Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya makalah dengan judul Adaptasi Fisiologi Nifas ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih yang sangat besar penyusun tujukan kepada:
1.

Dr. Kukung, Sp.OG ; dokter pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan. Kedua orang tua yang selalu dengan penuh semangat memberikan dukungan moril dan materi. Tim Medis dan Paramedis RS Umum Daerah Karawang yang telah memberikan bantuan serta

2.
3.

pengalaman. Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai Adaptasi Fisiologi Nifas. Penyusun juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Karawang, September 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... DAFTAR ISI....................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... BAB II ADAPTASI FISIOLOGI NIFAS...........................................................................
A. Sistem Reproduksi.................................................................................................... B. Sitem Pencernaan......................................................................................................

1 2 3 4 4 9

C. Sistem Perkemihan.................................................................................................... 11 D. Sistem Muskuloskeletal............................................................................................ E. Laktasi...................................................................................................................... F. Sistem Kardiovaskular.............................................................................................. G. Tanda-Tanda Vital ................................................................................................... H. Sistem Endokrin.......................................................................................................

14 16 17 18 19 20

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Masa puerperium atau masa nifas dimulai sejak 1 jam pertama lahirnya plasenta sampai 6 minggu atau 42 hari setelah itu. Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.1 Masa nifas merupakan suatu keadaan fisiologis dimana berlangsungnya pemulihan kembali yang dimulai dari persalinan selesai sampai kembali seperti sebelum hamil. Ini merupakan masa yang sulit bagi ibu yang baru bersalin. Sebagian besar organ-organ tubuh ibu mengalami involusi dan penyesuaian dari masa kehamilan, bersalin dan kesiapan untuk menyusui.1 Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pasca persalinan. 1

BAB II ADAPTASI FISIOLOGI NIFAS

Definisi

Masa nifas atau yang dikenal juga dengan puerperium adalah masa pascapersalinan yang dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 42 hari setelahnya. Masa pascapersalinan sendiri merupakan fase khusus dalam kehidupan ibu dan bayi. Bagi ibu yang pertama kali mengalami persalinan, ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna dalam hidupnya. Keadaan ini ditandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik secara dramatis, hubungan keluarga dan aturan serta penyesuaian terhadap aturan yang baru. Termasuk didalamnya perubahan dari seorang perempuan menjadi seorang ibu.2 Adaptasi Fisiologi Nifas Banyak hal fisiologis pada masa pascasalin yang terjadi pada ibu. Hal ini terkadang membutuhkan pengertian pada ibu agar tetap tenang dan tidak panik dalam menghadapi perubahan fisiologis tersebut. Perubahan secara normal tersebut terjadi pada multi organ.2 A. SISTEM REPRODUKSI Walaupun istilah involusi saat ini telah digunakan untuk menunjukkan kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif, kadang lebih bayak mengarah secara spesifik pada kemunduran uterus terutama ukurannya. Dalam masa nifas alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan alat-alat genital ini secara keseluruhannya disebut involusi. 2,3 Perubahan yang terjadi dapat sangat menakjubkan dimana uterus dengan berat 60 gram sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg selama masa kehamilan dan setelah persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
a.Involusi Uterus3

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Keadaan ini melibatkan reorganisasi dan penganggalan desidua/ endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus,warna dan jumlah lochia. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:3 1. Iskemia Miometrium
4

Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi. 2. Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebarnya dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron. 3. Efek Oksitosin Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uteri sehingga akan menekan pembuluh darah dan mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.2,3 Waktu Pada akhir persalinan Akhir minggu ke-1 Akhir minggu ke-2 Akhir minggu ke-6 Bobot Uterus 900 gram 450 gram 200 gram 60 gram Diameter Uterus 12,5 cm 7,5 cm 5,0 cm 2,5 cm Palpasi Serviks Lembut/lunak 2 cm 1 cm Menyempit

Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari dan kemudian secara berangsurangsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi diatas simfisis setelah sepuluh hari.3 Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh limfe. Desidua tertinggal dalam uterus
5

setelah separasi dan ekspulsi plasenta dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian lapisan zona spongiosa pada desidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan desidua parietalis (lapisan sisa uterus). Desidua yang tersisa ini menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu:2,3 1. Suatu degenerasi nekrosis lapisan superfisial yang akan terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium. 2. Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometriumdi lapisan basalis. Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi epitelium dan endometrium. Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga, kecuali di tempat implantasi plasenta. Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar berssma dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran lochia ini biasanya berakhir dalam waktu 36 minggu.
b.Involusi Tempat Plasenta4

Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu kedua hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta sangat khas. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan mejadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama kurang lebih 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam desidua basalis. Pertumuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam desidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini pada dasarnya
6

mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tidak dipakai lagi pada pembuangan lochia.

c. Perubahan Ligamen 4

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor.

d.Perubahan pada Serviks Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah ada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.3,4 Beberapa hari setelah persalinan ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggir tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kanalis servikalis. Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks

memanjang sepeti celah. Karena hiperplasia ini dan karena retraksi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.
7

e.Lochia4

Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada seriap wanita. Sekret mikroskopik lochia terdiri dari eritrosit, peluruhan desidua, sel epitel dan bakeri. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warna diantaranya:3,4 Lokia Rubra/merah (kruenta) Sanginolenta Serosa Waktu Warna 1-3 hari Merah kehitamanTerdiri Ciri-ciri dari sel desidua,

verniks

caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah 3-7 hari Putih bercampurSisa darah bercampur lendir merah 7-14 hari Kekuningan/ kecoklatan Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

Alba

>14 hari Putih

Bila pengeluaran lochia tidak lancar maka disebut lochiastasis. Kalau lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri. Lochia mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lochia serosa dan harus dibeldakan juga dengan bau yang menandakan infeksi. Lochia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lochia rubra, sejumlah keceil sebagai lochia serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lochia alba.
8

Umumnya jumlah locia lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lochia kira-kira 240-270 ml. 4

f. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.5 Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya

teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.5

B. SISTEM PENCERNAAN
a. Nafsu Makan1,3

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. Ibu seringkali cepat lapar setelah melahirkan dan siap makan pada 1-2 jam post primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang serimg ditemukan. Kerapkali untuk pemulihan nafsu makan, diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali
9

normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema.

b. Motilitas Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

c. Pengosongan Usus 3,4

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus meurun selama proses persalinan dan pada awal masa postpartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas. Akan tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila ibu buang air besar.

C. SISTEM PERKEMIHAN 1. Fungsi Sistem Perkemihan


10

a. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. 70% dari air tubuh terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai cairan intraselular. Kandungan air sisanya disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler dibagi antara plasma darah, dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk sel-sel yang disebut cairan intertisial (cambridge, 1991:2)
6

Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti. b. Keseimbangan Asam-Basa Tubuh Batas normal pH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila pH >7,4 disebut alkalosis dan jika pH < 7,35 disebut asidosis. c. Mengeluarkan Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.

2.

Keseimbangan dan Keselarasan Berbagai Proses di Dalam Tubuh4,6 a. Pengaturan Tekanan Darah Menurunkan tekanan darah dan serum sodium (Na) akan meningkatkan serum pottasium lalu merangsang pengeluaran renin yang dalam aliran darah diubah menjadi angiotensin yang akan mengekskresikan aldosteron sehingga mangekibatkan terjadinya retensi Na+ dan H2O kemudian terjadi peningkatan volume darah yang menigkatkan tekanan darah. Angiotensin juga dapat menjadikan vasokonstriksi perifer yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah. b. Perangsangan Produksi Sel Darah Merah
11

Dalam pembentukan sel darah merah diperlukan hormon eritropoietin untuk merangsang sumsum tulang hormon ini dihasilkan oleh ginjal.

3.

Sistem Urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. (cunningham dkk, 1993) . pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama 3 bulan.6

4.

Komponen Urin Glukosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal normal. BUN (Blood Urea Nitrogren) yang meningkat selama masa postpartum, merupakan akibat autolisis uterus yang berinvolusi, pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selam 1 sampai 2 hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertasi dehidrasi.3,6

5.

Diuresis Postpartum Dalam 12 jam postpartum ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selam ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari selam dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis postpartum yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogenm hilangnya penigkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan, kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin meyebabkan penurunan berat badan
12

sekitar 2,5 kg selama masa postpatrum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil. (reversal of the water metabolism of pregnancy).4,6

6.

Uretra dan Kandung Kemih Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali disertai di daerah-daerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang edema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak sempurna dan urin residual kecuali jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengeosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih. Pengambilan urin dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebebkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada panggul yang timbul aibat dorongan selama melahirkan, laserasi vagina atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih, penurunan berkemih seiring diuresis postpartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa postpartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. (cinningham, dkk 1993).4,6 Apabila terjadi distensi berlebih kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tuhuh hari setelah bayi lahir. Terdapat beberapa alasan mengapa kerja kandung kemih menjadi lebih berat

pasca persalinan, antara lain :7 1. Kapasitas menahan kandung kemih meningkat karena tiba-tiba kandung kemih punya
13

banyak ruang untuk mengembang, sehingga kebutuhan untuk berkemih menjadi jarang. 2. Kandung kemih mungkin mengalami trauma atau memar selama proses persalinan karena tekanan yang ditimbulkan oleh fetus dan menjadi lumpuh sementara. 3. Obat/anestesi bisa mengurangi kepekaan kandung kemih atau kewaspadaan ibu untuk BAK. 4. Sensitivitas daerah yang mengalami episoiotomi bisa menimbulkan rasa terbakar atau nyeri saat berkemih. 5. Faktor psikologis Pengosongan kandung kemih sangat penting untuk menghindari infeksi saluran kemih. Hilangnya kekencangan otot di kandung kemih karena terlalu tegang (kandung kemih yang terlalu penuh) bisa menghalangi turunnya rahim dengan baik. Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan 3-4 jam. Ibu diusahakan mampu buang air kecil sendiri, bila tidak maka dilakukan tindakan dengan :7 Pastikan ibu mendapat banyak cairan Kompres air hangat di atas simfisis Bila hal tersebut tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Hal ini dapat membuat klien merasa tidak nyaman dan resiko infeksi saluran kencing tinggi. Oleh sebab itu, kateterisasi tidak dilakukan sebelum lewat 6-8 jam postpartum. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai adanya infeksi saluran kencing adalah: 1. Setelah 24 jam postpartum, berkemih masih sulit 2. Jumlah urin yang keluar sedikit dalam beberapa hari berikutnya 3. Rasa nyeri dan/atau terbakar saat berkemih terus berlanjut bahkan setelah sensifitas episiotomi atau perbaikan luka koyak sudah berkurang. 4. Frekuensi dan keinginan untuk kencing yang hanya sedikit. 5. Demam sekitar 38C 41C 6. Sakit pinggang ringan pada satu atau kedua sisi. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk menanganinya adalah :7 1. Ibu meperoleh minum atau cairan ekstra lebih banyak. 2. Untuk mengurangi rasa nyeri/terbakar, ibu dapat dianjurkan buang air kecil dengan cara berdiri.
14

3. Jika infeksi sudah dipastikan, rujuk, dokter akan memberikan perawatan antibiotik khusus untuk organisme penyebab infeksi.

D. SISTEM MUSKULOSKELETAL/ DIASTASIS RECTUS ABDOMINIS

Adaptasi sitem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa postpartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.3,5 a. Dinding Perut dan Peritoneum Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang-kadang pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
b. Kulit Abdomen3,5

Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang dinamakan striae. Melalui latihan postnatal, otot-otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam beberapa minggu. c. Striae Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan musculus rectus abdominis. Hal tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot kembali normal
d. Perubahan Ligamen4

15

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus,setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia dan jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. e. Simfisis Pubis Meskipun relatif jarang, tetapi simfisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang-kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simfisis dapat dipalpasi. Seringkali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sementara pada kebanyakan wanita gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda.

E. LAKTASI Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI), yang merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. Bagi setiap ibu yang melahirkan akan tesedia makanan bagi bayinya, dan bagi si anak akan merasa puas dalam pelukan ibunya, merasa aman, tenteram, hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini merupakan faktor yang penting bagi perkembangan anak selanjutnya. Produksi ASI masih sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ibu yang sedang menyusui juga jangan terlalu banyak dibebani urusan pekerjaan rumah tangga, urusan kantor dan lainnya karena hal ini juga dapat mempengaruhi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.1,3,7

16

Ada 2 refleks yang sangat dipengaruhi oleh ibu, yaitu :1,3 Refleks Prolaktin Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini melalui nervus vagus diteruskan ke hypofisis lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI. Refleks Let Down Refleks ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan bayi akan merangsang putting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot myoepitel dari saluran air susu, sehingga merangsang pengeluaran asi.

F. SISTEM KARDIOVASKULAR Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respon pemberian analgetik atau anestesi, nadi berkisar antara 50-80x/menit (bradikardi), takikardi terjadi apabila partus lama dan terjadi perdarahan yang hebat. 4,5
17

Terjadi perubahan volume darah yang dipengaruhi oleh kehilangan darah saat persalinan maupun pengeluaran edema fisiologis pada saat kehamilan. Volume darah yang bertambah (1000-1500ml) selama kehamilan dan akan berkurang sampai 2 minggu post partum dan kembali ke kondisi seperti sebelum kehamilan pada bulan ke-6 post partum. Sedangkan dalam cardiac output (CO) akan meningkat dibandingkan saat kehamilan pada 30-60 menit pasca persalinan. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pemutusan sirkulasi uteroplasenta. Ini akan menurun cepat pada minggu ke-2 post partum dan kembali pada kondisi sebelum kehamilan pada 24 minggu post partum. Dapat terjadi diaporesis pada malam hari, normal apabila tidak disertai demam. Dapat pula menggigil disebabkan oleh instabilitas vasomotor. Dalam komponen darah, untuk hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) setelah 72 jam setelah persalinan, terdapat kehilangan plasma dalam jumlah besar sehingga menyebabkan Hb dan Ht meningkat hingga 7 hari setelah persalinan. Tidak terdapat destruksi sel darah merah selama periode post partum dan kadar sel darah merah akan kembali normal setelah minggu 8 post partum. Untuk leukosit, jumlah leukosit normal pada ibu hamil adalah 12.000/mm3. Dan pada ibu post partum kadar leukosit dapat mencapai angka 20.000-25.000/mm3 dan ini merupakan angka yang normal ditemukan.4 Faktor pembekuan dan fibrinogen akan meningkat selama kehamilan dan masa post partum. Jika ditambah dengan kerusakan pembuluh darah dan imobilisasi maka hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya tromboembolisme.

G. TANDA-TANDA VITAL3,7

Suhu Badan Dalam 24 postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5C 38C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain. Nadi
18

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan menjadi lebih cepat. Tekanan darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum. Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikuti, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.

H. SISTEM ENDOKRIN 1,3,4

Hormon Plasenta Keadaan hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan seperti human plasenta laktogen (hPL), human corionik gonadotropin (hCG). Estrogen dan progesteron mencapai kadar terendah pada minggu pertama postpartum. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum. Hormon Pituitary Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. Hipotalamik Pituitary Ovarium 1,4 Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara
19

wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Masa

Nifas.

Available

at:http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/04/masa-nifas/.

Accessed on: August 25th,2012. 2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Fisiologi. 1983. Eleman : Bandung Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan.2005.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
3. Fisiologi

nifas

dan

penanganannya.

Available

at:

http://kasuheimi.blogspot.com/2008/06/fisiologi-nifas-penanganannya.html/. Accessed on: August, 25,2012.


20

4. V. Ruth Bennet. Myles Textbook for Midwifery.2001. Churcill Livingstone: London Varney. Varneys Midwifery. Sweet, BR.Mayes Midwifery.1997. Bailliere Tindall: London.
5. Penanganan nifas. Available at:http://midwifesari.blogspot.com/. Accessed on: August,

27,2012.
6. Saluran kemih postpartum. Available at:http://jevuska.com/2007/04/19/retensi-urin-post-

partum. Accessed on: August,28,2012. 7. Bobak,dkk. Keperawatan Maternitas. 1996,EGC: Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai