Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
NURUL AISYAH (D61111268)
RISMA (D61111005)
ANDI AZIZAH F. (D61111007) ALWAKIAH (D61111256)
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sedemikian cepat,
membuat manusia terlena. Disadari atau tidak secara tidak langsung, para kaum Nasrani dan Yahudi mengubah pola perang mereka, dari fisik menjadi pemikiran. Dan tidak sedikit terjadi waktu sholat/ibadah terbuang karena ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan bila manusia telah jauh dari Iman, dari islam dan Tuhannya, ilmu yang ia miliki tidak akan memberi manfaat, malah dapat menjadi penghambat atau menimbulkan kerusakan. Oleh sebab itu sebagai insan cendikia yang bernafaskan islam, sudah selayaknya dalam menuntut ilmu dan mengikuti perkembangan teknologi, hendaknya juga dilandasi oleh iman, dan secara cerdik memanfaatkan saluran informasi dan teknologi itu untuk menghadapi perlawanan terselubung kaum Nasrani dan Yahudi. Sudah seharusnya kaum muslimin mengendalikan teknologi untuk kebaikan bukan menjadi budak teknologi sehingga dapat menghadapi Ghozwul Fikri (perang pemikiran).
-Prof. Dr. Ashley Montagu, guru besar antropologi di Rutgers University menyimpulkan: Science is a systematized knowledge derived from observation, study and experimentation carried on order to determine the nature of principles of what being studied (ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari). -Driver dan Bel, pakar konstruktivis, mengatakan bahwa ilmu pengetahuan bukan hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas
Sumber Pengetahuan
Pembahasan tentang sumber pengetahuan, sebenarnya merupakan
turunan dari pengertian pengetahuan itu sendiri. Artinya, jika pengetahuan Barat bersifat rasional-empiris, maka empirisme dan rasionalisme dianggap sebagai sumber pengetahuan yang absah dalam pandangan mereka. Empirisme adalah pengetahuan yang diperoleh dengan perantaraan panca indera. Paham empirisme berpendirian bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman. Dalam hal ini akal tidak berfungsi banyak, kalau ada, itu pun sebatas ide yang kabur, karena akal baru bisa bekerja dengan bantuan pengalaman. Sedangkan rasionalisme merupakan kebalikan dari empirisme. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Akal memang membutuhkan bantuan panca indera untuk memperoleh data dari alam nyata, tetapi hanya akal yang mampu menghubungkan data ini satu sama lainnya, sehingga terbentuklah pengetahuan.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah pengetahuan yang benar itu bisa dilihat dari dua hal, yaitu kesesuaiannya dengan realitas atau fakta yang ada dan kesesuaiannya dengan akal manusia yang bersifat subyektif. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran pengetahuan dalam perspektif Barat bersifat relatif, karena pengetahuan akan berkembang terus-menerus dan pengetahuan yang lama akan digugurkan oleh pengetahuan yang baru.
ilmu yang pertama adalah wahyu Allah. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! Dan juga dijelaskan dalam surat Ar-Rahman ayat 1 dan 2 bahwa Al-Quran adalah suatu ilmu.(Tuhan ) Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran.. Dan yang dimaksud ilmu dalam Al-Quran adalah rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah.yang diberikan kepada manusia baik melalui rasu-Nya ataupun langsung kepada manusia yang menghendakinya tentang alam semesta sebagi ciptaan Allah yang bergantung menurut ketentuan dan kepastian-Nya.
Katakanlah:Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfat tanda kekuasaan Allah dan asul-rasul yang memberi peringatan bagi orangorang yang tidak beriman Thaahaa:114 Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katkanlah:Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku Ilmu Pengetahuan
Menurut aliran ini sumber ilmu adalah akal melalui deduksi ketat seraya mengabaikan pengalaman. Hal ini, menurut mereka, karena ilmu adalah sesuatu yang sudah built in dalam jiwa manusia dan tugas kita adalah mencapainya melalui deduksi. Karenanya, ilmu yang dihasilkan oleh aliran ini biasanya dianggap bersifat universal.
Empirisisme
seluruh isi pemikiran manusia berasal dari pengalaman, yang kemudian diistilahkan dengan persepsi. Persepsi, kemudian, dibagi menjadi dua macam, yaitu kesan-kesan (impressions) dan gagasan (ideas). Yang pertama adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara langsung, sifatnya kuat dan hidup. Yang kemudian adalah persepsi yang berisi gambaran kabur tentang kesan-kesan. Derivasi ilmiah yang diakui oleh aliran ini adalah induksi terhadap fakta-fakta empiris. Tapi hal ini tidak berarti mereka mengklaim univesalitas induksi. Alih-alih, mereka justru menekankan keterbatasan induksi yang hal ini berarti mereka menolak generalisasi.
Kritisisme
Berbeda dengan aliran filsafat sebelumnya yang memusatkan perhatian pada objek penelitian, melainkan dengan memikirkan manusia sebagai subjek yang berpikir. Dengan demikian fokus perhatian aliran ini adalah pada penyelidikan rasio manusia dan batas-batasnya. Intuisionisme menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui penghayatan langsung lebih superior dan sempurna. Secara epistemologis, pengetahuan melalui intuisi ini diperoleh melaui perasaan langsung (dzawq) mengenai hakikat sebuah objek, bukan aspek lahiriah dari objek itu.
Perspektif Islam
Berlawanan dengan pandangan filsafat dan sains modern, dalam Islam, ilmu berasal dari Tuhan dan diperoleh melalui indera yang sehat, berita yang benar (khabar shadiq) berdasar otoritas, akal sehat, dan intuisi. Indera yang sehat merujuk pada persepsi dan observasi, yang, hal ini, mencakup panca indera luar dan panca indera dalam. Akal sehat yang dimaksud disini tidaklah terbatas pada elemen-elemen sensibel saja; atau fakultas mental yang mensistematisasi dan menafsirkan fakta dari pengalaman inderawi menurut susunan logis; atau fakultas yang memahami data dari pengalaman inderawi; atau yang mengabstraksi fakta dan data inderawi serta hubungannya; dan yang mengatur itu semua menjadi sesuatu yang bisa dipahami. Akal sehat adalah semua hal diatas yang berfungsi secara harmonis dan tidak bertentangan. Akal (intellect) adalah substansi spiritual yang inheren dengan organ spiritual yang kita sebut hati, yang berfungsi menerima pengetahuan intuitif. Dengan demikian akal dan intuisi saling berhubungan
Paradigma Sekuler
Kaum sekuler memandang hubungan agama dan IPTEK adalah merupakan hal yang terpisah satu sama lain. Dalam pandangan ideologi sekularisme Barat, Agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din an al-hayah). Dalam pandangan ini kedudukan agama tidak dinafikan eksistensinya, akan tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan Tuhannya. Dalam artian bahwa peran agama sesungguhnya tidak mengatur kehidupan umum/publik. Agama hanya berkaitan dengan sesuatu yang terpisah dari kepentingan dunia. Paradigma Sekuler menegaskan bahwa agama dan IPTEK tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).
Paradigma Sosialis
Kaum sosialis dalam melihat hubungan agama dan IPTEK sedikit lebih ekstrim dari pandangan Sekuler. Jika Pada Sekuler tidak menafikan peran agama, pada kaum sisialis tidak demikian. Kaum sosialis memandang hubungan agama dan IPTEK mendudukan peran agama sama sekali di tiadakan. Dalam urusan pengetahuan sosialis menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan IPTEK. IPTEK bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma sosialis ini mirip dengan paradigma sekuler, tapi siftnya lebih ekstrem. Jika paham sekuler mengnaggap agama berfungsi secara sekularistik, dimana tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia dengan Tuhan. Sementara paham sosialis memandang agama kedudukannya secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan manusia.
Paradigma Islam
Pandangan tentang hubungan agama dan IPTEK berbeda dalam sudut pandang Islam. Sebagai agama yang universal hubungan Agama dan IPTEK adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam adalah yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001). Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya) : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (QS Al-alAlaq [96] : Dalam konsep ajaran Islam, dipahami bahwa tanpa Ilmu pengetahuan, maka seseoran tidak akan dapat memeiliki ke-imanan. Iman akan lahir dari pengenalan, pemahaman, yang kemudian menumbuhkan keyakinan. Tidak ada Iman tanpa Ilmu. Dengan demikian kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam sIlam menempati posisi tertinggi.
Ketika menafsirkan ayat "Katakanlah, inilah jalanku, menyeru menuju Allah di atas keterangan, aku dan orang yang mengikutiku ..." (QS 12:108), Ibnu Katsir menulis: "Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya s.a.w. agar menyampaikan kepada manusia bahwa inilah jalan hidupnya, perilakunya, dan sunnahnya; yaitu mengajak kepada kesaksian bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah yang Esa, dan Dia tidak berserikat, mengajak kepada Allah, berdasarkan keterangan, keyakinan dan bukti. Begitu pula, setiap orang yang mengkuti Nabi harus menyeru seperti seruan Rasulullah saw berdasarkan keterangan, keyakinan, bukti 'aqli dan syar'i. "
Islam
mengingatkan kepada orang-orang berilmu untuk menyampaikan kebenaran, melanjutkan khitthah para rasul, "supaya mereka memberikan peringatan kepada kaumnya ketika mereka kembali kepadanya, mudah-mudahan mereka dapat memelihara dirinya (dari kejahatan)" (QS 9:122); "Dan ( ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari orang yang diberi kitab untuk menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannnya "(QS 3:187);" Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, dan barangsiapa menyembunyikannya, berdosalah hatinya. "(QS 2:283). Ilmuwan Muslim memperoleh ilmunya dengan mempergunakan sumber daya masyarakat Muslim. Mungkin ia mempelajari dengan biaya keluarganya yang Muslim, mungkin ia diongkosi pemerintah dengan menyisihkan program lain yang diperlukan masyarakat Muslim. Tanggungjawab ilmuwan kepada masyarakat, lahir sebagai konsekuensi di atas. Ilmu bukan lagi urusan pribadi, tetapi juga urusan sosial. Karena itu, hanya ilmuwan "robot" yang hati nuraninya tidak terusik untuk membaktikan ilmunya bagi peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Hanya ilmuwan "menara gading" yang terbenam di laboratorium, dan melepaskan masyarakat di sekitarnya
Kewajiban
Alquran menyebut dua kewajiban intelektual Muslim: memenuhi janji Allah dan menghubungkan apa yang Allah perintahkan untuk menyambungkannya. Perjanjian Allah ini disebut sebagai mitsaq. Seorang intelektual harus memilih komitmen-nya, keterikatan pada nilai-nilai; seorang intelektual Muslim adalah ia yang memilih untuk committed dengan nilai-nilai Islam. Memenuhi mitsaq berarti tetap setia pada komitmen yang telah dipilihnya. Menghubungkan apa yang diperintahkan Allah, meliputi segala hal, dan bukan hanya silaturrahim.
Terima kasih