Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

Sirosis hati (SH) adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kollaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1 Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di AS dan bertanggungjawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.2 Skor Child Pugh merupakan suatu skor untuk menilai cadangan fungsi hati pada penderita sirosis hati, yang dipublikasikan oleh Child (1964). Pada awalnya skor ini direncanakan untuk menstratifikasi pasien yang masuk kedalam kelompok resiko sebelum menjalani operasi pemintasan. Dan sekarang ini digunakan sebagai kriteria baku menilai keparahan penyakit hati, prognosa sirosis hati dan pembuatan daftar pasien yang akan menjalani transplantasi hati (Child Pugh B).1,2 Variabel penting yang digunakan, ada 5 jenis yaitu kadar serum bilirubin, serum albumin, ascites, gangguan neurologis dan status nutrisi. Kemudian Pugh dkk (1973)

Universitas Sumatera Utara

memodifikasi kriteria Child, dimana variabel status nutrisi pada kriteria sebelumnya digantikan dengan waktu protrombin. Untuk kadar albumin, Pugh memberikan batasan terendah 2,8 mg/dL dimana pada kriteria Child batasan terendahnya 3 mg/dL. Selanjutnya kriteria tersebut dikenal dengan modifikasi Child Pugh (CP). Kelima variabel masing-masing diberi skor 1, 2 dan 3 berturut-turut sehingga jumlah skor antara 5-15 dan jumlah skor ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C, yakni CP A dengan skor 5-6, CP B dengan skor 7-9 dan CP C dengan skor total 10-15.1,2 Pada penyakit hati kronis, seperti SH dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien SH mengalami resistensi insulin,dimana sekitar 60-80% adalah intoleransi glukosa, dan selanjutnya 20% berkembang menjadi Diabetes Mellitus (DM). Pada pasien SH dilaporkan bahwa hiperinsulinemia kronis menyebabkan resistensi insulin. Namun mekanisme penyebab gangguan ini masih belum diketahui secara benar.3 Laporan lain menunjukkan bahwa resistin pada manusia secara langsung berkorelasi dengan insulin plasma puasa ,indeks HOMA IR , dan berkorelasi secara negatif dengan sensitifitas insulin.Resistin atau ADSF-FIZZ3 (Adipocyte-Specific Secretory Factor) merupakan hormon yang disintesis dan yang dilepaskan dari jaringan adipose Juga dikenal sebagai faktor

sekresi adiposit yang kaya akan serine atau cysteine, panjang pre-peptida resistin pada manusia adalah 108 asamamino (pada tikus 114 aa); dengan berat molekul -12,5 kDa . Diantara hormon yang disintesa dan dirilis dari jaringan adiposa (adiponectin, angiotensin, estradiol, IL-6, leptin, PAI-1, TNF-, dan resistin juga dikenal dengan

Universitas Sumatera Utara

ADSF atau FIZZ3), resistin adalah adypocytokin yang fisiologisnya masih kontroversi dengan penyakit obesitas dan DM tipe 24,5,6. Banyak dari hipotesa yang dibuat tentang peranan resistin dalam metabolisme

karbohidrat. DM tipe 2 dapat diturunkan, dimana dari penelitian menunjukkan korelasi yang kuat antara resistin dan obesitas. Yang mendasari keyakinan dikalangan mereka yang mendukung teori ini adalah bahwa tingkat resistin serumakan meningkat dengan meningkatnya adiposity, Secara khusus , obesitas sentral (lingkar pinggang jaringan adiposa )tampaknya menjadi bagian paling penting dari jaringan adiposa yang memberikan kontribusi untuk meningkatkan kadar serum resistin . kenyataan ini menerangkan dengan baik hubungan antara pusat obesitas dan resistensi

insulin,dimana ini merupakan kekhasan DM tipe 27,8. Walaupun tampaknya kadar resistin meningkat pada obesitas, apakah kita dapat menyimpulkan bahwa kenaikan serum resistin memp engaruhi resistensi insulin yang berkorelasi secara nyata dengan peningkatan adiposity? Banyak peneliti dalam studi masing-masing telah menunjukkan bahwa ini memang terjadi dengan menemukan korelasi positif antara kadar resistin dan resistensi insulin.28,9
,30,31

Penemuan ini

dikonfirmasi dengan penelitian lebih lanjut yang dikonfirmasikan dengan korelasi langsung antara kadar resistin dan subjek dengan DM tipe 2.5,9,10,11,12 Studi yang dilakukan oleh Kakizaki dkk, mendapatkan bahwa kadar resistin plasma tinggi pada pasien SH dibandingkan normal 7,61 6.70 ng/ml vs 3.38 1,68 ng/ml (P< 0,01), peningkatan kadar ini meningkat sejalan dengan tingkat keparahan SH. Adiponectin dan HOMA-IR (homeostatis model assesment insulin index) meningkat secara signifikan pada pasien Sirosis Hati dibandingkan normal. Sebaliknya, sensitivitas

Universitas Sumatera Utara

insulin menurun secara signifikan pada pasien Sirosis Hati.5 Studi lain yang dilakukan oleh Komatsu T. dkk bahwa nilai HOMA-IR dinyatakan positif apabila HOMA-IR 2,5.1

Dari berbagai keterangan diatas kemungkinan didapatkan hubungan antara SH dan kadar resistin plasma, namun sejauh ini penelitian tentang resistin, khususnya pada pasien SH belum banyak dipublikasikan di Indonesia dan belum pernah dilakukan di Medan. Tulisan ini akan membahas mengenai hubungan kadar resistin plasma dengan resistensi insulin pada penderita sirosis hati.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai