Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan fungsi keris Pada masa kini, keris memiliki fungsi yang beragam dan hal ini ditunjukkan

oleh beragamnya bentuk keris yang ada. Keris sebagai elemen persembahan sebagaimana dinyatakan oleh prasasti-prasasti d ari milenium pertama menunjukkan keris sebagai bagian dari persembahan. Pada mas a kini, keris juga masih menjadi bagian dari sesajian. Lebih jauh, keris juga di gunakan dalam ritual/upacara mistik atau paranormal. Keris untuk penggunaan sema cam ini memiliki bentuk berbeda, dengan pesi menjadi hulu keris, sehingga hulu m enyatu dengan bilah keris. Keris semacam ini dikenal sebagai keris sesajian atau "keris majapahit" (tidak sama dengan keris tangguh Majapahit)!. Pemaparan-pemaparan asing menunjukkan fungsi keris sebagai senjata di kalangan a wam Majapahit. Keris sebagai senjata memiliki bilah yang kokoh, keras, tetapi ri ngan. Berbagai legenda dari periode Demak Mataram mengenal beberapa keris senjata ya ng terkenal, misalnya keris Nagasasra Sabukinten. Laporan Perancis dari abad ke-16 telah menceritakan peran keris sebagai simbol k ebesaran para pemimpin Sumatera (khususnya Kesultanan Aceh). Godinho de Heredia dari Portugal menuliskan dalam jurnalnya dari tahun 1613 bahwa orang-orang Melay u penghuni Semenanjung ("Hujung Tanah") telah memberikan racun pada bilah keris dan menghiasi sarung dan hulu keris dengan batu permata. "Penghalusan" fungsi keris tampaknya semakin menguat sejak abad ke-19 dan seteru snya, sejalan dengan meredanya gejolak politik di Nusantara dan menguatnya pengg unaan senjata api. Dalam perkembangan ini, peran keris sebagai senjata berangsur -angsur berkurang. Sebagai contoh, dalam idealisme Jawa mengenai seorang laki-la ki "yang sempurna", sering dikemukakan bahwa keris atau curiga menjadi simbol pe gangan ilmu/keterampilan sebagai bekal hidup. Berkembangnya tata krama penggunaa n keris maupun variasi bentuk sarung keris (warangka) yang dikenal sekarang dapa t dikatakan juga merupakan wujud penghalusan fungsi keris. Pada masa kini, kalangan perkerisan Jawa selalu melihat keris sebagai tosan aji atau "benda keras (logam) yang luhur", bukan sebagai senjata. Keris adalah dhuwu ng, bersama-sama dengan tombak; keduanya dianggap sebagai benda "pegangan" (agem an) yang diambil daya keutamaannya dengan mengambil bentuk senjata tikam pada ma sa lalu. Di Malaysia, dalam kultur monarki yang kuat, keris menjadi identitas ke melayuan. Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa dama i tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Penempatan keris di depan dapat diartikan sebagai kesediaan untuk bertarung. Selain itu, terkait dengan fungsi, sarung keris Jawa juga memiliki variasi utama: gayaman dan ladrang. Sementara it u, di Sumatra, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di d epan dalam upacara-upacara kebesaran. Bahan, pembuatan, dan perawatan

Logam dasar yang digunakan dalam pembuatan keris ada dua macam logam adalah loga m besi dan logam pamor baja. Untuk membuatnya ringan para Empu selalu memadukan bahan dasar ini dengan logam lain. Keris masa kini (nm-nman, dibuat sejak abad ke-20 ) biasanya memakai logam pamor nikel. Keris masa lalu (keris kuna) yang baik mem iliki logam pamor dari batu meteorit yang diketahui memiliki kandungan titanium yang tinggi, di samping nikel, kobal, perak, timah putih, kromium, antimonium, d

an tembaga. Batu meteorit yang terkenal adalah meteorit Prambanan, yang pernah j atuh pada abad ke-19 di kompleks percandian Prambanan. Pembuatan keris bervariasi dari satu empu ke empu lainnya, tetapi terdapat prose dur yang biasanya bermiripan. Berikut adalah proses secara ringkas menurut salah satu pustaka[15]. Bilah besi sebagai bahan dasar diwasuh atau dipanaskan hingga berpijar lalu ditempa berulang-ulang untuk membuang pengotor (misalnya karbon s erta berbagai oksida). Setelah bersih, bilah dilipat seperti huruf U untuk disis ipkan lempengan bahan pamor di dalamnya. Selanjutnya lipatan ini kembali dipanas kan dan ditempa. Setelah menempel dan memanjang, campuran ini dilipat dan ditemp a kembali berulang-ulang. Cara, kekuatan, dan posisi menempa, serta banyaknya li patan akan memengaruhi pamor yang muncul nantinya. Proses ini disebut saton. Ben tuk akhirnya adalah lempengan memanjang. Lempengan ini lalu dipotong menjadi dua bagian, disebut kodhokan. Satu lempengan baja lalu ditempatkan di antara kedua kodhokan seperti roti sandwich, diikat lalu dipijarkan dan ditempa untuk menyatu kan. Ujung kodhokan lalu dibuat agak memanjang untuk dipotong dan dijadikan ganj a. Tahap berikutnya adalah membentuk pesi, bengkek (calon gandhik), dan terakhir membentuk bilah apakah berluk atau lurus. Pembuatan luk dilakukan dengan pemana san. Tahap selanjutnya adalah pembuatan ornamen-ornamen (ricikan) dengan menggarap ba gian-bagian tertentu menggunakan kikir, gerinda, serta bor, sesuai dengan dhapur keris yang akan dibuat. Silak waja dilakukan dengan mengikir bilah untuk meliha t pamor yang terbentuk. Ganja dibuat mengikuti bagian dasar bilah. Ukuran lubang disesuaikan dengan diameter pesi. Tahap terakhir, yaitu penyepuhan, dilakukan agar logam keris menjadi logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. Penyepuhan ("menuakan loga m") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang, garam, dan per asan jeruk nipis (disebut kamalan). Penyepuhan juga dapat dilakukan dengan memij arkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan (air, air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan penyepuhan harus dilakukan d engan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak. Selain cara Penyepuhan yang lazim seperti diatas dalam penyepuhan Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dikulum denga n bibir beberapa kali dan Sepuh Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal ad alah Nyi Sombro, bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan. Pemberian warangan dan minyak pewangi dilakukan sebagaimana perawatan keris pada umumnya. Perawatan keris dalam tradisi Jawa dilakukan setiap tahun, biasanya pa da bulan Muharram/Sura, meskipun hal ini bukan keharusan. Istilah perawatan keri s adalah "memandikan" keris, meskipun yang dilakukan sebenarnya adalah membuang minyak pewangi lama dan karat pada bilah keris, biasanya dengan cairan asam (sec ara tradisional menggunakan air buah kelapa, hancuran buah mengkudu, atau perasa n jeruk nipis). Bilah yang telah dibersihkan kemudian diberi warangan bila perlu untuk mempertegas pamor, dibersihkan kembali, dan kemudian diberi minyak pewang i untuk melindungi bilah keris dari karat baru. Minyak pewangi ini secara tradis ional menggunakan minyak melati atau minyak cendana yang diencerkan pada minyak kelapa. Morfologi Beberapa istilah di bagian ini diambil dari tradisi Jawa, semata karena rujukan yang tersedia. Keris atau dhuwung terdiri dari tiga bagian utama, yaitu bilah (wilah atau daun keris), ganja ("penopang"), dan hulu keris (ukiran, pegangan keris). Bagian yang

harus ada adalah bilah. Hulu keris dapat terpisah maupun menyatu dengan bilah. Ganja tidak selalu ada, tapi keris-keris yang baik selalu memilikinya. Keris seb agai senjata dan alat upacara dilindungi oleh sarung keris atau warangka. Bilah keris merupakan bagian utama yang menjadi identifikasi suatu keris. Penget ahuan mengenai bentuk (dhapur) atau morfologi keris menjadi hal yang penting unt uk keperluan identifikasi. Bentuk keris memiliki banyak simbol spiritual selain nilai estetika. Hal-hal umum yang perlu diperhatikan dalam morfologi keris adala h kelokan (luk), ornamen (ricikan), warna atau pancaran bilah, serta pola pamor. Kombinasi berbagai komponen ini menghasilkan sejumlah bentuk standar (dhapur) k eris yang banyak dipaparkan dalam pustaka-pustaka mengenai keris. Pengaruh waktu memengaruhi gaya pembuatan. Gaya pembuatan keris tercermin dari k onsep tangguh, yang biasanya dikaitkan dengan periodisasi sejarah maupun geograf is, serta empu yang membuatnya.

Anda mungkin juga menyukai