Anda di halaman 1dari 5

Ancaman eceng gondok

Apakah eceng gondok adalah ancaman? Itu mungkin masih akan memicu perdebatan, namun setidaknya jenis gulma satu ini memang pernah menjadi ancaman di Danau Kerinci. Bagaimana tidak bila hampir dua pertiga bagian danau sampai tertutup olehnya, dan efeknya terasa langsung oleh masyarakat sekitar dimana tangkapan ikan yang pada tahun 1960 volumenya sampai 780 ton merosot jauh hingga pada tahun 1976 hanya tinggal sepertiganya. Eichhornia crassipes (dengan nama ilmu pengetahuan mengenalnya) pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai.

Kerajaan: Plantae Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Genus: Spesies: Magnoliophyta Liliopsida Commelinales Pontederiaceae Eichhornia Eichhornia crassipes

Keberadaannya di Indonesia pada awal mula adalah karena didatangkan untuk jadi hiasan, tapi kemudian berubah jadi hama karena pertumbuhannya yang cepat dalam kerapatan yang sangat padat. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama

yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium. Tumbuhan ini dapat mentolerir perubahan yang ektrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Hidupnya mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah dengan tinggi sekitar 0,4 0,8 meter. Eceng gondok tidak mempunyai batang sementara daunnya tunggal dan berbentuk oval dengan bagian ujung dan pangkal yang meruncing, pangkal tangkai daunnya menggelembung sedangkan permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir dan kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak berruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Tidak diketahui sejak kapan dan bagaimana tumbuhan ini bisa ada di Kerinci, namun sejak kedatangannya banyak sekali akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok baik secara langsung seperti berkurangnya tangkapan ikan yang disebutkan diatas maupun akibat yang tidak langsung. Daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat meningkatkan evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman) dan ini juga otomatis mengakibatkan menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens). Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati sekalipun juga masih akan menimbulkan masalah, karena ia akan turun ke bagian dasar sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan ini tentu saja akan mengganggu lalu lintas (transportasi) air.

Dikatakan juga bahwa keberadaan eceng gondok memicu meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. Selain itu ia juga menurunkan nilai estetika lingkungan perairan, okelah ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bunganya yang berwarna ungu terbilang indah namun bila sudah pernah melihatnya dalam jumlah besar sehingga mampu menutupi 2/3 Danau Kerinci yang seluas 4.200 hektar maka anda akan setuju dengan pendapat ini. Banyaknya efek negatif inilah yang membuat pemda dan masyarakat kerinci menguji coba berbagai cara untuk memberantasnya, mulai dari pengangkatan hingga penyemprotan dengan herbisida, namun si eceng benar-benar membuat gondok. Selain usaha pemberantasan, dikenalkan juga-juga berbagai bentuk

pemanfaatan yang lagi-lagi tidak berpengaruh banyak karena kecepatan pertumbuhannya jauh diatas kemampuan masyarakat mengolah. Upaya pengendalian eceng gondok secara biologi dimulai tahun 1995 ketika Pemda Kabupaten Kerinci bekerja sama dengan Dinas Perikanan Provinsi Jambi, Puslitbang Limologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Fakultas Perikanan IPB mulai tahun 1995 melakukan program manipulasi biologi menggunakan ikan grass carp/koan (Clenophoryingodon idella) yang berasal dari daratan Cina.

Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan gulma di permukaan air hilang, daunnya menyentuh permukaan air sehingga terjadi dekomposisi dan kemudian dimakan ikan. Ikan koan ini merupakan hewan pemangsa tanaman air (herbivora) dan dianggap bakal mudah beradaptasi di Indonesia karena masih kerabat dekat ikan mas sehingga bisa dikonsumsi, beberapa negara Afrika juga sudah membuktikan keampuhan ikan ini. Langkah pengamanan tetap dilakukan untuk mencegah masuknya bakteri dan penyakit yang mungkin terbawa, untuk itu bibit ikan dari Cina dikembangbiakkan dulu dalam kolam Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukabumi (Jawa Barat). Setelah dinyatakan bersih, barulah ikan tersebut dikirim ke Kerinci. Sebelum betul-betul ditugasi, lima ribu benih ikan ini menjalani uji terakhir di kolam milik Dinas Perikanan Kerinci. Sukses di tingkat percobaan, pada tahun 1994 disebarlah 48 ribu benih ikan koan ke Danau Kerinci. Diperkirakan, untuk membersihkan danau yang luasnya 100 kali kompleks MPR/DPR dan punya kedalaman 110 meter ini diperlukan 2 juta benih ikan koan. Nyatanya, dengan 48.500 ekor ikan koan saja, di tahun 1997 permukaan danau sudah terlihat bersih dengan eceng gondok tinggal hanya 5 persen saja.

Manfaat eceng gondok


Setiap makhluk punya manfaat, hukum ini juga berlaku pada tumbuhan yang menjadi bahasan kita sekarang. Pemanfaatan eceng gondok yang sudah banyak ditemui misalnya sebagai bahan pembuatan kertas, kompos, biogas, perabotan, kerajinan tangan, maupun sebagai media pertumbuhan bagi jamur merang. Contoh pemanfaatan tadi biarlah ditunda dulu untuk dibahas dalam sesi tersendiri bila waktunya nanti, karena banyak bahan yang perlu dikumpulkan untuk

keperluan tersebut agar lebih valid dan mendalam. Kali kita lanjutkan dulu dengan manfaat alami eceng gondok sebagai tumbuhan.

Pembersih polutan logam berat


Penelitian daya serap eceng gondok sudah dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dimana terbukti penurunan kadar logam Fe menurun 3,177 ppm (65,45 persen) untuk tiap rumpun eceng gondok dalam 7 hari. Demikian pula pengujian pada timbal (Pb) di tahun 2000 dimana satu rumpun eceng gondok pada hari ke-7 mampu menurunkan kadarnya 5,167 ppm (96,4 persen). Sebelumnya Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan bahwa dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni) masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga mampu menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen. Selain logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida.

Penyerap bahan organik


Kecepatan penyerapan zat pencemar dari dalam air limbah oleh eceng gondok dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya komposisi dan kadar zat yang terkandung dalam air limbah, kerapatan eceng gondok, dan waktu tinggal eceng gondok dalam air limbah. Dari hasil percobaan laboratorium diperoleh simpulan, kecepatan penyerapan Nitrogen (N2) yang maksimal dipengaruhi oleh kerapatan tanaman, sedangkan kecepatan penyerapan Phosphat (P) tidak saja dipengaruhi oleh kandungan Phosphat di dalam air dan kerapatan eceng gondok, tetapi dipengaruhi pula oleh kadar Posphat dalam jaringan. Faktor penunjuk lainya yang mempengaruhi penyerapan senyawa Nitrogen dan Phosphat adalah waktu detensi zat tersebut di dalam limbah yang ditumbuhi oleh eceng gondok. Ada pun penurunan terbesar kadar Ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3) pada percobaan dengan kadar tertinggi diperoleh setelah 35 hari. Penyerapan kadar Phosphat dalam bentuk OrthoFosfat (PO43-) adalah sekira 80,150, dan 250 mg dari masing-masing perlakuan yang mengandung 50 mg/I, 100 mg/I, dan 250 mg/l. Besarnya kandungan suatu zat di dalam air limbah akan memengaruhi peningkatan biomassa tanaman. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kandungan unsur hara yang berlebihan di dalam air limbah dapat menimbulkan

keracunan organ eceng gondok, contohnya gejala keracunan bila kadar Nitrogen di dalam media mencapai 6,525 mg/l.

Anda mungkin juga menyukai