Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEMA PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LAERNING Dosen Pengampu YERIZON

Disusun Oleh : Kelompok IV (Empat) Anggota : ANIK INDRIANI ENITA FERONIKA FEBRIA NINGSIH HENKY SETIADI MAILA SARI

PRODI / KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2012/2013

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika diperhatikan perkembangan pendidikan selayang pandang, tampak dalam perkembangan pendidikan di Indonesia telah banyak upaya yang ditempuh untuk meningkatkan mutu pendidikan hal ini tidak bijaksana kalau tidak mengakui akan adanya hasil yang dicapai tetapi adalah tidak realistis kalau tidak mengakui masih banyak yang perlu dan harus dicapai. Matematika merupakan sarana berfikir ilmiah yang diperlukan oleh siswa untuk mengembangkan cara berpikir ilmiah yang diperlukan oleh setiap siswa untuk mengembangkan cara berfikir logis mereka untuk itu dalam pengajarannya harus diusahakan sebaik mungkin agar siswa tidak salah dalam menerima konsep matematika, oleh sebab itu bila dari awal siswa menerima konsep yang salah maka sangat fatal dalam mempelajari konsep selanjutnya, Sebagaimana diungkapkan oleh Suherman (2003:63) bahwa: Penekanan pembalajaran matemetika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hatal fakta, tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya kepada bagaimana suatu soal harus harus diselesaikan, tetapi juga pada mengapa soal tersebut diselesaikan dengan cara tertentu. Di antara permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran matematika di ungkapkan oleh Awi (2000)yaitu : (1) Bagaimana mengajarkan matematika sehingga para siswa menyenangi pelajaran ini, atau sekurang- kurangnya tidak membenci, (2) Bagaimana mengajarkan matematika sehingga para siswa mudah memahaminya, (3) Materi apa yang diajarkan, sehingga pelajaran matematika ini memang tampak bermamfaat baik dalam belajar ilmu pengetahuan lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan diatas, maka seorang guru berusaha memilih dan memberikan pengajaran yang tetap kepada siswa. Salah satu strategi belajar mengajar matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hendaknya diusahakan dengan segala upaya agar menggunakan pendekatan melalui pemahaman konsep yang mendalam sehingga mempermudah menggunakannya dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Pembelajan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang sering disingkat CTL merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan imflementasi kurikulum, dimana Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru meningkatkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehiduapan sehari-hari, proses pembelajaran berlangsung alamia dan bentuk siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan guru ke siswa. Dalam kelas

kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya maksudnya guru lebih banyak mengembangkan penedekatan dan memilih Strategi belajar dari pada memeberi informasi. Dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa sehingga secara singkat hasil belajar matematika pun meningkat. Kondisi pembelajaran semacam ini masih jarang diterapkan disekolah, hampir semua tingkat pendidikan, baik pendidikan menengah maupun pendidikan dasar, termasuk di dalam MTS DDI AD Segeri, meskipun telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi untuk kelas VII, VIII dan IX tetapi guru masih menggunakan metode ceramah dan jarang sekali siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, alasannya guru melakukan pembelajaran seperti ini karena kondisi kelas ribut sehingga siswa tidak konstrasi belajar. Kondisi ini menyebabkan mata pelajaran matematika kurang diminati oleh sebagian besar siswa yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika. Sesuai data yang diperoleh penulis rata-rata hasil matematika pada ujian semester ganjil yaitu 50,00 pada skor maksimun 100,00. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan Latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dikemukakan masalah yang diselidiki dalam penelitian sebgai berikut : Apakah penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII MTS DDI AD Segeri?. C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Masalah tentang rendahnya hasil belajar matematika dipecahkan dengan menggunakan pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL).Adapun langakah-langkah pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut : 1. Mengembangkan pemikiran anak tentang cara belajar yang lebih bermakna dengan bekerja sendiri, dan mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan lainnya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik. 3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan. 7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui Contextual Teaching and Learning (CTL)siswa VII MTS DDI AD Segeri. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi siswa, dengan menggunakan pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning 1) Siswa dapat mengkontrusikan pengetahuan di benak mereka sendiri 2) Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. 3) Siswa aktif, kritis, dan kreatif b. Bagi guru, melalui penelitian ini guru dapat mengembangkan kemampuan profesional utamanya dalam penggunaan pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL). c. Bagi sekolah, memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam rangka perbaikan/penyempurnaan khususnya mata pelajaran matematika.

mengetahui hal tersebut, diadakan pengukuran. Pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam upaya kemampuan menyerap materi pelajaran yang diberikan. Hasil belajar matematika adalah kemampuan memahami materi setelah diadakan kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar itu menjadi gambaran berhasil tidaknya kegiatan belajar mengajar yang diaadakan siswa. Disamping itu akan terlihat pula berhasil tidaknya pelaksanaan proses pembelajaran secara keseluruhan.

BAB II PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING A. PENDEKATAN PEMBELAJARAN Suherman, dkk (2003:6) mengemukakan bahwa pendekatan pemebelajaran metematika adalah cara yang ditempuh dalam pelaksananan pembelajran agar konsep yang disajikan dapat diadaptasikan oleh siswa. Ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang bersifat metodologis dan pendekatan yang bersifat materi. Pendekatan metodologis berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. Pendekatan metodologik diantaranya adalah pendekatan intuitif, analitik, sintetik, spiral, deduktif, tematik, realistik, dan heuristik. Sedangkan pendekatan material yaitu pendekatn pembelajaran matematika dimana menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang dimiliki siswa. Ruseffendi (1998:240) menyatakan bahwa pendekatan adalah suatu jalan, cara kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajara, apabilah kita melihatnya dari sudut bagaiamana proses pembelajarandan materi pembelajaran itu dikelola. B. DEFINISI CONTEXTUAL TEACHING LEARNING Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Katacontextual berasal dari kata contex yang berarti hubungan, konteks, suasana, atau keadaan. Dengan demikian contextual diartikan yang berhubungan dengan suasana (konteks). SehinggaContextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State

Consortum for Contextualoleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan. Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut: CTL Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa; Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin); Konvensional Pemilihan informasi ditentukan oleh guru; Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu;

Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi pengetahuan awal yang telah dimiliki kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan; siswa; Menerapkan penilaian autentik melalui Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulang melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah; C. PENERAPAN CONTEXTUAL TEAHING AND LEARNING (CTL) Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002:1). Hasil pembelajaran diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa dengan menggunakan konsep ini. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan teransfer pengetahuan dari guru kesiswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL), matematika dipandang sebagai aktivitas manusia, siswa harus aktif dengan berbagai cara, seperti belajar secara individual atau kelompok untuk mengolah /memproses informasi agar dapat menumbuhkan kembali atau mengkontruksi kembali pelajaran dalam pemikirannya. Kepada siswa disajikan masalah kontekstual atau tealistik, yaitu masalah yang dekat atau berkaitan dengan dunia nyata, proses lebih diutamakan sebab dengan proses yang baik diperoleh hasil yang baik dengan kemampuan yang tinggi.
D. KARAKTERISTIK

PENDEKATAN CONTEXTUAL

TEACHING

LEARNING (CTL) Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5). 1. Konstruktivisme (Constructivism) Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru. Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu : a. Mengandung pengalaman nyata (Experience); b. Adanya interaksi sosial (Social interaction); c. Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making); d. Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior

Knowledge). Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)

pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6). Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. 2. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : a. Menggali informasi, baik administratif maupun akademis; b. Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa; c. Membangkitkan respon kepada siswa;

d. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; e. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; f. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; g. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 3. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu : a. Merumuskan masalah ; b. Mengajukan hipotesis; c. Mengumpulkan data; d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan; e. Membuat kesimpulan. Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa. 4. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman siswa

memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas

(Depdiknas, 2003). 5. Pemodelan (Modeling) Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi : a. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.; b. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ; c. Representasi dipresentasikan (representation), dengan model yang alat-alat

menggunakan

audiovisual, misalnya televisi dan radio. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).

Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa : a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.; b. Catatan atau jurnal di buku siswa; c. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pendekatan kontectual teaching learning pada intinya adalah Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

DAFTAR PUSTAKA
http://www.sekolahdasar.net/2012/05/komponen-model-contextual-teachingand.html#ixzz25lYI0rIp

Anda mungkin juga menyukai