BAB II - Tinjauan Pustaka
BAB II - Tinjauan Pustaka
Pada Bab ini akan dibahas berbagai dasar teori yang berhubungan dengan embedded system, penentuan lokasi menggunakan Global Positioning System (GPS), pengukuran kualitas udara menggunakan sensor, konsep pengiriman data menggunakan General Packet Radio Service (GPRS), Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang berlaku di Indonesia, dan kajian yang terkait dengan Tugas Akhir ini. Dasar teori ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai komponen-komponen materi yang terlibat dalam Tugas Akhir ini, sehingga akan mempermudah proses analisis dan perancangan sistem.
penyusun embedded system ini dikoordinasikan oleh satu atau lebih chip micro controller yang yang telah diprogram untuk melakukan fungsi tertentu. Karena dibangun untuk fungsi tertentu saja, maka pada umumnya komponen utama embedded system dapat memiliki ukuran yang lebih kecil dengan jumlah dan jenis komponen penyusunnya sesuai dengan kebutuhan saja. Dengan demikian biaya produksinya pun dapat ditekan. Hal ini berbeda dari sistem komputer umum, seperti personal computer, yang lebih fleksibel karena dapat memenuhi berbagai kebutuhan pengguna. Sebagai konsekuensinya, personal computer harus menyediakan berbagai macam komponen yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna secara umum. Akibatnya, ukuran komponen utamanya pun menjadi lebih besar dan biaya produksinya juga menjadi lebih mahal. Namun pada beberapa kasus, embedded system mungkin saja berupa suatu sistem dengan skala yang sangat besar dan bernilai II-1
II-2
sangat mahal, seperti embedded system pada pembangkit listrik tenaga nuklir atau sistem control pabrik. Pada intinya, yang membedakan antara embedded system dengan sistem komputer biasa adalah spesifikasi dari fungsinya.
Suatu embedded system biasanya memiliki sensor-sensor sebagai masukan, seperti sensor panas, sensor posisi (GPS), sensor pengukur jarak, sensor guncangan, dan lain-lain. Selain sensor, embedded system juga dilengkapi dengan komponen yang berfungsi menanggapi hasil penerimaan sensor setelah diproses, yaitu dapat berupa motor penggerak, layar, ataupun menggunakan modem untuk berkomunikasi dengan suatu server. Perangkat masukan dan keluaran dalam suatu embedded system dapat bersifat digital jika perangkat tersebut menerima masukan atau memberi hasil dalam bentuk digital atau analog jika masukan maupun keluarannya berupa sinyal analog. Semua perangkat masukan dan keluaran dari embedded system ini dikoordinasikan oleh logika yang telah diprogram ke dalam micro controller yang ditanamkan dalam sistem ini, atau lebih dikenal sebagai firmware. Inilah inti dari pembuatan suatu embedded system, karena program dalam micro controller itulah yang menentukan pemrosesan dan hasil yang dikeluarkan. Berikut ini adalah susunan standar dari suatu embedded system:
II-3
2.1.2. Teknik Pengembangan Embedded System Dalam pengembangan suatu embedded system, teknik pembuatan program/firmware yang akan ditanamkan/diprogram ke micro controller merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan micro controller pada umumnya memiliki sumber daya (resource) yang terbatas, baik itu dari segi pemrosesan maupun tempat penyimpanan data. Disamping itu juga untuk memudahkan proses debugging, maintenance, atau pengembangan lebih lanjut.
Dalam melakukan pengkodean micro controller pada embedded system, dapat digunakan bahasa tingkat rendah seperti bahasa assembly maupun bahasa tingkat tinggi seperti C. Hingga saat ini, bahasa yang paling banyak digunakan untuk mengembangkan sebuah embedded system adalah bahasa C. Jika dibandingkan dengan bahasa assembly, bahasa C lebih banyak digunakan dalam pengembangan embedded system karena lebih mudah dan cepat dalam implementasinya. Sejumlah kecil baris kode dalam bahasa C dapat menggantikan banyak baris kode dalam bahasa assembly. Hal ini juga akan memudahkan pengembang dalam melakukan debugging dan maintenance kode program. Disamping kemudahan dalam implementasi, penggunaan bahasa C dapat memberikan tingkat portabilitas yang lebih tinggi. Hal ini karena compiler bahasa C mendukung berbagai macam arsitektur micro controller. Apabila digunakan bahasa assembly, maka jika suatu program akan diterapkan pada micro controller dengan arsitektur yang berbeda, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian kode. Sehingga dengan kemudahan dan tingkat portabilitas yang diperoleh dari penggunaan bahasa C, biaya pengembangan embedded system pun dapat menjadi lebih murah [ZUR00].
Tahap selanjutnya setelah melakukan pengkodean dan compile adalah tahap memasukkan program yang telah dicompile ke dalam micro controller, atau dikenal dengan tahap programming. Dalam pengembangan embedded system, programming dapat dilakukan dengan langsung menghubungkan komputer dengan embedded system, atau lebih dikenal sebagai in-system programming. Gambar berikut ini adalah salah satu contoh piranti penghubung antara komputer dengan embedded system yang menggunakan teknik in-system programming:
II-4
Piranti USBasp ini digunakan untuk memprogram micro controller Atmel AVR. Apabila embedded system akan diprogram menggunakan piranti ini, maka board embedded system harus menyediakan jalur khusus yang sesuai dengan piranti ini agar dapat dilakukan komunikasi. Piranti ini dihubungkan ke komputer melalui kabel USB dan dihubungkan ke embedded system melalui 6 buah pin komunikasi. Dengan menggunakan cara ini, proses memprogram dapat dilakukan dengan lebih praktis tanpa harus memindahkan micro controller, namun board embedded system harus menyediakan jalur khusus untuk komunikasinya.
Selain menggunakan cara in-system programming, proses programming dapat pula dilakukan dengan memisahkan micro controller dari embedded system terlebih dahulu kemudian dilakukan programming dengan menggunakan piranti tersendiri yang tidak terhubung dengan embedded system. Berikut ini adalah contoh piranti programmer micro controller yang dapat digunakan untuk memprogram micro controller Atmel AVR:
II-5
Untuk menggunakan piranti programmer ini, micro controller dipindahkan sementara dari embedded system ke tempat yang tersedia pada piranti ini. Kemudian setelah melakukan programming, micro controller kembali dipindahkan ke embedded system. Dengan menggunakan cara ini, board pada embedded system tidak perlu menyediakan jalur khusus untuk melakukan programming, karena proses programming dilakukan di luar embedded system. Akan tetapi proses programming akan menjadi kurang praktis karena harus memindah-mindahkan micro controller dari embedded system ke programmer dan sebaliknya.
2.2.1. Segmentasi GPS GPS dibagi menjadi tiga buah segmen, yaitu susunan satelit, jaringan pemantau dan pengontrol di daratan, dan perangkat penerima pada pengguna. Secara formal, ketiga segmen ini dikenal sebagai segmen space, control, dan user equipment. Susunan
II-6
satelit ini terdiri dari sekumpulan satelit dalam suatu orbit, yang memancarkan sinyal bagi segmen user equipment. Segmen control bertugas memastikan kondisi, posisi, dan integritas sinyal dari setiap satelit dalam kondisi yang semestinya. Sedangkan segmen user equipment adalah pihak yang melakukan pemrosesan sinyal dari satelitsatelit sehingga dapat menghasilkan informasi posisi, kecepatan, dan atau waktu.
2.2.2. Penentuan Lokasi Menggunakan GPS Proses penentuan lokasi dengan menggunakan GPS dilakukan oleh segmen user equipment (receiver). Penentuan posisi dan pergerakan receiver secara dua dimensi (hanya latitude dan longitude) dapat diperoleh dengan mengkalkulasikan minimal tiga buah sinyal dari satelit yang berbeda yang ditangkap oleh antenna receiver. Sinyal yang diterima oleh receiver dapat diterjemahkan menjadi area cakupan dari satelit asal sinyal yang bersangkutan, dengan radius merupakan perkiraan titik lokasi receiver dan satelit yang memancarkan sinyal. Dengan mengkalkulasikan titik potong dari ketiga area radius jangkauan satelit yang tertangkap sinyalnya, maka akan didapatkan suatu perkiraan yang cukup akurat akan posisi receiver secara dua dimensi. Metode ini dikenal sebagai trilateration. Apabila minimal satu satelit tambahan dilibatkan dalam proses kalkulasi posisi, maka akan didapatkan informasi posisi receiver secara tiga dimensi, yaitu selain informasi latitude dan longitude, didapatkan juga informasi ketinggian (altitude). Berikut ini adalah gambaran sederhana dari proses trilateration:
II-7
2.2.3. Protokol Komunikasi GPS (Standar NMEA) Untuk dapat berkomunikasi dengan GPS receiver, maka diperlukan suatu pengetahuan akan protokol yang digunakan. Protokol komunikasi yang banyak digunakan oleh perangkat-perangkat penerima GPS dirancang oleh NMEA (National Marine Electronics Association). Protokol ini biasa dikenal sebagai protokol NMEA 0183 atau secara singkat, protokol NMEA. Protokol ini kompatibel dengan RS-232 dengan baud rate 4800 bps, 8 bits, tanpa parity, dan menggunakan satu bit stop. Data yang ditransmisikan dengan protokol ini dibentuk dalam satuan sentence dalam format karakter ASCII. Tiap sentence diawali dengan tanda dollar ($) dan diakhiri dengan carriage return dan line feed (<CR><LF>). Sentence standar yang digunakan ada bermacam-macam. Salah satu contoh sentence minimum yang digunakan dalam penentuan lokasi penerima GPS adalah sentence RMA (Recommended Minimum Navigation Information), yang disusun sebagai berikut:
Keterangan (sesuai dengan nomor pada gambar): 1. Dua karakter pertama adalah kode receiver, diikuti dengan tipe sentence. 2. Blink warning. 3. Latitude. 4. N (north) atau S (south) . 5. Longitude. 6. E (east) atau W (west) . 7. Perbedaan waktu A, dalam s. 8. Perbedaan waktu B, dalam s. 9. Kecepatan di daratan (dalam satuan knot) . 10. Track made good, dalam satuan derajat.
II-8
11. Magnetic variation, dalam satuan derajat. 12. Arah dari magnetic variation, E (east) atau W (west) . 13. Checksum dari sentence.
2.3 Konsep Pengiriman Data Menggunakan General Packet Radio Service (GPRS)
GPRS merupakan layanan data dengan kecepatan transfer hingga 40kbit/detik. Layanan GPRS ini dimiliki oleh hampir semua jaringan GSM. GSM adalah teknologi seluler digital yang digunakan untuk mentransmisikan suara dan data. GSM mendukung panggilan suara, pengiriman SMS (Short Message Service), dan transfer data dengan kecepatan mencapai 9.6 kbit/detik [GSM09]. GSM beroperasi pada frekuensi 900 MHz dan 1.8 GHz di Indonesia. Pada awalnya, GSM masih beroperasi dengan porsi circuit switching yang besar dan porsi packet switching yang kecil. Packet switching digunakan hanya untuk melakukan signalling [FHM02]. Karena permintaan akan layanan data terus meningkat, setelah melakukan pengembangan lebih lanjut, maka dicapailah suatu konsep GPRS yang terintegrasi dengan sistem GSM. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan arsitektur GPRS:
II-9
Untuk menghubungkan GPRS dengan arsitektur GSM yang ada saat ini, maka diperlukan suatu simpul jaringan baru yang dikenal sebagai GPRS Support Node (GSN). GSN bertanggungjawab dalam pengiriman dan routing dari paket-paket data antara mobile station (MS) dan packet data network (PDN) eksternal. Sebuah serving GPRS support node (SGSN) bertanggungjawab dalam pengiriman paket-paket data dari dan ke mobile station yang berada dalam area layanannya. Tugas dari SGSN termasuk routing dan transfer paket, manajemen mobilitas (attach/detach dan manajemen lokasi), manajemen logical link, dan fungsi-fungsi autentikasi dan charging. Location register dari suatu SGSN menyimpan informasi lokasi dan profil dari semua pengguna GPRS yang terdaftar pada SGSN tersebut. Sebuah gateway GPRS support node (GGSN) bertindak sebagai interface antara jaringan backbone GPRS dan PDN eksternal. GGSN bertugas menyesuaikan paket-paket data yang diterima dari SGSN sehingga sesuai dengan PDP (Packet Data Protocol) yang cocok, seperti IP (Internet Protocol) atau X.25, kemudian meneruskan paket-paket tersebut ke PDN tujuannya. Pada umumnya, hubungan antara SGSN dan GGSN adalah banyak ke banyak. Sebuah GGSN adalah interface ke PDN eksternal untuk banyak SGSN, sedangkan sebuah SGSN dapat melakukan routing paket-paketnya ke banyak GGSN untuk mencapai berbagai PDN [BET99].
II-10
Jaringan GPRS dapat terhubung dengan jaringan paket data berbasis IP, seperti internet atau intranet dan telah mendukung IPv4 dan IPv6. Dengan konfigurasi layanan seperti yang ditunjukkan pada Gambar II-8, GPRS dapat dianggap sebagai perluasan dari internet pada jaringan mobile. Sehingga pengguna layanan jaringan mobile memiliki koneksi langsung ke internet.
Oleh karena itu, sebagai acuan dalam pemantauan kualitas udara, pemerintah telah menetapkan parameter-parameter kualitas udara beserta tata cara pengukuran, perhitungan, dan pelaporannya yang dikenal sebagai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU merupakan suatu angka yang tidak memiliki satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya [MLH97]. Dengan adanya ISPU, maka penentuan kualitas udara suatu wilayah dapat terstandardisasi, sehingga informasi yang sampai ke masyarakat maupun yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan mengenai pengendalian kualitas udara menjadi lebih terpercaya.
Pedoman teknis mengenai tata cara pengukuran, perhitungan, dan pelaporan ISPU diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 107 tahun 1997. Pada pedoman teknis tersebut ditetapkan parameter ISPU yang diukur dan periode waktu pengukuran, seperti yang tertulis pada Tabel II-1.
II-11
No 1. 2. 3. 4. 5.
Parameter Debu (PM10) Karbon Monoksida (CO) Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Dioksida (NO2) Ozon (O3)
Waktu Pengukuran (Periode pengukuran rata-rata) 24 jam 24 jam 8 jam 1 jam 1 jam
Batas Indeks Standar Pencemar Udara ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel II-2 Batas ISPU Untuk Gas Polutan
Untuk memperoleh angka Indeks Standar Pencemar Udara dari hasil pengukuran, digunakan rumus berikut ini:
( Keterangan: I = ISPU terhitung = ISPU batas atas (dari tabel) = ISPU batas bawah (dari tabel)
= Ambien batas atas (dari tabel) = Ambien batas bawah (dari tabel) = Ambien hasil pengukuran
II-12
Dari hasil perhitungan ISPU, dapat diperoleh kategori ISPU sebagai berikut:
Tabel II-3 Kategori ISPU
Kategori (warna) Baik (hijau) Sedang (biru) Tidak Sehat (kuning) Sangat Tidak Sehat (merah) Berbahaya (hitam)
Di atas alat tersebut dipaparkan kertas filter yang telah diberi cairan kimia yang dapat menangkap gas SO2 dan NO2 yang ada di udara sekitar. Setelah dipaparkan dengan waktu tertentu, kertas filter dianalisis di laboratorium untuk mengetahui berapa konsentrasi gas SO2 dan NO2 yang terdeteksi.
II-13
Saat ini, kebutuhan akan pemantauan dan pengendalian kualitas udara meningkat dengan sangat pesat. Atas dasar ini, pengukuran kualitas udara dengan menggunakan prosedur-prosedur konvensional yang salah satunya seperti contoh di atas sudah tidak efisien lagi. Karena pasti membutuhkan waktu yang cukup lama, sementara kebutuhan saat ini adalah perolehan informasi kualitas udara secara remote dan hasilnya dapat diakses dengan mudah. Oleh karena itu, hingga saat ini pengembangan instrumen-instrumen pengukur konsentrasi gas (polutan) untuk menentukan kualitas udara terus berjalan.
Penelitian-penelitian para ahli telah banyak menghasilkan inovasi baru. Inovasiinovasi tersebut memungkinkan pengukuran konsentrasi gas (polutan) dilakukan secara cepat dan akurat dengan menggunakan sensor yang berukuran kecil dan dapat diproduksi secara massal sehingga harganya menjadi cukup murah. Penggunaan dari sensor-sensor tersebut sudah pasti lebih praktis dan efisien. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan sebuah sensor gas CO yang ukurannya cukup kecil:
Sensor-sensor yang telah banyak diproduksi saat ini juga memiliki teknologi yang berbeda-beda. Teknologi yang paling umum digunakan dalam sensor gas adalah teknologi elektrokimia. Sensor dengan teknologi ini terdiri dari bagian elektrodeelektrode pengindra kimiawi (chemical-sensing) dan sel-sel elektrokimia. Pada bagian elektrode pengindra kimiawi, gas dengan volume tertentu yang akan diukur konsentrasinya melakukan kontak dengan larutan penyerap yang memiliki nilai pH tertentu. Larutan yang telah tercampur dengan gas tersebut kemudian melewati
II-14
elektrode yang bersifat ion-selective, dimana konsentrasi ion yang sesuai dengan proporsi gas yang diserap akan diukur secara elektronik. Sel-sel elektrokimia berfungsi mengukur arus yang dihasilkan dari reaksi elektrokimia dari gas yang diukur. Gas yang akan diukur terdifusi melalui lapisan semipermeabel menuju sel-sel elektrokimia. Rasio dari difusi tersebut tergantung dari konsentrasi gas yang diukur. Ketika elektrolit pengoksidasi berada dalam sel, sejumlah elektron akan dibebaskan dari elektrode pengindra oleh reaksi oksidasi elektrokimia. Produksi elektronelektron mengakibatkan elektrode tersebut memiliki tegangan potensial relatif lebih rendah daripada elektrode lawannya. Karena terjadi perbedaan tegangan, maka arus elektron akan mengalir. Aliran arus inilah yang dapat diterjemahkan sebagai konsentrasi gas yang diukur. Untuk mengukur bermacam-macam gas, dapat digunakan elektrolit, lapisan semipermeabel, dan bahan elektrode yang sesuai dengan gas yang diinginkan [WRK81].
II-15
mengurangi penggunaan daya. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan susunan perangkat yang dikembangkan oleh Pter Vlgyesi, et al [PET08]:
Setelah data-data hasil pengukuran terkumpul di server, data-data tersebut akan divisualisasikan dalam web dengan menggunakan portal MSR SensorMap seperti pada gambar berikut ini: