanlah hal itu dengan sungguh-sungguh dan berusaha dengan benar-benar mantap. Hidup kepertapaan yang dijalani dengan kendur niscaya akan menimbulkan debu noda batin yang lebih banyak. 313

9. Sebaiknya seseorang tidak berbuat jahat karena kejahatan ini akan memberangas dirinya di kemudian waktu. Sebaiknya seseorang berbuat baik karena setelah melakukannya tidak membuat dirinya terberangas. 314

10. Jagalah dirimu sendiri dengan baik bagaikan perbatasan kota yang dijaga ketat luar dalam. Jangan lewatkan kesempatan baik berlalu begitu saja, karena mereka yang melepaskannya niscaya akan bersedih hati ketika masuk alam neraka. 315

11. Merasa malu terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak memalukan, dan sebaliknya merasa tidak malu terhadap sesuatu yang sebenarnya memalukan; orang yang menganut pandangan salah seperti ini niscaya akan masuk alam sengsara. 316

12. Merasa takut terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak menakutkan, dan sebaliknya merasa tidak takut terhadap sesuatu yang sebenarnya menakutkan; orang yang menganut pandangan salah seperti ini niscaya akan masuk alam sengsara. 317

13. Menganggap salah terhadap sesuatu yang tidak salah, dan sebaliknya menganggap terhadap sesuatu yang sebenarnya salah; menganut pandangan salah seperti ini niscaya alam sengsara.

sebenarnya tidak salah orang yang akan masuk 318

More

http://www

14. Menyadari apa yang salah sebagai kesalahan, dan apa yang benar sebagai kebenaran; orang yang menganut pandangan benar seperti ini niscaya akan masuk alam surga. 319 Back Next

XXIII. GAJAH

1. Laksana seekor gajah di medan laga yang tahan terhadap serangan panah yang dibidikkan dari busurnya, Saya akan bersabar terhadap caci-makian orang lain. Kebanyakan orang memang berprilaku dursila. 320

2. Mereka menggiring gajah yang terlatih baik ke tengah kerumunan. Raja menunggangi gajah yang terlatih baik. Di antara umat manusia, orang yang telah terlatih baik dan tahu menahan diri dari celaan adalah yang termulia. 321

3. Kuda Assatara, Ajanaya, Sindhava, Gajah Kunjara dan gajah-gajah unggul yang terlatih baik seluruhnya hebat. Akan tetapi, orang yang telah melatih diri dengan baik jauh lebih mulia daripada itu. 322

4. Bukan dengan mengendarai tunggangan seperti itu seseorang dapat pergi ke tempat yang belum pernah didatangi (Nibbana). Namun dengan bergantung pada diri sendiri yang telah terlatih baik, seseorang dapat mencapainya. 323

5. Gajah Dhanapalaka yang sedang berahi di musim kawin sukar dikendalikan oleh siapa pun meskipun telah diikat erat. Ia tak mau makan rumput dan hanya merindukan gajah-gajah hutan. 324

6. Orang dungu yang doyan makan, bermalas-malasan, dan suka tidur menggeliat di tempat tidur seperti babi yang dipupuk makanan niscaya akan terlahirkan kembali tiada henti. More

http://www

325

7. Dahulu pikiran ini mengembara ke dalam objek-objek sekehendak, semau dan sesuka hati. Namun sekarang saya akan mengendalikannya dengan penuh perhatian seperti kusir yang menjinakkan gajah liar dengan cambuknya. 326

8. Bergembiralah dalam kewaspadaan, jagalah pikiran dengan baik, bebaskan dirimu dari lumpur noda batin seperti gajah yang menyelamatkan diri dari kubangan. 327

9. Apabila memperoleh sahabat yang cocok dengan dirinya, berprilaku baik, pandai dan arif, seseorang hendaknya pergi ke mana-mana bersamanya dengan senang hati, penuh penyadaran jeli, dan dapat mengatasi segala marabahaya. 328

10. Apabila tidak dapat menjumpai sahabat yang cocok dengan dirinya, berprilaku baik, pandai dan arif, seseorang hendaknya berkelana sendirian seperti raja yang meninggalkan wilayah yang telah ditaklukkannya; atau seperti gajah Matanga yang meninggalkan kawanan pergi sendirian ke dalam hutan. 329

11. Lebih baik mengembara seorang diri. Tak ada persahabatan dengan orang dungu. Pergilah seorang diri seperti gajah Matanga yang mengembara sendirian dalam hutan; janganlah berbuat jahat dan terlalu berambisi besar. 330

12. Tatkala muncul kebutuhan, sahabat-sahabat memberikan kebahagiaan. Kepuasan atas apa yang dimiliki membawa kebahagiaan. Kebajikan membangkitkan kebahagiaan sewaktu menjelang kematian. Kepadaman segala penderitaan membuahkan kebahagiaan. 331

13. Perawatan terhadap ibu dan ayah membawa kebahagiaan di dunia ini. Penyokongan terhadap pertapa dan brahmaa membawa kebahagiaan di dunia ini. 332 More

http://www

14. Kesilaan membawa kebahagiaan sampai usia tua; keyakinan yang teguh membawa kebahagiaan; pencapaian kebijaksanaan membawa kebahagiaan; penghindaran dari kejahatan membawa kebahagiaan. 333 Back Next

XXIV. NAFSU KEINGINAN

1. Bagi orang yang hidup dalam kelengahan, keinginan niscaya kian berkembang seperti tanaman menjalar Maluva. Orang semacam ini melompat dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya bagaikan kera doyan buah-buahan yang berloncatan di dalam hutan. 334

2. Di dunia ini, apabila seseorang dikuasai oleh keinginan kotor dan beracun, kesedihan niscaya berkembang bagaikan rumput Birana yang tumbuh subur karena tersirami air hujan. 335

3. Tetapi, barangsiapa dapat mengalahkan keinginan yang sukar dikalahkan itu, kesedihan niscaya berlalu darinya seperti butir air yang jatuh dari daun teratai. 336

4. Saya nyatakan hal ini kepada Anda sekalian: "Semoga Engkau yang datang berkumpul di sini memperoleh perkembangan. Cabutlah akar keinginan seperti mencabut akar rumput Birana. Jangan biarkan Mara mengusik berulang-kali seperti arus sungai yang menghanyutkan rumput ilalang." 337

5. Pohon yang telah ditebang masih dapat bersemi lagi apabila akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Demikian pula, penderitaan masih dapat muncul kembali apabila akar keinginan belum dihancurkan secara tuntas. 338

6. Dalam batin seseorang yang masih terdapat tigapuluh enam arus keinginan mengalir deras menuju objek-objek menyenangkan, gelombang pikiran yang penuh nafsu niscaya akan menyeret orang yang berpandangan sesat ini. More

http://www

339

7. Arus keinginan mengalir di suatu tempat, di situ pula tumbuh tanaman menjalar. Apabila Engkau melihat tanaman menjalar itu berkembang, cabutlah akarnya dengan pisau kebijaksanaan. 340

8. Dalam diri makhluk-makhluk terdapat kesenangan yang terbasahi oleh keinginan yang pekat. Dengan kecenderungan pada objek-objek inderawi, mereka yang hanya mengejar kepelesiran niscaya mengalami kelahiran dan ketuaan. 341

9. Makhluk-makhluk yang terjerat pada keinginan meronta-ronta seperti kelinci yang terperangkap pemburu. Mereka yang terjerat dalam belenggu dan ikatan batin niscaya mengalami penderitaan berulang-ulang dalam waktu yang lama. 342

10. Makhluk-makhluk yang terjerat pada keinginan meronta-ronta seperti kelinci yang terperangkap pemburu. Karena itu, seorang bhikkhu yang mendambakan kepadaman nafsu hendaknya mengikis keinginan. 343

11. Keluar dari hutan [kehidupan rumah tangga], seseorang masuk menuju hutan [kehidupan kepertapaan] yang terbebas dari keinginan. Setelah terlepas dari hutan, ia berbalik kembali ke hutan itu lagi. Lihatlah orang yang terlepas dari ikatan itu kembali ke dalam ikatan lagi. 344

12. Orang bijaksana mengatakan bahwa belenggu yang terkuat bukanlah terbuat dari besi, kayu atau tali; melainkan keterikatan pada perhiasan, anak dan istri. 345

13. Orang bijak mengatakan bahwa kecintaan dan keterikatan merupakan belenggu yang sangat kuat dan dapat menyeret seseorang ke tempat yang rendah. Kelihatannnya seperti longgar, tetapi sukar dilepaskan. Setelah memutuskan belenggu ini, orang bijak terlepas dari kerinduan dan pergi menanggalkan keduniawian. More

http://www

346

14. Seseorang yang menjadi budak nafsu niscaya terjatuh ke dalam arus keinginan seperti laba-laba yang terjatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri. Setelah menghentikan arus keinginan ini, orang bijak terlepas dari kerinduan dan terbebas dari segala penderitaan. 347

15. Lepaskan [kerinduan terhadap kelompok kehidupan] masa lampau, mendatang dan sekarang. Capailah akhir kehidupan (Nibbana). Setelah terbebas dari segalanya, Engkau tak akan lagi mengalami kelahiran dan ketuaan. 348 16. Bagi orang yang kacau pikirannya, bernafsu besar, dan melekat pada keindahan; keinginan niscaya kian berkembang. Sesungguhnya ia membuat belenggu semakin kuat. 349 17. Barangsiapa bergembira dalam penghentian kekacauan pikiran, mengembangkan perenungan terhadap ketakindahan, berpenyadaran jeli setiap saat; orang inilah yang akan dapat memadamkan keinginan dan menghancurkan belenggu Mara. 350 18. Bagi mereka yang telah mencapai tujuan akhir kehidupan, terlepas dari ketakutan, terbebas dari keinginan, yang batinnya takterangsang lagi, dan telah mencabut anak panah kehidupan; inilah tubuh yang terakhir. 351 19. Terbebas dari keinginan, tidak melekat, mahir dalam penelaahan, tahu perpaduan aksara, dan tahu awal serta akhir aksara; ia yang memiliki tubuh terakhir ini disebut "orang mahabijak" atau "orang mahabesar". 352 20. Saya [Sang Buddha] telah mengalahkan segalanya, telah menembus segalanya, tidak melekat pada segalanya, dan dapat menanggalkan segalanya. Saya terbebaskan melalui penghancuran keinginan. Saya mencapai Pencerahan secara mandiri. Kepada siapakah saya patut menyebut guru? 353 21. Pemberian kebenaran Dhamma mengalahkan segala

More

http://www

pemberian; rasa Kebenaran mengalahkan segala rasa; kegembiraan dalam Dhamma mengalahkan segala kegembiraan; pelenyapan keinginan mengalahkan segala penderitaan. 354 22. Kekayaan menghancurkan orang dungu tetapi tidak dapat menghancurkan orang yang mendambakan Pantai Seberang (Nibbana). Karena keserakahan terhadap kekayaan, si dungu menghancurkan diri sendiri seperti halnya menghancurkan orang lain. 355 23. Rumput liar merusakkan sawah ladang, nafsu merusakkan umat manusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang terbebas dari nafsu niscaya membuahkan pahala yang besar. 356 24. Rumput liar merusakkan sawah ladang, kebencian merusakkan umat manusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang terbebas dari kebencian niscaya membuahkan pahala yang besar. 357 25. Rumput liar merusakkan sawah ladang, kedunguan merusakkan umat manusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang terbebas dari kedunguan niscaya membuahkan pahala yang besar. 358 26. Rumput liar merusakkan sawah ladang, hasrat merusakkan umat manusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang terbebas dari hasrat niscaya membuahkan pahala yang besar. 359 Back Next

XXV. BHIKKHU

1. Sungguh baik mengendalikan mata; sungguh baik mengendalikan telinga; sungguh baik mengendalikan hidung; dan sungguh baik mengendalikan lidah. 360

2. Sungguh baik mengendalikan tindakan; sungguh baik mengendalikan ucapan; sungguh baik mengendalikan pikiran; dan sungguh baik mengendalikan semuanya. Bhikkhu yang mengendalikan semuanya niscaya terbebas dari segala penderitaan. 361

3. Seseorang yang mengendalikan tangan serta kakinya, yang mengendalikan ucapan serta tindakannya, yang bergembira dalam pengembangan batin, yang terpusatkan batinnya, dan yang merasa puas berdiam seorang diri; ia sesungguhnya yang disebut bhikkhu'. 362

4. Seorang bhikkhu yang terkendali mulutnya, yang berbicara dengan kebijaksanaan, yang tenang batinnya, yang menjelaskan ajaran serta maknanya dengan benar; maka sungguh manis ucapan bhikkhu itu. 363

5. Seorang bhikkhu yang hidup berada dalam Dhamma, bergembira dalam Dhamma, mengamati Dhamma, dan senantiasa merenungkan Dhamma; ia tak akan mengalami kemerosotan dalam Dhamma Sejati. 364

6. Janganlah memandang rendah pendapatan diri sendiri, dan jangan pula beririhati atas keuntungan orang lain. Bhikkhu yang beririhati atas keuntungan orang lain; batinnya tak akan terpusatkan. More

http://www

365

7. Seorang bhikkhu yang tidak merendahkan pendapatannya, meskipun sedikit; para dewa niscaya memujinya sebagai orang yang berpenghidupan bersih dan tidak malas. 366

8. Apabila seseorang tidak melekati batin dan jasmaninya sebagai 'aku' atau 'milikku', dan tidak bersedih hati karenanya; ia sesungguhnya yang disebut bhikkhu. 367

9. Bhikkhu yang hidup dengan penuh cinta kasih dan memupuk keyakinan dalam Agama Buddha niscaya meraih Keadaan Damai (Nibbana) yang membahagiakan, yang merupakan kepadaman segala perpaduan bersyarat. 368

10. Kuraslah air dari perahumu, O bhikkhu! Apabila telah terkuras semuanya, perahu itu akan melaju dengan kencang. Setelah memutuskan belenggu nafsu dan kebencian, Engkau akan mencapai Nibbana. 369

11. Putuskanlah lima belenggu rendah, tanggalkanlah lima belenggu atas, dan kembangkanlah lima kekuatan. Setelah terbebas dari lima jenis ikatan, seorang bhikkhu baru disebut sebagai "orang yang telah dapat menyeberangi arus". 370

12. Bersemadilah, O Bhikkhu! Janganlah lengah! Jangan biarkan pikiranmu berkisar pada kenikmatan nafsu inderawi. Janganlah karena kecerobohanmu, Engkau harus menelan bola besi membara. Janganlah karena terbakar api neraka, Engkau meratap "Oh sungguh menyakitkan!" 371

13. Tak ada pemusatan dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan. Tak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak memiliki pemusatan. Barangsiapa memiliki pemusatan dan kebijaksanaan, ia berada di ambang Nibbana. 372

More

http://www

14. Bhikkhu yang pergi ke tempat sunyi, yang tenang pikirannya, yang telah menembus Dhamma dengan benar; niscaya memperoleh kebahagiaan yang takpernah dirasakan oleh orang awam. 373

15. Kapan pun merenungkan kemunculan dan kepadaman lima kelompok kehidupan, beliau merasakan keriaan dan kegembiraan yang merupakan keabadian bagi orang-orang yang telah menembus. 374

16. Hal pertama yang seharusnya dilakukan oleh bhikkhu yang memiliki kebijaksanaan ialah: mengendalikan indera, merasa puas dengan apa yang ada, mematuhi tata-tertib, dan bergaul dengan sahabat baik yang rajin dan berpenghidupan benar. 375

17. Bersikaplah ramah-tamah dan sopan santun. Karena kebajikan tersebut, Engkau dipenuhi kegembiraan dan pada akhirnya terbebas dari penderitaan. 376

18. Duhai para bhikkhu, Engkau sekalian hendaknya membuang nafsu dan kebencian seperti pohon melati menggugurkan bunganya yang layu. 377

19. Bhikkhu yang tenang tindak-tanduknya, yang tenang ucapannya, yang tenang batinnya, yang telah termantapkan dengan baik, yang telah menyingkirkan keduniawian; ia disebut "orang yang penuh damai". 378

20. Peringatkan dan periksalah dirimu sendiri. O bhikkhu, apabila dapat menjaga diri sendiri dan memiliki penyadaran jeli, Engkau niscaya hidup dalam kebahagiaan. 379

21. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri. Diri sendiri mempunyai jalan kepergian bagi diri sendiri. Karena itu, kendalikanlah dirimu sendiri seperti pedagang kuda yang mengekang kuda unggulnya. 380 More

http://www

22. Bhikkhu yang hidup dengan penuh kegembiraan dan memupuk keyakinan dalam Agama Buddha, niscaya meraih Keadaan Damai (Nibbana) yang membahagiakan, yang merupakan kepadaman segala perpaduan bersyarat. 381

23. Walaupun masih muda belia, seorang bhikkhu yang tekun menghayati ajaran Sang Buddha niscaya menerangi dunia ini bagaikan bulan terbebas dari awan yang bersinar terang. 382 Back Next

XXVI. BRAHMANA

1. O Brahmana, berusahalah membendung arus keinginan, dan mengikis habis nafsu inderawi. Setelah mengetahui kepadaman perpaduan bersyarat, O Brahmana, Engkau akan mengenal sesuatu yang tak terciptakan (Nibbana). 383

2. Tatkala seorang Brahmana berhasil meraih pantai seberang (Nibbana) dengan melalui dua pelaksanaan Dhamma [Samatha dan Vipassana], pada waktu itu pula semua belenggu terbebaskan dari orang yang berpengetahuan itu. 384

3. Barangsiapa tak memiliki pantai sini [enam landasan indera dalam], pantai sana [enam landasan indera luar], ataupun keduanya; ia yang terbebas dan tak lagi memiliki pergolakan batin itu Saya sebut 'brahmana'. 385

4. Ia yang mengembangkan Pencerapan, tak bernoda, hidup menyendiri, telah menunaikan tugasnya, terbebas dari noda batin, telah mencapai tujuan akhir (Nibbna); Saya sebut 'brahmana'. 386

5. Matahari bersinar pada siang hari; bulan bercahaya pada malam hari; ksatria berkilauan dalam pakaian perangnya; Brahmana bercahaya ketika dalam Pencerapan; namun Sang Buddha bersinar dengan penuh kemuliaan sepanjang siang dan malam. 387

6. Karena telah membuang kejahatan, seseorang disebut brahmana; karena tenang tingkah-lakunya, seseorang disebut Samana; karena telah membersihkan noda batin, seseorang disebut pertapa. More

http://www

388

7. Tak seharusnya mengusik brahmana, dan seorang brahmana tak selayaknya menjadi marah. Orang yang mengusik brahmana patutlah dicela, namun brahmana yang membalas dendam lebih patut dikecam. 389

8. Tak ada sesuatu yang lebih baik bagi seorang brahmana daripada menahan diri dari objek-objek yang menyenangkan. Sewaktu ia tidak menyakiti orang lain, pada saat itu pula penderitaan berakhir. 390

9. Barangsiapa tak melakukan kejahatan melalui tindakan, ucapan dan pikiran; ia yang ketiga saluran perbuatannya terkendali ini Saya sebut 'brahmana'. 391

10. Apabila mengenal Dhamma ajaran Sang Buddha melalui seseorang, hendaknya menghormati orang ini seperti layaknya seorang brahmana yang menghormati api pujaannya. 392

11. Bukanlah karena rambut berkonde, keturunan atau kelahiran seseorang menjadi brahmana. Hanya seseorang yang menembus kebenaran dan mencapai Dhamma [adiduniawi] patut disebut orang suci, disebut brahmana. 393

12. Wahai orang dungu, apa manfaatnya Engkau berkonde dan mengenakan jubah dari kulit binatang? Bagian luarmu saja yang bergemerlapan, namun batinmu masih kotor. 394

13. Ia yang mengenakan jubah bekas (pamsukula), yang kurus kering hingga otot-ototnya tertampak, yang mengembangkan Pencerapan seorang diri di hutan senyap; Saya sebut 'brahmana'. 395

14. Bukanlah karena terlahirkan dalam keluarga brahmana atau dari kandungan ibu brahmana seseorang disebut More

http://www

'brahmana'. Apabila masih memiliki noda batin, ia menjadi brahmana hanyalah karena sebutan. Ia yang terbebas dari noda batin dan kemelekatan; Saya sebut 'brahmana'. 396

15. Barangsiapa telah memutuskan semua belenggu, tak gentar, tak berbeban lagi, terlepas dari ikatan batin; ia Saya sebut 'brahmana'. 397

16. Ia yang telah memutuskan sabuk kegusaran, tali hasrat, jerat pandangan sesat beserta noda-noda batin terpendam, yang telah membuka palang pintu ketaktahuan, yang telah menembus Kebenaran Mulia; Saya sebut 'brahmana'. 398

17. Barangsiapa tak gusar, tahan celaan, deraan dan hukuman; ia yang memiliki kesabaran sebagai laskarnya ini Saya sebut 'brahmana'. 399

18. Ia yang tak memiliki kemarahan, patuh pada nadar dan kesilaan, tanpa gejolak hasrat, terkendali, dan yang kehidupannya di dunia ini merupakan yang terakhir; Saya sebut 'brahmana'. 400

19. Barangsiapa tidak melekat pada kenikmatan nafsu inderawi bagaikan butiran air yang tak menempel di daun teratai, dan ibarat biji lada yang tidak menempel pada ujung jarum; ia Saya sebut 'brahmana'. 401

20. Barangsiapa dalam agama ini telah menembus akhir penderitaan; ia yang telah melepaskan bebannya, yang terbebas ini Saya sebut 'brahmana'. 402

21. Ia yang berkebijaksanaan mendalam, arif, tahu membedakan jalan yang benar dan salah, meraih tujuan akhir yang tertinggi; Saya sebut 'brahmana'. 403

More

http://www

22. Ia yang takgemar menjalin keintiman dengan perumahtangga maupun pertapa, mengembara seorang diri, takmelekat pada tempat tinggal, bersahaja; Saya sebut 'brahmana'. 404

23. Ia yang tak menganiaya makhluk lain, baik yang kuat maupun yang lemah, yang tak membunuh sendiri ataupun menyuruh orang lain; Saya sebut 'brahmana'. 405

24. Ia yang tak membenci di antara orang-orang yang memusuhi, yang bersifat tenang di antara orang-orang yang kejam, yang tak terikat di antara orang-orang yang melekat; Saya sebut 'brahmana'. 406

25. Barangsiapa yang nafsu, kebencian, kesombongan, dan penglecehan telah tergugurkan bagai biji lada yang jatuh dari ujung jarum; ia Saya sebut 'brahmana'. 407

26. Ia yang berbicara lemah-lembut, jelas, jujur, dan tak membuat orang lain tersinggung; Saya sebut 'brahmana'. 408

27. Di dunia ini, ia yang tidak mencuri apa yang takdiberikan, panjang ataupun pendek, besar ataupun kecil, bagus ataupun buruk; Saya sebut 'brahmana'. 409

28. Barangsiapa tidak mendambakan dunia sekarang ataupun mendatang, ia yang tak berkeinginan dan takbernoda batin ini Saya sebut 'brahmana'. 410

29. Ia yang tak lagi memiliki kerinduan, yang terbebas dari kebimbangan karena pengetahuan benar, yang telah menembus Kekekalan; Saya sebut 'brahmana'. 411

30. Ia yang telah menanggalkan kejahatan maupun kebajikan, yang terbebas dari ikatan, yang tak bersedih, yang More

http://www

takbernoda, yang suci; Saya sebut 'brahmana'. 412

31. Ia yang suci, yang batinnya jernih dan cemerlang seperti bulan tanpa awan, yang telah membuang keterpikatan pada perwujudan [kemenjadian]; Saya sebut 'brahmana'. 413

32. Ia yang telah melampaui samudera Samsara dan kedunguan yang sukar dilewati, yang telah mencapai Pantai Seberang, yang tekun bersemadi, yang terbebas dari gejolak keinginan, kebimbangan dan kemelekatan, yang telah mencapai kepadaman; Saya sebut 'brahmana'. 414

33. Ia yang telah membuang nafsu inderawi, meninggalkan hidup berumah-tangga dan menempuh hidup takberumahtangga; ia yang telah membuang nafsu atas perwujudan [kemenjadian]; Saya sebut 'brahmana'. 415

34. Ia yang telah membuang keinginan di dunia ini, meninggalkan hidup berumah-tangga dan menempuh hidup takberumah-tangga; ia yang telah terbebas dari keinginan dan perwujudan [kemenjadian] ini Saya sebut 'brahmana'. 416

35. Ia yang telah membuang ikatan manusiawi ataupun surgawi; ia yang terbebas dari segala jenis ikatan ini Saya sebut 'brahmana'. 417

36. Ia yang telah membuang kecintaan dan ketakcintaan, yang telah dingin, tanpa noda batin terpendam, yang pemberani dan telah menaklukkan seluruh dunia [kelompok kehidupan]; Saya sebut 'brahmana'. 418

37. Ia yang mengetahui dengan jelas kelahiran dan kematian makhluk hidup, yang takmelekat, yang telah pergi dengan baik, yang telah meraih Pencerahan; Saya sebut 'brahmana'. 419 More

http://www

38. Barangsiapa yang jalan kepergiannya tidak dapat dilacak oleh manusia, gandhabba maupun dewata, yang terbebas dari noda batin, yang telah menjadi orang suci (Arahanta); ia Saya sebut 'brahmana'. 420

39. Ia yang tak mencemasi apa yang lampau, mendatang dan sekarang; ia yang terbebas dari kecemasan dan kemelekatan ini Saya sebut 'brahmana'. 421

40. Ia yang perkasa, mulia, pemberani, pencari kebajikan tertinggi, penakluk, terbebas dari keinginan, suci, dan telah meraih Pencerahan; Saya sebut 'brahmana'. 422

41. Ia yang mengetahui kehidupan lampaunya, yang melihat surga dan alam-alam rendah, yang mencapai akhir kehidupan [tak akan terlahirkan lagi], yang melalui kewaskitaan menjadi orang suci, dan yang telah menunaikan seluruh tugasnya [kehidupan suci]; Saya sebut 'brahmana'.

www.walubi.or.id/parita/dmp.shtml
Back

423

Anda mungkin juga menyukai