Anda di halaman 1dari 11

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ROSELLA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Multi-drug Resistant Acinetobacter baumannii yang BERPOTENSI SEBAGAI

PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL


Teguh Agam Meutuah1, Zinatul Hayati2, Rinidar3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, 2Staf Pengajar Bagian Penelitian dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, 3Staf Pengajar Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universtas Syiah Kuala
ABSTRAK
1

Infeksi nosokomial masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dimana Acinetobacter baumannii telah menjadi bagian dalam meningkatnya kasus infeksi. Salah satu tanaman yang mempunyai kegunaan sebagain antibakteri adalah Rosela (Hibiscus Sabdariffa Linn). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak etanol mahkota rosela dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acinetobacter baumannii dan berapakah konsentrasi yang paling efektif. Metode penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang dibagi atas 6 kelompok. Kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak etanol rosela 20%, 40%, 60% dan 80%. Sementara itu sebagai kontrol positif menggunakan meropenem 10 g sedangkan sebagai kontrol negatif menggunakan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 1%. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ektrak etanol dalam berbagai konsentrasi mampu menghambat pertumbuhan Acinetobacter baumannii. Setiap konsentrasi menunjukkan diameter daya hambat rata-rata berturut-turut sebesar 16,2 mm, 18,2 mm, 22,2 mm dan 23,6 mm. Sedangkan kontrol positif dan negatif berturut-turut sebesar 10,6 mm dan 5 mm. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi terkecil yaitu 20% dapat dikategorikan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat berdasarkan klasifikasi Davis & Stout. Kata Kunci : Rosela, Acinetobacter baumannii, infeksi nosokomial ABSTRACT Nosocomial infections are still a big problems in medical world nowdays. Acinetobacter baumannii takes apart of infection cases increasing. One of useful plants that has antibacterial activities is rosella (Hibiscus Sabdariffa Linn). The goals of this experiment are to know that the ethanol extract of rosela petals has antibacterial activities against bacteria Acinetobacter baumannii and which one of concentrations that has most effective effects so an experiment using complete random design methode, with 6 groups has been done. There were four different concentrations of rosela petals in 20%, 40%, 60% and 80%. Which meropenem 10 g used as positive control groups and Carboxymethyl Cellulose (CMC) 1% used as negative control groups. Results showed the ethanol extract of rosela petals has antibacterial activities against Acinetobacter baumannii. Each concentration showed average resistance diameters 16,2 mm, 18,2 mm, 22,2 mm and 23,6 mm. At the same time positive control groups showed 10,6 mm and 5 mm for negative control groups. So it could be concluded that the concentration in 20% as the most minimal ethanol extract of rosela petals concentration has strong antibacterial activeities based on Davis & Stout classifications. Keywords: Rosela, Acinetobacter baumannii, Nosocomial Infections.

PENDAHULUAN Infeksi nosokomial saat ini masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan terjadi pada 5% dari seluruh perawatan di rumah sakit. Tingkat kejadian infeksi adalah 5 per 1000 pasien perhari (Nguyen, 2009). Selain itu infeksi nosokomial ini telah menjadi isu sentral disebabkan terjadinya peningkatan kasus resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial adalah Acinetobacter, infeksi bakteri ini telah lama menjadi masalah klinis di negara-negara tropis dan menjadi wabah di rumah sakit di daerah beriklim sedang. Paling mengkhawatirkan adalah kemampuan organisme tersebut untuk mengakumulasi beragam mekanisme perlawanan, munculnya strain yang resisten terhadap semua antibiotik tersedia secara komersial, dan kurangnya agen antimikroba baru dalam pengembangan. Menurut CDC infeksi yang disebabkan Acinetobacter, sp ini sekitar 80% adalah bakteri Acinetobacter baumannii (Munoz-Price and Weinstein, 2008). Acinetobacter baumannii adalah jenis bakteri patogen yang bersifat aerobik gram-negatif kokus-basil yang lazim ditemukan di alam. Organisme ini biasanya komensal, tetapi mereka muncul sebagai patogen oportunistik yang menyebabkan berbagai infeksi serius pada manusia, terutama pasien dengan kekebalan rendah. Infeksi Acinetobacter baumannii sering terlibat dalam berbagai infeksi nosokomial dan sekarang ini menjadi perhatian utama karena kemampuannya yang dapat berkembang dengan cepat ke arah multidrugs resistance (Go, et al., 1995; Bergogne-Berezin dan Towner, 1995 dalam Villers, at al., 2008). Berdasarkan uji sensitivitas yang dilakukan di beberapa negara terhadap Acinetobacter baumannii dapat diketahui telah terjadi resistensi terhadap beberapa antibiotika antara lain ceftriaxone (90.9%), piperacillin

(90.9%), ceftazidime (84.1%), amikacin (85.2%) and ciprofloxacin (90.9%). Sementara imipenem tetap menunjukkan reaksi yang positif. persentase sensitivitasnya masih sangat tinggi. Begitu pun juga laporan yang didapatkan di beberapa negara seperti Iran, Arab Saudi, Spanyol, dan Turki, imipenem menjadi antimikroba terdepan dalam menunjukkan reaksi terhadap Acinetobacter baumannii. Namun di sejumlah negara tersebut tetap memperlihatkan angka resistensi Acinetobacter baumannii terhadap imipenem yang terus meningkat. Penggunaan obat tradisional masih memegang peranan penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan. Menurut World Health Organization (WHO), 80% penduduk dunia masih memanfaatkan tanaman obat untuk pemeliharaan kesehatan. (Depkes, 2000). Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati (biodersity) terbesar ke dua di dunia setelah Brazil. Banyak tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat secara tradisional untuk mengatasi berbagai penyakit. Penggunaan tanaman ini disebabkan adanya senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, dan terpenoid yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar obat-obatan (Adnan, 1988). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah Bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn). Salah satu khasiat tanaman ini adalah sebagai antibakteri (Widyanto dan Anne, 1999). Telah dilakukan penelitian sebelumnya uji sitotoksik dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol terhadap mahkota rosela. Pada uji aktivitas antibakteri kandungan yang bersifat sebagai antibakteri pada tanaman ini antara lain glikosida, flavonoid, saponin, dan 3 alkaloid. Mahkota rosela memperlihatkan aktivitas antibakteri dengan minimum inhibitory concentration (MIC) 0,300,2-1,300,2 mg/ini terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus stearothermophilus, Micrococcus lute us, Serratia mascences, Clostridium

sporogenes, Escherichia coli, Klabsiella pneumoniae, Bacillus cereus, Pseudomonas fluorescence dengan metode disc-diffusion (Olaleye, 2007 dalam Tirta, 2010). Selain itu pada rosela terdapat kandungan senyawa polyphenol yang memiliki aktivitas anti bakteri secara in vitro dan bekerja dengan cara menghambat protein dan mengganggu fungsi membran sel bakteri (Perez, 1992). Perumusan Masalah 1. Apakah ekstrak etanol mahkota rosela dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acinetobacter baumannii secara invitro? 2. Berapakah konsentrasi ekstrak etanol mahkota rosela yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan Acinetobacter baumannii secara in vitro? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol mahkota rosela dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acinetobacter baumannii secara in vitro 2. Untuk mengetahui apakah konsentrasi ekstrak etanol mahkota rosela yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Acinetobacter baumannii secara in vitro Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah baik kepada masyarakat ataupun bidang ilmu kedokteran tentang khasiat mahkota rosela sebagai antibakteri Acinetobacter baumannii secara in vitro. 2. Memberikan kontribusi ilmu pengetahuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang khasiat mahkota rosela sebagai antibakteri Acinetobacter baumannii secara in vitro.

METODOLOGI Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 kelompok yang dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Setiap pengulangan terdiri dari perlakuan yang menggunakan ekstrak etanol mahkota Rosela dengan konsentrasi 20%, 40%, 65%, dan 80%. Sementara kontrol positif diberikan antibiotik meropenen dan kontrol negatif digunakan CMC 1%. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan padaPoliklinik kandungan dan Kebidanan RSUD dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh selama periode bulan September 2010 - April 2011. Populasi dan Sampel Penelitian ini direncanakan dilakukan bulan Juli 2011 September 2011. Pembuatan ekstrak etanol mahkota rosela dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala (FMIPA Unsyiah). Acinetobacter baumannii diisolasi dari ruang ICU. Isolasi bakteri dan pengujian aktivitas daya hambat ekstrak etanol mahkota Rosela dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Instalasi Patologi Klinik RSUDZA. Instrumen Penelitian Dan Cara Pengumpulan Data Spesimen penelitian terdiri dari: a. Usap peralatan yang digunakan di ruang rawat inap ICU. b. Usap tangan dan hidung tenaga medis c. Usap lantai dan dinding disetiap kamar dan sisi ruangan d. Udara di ruang rawat ICU. e. Usap mobiler ruangan. Spesimen diambil dengan cara memutar swab 360 pada peralatanperalatan yang digunakan, tangan dan hidung dari pasien, dokter dan perawat,

lantai dan dinding ruangan, kemudian dimasukkan dalam media transport steril,diinkubasi selama 18-24 jam dalam inkubator. Pengambilan spesimen yang dari udara dilakukan dengan meletakkan media Blood Agar dan Meuller-Hinton agar di ruangan dan didiamkan selama 30 menit. Kemudian dilakukan isolasi, identifikasi dan sensitivitas bakteri. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan adalah rotary evaporator, beaker glass 250 ini, tabung reaksi, sengkelit (ose), inkubator, autoklaf cawan petri, alat tulis, alat ukur mistar, media pertumbuhan bakteri, gelas ukur, lidi kapas, pipet tes, cakram disk, lampu spritus, dan batang pengaduk. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang diperlukan adalah mahkota Rosela, larutan etanol 96%, aquades, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), media Mueller Hinton, larutan McFarland 0,5, dan media agar darah, aquades, larutan, alkohol, methylene blue, minyak emersi, xylene (xylol), kertas lensa, kertas label, tisu dan aquades. Pembuatan Ekstrak Etanol Mahkota Rosela Mahkota Rosela segar diperoleh dan wilayah Neusu, Banda Aceh, sebanyak 2 kg. Kemudian dicuci bersih, dan tiriskan. Selanjutnya mahkota Rosela dikering anginkan, dihaluskan dan setelah itu dimasukkan ke dalam chamber untuk selanjutnya dimaserasi dengan menggunakan etanol 96% selama 24 jam. Campuran tersebut disaring dan diambil filtratnya. Residu yang dihasilkan dimaserasi kembali. Proses ini di1akukat sebanyak 3 kali sehingga didapatkan larutan yang jernih. Kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental yang selanjutnya akan dilarutkan dengan larutan CMC 0,1% dengan menggunakan rumus V1.M1 = V2.M2

akan didapatkan konsentrasi yang berbeda yaitu ekstrak etanol mahkota Rosela dengan konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa kimia aktif yang terkandung dalam suatu ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia yang dilakukan antara lain adalah uji polifenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim, dan flavonoid. a. Uji Polifenol Ekstrak diteteskan ke atas gelas objek dan ditambahkan larutan FeCl3. hasil positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru-hitam. b. Uji Kuinon Ekstrak diteteskan ke atas gelas objek dan ditambahkan larutan NaOH 2N. hasil positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah. c. Uji Alkaloid Ekstrak ditambahkan klorofom dan asam sulfat secara berurutan dan dikocok larutan didiamkan sampai kloroform dan asam sulfat memisah. Lapisan asam (bagian atas) diteteskan pada pelat tetes dan diuji dengan reagen Wagner (kalium tetraidomerkurat) dan reagen Dragendorif (kalium tetraidobismutat). Hasil positifditandai dengan terbentuknya enthpan cokiat kemerahan pada reagen Dragendorffdan warna cokiat pada reagen Wagner. d. Uji Triterpenoid, Steroid, dan Saponim Ekstrak diuapkan. Ditambah kloroform dan dikocok kuat-kuat. Terbentuknya busa yang stabil selama 30 menit menandakan adanya saponim dalam ekstrak. Ekstrak yang sudah ditambahkan dengan kloroform ditambahkan dengan HCI 2N kemudian disaring. Lapisan atas diuji dengan reagen Liebemann Bucehard. Hasil positif triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah. Sedangkan hasil positif steroid ditandai dengan kemunculan warna hijau-biru.

e. Uji Flavonoid Ekstrak diuji dengan tiga jenis pereaksi yang berbeda yaitu NaOH, asam sulfat pekat, dan MgHC1. Perubahan warna pada masing-masing pereaksi disesuaikan dengan tabel reaksi warna flavonoid. Sterilisasi Alat Semua alat yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan sterilisasi. Tujuan sterilisasi dilakukan agar mematikan semua mikro organisme yang terdapat pada alat. Teknik sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi menggunakan alat autoklaf dengan menggunakan uap air pada suhu 121C selama 15 menit. Pembuatan Media a. Media Nutrient Agar (NA) Media ini berwarna kuning muda yang terdiri dan pepton, ekstrak daging, NaC1 dan agar. Cara pembuatannya adalah serbuk NA ditimbang sebanyak 1 1,2gr kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer di tambah 400 ini aquades, lalu dipanaskan hingga larut dam sterilkan dengan menggunakan autoklaf. b. Media Meuller-Hinton Agar (MHA) Campurkan MHA (Oxoid CM337) dengan Aquades 400 ini dengan cara dipanaskan di atas kompor aduk sambil di rebus. Sterilkan dengan menggunakan autoklafsuhu 12 1C selama 15 menit. Kemudian masukkan dalam bak air sampai suhunya menjadi 45C. Setelah itu tuangkan ke dalam cawan petri secara aseptik dan hindari terbentuknya gelembung udara. Jika sudah menjadi keras lakukan inkubasi pada suhu 35C selama 24 jam. Berikan label pada petri MHA sesuai dengan nama dan tanggal pembuatan lalu masukkan ke dalam kulkas. c. Media Mac Agar Conkey (MAC) Media ini terdiri dari laktosa, garam empedu dan berwarna merah netral. Serbuk MAC di timbang sebanyak 18,9 Gram kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 400 ini aquades lalu panaskan hingga larut. Sterilkan

menggunakan autoklaf pada suhu 12 1C selama 15 menit. Kemudian biarkan dingin sampai suhunya menjadi 45C. Masukkan ke dalam cawan petri yang steril kira-kira 20 menit. Setelah keras dibalikan dan inkubasi pada suhu 35C selama 24 jam. Isolasi Bakteri Sampel yang dalam media transport disapukan pada media Mac Conkey untuk menumbuhkan bakteri Gram negatif Acinetobacter baumannii. Kemudian media tersebut dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37C selama 24 jam. Selanjutnya mikroorganisme yang tumbuh dilakukan identifikasi. Kuman Gram negatif yang tumbuh dilakukan kultur sekunder pada media Mac Conkey dan masing-masing koloni dilakukan identifikasi selanjutnya. Identifikasi Bakteri Bakteri yang tumbuh dalam media di identifikasi secara makroskopis berdasarkan bentuk koloni, warna koloni, permukaannya dan tepiannya kemudian hasil identifikasi tersebut dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk dikelompokkan ke dalam bakteri Gram negatif. a. Pemeriksaan Makroskopis Isolat klinis bakteri Acinetobacter baumannii dibiakkan kembali pada media BA dan MCA. Bakteri yang tumbuh dalam media kemudian dilakukan identifikasi secara makroskopis berdasarkan bentuk koloni, warna koloni, permukaannya, tepiannya dan ada/tidaknya hemolisis pada media BA. Kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk memeriksa kembali bakteri gram positif atau gram negatif. b. Pemeriksaan Mikroskopis Membuat suatu kelompok bakteri dengan sedikit aquades atau salin 0,9% di atas slide (gelas objek) lalu dikeringkan pada suhu kamar dan dipanaskan di atas nyala api 3-4 kali lalu dinginkan. Sediaan diletakkan di atas rak pewarnaan, lalu dituangkan larutan kristal violet di atas sediaan. Kemudian

diamkan selama 1 menit. Sediaan di cud dengan air lalu dituangkan dengan larutan iodine dan didiamkan selama 1 menit lalu di cuci dengan alkohol 96% atau aseton hingga warna violet menghilang dan segera di cuci dengan air. Kemudian sediaan dituangkan larutan safranin. Setelah itu diamkan selama 1 menit lalu dicuci dengan air dan keringkan dengan udara. c. Uji Oksidase Ambil sedikit kertas saring, lalu diteteskan oksidase. Selanjutnya di ambil satu ose bakteri hasil isolate murni dan dicampurkan dengan oksidase yang telah diteteskan tadi. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi jika warna berubah menjadi ungu atau biru maka oksidase positif, tetapi jika warna berubah menjadi merah maka oksidase negatif. d. Uji Biokimia Microbact 24E Siapkan suspensi bakteri dengan cara memasukkan 1-3 koloni bakteri ke dalam 5 ini NaCl 0,9% steril, kemudian setarakan tingkat kekeruhannya dengan McFarland 0,5. Masukkan 4 tetes suspensi ke dalam setiap lubang, kemudian diinokulasikan satu tetes suspensi pada agar MAC maupun agar darah untuk diperiksa kemurnian suspensi. Tambahkan minyak steril ke dalam lubang tes yang dicetak tebal yaitu lubang nomor 1, 2, 3, 20 dan 24. Jangan tambahkan minyak ke dalam lubang nomor 20 untuk bakteri dengan hasil tes oksidase positif. Tutuplah baki dan inkubasi pada suhu 35-37C selama 18-24 jam dan selama 48 jam untuk bakteri dengan hasil tes oksidase positif. Inkubasi juga bersama media kemurnian. Mica ada kontaminasi maka hasil test tidak boleh diinterpretasi. Pembacaan dan interpretasi hasil dilakukan setelah inkubasi 24 jam. Tambahkan satu tetes indole pada lubang nomor 8 dan baca hasil setelah 2 menit. Tambahkan satu tetes reagen Voges-Proskauer VP I dan VP2 pada lubang nomor 10 dan baca hasil setelah 15-30 menit. Tambahkan satu tetes reagen Tryptophan Deaminase Acid (TDA) dan langsung amati. Kemudian

catat hasil di lubang nomor 7 (onitrophenhl d-galactopyranoside atau ONPG). Kemudian tambahkan satu tetes reagen Nitrat A dan Nitrat B. Tunggu selama 5 menit. Jika hasil tes negatif lalu tambahkan zinc. Hasil tes dalam bentuk kode diperiksa dengan menggunakan software untuk menentukan spesies bakteri. e. Penentuan Multidrug-resistant Acinetobacter baumannii Koloni Acinetobacter baumannii pertumbuhan 24 jam diambil dengan ose yang telah dipijarkan lalu disuspensikan ke dalam NaCl 0,9% steril dan disesuaikan tingkat kekeruhannya dengan standar menggunakan alat Spectrofotogram. Selanjutnya diambil suspensi dengan menggunakan kapas lidi steril. Sebarkan secara merata pada permukaan media MHA dan diamkan selama 5 menit. Kemudian letakkan cakram antibiotik tikarsilin-asam kiavulanat (TIM) 10tgr, seftazidim (CAZ) 30gr, sefotaksim (CTX) 30gr, seftriakson (CRO) 30gr, meropenem (MEM) 10gr, gentamisin (CN) 10gr, tobramisin (TUB) 10gr, siprofloksasin (CIP) 5gr dan trimetropinsulfametoksazol (SXT) 25gr di atas permukaan media dan beri sedikit tekanan agar cakram melekat dengan baik. Inkubasi pada suhu 35C selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi selama 18-24 jam, hitung diameter zona hambat yang dihasilkan dengan menggunakan penggaris dan sesuaikan dengan standar tabel CLSI untuk menentukan sensitif, intermediet atau resisten. Pembuatan Suspensi Bakteri menggunakan Spektrofotometer Bakteri Acinetobacter baumannii diambil dari media Mac Conkey atau NA miring dengan menggunakan ose kemudian dimasukkan ke dalam NaCl 0.9% fisiologi steril lalu disetarakan kekeruhannya dengan menggunakan alat penyetara spektrofotometer. Sebelum menilai menggunakan alat tersebut, angka digital yang terdapat pada monitor harus menunjukkan angka 0,000 dan

dipastikan dengan pengujian terhadap NaCl 0,9% fisiologis steril. Ambil suspensi yang telah disediakan dengan menggunakan pipet mikro dimana volume yang diambil harus disesuaikan dengan menseting angka 850 ml pada pipet tersebut. Suspensi dengan jumlah tersebut dimasukkan kedalam wadah khusus dan kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan Spektrofotometer. Hasil yang dapat digunakan bila angka yang ditunjukkan pada monitor berkisar antara 0,80 hingga 0,100. Jika kekeruhannya belum sama maka tambahkan lagi larutan NaC1 0.9% fisiologi steril atau bakteri dari koloni pada suspensi bakteri sehingga mencapai standar yang telah ditentukan.

akan di ukur dengan menggunakan penggaris dalam satuan milimeter.

Parameter
Parameter yang di amati adalah diameter zona hambat yang terbentuk pada tiap cakram masing-masing media dalam ukuran milimeter. Daya antibakteri ekstrak etanol mahkota Rosela terhadap Acinetobacter baumannii dapat di lihat dengan adanya hambatan pertumbuhan bakteri berupa daerah bening (hallo/clear zone). Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap diameter daerah bening dengan menggunakan penggaris dan dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Mahkota Rosela Uji daya hambat dilakukan dengan metode Kirby Bauer (uji difusi cakram agar). Pada penelitian ini digunakan 5 cawan petri berisi media MHA. Setelah itu Acinetobacrer baumannii diinokulasikan ke dalamnya. Suspensi Bakteri Acinetobacter baumannii diambil dengan menggunakan kapas swab steril. Kemudian disawab pada permukaan media melalui tiga arah berbeda hingga merata dan dibiarkan kering selama 15 menit. Selanjutnya, letakkan cakram yang mengandung ekstrak etanol mahkota rosela pada lokasi yang telah di tandai di cawan petri tersebut. Sebelumnya ekstrak etanol mahkota Rosela dilarutkan hingga didapatkan konsentrasi yang diinginkan. Prosedur ini dikerjakan kembali pada seluruh media dengan masing-masing berisi 4 kelompok perlakuan dan 2 kelompok kontrol. Kemudian media tersebut diinkubasikan pada suhu 37C selama 24 jam. Setelah itu dapat dilihat daya hambat ekstrak etanol mahkota Rosela yaitu berupa daerah bening (clear zone) di sekitar cakram. Daerah bening ini merupakan diameter zona hambat yang

Analisa Data Data yang di peroleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara dekskripif dengan melihat besarnya diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Acinetobacter baumannii akibat pemberian ekstrak etanol mahkota rosela. Hasil yang diperoleh dikelompokkan dalam kategori lemah, sedang atau kuat berdasarkan ketentuan Davis & Stout (1971) dibandingkan dengan Greenwood (1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umur Responden Isolasi Mikroorganisme di Ruang ICU Hasil isolasi mikroorganisme dari pasien, peralatan, tenaga kesehatan, mobiler ruangan dan dari udara di Ruang ICU didapatkan beberapa jenis bakteri yang berhasil diisolasi yaitu Staphylococcus aureus sebanyak delapan isolat, Staphylococcus sp. sebanyak 14 isolat, Pesudomonas aerogenosa sebanyak dua isolat dan Acinetobacter baumannii sebanyak satu isolat.

Hasil Reidentifikasi Bakteri Hasil pemeriksaan secara makroskopis, pada media agar darah diperoleh koloni Acinetobacter baumannii yang berwarna abu-abu keputihan serta tidak terdapat reaksi hemolisis, sedangkan pada media agar MacConkey tampak berwarna pink. Koloni Acinetobacter baumannii yang diperoleh berbentuk bulat dengan diameter 2-3 mm, permukaan sedikit cembung dan cenderung basah. Pada pewarnaan Gram yang dilanjutkan dengan pemeriksaan secara mikroskopis tampak bakteri berwarna merah yang menandakan bakteri Gram negatif dengan bentuk batang/basil. Pada uji oksidase dengan menggunakan oxydase strip, tidak tampak perubahan warna menjadi kebiruan maka hasil uji oksidase negatif Pada reidentifikasi bakteri dengan menggunakan Microbact 24E diketahui bahwa isolat bakteri adalah bakteri Acinetobacter baumannii. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Constantiniu et al. (2004), Hartzell et al. (2007) dan Vasanthakumari (2007) tentang morfologi Acinetobacter baumannii bahwa Acinetobacter baumannii adalah bakteri Gram negatif aerob dengan bentuk basil. Pada medium agar koloni Acinetobacter baumannii berukuran 2-3 mm pada pertumbuhan 24 jam dan berbentuk cembung dengan permukaan yang cenderung basah. Sementara itu pada media agar darah koloni Acinetobacter baumannii tidak menunjukkan reaksi hemolisis, tidak menghasilkan pigmen dan berwarna abu-abu keputihan, sedangkan pada media selektif MacConkey koloni Acinetobacter baumannii tampak berwarna pink, serta reaksi negatif pada uji oksidase. Hasil Penentuan Multidrug Resistant Acinetobacter baumannii Hasil uji sensitivitas bakteri Acinetobacter baumannii terhadap 9 jenis antibiotik menunjukkan bahwa

isolat bakteri Acinetobacter baumannii ini telah resisten terhadap semua jenis antibiotik yang dipakai dalam uji sensitivitas berdasarkan CLSI. Distribusi Hasil Ekstraksi Mahkota Rosela Mahkota Rosela kering sebanyak 200 gr dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan dievaporasi pada Jenis Antibiotik
Tikarsilin-asam klavulanat (TIM) 10 gr Seftazidim (CAZ) 30 gr Sefotaksim (CTX) 30 gr Seftriakson (CRO) 30 gr Meropenem (MEM) 10 gr Gentamisin (CN) 10 gr Tobramisin (TOB) 10 gr Siprofloksasin (CIP) 5 gr TrimetropinSulfametoksazo l (SXT) 25 gr Hasil (mm) Keterangan Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten

5* 5* 5* 5* 11 8 8 5* 5*

suhu 47oC diperoleh ekstrak murni sebanyak 16,15gr. Hasil Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak etanol mahkota rosela menunjukkan adanya kandungan senyawa tanin, saponin dan alkaloid. Tanin ditandai dengan terbentuknya warna hitam kehijauan ketika sampel ditambahkan dengan serbuk FeCl3. Saponin ditandai dengan timbulnya busa yang bertahan selama lebih dari 30 menit setelah dikocok dengan larutan akuades. Alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan terbentuknya endapan kemerahan dengan pereaksi Dragendroff, namun dengan pereaksi Mayer tidak membentuk endapan berwarna putih Meskipun dengan pereaksi Mayer

menunjukkan hasil negatif, tumbuhan tetap positif mengandung alkaloid, karena hanya dibutuhkan satu pereaksi saja yang positif untuk memastikan adanya alkaloid (Harborne, 1987).

Hasil Uji Daya Antibakteri Ekstrak


Etanol Mahkota Rosela Hasil uji daya antibakteri ekstrak etanol mahkota rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap pertumbuhan multidrug resistant Acinetobacter baumannii pada perlakuan P2, P3, P4 dan P5 dengan konsentrasi ekstrak etanol mahkota rosela 20%, 40%, 60% dan 80% masing-masing menghasilkan zona hambat dengan diameter rata-rata 16,2 mm, 18,2 mm, 22,2 mm dan 23,6 mm. Sementara itu diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada perlakuan P1 (meropenem 10 gr sebagai kontrol positif) adalah 10,6 mm dan pada perlakuan P0 (CMC 1% sebagai kontrol negatif) adalah 5 mm. Hasil yang didapatkan dapat diklasifikasikan kekuatan daya hambatnya berdasarkan klasifikasi kekuatan daya hambat ekstrak tumbuhan terhadap bakteri. Bila merujuk kepada klasifikasi yang ditetapkan oleh David& Stout (1971), maka ekstrak etanol rosela pada konsentrasi 20 dan 40% dikategorikan kuat. Sedangkan pada konsentrasi 60% dan 80% dikategorikan sangat kuat. Bila kita membandingkan dengan klasifikasi yang ditetapkan oleh Greenwood (1995), maka pada konsentrasi 60% dan 80% dikategorikan kuat. juga terlihat bahwa ekstrak etanol mahkota rosela mulai dari konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% dapat menghambat pertumbuhan bakteri multidrug resistant Acinetobacter baumannii, yang mana seluruh konsentrasi memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan kontrol positif yang menggunakan Meropenem 10 gr. Bila dilihat dari besarnya zona hambat yang terbentuk pada setiap konsentrasi maka semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol mahkota rosela yang diberikan, maka semakin

besar pula diameter zona hambat yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aman (1981), Akiyama et al. (2001), Soetan et al. (2006), Andarini et al. (2009), dan Hassan (2009) bahwa senyawa tanin, saponin dan alkaloid mempunyai daya antibakteri, sehingga mahkota rosela yang mempunyai kandungan tanin, saponin dan alkaloid mempunyai daya antibakteri terhadap pertumbuhan multi-drug resistant Acinetobacter baumannii.
diameter Rata-rata zona hambat Davis & Stout Greenwood

Kelompok

P0 (CMC 1%) P1 (Merope nem 10 gr) P2 (Ekstrak 20%) P3 (Ekstrak 40%) P4 (Ekstrak 60%) P5 (Ekstrak 60%)

5 mm

Resisten

Resisten

10,6 mm

Resisten

Resisten

16,2 mm

Kuat

Sedang

18,2 mm

Kuat

Sedang

22,2 mm

Sangat kuat Sangat kuat

Kuat

23,6 mm

Kuat

KESIMPULAN 1. Ekstrak etanol mahkota rosela (Hibiscus Sabdariffa L.) pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% mempunyai daya antibakteri terhadap multidrug resistant Acinetobacter baumannii. 2. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol mahkota rosela maka semakin besar diameter zona hambat yang dihasilkan terhadap pertumbuhan multidrug resistant Acinetobacter baumannii. 3. Ekstrak etanol mahkota rosela pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%

10

menghasilkan diameter zona hambat yang lebih besar dibandingkan dengan meropenem 10 gr. SARAN 1. Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif yang terkandung di dalam mahkota rosela dengan metode kromatografi untuk mengetahui zat antibakteri yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan multidrug resistant Acinetobacter baumannii. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya antibakteriekstrak etanol mahkota rosela terhadap bakteri Gram positif yang telah resisten terhadap antibiotik. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak etanol mahkota rosela secara in vivo. 4. Perlu dilakukan pengembangan obat antibakteri dari ekstrak etanol mahkota rosela, karena mempunyai potensi antibakteri yang besar namun tanpa efek samping seperti yang sering ditimbulkan oleh antibiotik sintetik. DAFTAR PUSTAKA Munoz-Prize S and Weinstein R. 2008. Acinetobacter Infection. N Engl J Med. 358:1271- 81 Anonimus, 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan (Depkes) R.I, Jakarta. Adnan, AZ. 1988. Tetumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat penelitian Universitas Andalas, Padang Olaleye, Mary Tolulope. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of Methanolic extract of Hibiscus sabdariffa. Journal of Medicinal Plants Research 1: 9-013 Prez, J. 1992. Phenolic Content And Antibacterial Activity Of Olive Oil Waste Waters. Environmental

Toxicology and Chemistry 11: 489-495. Vasanthakumari R. 2007. Textbook of Micrbiology. BI Publications. New Delhi. [diakses pada: 7 Februari 2011]. Hartzell JD, Kim AS, Kortepeter MG, Moran KA. 2007. Acinetobacter Pneumonia: A Review. J. Medscape General Medicine 9(3):4 http://www.medsacpe.com/viewar ticle/557767 [diakses pada: 3 April 2011]. Constantiniu S, Romaniue A, Iancu LS, Filimon R, Tarasi J. 2004. Cultural and Biochemicals Characteristics of Acinetobacter spp. Strain Isolated from Hospital Units. The Journal of Preventive Medicine. 12(3-4): 35-42. Jellison TK, Pharm D, McKinnon PS, Rybak MJ. 2001. Epidemiology, Resistance, and Outcomes of Acinetobacter baumannii Bacterimia Treaed with Imipenem-Cilastatin or Ampicillin-Sulbactam. Journal Pharmacotherapy Medscape 21(1). http://www.medscape.com/viewar tcle/409669 [diakses pada: 14 maret 2011]. Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. ITB. Bandung Nisma F, Situmorang A, Fajar M. 2009. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Bunga Rosella(Hibiscus sabdariffa L.) Berdasarkan Aktivitas SOD (Superoxid Dismutase) dan Kadar MDA (Malonildialdehide) Pada Sel Darah Merah Domba yang Melangami Stres Oksidatif In Vitro. FMIPA UHAMKA.

10

11

11

Anda mungkin juga menyukai