Anda di halaman 1dari 10

DEGRADASI SENYAWA METILEN BIRU DENGAN METODE ELEKTROLISIS MENGGUNAKAN ELEKTRODA PLATINUM

Riyanto1 dan Tatang Shabur Julianto1 Program Studi Ilmu Kimia, FMIPA, Universitas Islam Indonesia Jl. Kaliurang KM 14,5; Sleman, Yogyakarta; 55584; Web site: www.uii.ac.id; e-mail: riyanto@fmipa.uii.ac.id Abstrak

Telah dilakukan penelitian degradasi senyawa metilen biru (MB) dengan metode elektrolisis dengan menggunakan katoda dan anoda lempengan Pt. Senyawa metilen biru dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 50 mL dimasukkan dalam sel elektrolisis yang terbuat dari kaca, kemudian dicelupkan anoda dan katoda Pt yang dihubungan dengan sumber arus DC. Sebelum elektrolisis dilakukan ke dalam larutan dimasukkan gas nitrogen selama 15 menit. Elektrolisis dilakukan selama 2 jam dengan tegangan 2 volt tanpa dan dengan menggunakan elektrolit NaCl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan waktu dan potensial yang sama, tanpa dan dengan penambahan NaCl, senyawa metilen biru terdegradasi masing-masing sebanyak 79,51 dan 100%. Selain itu efek penambahan NaCl dapat membentuk senyawa baru yang ditunjukkan dengan kenaikan puncak pada panjang gelombang 291 dan 201 nm. Kata kunci: degradasi, elektrolisis, metilen biru, spektrofotometer UV-Vis PENDAHULUAN Industri tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah industri tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya warna air limbah tergantung pada zat warna yang digunakan. Limbah air yang berwarna-warni ini yang menyebabkan masalah terhadap lingkungan. Limbah zat warna yang dihasilkan dari industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik non-biodegradable, yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan. Senyawa zat warna di lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi zat warna ke dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (Dae-Hee et al. 1999 dan Al-kdasi 2004). Jika industri tersebut membuang limbah cair, maka aliran limbah tersebut akan melalui perairan di sekitar pemukiman. Dengan demikian mutu lingkungan tempat tinggal penduduk menjadi turun. Limbah tersebut dapat menaikkan kadar COD (Chemical Oxygen Demand). Jika hal ini melampaui ambang batas yang diperbolehkan, maka gejala yang paling mudah diketahui adalah matinya organisme perairan (Al-kdasi 2004). Oleh karena itu perlu, dilakukan pengolahan limbah industri tekstil yang lebih lanjut agar limbah ini aman bagi lingkungan. Menurut Al-kdasi (2004) berdasarkan struktur kimianya zat warna dibagi menjadi bermacam-macam, antara lain: zat warna nitroso, nitro, azo, stilben, difenil metana, trifenil metana, akridin, kinolin, indigoida, aminokinon, anin dan indofenol. Sedangkan berdasarkan pada cara pencelupan atau pewarnaan pada bahan yang akan diwarnai digolongkan menjadi zat warna asam, basa, dispersi, direct dan lain-lain. Namun, secara garis besar zat warna digolongkan menjadi dua golongan yaitu zat warna alami dan zat warna sintetik. Salah satu contoh zat warna yang banyak dipakai industri tekstil adalah metilen biru. Dalam pewarnaan, senyawa ini hanya digunakan sekitar 5% sedangkan sisanya yaitu 95% akan dibuang sebagai limbah. Senyawa ini cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan 1

berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand). Hal ini tentu saja dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan yang ditandai dengan matinya organisme perairan di sekitar lokasi pembuangan limbah sehingga perlu pengolahan lebih lanjut agar limbah tekstil ini aman bagi lingkungan. Saat ini berbagai teknik atau metode penanggulangan limbah tekstil telah dikembangkan, di antaranya adalah metode adsorpsi. Namun metode ini ternyata kurang begitu efektif karena zat warna tekstil yang diadsorpsi tersebut masih terakumulasi di dalam adsorben yang pada suatu saat nanti akan menimbulkan persoalan baru. Sebagai alternatif, dikembangkan metode fotodegradasi dengan menggunakan bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet. Metode fotodegradasi akan membuat zat warna terurai menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana dan lebih aman untuk lingkungan. Pengolahan limbah batik dengan proses kimia dan adsorpsi karbon aktif telah dilakukan oleh Setyaningsing (2007). Pengolahan limbah yang dipilih adalah dengan proses kimia dan fisika, hal ini karena tujuan utama dari pengolahan limbah batik adalah penghilangan warna dari limbah batik. Koagulan yang digunakan adalah FeSO4 dan Ca(OH)2. Untuk mendapatkan pengolahan limbah dengan cara paling tepat, dilakukan rangkaian percobaan pengolahan limbah yaitu koagulasi/flokulasisedimentasi, koagulasi flotasi, koagulasi/flokulasi sedimentasi-adsorpsi dan proses adsorpsi. Hasil penelitian Setyaningsih (2007) didapatkan cara yang paling baik adalah proses koagulasi/flokulasisedimentasi-adsorpsi, dengan persen pengurangan warna sebesar 100%. Jenis adsorben yang paling bagus adalah karbon aktif tempurung kelapa, karbon aktif sekam padi, karbon aktif batu bara lokal dan karbon aktif batu bara impor. Metode oksidasi dengan menggunakan bahan-bahan pengoksida dengan teknik advanced oxidation processes (AOPS) telah dikembangkan dengan menggunakan radikal bebas hidroksi. AOPS proses menggunakan kombinasi ozone (O3), hydrogen peroxide (H2O2) and radiasi sinar UV. Teknik ini sangat baik untuk mengurangi warna limbah tetapi tidak mampu menurunkan angka COD (Ahmet et al., 2003; Lidia et al., 2001; Stanislaw et al., 2001; Tzitzi et al., 1994). Beberapa metode konvensional yang digunakan untuk mengolah limbah tekstil adalah kombinasi dari proses biologi, fisika dan kimia (Acher dan Rosenthal, 1977; Brown dan Hamburger, 1987). Karena limbah tekstil biasanya dihasilkan dalam skala besar maka beberapa metode tersebut menjadi tidak menguntungkan. Metode baru yaitu penggunaan ozon dan photooksidasi telah juga dikembangkan untuk mengolah limbah tekstil (Tratnyek dan Hoigne, 1991; Tratnyek et al., 1994). Metode ozonasi dan photooksidasi memerlukan biaya yang sangat tinggi dan sukar jika diterapkan untuk masyarakat. Metode elektrokimia merupakan metode yang sukses untuk mengolah beberapa limbah cair industri (Matis, 1980), termasuk limbah zat warna dari industri tekstil (Sheng and Peng, 1994). Elektroda yang sering digunakan dalam elektrolisis senyawa organik seperti zat warna adalah ruthenium, rhodium, lead dan stannum oksida (Vlyssides et al. 1999; Chen et al., 2005; Taghizadeh et al., 2000). Penggunaan elektroda PbO2 sebagai anoda telah banyak digunakan untuk elektrolisis (Nicola dan Badea, 1996; Tezuka dan Jwasaki, 1996; Casado dan Brillas, 1996). Senyawa orange II telah dapat didegradasi secara sempurna selama 120 menit dengan metode elektrolisis menggunakan anoda PbO2 dengan densitas arus 0.2 Acm-2. Polcaro et al. (1999) telah melakukan studi elektrolisis 2cholorophenol dengan anoda Ti/PbO2. Elektroda Ti/PbO2 banyak digunakan dalam berbagai industri untuk mengolah limbah cair. Elektroda alloy yaitu gabungan antara Cr, Ni dan Mg (Stainless steel) secara spesifik banyak digunakan dalam elektrolisis limbah tekstil. Dalam penelitian ini diusulkan degradasi senyawa metilen biru dengan menggunakan metode elektrolisis dengan anoda dan katoda platinum (Pt). Pt merupakan logam inert yang sangat baik sebagai elektrokatalis dan tahan terhadap kondisi larutan. Metode ini merupakan metode yang efektif, selektif, ekonomis, bebas polutan dan sangat sesuai untuk senyawa-senyawa organik. Hasil akhirnya adalah air dan gas karbon dioksida (Polcaro et al. 1999).

METODE PENELITIAN Pembuatan larutan metilen biru Larutan metilen biru (E Merck) dengan konsentrasi 10 ppm dibuat dengan cara menimbang serbuk MB sebanyak 10 mg dilarutkan dengan aquades sebanyak 1 L. Pembuatan sel elektrolisis Sel elektrolisis didesain dengan memperhatikan tempat pengadukan, tempat elektroda kerja dan pembanding serta pemasukan gas nitogren. Sel elektrolisis dibuat dari kaca dengan volume maksimum 100 mL. Elektrolisis larutan metilen biru Senyawa metilen biru 10 ppm diambil sebanyak 50 mL dimasukkan dalam sel elektrolisis, seterusnya elektroda kerja dan elektroda pembanding (Pt berbentuk lempengan, luar 1 cm2 dan kemurnian 100% dari Aldrich) dimasukkan dalam larutan. Elektrolisis dijalankan dengan menggunakan variasi tegangan, waktu elektrolisis, serta konsentrasi NaCl yang ditambahkan. Larutan setelah dielektrolisis diambil dan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis Hitacho U 2010. Analisis dengan Spektrofotometer UV-Vis Larutan Metilen Biru, sebelum dielektrolisis diambil sebagian kemudian dilakukan analisis dengan Spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U 2010) pada daerah UV-Vis yaitu 190-800 nm. Hal yang sama dilakukan pada larutan hasil elektrolisis metilen biru kemudian spektra hasil analisis dibandingakan antara sebelum elektrolisis dan setelah elektrolisis. Optimasi kondisi elektrolisis seperti potensial, waktu elektrolisis, dan konsentrasi NaCl yang ditambahkan. Optimasi beberapa variabel yang mempengaruhi hasil elektrolisis perlu dilakukan seperti arus dan waktu elektrolisis. Menurut Bockris & Drazic (1972) variabel yang sangat berpengaruh dalam elektrolisis adalah arus, potensial, dan waktu elektrolisis. Potensial divariasi dari 2; 3,5; 5,5; 6,5; 7,5; dan 8,5 V. Waktu elektrolisis dapat divariasi yaitu 3, 6, 9, 12, 15 menit, dan 1 jam. Selain potensial dan waktu elektrolisis, ada variabel lagi yang divariasi yaitu konsentrasi NaCl yang ditambahkan. Variasi konsentrasi NaCl ini yaitu 0,01; 0,02; 0,03; 0,03; 0,04; 0,05, 0,08; 0,1; 0,3; dan 1 gr. HASIL DAN PEMBAHASAN Degradasi MB dengan elektrolisis dapat diketahui dengan membandingkan spektra sebelum dan sesudah elektrolisis dan kondisi analisis sama. Hasil spektra yang ditunjukkan pada Gambar 1.
1,1 1,0 0,9 0,8 0,7

Sebelum Elektrolisis Sesudah Elektrolisis

Absorbansi

0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

Panjang Gelombang

Gambar 1. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis selama 2 jam pada potensial 2.0 V (tanpa NaCl)

Gambar 1 di atas adalah gambar perbandingan antara metilen biru sebelum dan setelah dilakukan elektrolisis selama 2 jam. Dari gambar tersebut, nampak bahwa telah terjadi penurunan absorbansi dari senyawa metilen biru setelah dilakukan elektrolisis. Hal ini terlihat pada gambar bahwa senyawa metilen biru sebelum elektrolisis dengan konsentrasi 10 ppm memiliki absorbansi 0,952 dan setelah dilakukan elektrolisis selama 2 jam dengan tegangan 2 Volt ternyata absorbansinya turun menjadi 0,757. Dari nilai absorbansi yang ditunjukkan dapat dihitung persen dari senyawa metilen biru yang terdegradasi yaitu 79,51%.
0.9 0.8 0.7
M 6,7 ppm B 2 Volt 3,5 Volt 5,5 Volt 6,5 Volt 7,5 Volt 8,5 Volt

Absorbansi

0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 200 250 300 350 400

450

500

550

600

650

700

750

800

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 2. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis dengan variasi tegangan (Volt) (tanpa NaCl) Gambar 2 di atas adalah gambar spectra hasil analisis MB 10 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis dengan variasi tegangan yang diberikan saat elektrolisis yaitu 2; 3,5; 5,5; 6,5; 7,5; dan 8,5 Volt. Dari hasil tersebut, tampak bahwa walaupun tegangannya dinaikkan sampai tegangan maksimal yaitu 8,5 Volt, tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada hasil elektrolisisnya. Hal ini disebabkan karena senyawa metilen biru merupakan senyawa yang sangat stabil sehingga sulit untuk diuraikan. Bila dilihat dari strukturnya, senyawa metilen biru merupakan senyawa semi polar karena memiliki ikatan polar dan non polar sehingga akan sulit terurai menjadi ion-ionnya. Elektrolit perlu ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan untuk mempermudah proses elektolisis. Elektrolit yang dimaksud adalah garam, di mana garam bila dilarutkan ke dalam air akan terurai menjadi ion-ionnya dan penghantar listrik yang baik sehingga dapat mempermudah proses elektrolisis. Garam yang ditambahkan ke dalam larutan metilen biru dalam adalah NaCl di mana di dalam larutan akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl-. Hasil dari elektrolisis setelah dilakukan penambahan NaCl ke dalam larutan dapat dilihat pada Gambar 3.

1 ,8 1 ,7 1 ,6 1 ,5 1 ,4 1 ,3 1 ,2 1 ,1 1 ,0 0 ,9 0 ,8 0 ,7 0 ,6 0 ,5 0 ,4 0 ,3 0 ,2 0 ,1 0 ,0 -0 ,1 20 0 20 5 30 0 30 5 40 0 40 5 50 0

S ebelumE lektro lisis S esud E trolisis ah lek

Absorbansi

50 5

60 0

60 5

70 0

70 5

80 0

P anjan G g elom bang (nm )

Gambar 3. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis selama 15 menit dengan penambahan 0,5 gr NaCl Elektrolisis dilakukan dengan penambahan NaCl sebanyak 0,5 gram dan tegangan 7,5 Volt dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi optimum NaCl yang ditambahkan ke dalam larutan. Waktu yang diperlukan untuk elektrolisis sampai larutan menjadi jernih yaitu selama 15 menit dan hasilnya tampak pada Gambar 3.
1.4 1.3 1.2 1.1 1.0

Absorbansi

0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 200 250 300

Sebelum Elektrolisis NaCl 0,01 gr NaCl 0,02 gr NaCl 0,03 gr NaCl 0,04 gr NaCl 0,05 gr

350

400

450

500

550

600

650

700

750

800

Panjang Gelombang (nm)


Gambar 4. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis selama 15 menit dengan variasi konsentrasi NaCl yang ditambahkan (0,01-0,05 gram) Gambar 4 di atas terlihat hasil elektrolisis dengan variasi konsentrasi NaCl yang ditambahkan pada larutan yang akan dielektrolisis. Setelah sebelumnya dilakukan elektrolisis selama 15 menit dengan penambahan NaCl sebanyak 0,5 gram dan diperoleh larutan yang jernih, maka selanjutnya dilakukan variasi pada konsentrasi NaCl yang ditambahkan yaitu 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; dan 0.05 gram. Pada variasi NaCl ini, elektrolisis dilakukan dengan tegangan dan waktu elektrolisis yang tetap yaitu menggunakan tegangan 7,5 Volt dan waktu elektrolisis selama 15 menit. Variasi ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi NaCl optimum yang digunakan untuk elektrolisis sehingga larutan menjadi jernih. Gambar 4 tampak bahwa absorbansi larutan mengalami penurunan sebanding dengan jumlah NaCl yang ditambahkan. Namun pada gambar ini belum didapat konsentrasi NaCl optimum, sehingga

perlu dilakukan variasi penambahan NaCl dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5.
2 ,0
S ebelumE tro lek lisis N l 0,08 gr aC N l 0,1 g aC r N l 0,3 g aC r N l 1 gr aC

1 ,5

Absorbansi

1 ,0

0 ,5

0 ,0 20 0 20 5 30 0 30 5 40 0 40 5 50 0 50 5 60 0 60 5 70 0 70 5 80 0 80 5

P anjang G elom an b g

Gambar 5. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis selama 15 menit dengan variasi NaCl 0,05-1 gram Gambar 5 adalah gambar hasil elektrolisis dengan konsentrasi NaCl yang berbeda ditambahkan pada larutan. Gambar tersebut nampak bahwa spektra menunjukkan garis lurus pada daerah Visibel yaitu pada penambahan NaCl sebanyak 0,3 gr yang berarti metilen biru telah terdegradasi 100%, namun pada daerah UV absorbansinya naik pada panjang gelombang 291 nm dan puncak pada panjang gelombang 260 nm hilang. Pada penambahan NaCl dengan konsentrasi 0,08-0,1 gr puncak ini masih ada namun pada daerah Visibel menunjukkan garis lurus yaitu pada konsentrai NaCl 0,3 dan 1 gr puncak ini akan hilang. Begitu juga setelah penambahan NaCl sebanyak 1 gram tampak bahwa pada daerah 283 nm memberikan puncak dengan absorbansi yang sangat tinggi yaitu 1,784 dan pada daerah dengan panjang gelombang 203 nm membentuk puncak dengan absorbansi 1,790.

1 .7 1 .6 1 .5 1 .4 1 .3 1 .2 1 .1 1 .0 0 .9 0 .8 0 .7 0 .6 0 .5 0 .4 0 .3 0 .2 0 .1 0 .0 -0 .1 -0 .2
20 0 20 5 30 0 30 5

Absorbansi

S b lu E k lisis e e m le tro 2 V lt o 3 V lt ,5 o 5 V lt ,5 o 6 V lt ,5 o 7 V lt ,5 o 8 V lt ,5 o

40 0

40 5

50 0

50 5

60 0

60 5

70 0

70 5

80 0

P n n G lo b n (n ) a ja g e m a g m Gambar 6. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antar sebelum dan sesudah elektrolisis selama 15 menit dengan variasi tegangan (Volt) Gambar 6 tersebut adalah gambar hasil elektrolisis dengan variasi tegangan yang diberikan pada saat elektrolisis. Setelah didapatkan konsentrasi NaCl yang optimum, maka selanjutnya dilakukan variasi tegangan yang diberikan yaitu 2; 3,5; 5,5; 6,5; 7,5; dan 8,5 Volt. Dari gambar di atas, tampak bahwa tegangan yang optimum yang diberikan untuk melakukan elektrolisis sehingga memberikan garis datar pada daerah Visibel yaitu pada tegangan 6,5 Volt. Untuk selanjutnya pada daerah UV, tidak jauh berbeda dengan hasil yang ditunjukkan pada variasi NaCl sebelumnya yaitu memberikan puncak yang 6

cukup tinggi pada daerah UV dengan panjang gelombang 292 nm memberikan absorbansi sebesar 0,394 sedangkan puncak pada daerah 260 hilang, begitu juga pada tegangan maksimum yang diberikan yaitu 8,5 volt memberikan absorbansi sebesar 0,672 pada daerah panjang gelombang 291 dan puncak pada daerah panjang gelombang 260 nm juga hilang. Pada daerah ini terjadi pergeseran puncak dari garis tersebut yaitu pada daerah dengan panjang gelombang 292 nm pada saat tegangannya 6,5 Volt bergeser ke kiri menjadi 291 nm pada saat tegangannya 8,5 Volt.
1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 200 250 300 350 400

Absorbansi

S ebelumE lektrolisis 3m enit 6m enit 9m enit 12 m enit 15 m enit 1 jam

4 50

50 0

550

6 00

650

70 0

7 50

800

Panjang G bang (nm lom )

Gambar 7. Spektra hasil analisis dari MB 10 ppm antara sesudah dan sebeleum elektrolisis dengan variasi waktu elektrolisis Gambar 7 di atas adalah gambar hasil elektrolisis dengan variasi waktu elektrolisis. Setelah diperoleh konsentrasi NaCl dan tegangan optimum yaitu pada konsentrasi NaCl 0,3 gram dan 6,5 Volt tegangan yang diberikan untuk elektrolisis, selanjutnya dilakukan variasi waktu elektrolisis yaitu 3, 6, 9, 12, 15 menit, dan 1 jam. Dari gambar 7 di atas, tampak bahwa pada waktu 15 menit telah memberikan hasil yang optimum yaitu terbentuk garis lurus pada daerah Visibel dan pada akhir elektrolisis setelah 15 menit juga larutan metilen biru telah menjadi jernih yang berarti bahwa larutan metilen biru telah terdegradasi 100%. Pada daerah UV, juga memberikan hasil yang sama seperti pada variasi konsentrasi NaCl dan variasi tegangan yang sebelumnya telah dilakukan dan pada waktu maksimum yang dilakukan yaitu elektrolisis selama 1 jam, tampak bahwa puncak yang terbentuk pada daerah UV dengan panjang gelombang 291 nm memberikan absorbansi yang sangat tinggi yaitu 1,572 dan pada daerah panjang gelombang 200 nm memberikan puncak dengan absorbansi 1,6. Tidak jauh berbeda dengan hasil yang ditunjukkan pada gambar-gambar sebelumnya yaitu puncak pada daerah panjang gelombang 260 nm juga hilang. Setelah melakukan elektrolisis dengan beberapa variasi di atas dan telah diperoleh waktu, tegangan serta konsentrasi penambahan NaCl yang optimum untuk elektrolisis, maka untuk selanjutnya dilakukan elektrolisis metilen biru dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 20 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan elektrolisis yang telah dilakukan. Untuk larutan metilen biru 20 ppm ini mula-mula dilakukan elektrolisis selama 4 jam dan setelah itu dilakukan kembali elektrolisis selama 8 jam dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 8.

3.0

2.5

M 20 ppm B Sesudah 4 jam Sesudah 8 jam

Absorbansi

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

Panjang Gelom bang (nm )

Gambar 8. Spektra hasil analisis dari MB 20 ppm antara sebelum dan sesudah elektrolisis selama 4 jam dan 8 jam Dari gambar di atas, tampak bahwa setelah elektrolisis selama 4 jam, senyawa yang berada di daerah UV masih belum terdegradasi secara sempurna dan setelah elektrolisis selama 8 jam juga hasilnya belum maksimal dan hanya menunjukkan penurunan absorbansi yang sangat kecil yaitu dari 1,7 pada daerah panjang gelombang 290 nm menjadi 1,499 dan pada daerah panjang gelombang 206 nm absorbansinya turun dari 1,671 menjadi 1,474. Hal ini berarti bahwa, waktu elektrolisis yang cukup lama tidak berpengaruh banyak pada hasil elektrolisis untuk mendegradasi senyawa pada daerah UV. Setelah diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan pada gambar-gambar di atas, maka perlu diketahui senyawa apa yang ter bentuk pada daerha UV dengan cara melakukan analisis lebih lanjut dengan instrument yang berbeda. Namun sebelum dianalisis lebih lanjut, larutan hasil elektrolisis yang berwarna jernih diekstrak terlebih dahulu menggunakan pelarut kloroform dan n-hexane. Hasil yang diperoleh ditunjukkan oleh gambar 9 dan 10.
1.2 1.0

Absorbansi

0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

P anjang G elom bang (nm )

Gambar 9. Spektra hasil analisis dari larutan hasil elektrolisis setelah diekstrak dengan kloroform

2.0 1.8 1.6 1.4

Absorbansi

1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 10. Spektra hasil analisis dari larutan hasil elektrolisis setelah diekstrak dengan nhexane Spektra hasil analisis yang ditunjukkan pada gambar 9 dan 10, senyawa baru yang terbentuk dari hasil elektrolisis metilen biru bereaksi dengan pelarut membentuk senyawa baru. Hal ini juga terlihat pada saat dilakukan ekstraksi, warna larutan berubah menjadi pink dari larutan yang jernih saat diekstraksi dengan kloroform dan saat diekstraksi dengan n-hexane, warna larutan berubah menjadi oranye. KESIMPULAN Degradasi MB dengan menggunakan teknik elektrolisis sangat dipengaruhi oleh penambahan elektrolit seperti NaCl. Penambahan NaCl akan meningkatkan daya hantar listrik sehingga dalam waktu yang singkat MB telah terdegradasi 100% atau larutan menjadi jernih. Namun, efek penambahan NaCl akan mengakibatkan terbentuknya senyawa baru yang belum diketahui secara pasti, hal ini ditunjukkan oleh terbentuknya puncak baru pada daerah Ultra Violet. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui Proyek Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2009. DAFTAR PUSTAKA Acher, A. J. dan Rosenthal, I., 1977. Dye-Sensitized-Photo-Oxidation: A new approach to the treatment of organic matter in sewage effluents. Wat. Res. 11: 557562. Ahmet B., Ayfer Y., Doris L., Nese N. dan Antonius K. 2003, Ozonation of high strength segregated effluents from a woollen textile dyeing and finishing plant, Dyes and Pigments, 58: 93-98. Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T., 2004. Treatment of Textile Wastewater by Advanced Oxidation Processes. Global Nest the Int. J. 6: 222-230. Brown, D. dan Hamburger, B., 1987. The degradation of dyestuffs. Investigation of their ultimate degradability. Chemosphere 16: 15391553. Casado, J. dan Brillas, E. 1996. Electrochemical mineralization of aniline: The peroxi-coagullation and electro-fenton process. Proc. 10th Int. Forum Electrolysis Chem. Ind., Electrosynthesis. Lancaster, N.Y. 192-198. 9

Chen, X., Shen, Z., Zhu, X., Fan, Y. dan Wang, W. 2005. Advanced treatment of textile wastewater for reuse using electrochemical oxidation and membrane filtration. Wat. Res. 20: 271277. Dae-Hee A., Won-Seok C. dan Tai-Il Y. 1999. Dyestuff wastewater treatment using chemical oxidation, physical adsorption and fixed bed biofilm process, Process Biochemistry 34: 429 439. Lidia S., Claudia J. dan Santosh N.K. 2001. A comparative study on oxidation of disperse dyes by electrochemical process, ozone, hypochlorite and fenton reagent, Water Research, 35: 2129 2136. Matis, K. A. 1980. Treatment of industrial liquid wastes by electro-floatation. Wat. Pollut. Control 19: 136142. Nicola, M. dan Badea, T. 1996. Wastewater Treatment Using electrochemical oxidation of organic pollutants. Sci. Technol.Environ. Prot. 3: 35-40. Polcaro, A.M., Palmas, S., Renoldi, F. dan Mascia, M. 1999. On the performance of Ti/SnO sub(2) and Ti/PbO anodes in electrochemical degradation of 2-chlorophenol for wastewater treatment. J. Appl. Electrochem. 29: 147-151. Setyaningsih, H. 2007. Pengolahan limbah batik dengan proses kimia dan adsorpsi karbon aktif. Tesis Program Pasca Sarjana UI. Jakarta. Sheng, H. dan Peng, C.F. 1994. Treatment of textile wastewater by electrochemical method. Wat. Res. 28: 277282. Staniskaw L. dan Monika G. 1999. Optimization of oxidants dose for combined chemical and biological treatment of textile wastewater, Water Research, 33: 2511-2516. Taghizadeh, A., Lawrence, M.F, Miller, L., Anderson, M.A dan Serpone, N. 2000. (Photo) electrochemical behavior of selected organic compounds on TiO2 electrodes. Overall relevance to heterogeneous photocatalysis. J. Photochem. Photobiol. 2-3: 145-156. Tezuka, M. and Jwasaki, M. 1996. Oxidative degradation of organic pollutants in water by glow discharge electrolysis. Asia-Pac. Proc. 3rd Conf. Plasma Sci. Technol. Tokyo Japan: Japan Society for the Promotion of Science, Local Organizing Committee of APCPST96. 423-427. Tzitzi M., Vayenas D.V. dan Lyberatos G. 1994. Pretreatment of textile industry wastewaters with ozone, Water Science and Technology, 29:151-160. Tratnyek, P. G. dan Hoigne, J. 1991. Oxidation of substituted phenols in the environment: A QSAR analysis of rate constants for reaction with singlet oxygen. Environ. Sci. Technol. 25:1596 1604. Tratnyek, P. G., Elovitz, M. S. dan Colverson, P.1994. Photoeffects of textile dye wastewater: Sensitization of single oxygen formation, oxidation of phenols and toxicity to bacteria. Environ. Toxicol. Chem. 13: 2733. Vlyssides, A.G., Loizidou, M., Karlis, P.K., Zorpas, A.A., Papaioannou, D.J. 1999. Electrochemical oxidation of a textile dye wastewater using a Pt/Ti electrode. J. Hazard Mater. 23:70:41-52.

10

Anda mungkin juga menyukai