Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TERSTRUKTUR MANAJEMEN KUALITAS AIR (TRANSPORTASI PENGIRIMAN IKAN PATIN)

Oleh: Indra Suryawinata Rizqy Affrisramyraj I Made Krisna A.D M. Syarif H 105080501111007 105080507111004 105080501111009 0810853009

Ikan patin didatangkan dari Bangkok (Thailand) ke Bogor pada tahun 1972. Jenis ikan ini mempunyai harapan baik karena pertumbuhannya tergolong cepat dan dapat mencapai ukuran individu yang sangat besar maupun dapat dipelihara secara intensif (Hardjamulia, 1975 dalam Sumantadinata, 1983 dalam Sulistio, 2001). Klasifikasi ikan patin Pangasius hipophthalmus (Saanin, 1984 dalam Sulistio, 2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom Filum Kelas

: Animalia : Chordata : Pisces

Subkelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies

: Teleostei : Ostariophysi : Siluroidea : Pangasidae : Pangasius : Pangasius hypophthalmus

Secara umum ikan patin memiliki bentuk badan sedikit memipih, tidak bersisik, mulut subterminal dengan empat sungut peraba (barbels). Terdapat patil pada sirip punggung dan sirip dada. Sirip analnya panjang mulai dari belakang anus sampai pangkal sirip ekor (Arifin, 1997 dalam Wibowo, 2001). Sirip punggung mempunyai duri yang bergerigi, mempunyai sirip tambahan (adipose fin), terdapat pula garis lengkung yang berawal dari kepala sampai pangkal sirip ekor, sirip ekor bercagak dengan tepi berwarna putih. Warna badan kelabu kehitaman, sirip anal putih dengan garis hitam di tengah . Ikan ini sesekali muncul ke permukaan untuk mengambil oksigen langsung dari udara, gelembung renang ikan patin merupakan organ yang mirip dengan organ pernapasan. Kekhasan tapis insangnya terletak pada keadaan yang selalu berubah dan kadang-kadang ukurannya kecil dan bergerigi rudimeter. Salah satu contoh ditemukan 15 atau 40 tapis insang bagian cabang bawah pada lengkung insang pertama. Kandungan oksigen terlarut lebih dari 3 mg/l baik untuk telur dan larva, sedangkan 0,6-9,6 mg/l baik untuk induk. Patin merupakan salah satu jenis ikan dari kelompok lele-lelean. Panjang patin dewasa mencapai 120 cm. Ukuran tubuh seperti ini merupakan ukuran tubuh yang tergolong besar bagi ikan jenis lele-lelean. Bentuk tubuhnya memanjang dengan warna dominan putih berkilauan seperti perak dan dibagian pungungnya berwarna kebiruan. Kilau warna keperkan tubuhnya sangat cemerlang ketika masih kecil, sehingga banyak orang yang memeliharanya di akuairum sebagai ikan hias. Warna keperakan ini akan semakin memudar setelah patin semakin besar. Sama seperti ikan lele-lelean lainnya, patin tidak memiliki sisik alias bertubuh licin. Bentuk kepalanya relatif kecil. Mulutnya terletak di ujung kepala sebelah bawah. Di sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai alat pencari pakan dan alat

peraba saat berenang. Di bagian punggungnya terdapat sirip dengan sebuah jari-jari keras yang dapat berubah menjadi patil. jari-jari lunaknya berjumlah 6-7 buah. bentuk sirip ekornya simetris bercagak. Di sirip dada terdapat 12-13 jari jari lunak dan satu buah jari-jari keras yang berfungsi sebagai patil. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak. Sementara itu, di sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak. Pertambahan bobot dan SR memperlihatkan bahwa semakin tinggi padat penebaran yang digunakan semakin rendah nilai pertambahan bobot dan SR yang dihasilkan. Peningkatan bobot rata-rata selama percobaan menunjukkan bahwa energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan energi basal (pemeliharaan). Kelebihan energi yang diperoleh terutama akan digunakan untuk pertumbuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi padat tebar yang diaplikasikan maka pertumbuhan bobot akan semakin menurun, karena akan terjadi persaingan baik ruang gerak, oksigen terlarut maupun pakan. Menurut. Padat penebaran akan mempengaruhi kompetisi ruang gerak, kebutuhan makanan, dan kondisi lingkungan yang nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan yang menciri pada produksi. Padat tebar tinggi juga akan meningkatkan resiko kematian dan menurunnya bobot individu yang dipelihara. Pada penelitian ini, padat tebar 10 ekor/m2 memberikan nilai terbaik untuk laju pertumbuhan spesifik, pertambahan panjang individu, dan konversi pakan. Dapat dikatakan bahwa lebih rendahnya laju pertumbuhan ikan dengan bertambahnya padat penebaran karena adanya persaingan, baik dalam memperoleh ruang gerak maupun dalam pengambilan pakan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini lebih bagus jika dibandingkan dengan penelitian pada pemeliharaan ikan patin nasutus selama 40 hari pemeliharaan, didapatkan bobot akhir sebesar 5,59 g dari bobot awal 1,5 g; panjang akhir 4,66 cm dari panjang awal 3,23 cm; sintasan sebesar 73,35% dan konversi pakan sebesar 1,942,79. Peningkatan nilai keragaan ini sudah cukup baik mengingat ikan patin nasutus merupakan ikan yang masih dalam tahap domesti menjadi ikan budidaya. Pengaruh domestikasi pada beberapa ikan dapat terlihat pada satu hingga dua generasi setelah pemindahan dari lingkungan alamiahnya . Terdapat tiga tahapan domestikasi spesies liar, yaitu mempertahankan agar dapat hidup dalam lingkungan akuakultur, menjaga agar bisa tetap tumbuh, dan mengupayakan agar dapat berkembangbiak dalam lingkungan akuakultur. Ikan di keramba jaring apung seringkali mengalami pertumbuhan yang sangat lambat bahkan tidak tumbuh, yang disebabkan terjadinya persaingan dalam menguasai ruang gerak dan mengkonsumsi pakan. Untuk tumbuh dengan baik, ikan harus menempati luas habitat yang sesuai dengan padat penebaran suatu populasi.

Saat berkunjung ke petani ikan di desa Kemingking, Sungaiselan, Bangka Tengah, beberapa waktu yang lalu, diperoleh informasi dari petani tentang sebuah masalah yang perlu diberikan solusi. Petani menceritakan bahwa ikan nila yang dipeliharanya hanya dihargai 10ribu rupiah jika dijual kondisi mati di pasar. Sementara ketika dijual kondisi hidup sebagai pemancingan, harga melonjak hingga 25ribu rupiah setiap kilogram. Namun jumlah pemancing dan petani pembudidaya ikan nila tidak sebanding. Harga dalam kondisi mati mencapai setengah harga dari harga ketika dijual dalam kondisi hidup. Demikian juga dengan seorang pembudidaya ikan patin di koba yang mengalami kendala ketika pengiriman ikan patin yang seringkali dia lakukan. Setiap pengiriman ikan patin dari koba ke pangkalpinang yang menempuh waktu 1,5 2 jam, rata-rata dari 150 kg ikan patin yang dikirim mengalami kematian sebenyak 40-50 kg. turunnya harga pada ikan patin yang telah mati sesampai di tujuan. Selain disebabkan perbedaan kualitas dan tingkat kesegaran, beberapa komoditi perikanan yang memiliki perbedaan harga antara kondisi mati dan kondisi hidup seperti ikan Nila, Gurame, Patin, Mas dan Kerapu, juga dikarenakan tingkat kesukaan konsumen. Agar ikan yang dibudidayakan pada suatu daerah dapat didistribusikan ke daerah lain dalam kondisi hidup, maka diperlukan perlakuan-perlakuan khusus agar kematian ikan yang terjadi selama pengiriman dapat diminimalkan. Terdapat 2 cara transportasi ikan hidup yaitu Hal ini menyebabkan

dengan kondisi ikan sadar dan ikan pingsan. Untuk kondisi ikan sadar dapat menggunakan sistem terbuka dan tertutup. Sistem ini biasanya digunakan untuk pengangkutan melalui jalur darat dan jarak yang akan ditempuh relatif dekat. Wadah yang digunakan bervariasi, mulai dari yang sederhana atau bekas pengemasan bahan kimia, seperti ember, jeriken plastik, drum/tong plastik hingga yang didesain khusus untuk pengangkutan, seperti kemplung dan bak fiber glass. Pada sistem tertutup ke dalam wadah angkut dimasukkan oksigen murni dan tekanan udara lebih tinggi dibanding di luar wadah. Sedangkan dengan metode pemingsanan, ikan dapat dipingsankan dengan menggunakan anastesi (obat bius) seperti MS222, minyak cengkeh, phenotyethanol dan dengan penggunaan suhu rendah. Anastesi diberikan sesuai dosis penggunaan dan suhu rendah yang disarankan untuk pemingsanan adalah 15 C. Untuk transportasinya dapat dilakukan dengan 2 sistem yaitu basah tertutup (menggunakan air dalam kantong tertutup disertai oksigen) dan sistem kering. pada sistem kering ini, ikan pingsan disusun dalam stereofoam yang dilapisi serbuk gergaji, kertas koran, pelepah pisang yang telah didinginkan hingga suhu 18C. Dengan sistem pemingsanan ini dapat dilakukan transportasi selama 6-8 jam. Sesampai dilokasi tujuan, ikan dimasukkan air baru dengan suhu normal dan aerasi kuat sehingga sadar kembali.

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi ikan hidup adalah : Kualitas air selama pengiriman

Kesehatan ikan dipengaruhi oleh perubahan parameter kualitas air selama proses transportasi. Parameter yang harus dipertimbangkan adalah suhu, oksigen terlarut, pH, karbon dioksida, amonia dan keseimbangan garam darah ikan. Tingkat perubahan setiap parameter dipengaruhi oleh berat dan ukuran ikan yang akan diangkut dan durasi transportasi. Suhu

Ikan adalah hewan berdarah dingin, sehingga tingkat metabolisme ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Tingkat metabolisme ikan akan berlipat ganda untuk setiap kenaikan suhu 18F (10C) dan dikurangi setengahnya untuk setiap penurunan suhu 18F (10C). Tingkat metabolisme berkurang akan menurunkan konsumsi oksigen, produksi amonia dan produksi karbon dioksida. Oleh karena itu, sangat penting untuk transportasi ikan sebagai suhu rendah. Suhu 55 60 F ( 12-15C) dianjurkan untuk transportasi ikan sub tropis. Sedangkan untuk ikan tropis sebaiknya mendekati 15C.

Kebutuhan Oksigen Proses pertukaran gas pada ikan adalah pusat sistem pendukung metabolisme

efektif pada ikan.

Karena ketika oksigen terlarut dalam air terbatas, ikan harus

melewatkan air dalam volume besar melalui insang mereka dengan gerakan mulut dan operculum. Sehingga oksigen dengan kelarutan rendah akibat kepadatan tinggi dapat memacu percepatan proses pernafasan ikan dan memicu terjadinya stress. Kadar CO2 sisa pernafasan CO2 dihasilkan ikan lebih banyak dari O2 yang diserap. Sementara karbon dioksida (CO2) yang lebih mudah larut dalam darah dan air, dihasilkan oleh pernafasan dan diangkut ke insang untuk dilarutkan kembali pada air degan cepat. Peningkatan Amonia (NH3).

Selain CO2, respirasi ikan menghasilkan amonia (NH3, degradasi utama produk dari metabolisme protein) yang juga berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam air melalui insang maupun pembuangan kotoran. Penumpukan CO2 dan NH3

CO2 dan NH3 hasil ekskresi selama transportasi, dimungkinkan terjadi akumulasi dalam volume air yang tetap. Penekanan jumlah NH3 dapat dilakukan dengan pemberokan ikan selama 48-72 jam sebelum transportasi. Sedangkan penekanan akumulasi CO2 dapat dilakukan dengan memberikan pasokan blower bertekanan rendah untuk mengikat CO2 ke dalam gelembung udara dan terbebaskan di udara. Kadar CO2 yang tinggi selama transportasi serta pembuangan CO2 secara cepat diakhir transportasi dapat menyebabkan stress pada ikan dan dapat berujung pada kematian. Dengan pemahaman teknik transportasi ikan yang baik, maka tingkat kematian ikan selama transportasi ikan hidup dapat ditekan dan harga ikan hidup dapat optimal. Hal tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan bagi petani pembudidaya ikan. Budidaya ikan yang berkembang di pulau Bangka diharapkan dapat mengikis ketergantungan masyarakat terhadap penambangan timah demi masa depan yang lebih baik.

PENUTUP Keragaan pertumbuhan benih ikan patin nasutus dengan kepadatan 10 ekor/m2 merupakan yang terbaik. Padat penebaran ikan yang digunakan mempengaruhi terhadap keragaan pertumbuhan bobot dan panjang, laju pertumbuhan spesifik, konversi pakan, dan tingkat sintasan ikan.

Anda mungkin juga menyukai