Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses produktivitas masyarakat. Seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Untuk itu polisi lalu lintas juga mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan bahasan Polri di masa depan (yang telah dibahas di atas). Para petugas kepolisian pada tingkat pelaksana menindaklanjuti kebijakankebijakan pimpinan terutama yang berkaitan dengan pelayanan di bidang SIM, STNK, BPKB dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang digagas oleh Departemen Perhubungan, dibuat agar penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai harapan masyarakat, sejalan dengan kondisi dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini, serta harmoni dengan Undang-undang lainnya. Yang lebih penting dari hal tersebut adalah bagaimana kita dapat menjawab dan menjalankan amanah yang tertuang didalamnya. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 2e dinyatakan : bahwa tugas pokok dan fungsi Polri dalam hal penyelenggaraan lalu lintas sebagai suatu urusan pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakkan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas.

Namun kebanyakan dari praktek lapangan yg dilakukan, fakta sosial berkata lain. Banyak dari oknum-oknum kepolisian yg memanfaatkan wewenang yg ada untuk mendapatkan suatu keuntungan dari para masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran yg dilakukan masyarakat sebenarnya hanyalah sebuah pelanggaran yg dibuat oleh oknum

kepolisian tertentu. Dari kebanyakan praktek lapangan yg telah dilakukan oleh aparat kepolisian, ternyata terdapat praktek-praktek yg tidak sesuai dengan prosedur yg telah ditetapkan oleh peraturan kepolisian yg ada. Banyak dari oknum-oknum polisi yg mengadakan pungli pada masyarakat dengan cara-cara tertentu. Birokrat-birokrat yg ada di dalam kepolisian pun ikut andil dalam ketidaksesuaian praktek lapangan yg dilakukan oleh polisi. Seperti halnya penilangan yg tanpa alasan dan pembuatan SIM yg mahal, padahal seharusnya sangat murah.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembuatan SIM Di Indonesia, Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1) UU No.22 Tahun 2009).

Peraturan perundang-undangan terbaru adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. UU No. 14 Tahun 1992 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 yang menjelaskan UU No. 14 Tahun 1992 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009.

Dalam pembuatan SIM, terdapat beberapa prosedur yg harus dilakukan dan biaya yg harus dikeluarkan, prosedur dan biaya tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tes kesehatan: Rp 20.000 2. Pembelian formulir: Rp 75.000 3. Pembelian asuransi: Rp 30.000 4. Tes tertulis: gratis 5. Tes praktik: Rp 5.000 sampai Rp 10.000 6. Foto dan tanda tangan: gratis

Dari prosedur-prosedur yg ada diatas, ternyata dalam praktek lapangan yg dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yg ada. Para oknum kepolisian, khususnya kepolisian Ditlantas, memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan pungutan-pungutan liar yg sebenarnya tidak dibenarkan. Bentuk pungutuan yg ada pada pembuatan SIM ini adalah berupa mempermudah ujian saat membua SIM namun pembayarannya sangat mahal, dari yg hanya sekitar 130rb

menjadi sekitar 550rb. Oknum polisi yg melakukan pungutan liar ini ternyata juga ada yg bekerja sama dengan para calo-calo pembuatan SIM ini.

B. Bukti Pelanggaran (Tilang) Lalu Lintas

Bukti pelanggaran disingkat tilang adalah denda yang dikenakan oleh Polisi kepada pengguna jalan yang melanggar peraturan. Polisi yang memberhentikan pelanggar wajib menyapa dengan sopan serta menunjukan jati diri dengan jelas. Polisi harus menerangkan dengan jelas kepada pelanggar apa kesalahan yang terjadi, pasal berapa yang telah dilanggar dan tabel berisi jumlah denda yang harus dibayar oleh pelanggar.

Pelanggar dapat memilih untuk menerima kesalahan dan memilih untuk menerima slip biru, kemudian membayar denda di BRI tempat kejadian dan mengambil dokumen yang ditahan di Polsek tempat kejadian, atau menolak kesalahan yang didakwakan dan meminta sidang pengadilan serta menerima slip merah. Pengadilan kemudian yang akan memutuskan apakah pelanggar bersalah atau tidak, dengan mendengarkan keterangan dari polisi bersangkutan dan pelanggar dalam persidangan di kehakiman setempat, pada waktu yang telah ditentukan (biasanya 5 sampai 10 hari kerja dari tanggal pelanggaran).

Namun ada sebagian pelanggar peraturan memilih untuk menyuap polisi dengan uang berlipat-lipat dari denda yang akan dijatuhkan karena adanya anggapan bahwa mengurus tilang itu sangatlah sulit. Bila penyuapan ini terbukti maka bisa membuat polisi dan penyuap dihukum penjara karena menyuap polisi/pegawai negeri adalah sebuah perbuatan melanggar hukum. Tidak hanya dari pelanggar yg menawarkan uang berlipat pada polisi, ternyata ada polisi yg juga langsung menawarkan kepada si pelanggar kemudahan agar tidak mengurus surat-surat tilang yg sangat sulit.

C. Sesi Wawancara Narasumber C.1 Polisi Salah satu petugas polisi lalu lintas yg kami wawancarai adalah Pak Daryanto (39), saat kami wawancarai, dia sedang bertugas di daerah Juanda, Jakarta Pusat. Hal yg pertama kami tanyakan adalah tentang lalu lintas, kami menanyakan apakah dia pernah menilang seseorang atau tidak, lalu dia menajawab pernah. Orang yg dia tilang tersebut katanya telah melanggar beberapa peraturan lalu lintas, seperti tidak menyalakan lampu dan tidak

membawa STNK kendaraannya. Lalu kami bertanya pada beliau, hal apa saja yg dilakukan ketika beliau sedang menilang seseorang, kemudian dia menjawab bahwa hal yg pertama beliau lakukan adalah memberhentikan kendaraan tersebut dan bertanya mengapa dia tidak menyalakan lampu jika pelanggaran yg dilakukan adalah tidak menyalakan lampu ketika berkendara. Kemudian dia menanyakan kelengkapan surat-surat kendaraan tersebut. Namun ketika kami bertanya tentang adanya indikasi bahwa terdapat pungutan liar yg dilakukan polisi ketika melakukan penilangan, dia menjawab bahwa itu hanyalah perbuatan oknumoknum yg tidak bertanggung jawab. Dia pun mengaku bahwa dia tidak pernah melakukan pungutan liar seperti itu kepada pelanggar yg dia tilang. Kami pun juga bertanya tentang beberapa masalah tentang pembuatan SIM, terkait adanya para anggota Samsat yg memanfaatkan kesempatan pembuatan SIM ini untuk mencari keuntungan. Beliau berkata bahwa tidak ada indikasi-indikasi seperti itu, mungkin itu hanyalah calo-calo yg tidak bertanggung jawab. C.2 Mahasiswi UNJ Kami mewawancarai salah satu mahasiswa yang pernah di tilang oleh polisi. Narasumber kami bernama Desi Pratama Sari mahasiswi Pendidikan Sosiologi Non Reguler 2011. Ia pernah ditilang di daerah sekitar UNJ saat itu secara tampilan luar seperti spion, helm dan sebagainya lengkap ia pun menyalakan lampu sesuai aturan lalu lintas saat ini. Tapi memang sedang ada razia namun menurutnya polisi itu sudah mengincarnya dan hanya sebagian pengendara yang di berhetikan. Saat itu Desi menanyakan kenapa ia diberhentikan, polisi menjawab karena ada pemeriksaan identitas. Polisi menyuruh Desi menunjukkan surat-surat seperti STNK, SIM dan juga KTP tetapi Desi hanya mengeluarkan STNK dan KTP karena ia tidak memliki SIM. Lalu polisi langsung menawarkan dua pilihan mau sidang atau bayar dua ratus ribu rupiah, tapi polisi itu tidak mengeluarkan surat tilang. Desi pun langsung meyerahkan uang lima belas ribu rupiah tapi polisinya tidak mau, polisinya bilang pinjem uang temenmu dulu saja jika tidak dua ratus ribu terpaksa kamu harus ikut sidang, karena Desi tidak mau berdebat desi pun menambahkan uang kepada polisinya lima belas ribu lagi sehingga jadi tiga puluh ribu rupiah. Setelah itu polisipun mempersilahkan Desi untuk pergi.

C.3 Mahasiswa UNJ Narasumber kami yg ke tiga adalah Nirwan, dia adalah mahasiswa UNJ jurusan Sosiologi angkatan 2007. Kami menanyakan kepada dia tentang pembuatan saat dia membuat surat izin mengemudi atau SIM. Dia mengaku bahwa dia membuat SIM dengan biaya yang mahal. Dia menggunakan calo dalam pembuatan SIM-nya ini, hal ini terpaksa dia lakukan untuk mempercepat pembuatan SIM-nya tersebut. Karena dia tahu jika dia membuat dengan prosedur yg sudah ditentukan oleh Samsat, proses pembuatan akan dibuat secara lam dengan sengaja oleh pihak Samsat tersebut, seperti pengalaman yg dia alami ketika membuat SIM dengan prosedur yg ditentukan Samsat, saat ujian mengemudi dia dinyatakan tidak lulus oleh pihak Samsat, padahal dia sudah benar dalam mengemudikan kendaraan motor tersebut dan harus mengulang kembali dengan membayar ulang biaya tesnya. Dan memang ketidak lulusannya itu ternyata sengaja dilakukan oleh pihak Samsat agar mendapat keuntungan dari biaya tersebut.

BAB III ANALISA 3.1 analisis sosiologi Dari kasus diatas dapat dilihat adanya penyimpangan sosial yang dilakukan baik oleh pihak kepolosian maupun dari masyarakat. Dianggap penyimpangan karena sangat jelas dari kasus diatas memperlihatkan pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku. Kasus ini sebenarnya sudah bukan lagi berita yang tabuh, namun telah menjadi berita yang sudah biasa diketahui banyak oleh banyak orang. Bahkan saat ini hukum sudah sampai diperjualbelikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Dalam menganalisis kasus ini dapat digunakan teori pembelajaran sosiokultural yakni berkaitan dengan proses-proses bagaimana tindakan-tindakan menyimpang dipelajari dan kondisi-kondisi yang memungkinkan orang mempelajari tindakan itu. Teori ini lebih menekankan kelompok dimana orang-orang bergabung dan bagaimana orang orang ini mempelajari norma-norma yang dianut kelompok. Di kasus tadi terjadi pembelajaran penyimpangan yang dilakukan oleh semua pihak baik dari masyarakat maupun dari kepolisian. polisi yang selalu melakukan pungutan liar terhadap beberapa kendaraan itu suatu tindakan yang dimana polisi tersebut melakukannya karena proses pada saat pelatihan, ia selalu memperhatikan polisi-polisi sebelumnya telah melakukan hal-hal seperti itu dan akibatnya kegiatan seperti itu terbawa sampai ia bertugas. Ia mencoba beradaptasi dengan lingkungannya yang menerima penyimpangan tersebut. Di pihak masyarakat, masyarakat mempelajari penyimpangan bahwa pelanggaran yang mereka lakukan saat ber lalu lintas dapat dibayar dengan materi sehingga mereka beranggapan jika mereka memiliki uang mereka tidak takut untuk melanggar hukum. Teori lain yang dapat digunakan adalah teori asosiasi pembedaan yang dimana penyimpangan dapat masuk kedalam kelompok yang bisa menerima penyimpangan tersebut dan tidak dapat masuk ke dalam kelompok yang tidak bisa menerima. Dan masyarakat kita termasuk kedalam kelompok yang bisa menerima penyimpangan tersebut, jika masyarakat kita bisa menolak pembelian hukum tersebut maka tidak akan ada oknum kepolisian yang menyalahgunakan wewenangnya. Namun masyarakat kita menerima penyimpangan tersebut bahkan cenderung menyetujui hal tersebut, masyarakat lebih senang membayar polisi daripada mereka melalui proses siding, masyarakat kita sendiri yang melanggar keadilan atas dirinya sehingga oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkanya.

Anda mungkin juga menyukai