Anda di halaman 1dari 25

Presentasi Kasus

GAGAL GINJAL TERMINAL

Disusun oleh: Nathalia Hermanto 0606104095

Pembimbing: Dr. Sudung O Pardede, SpA(K)

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2010

BAB I ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS Nama Pasien Jenis Kelamin Usia Alamat Suku Agama Orang tua: Nama Ayah Usia Pendidikan Pekerjaan Nama Ibu Usia Pendidikan Pekerjaan ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 18 November 2010 Keluhan utama Bengkak di seluruh tubuh sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit Riwayat Penyakit Sekarang Ketika berusia 3 bulan, pasien demam naik turun, namun suhu tidak diukur. Pasien juga muntah setiap kali selesai minum ASI. Batuk dan pilek disangkal. Sesak nafas pun disangkal. Nafsu makan mulai berkurang. Buang air besar normal. Buang air kecil frekuensi berkurang, namun setiap buang air kecil pasien sering mengedan. Buang air kecil berwarna kemerahan, keruh disangkal. Pasien kemudian berobat ke dokter, : Tn. A : 48 tahun : S1 : Karyawan : Ny. K : 44 tahun : S1 : Ibu rumah tangga : An. F : Laki-laki : 13 tahun : Cibubur : Jawa : Islam

dikatakan pasien harus disunat. Meskipun telah disunat, pasien masih tetap demam, muntah dan saat buang air kecil mengedan. Kemudian pasien dibawa ke RS Hermina, dilakukan USG dan dikatakan oleh dokter terdapat pembengkakkan ginjal dan penyempitan di saluran ginjalnya. Lalu pasien menjalani operasi untuk mengeluarkan urinnya dengan dipasang selang. Enam bulan kemudian, pasien kembali demam lalu dibawa ke RS dan dilakukan operasi pelepasan selang dan dikatakan oleh dokter bahwa ginjal yang lain berukuran kecil. Ketika berusia satu tahun, pasien demam kembali. Kemudian dilakukan USG dan dikatakan oleh dokter terdapat kista di ginjalnya. Pasien menjalani kembali operasi, namun ketika dioperasi ternyata tidak terdapat kista di ginjalnya. Sejak itu pasien rutin kontrol ke RS. Ketika berusia dua tahun, pasien tidak kontrol lagi karena sudah tidak ada keluhan. Lima bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi, suhu tidak diukur. Batuk dan pilek disangkal. Sesak nafas disangkal. Pasien juga merasa nyeri di pinggangnya. Lalu pasien dibawa ke RS dan dikatakan oleh dokter pasien menderita gagal ginjal kronik. Saat pemeriksaan darah diketahui bahwa Hb pasien 3, oleh karena itu dilakukan transfusi darah. Setelah transfusi, pasien bengkak di kedua kelopak mata kemudian seluruh tubuh, dalam dua minggu bengkak hilang. Tiga bulan yang lalu, pasien mengalami bengkak di seluruh tubuh, disertai sesak nafas. Pasien kemudian dirawat di ICU selama dua bulan. Saat di ICU, pasien mulai menjalani hemodialisis. Kemudian dipasang CAPD. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami bengkak di seluruh dan cairan dari CAPD tidak dapat keluar. Sesak nafas disangkal. Pasien sering cepat lelah dan nafsu makan menurun. Buang air besar normal. Buang air kecil sedikit dan jarang. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat atopi (-) Riwayat sakit paru (-) Riwayat Penyakit Keluarga Sakit serupa (-) Hipertensi (+) Ayah DM (-) Riwayat atopi (-)

Riwayat penyakit paru (-) Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Ayah bekerja sebagai karyawan. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Ibu pasien rutin kontrol hamil ke dokter, satu bulan sekali. Selama hamil Ibu pasien tidak terdapat riwayat demam, keputihan. Konsumsi obatobatan, jamu dan rokok disangkal. Pasien lahir spontan, langsung menangis, cukup bulan, ditolong oleh dokter. Berat lahir 3200 gram, panjang lahir 49 cm. Riwayat Nutrisi ASI sampai usia 6 bulan, PASI sampai usia 1 tahun, nasi tim sejak usia 9bulan, makan biasa mulai usia 1 tahun. Saat ini makan nasi 3x/hari, ditambah lauk-pauk seperti ikan, ayam, sayur, dan minum susu 2x/hari. Kesan: kualitas dan kuantitas cukup Riwayat Tumbuh Kembang Pasien mulai tengkurap pada usia 4 bulan, mulai duduk pada usia 6 bulan, mulai berdiri pada usia 9 bulan, mulai berjalan usia 12 bulan, mulai bicara saat usia 2 tahun, serta mulai membaca dan menulis usia 5 tahun. Saat ini pasien kelas 6 SD dan tidak ada riwayat tinggal kelas. Riwayat Imunisasi Jenis imunisasi BCG DPT Polio Hepatitis B Campak I v v v v v v v v v v v v v II III IV V

Imunisasi dasar lengkap. Status Antropometri Berat badan: 29 kg (P3)

Tinggi badan: 130 cm (<P3) BB/U: 29/40 = 72,5% TB/U: 130/149 = 87,2% BB/TB: 29/27 = 107% kesan status gizi normal PEMERIKSAAN FISIS Status Generalis pada tanggal 18 November 2010 Kesadaran Keadaan umum Tanda Vital Tekanan darah Nadi Nafas Suhu Kepala Rambut Telinga Hidung Gigi dan Mulut Leher Tenggorok Jantung Paru-paru Abdomen Ekstremitas Kulit cukup Genital : Laki-laki : 130/60 mmHg : 92 x/menit, reguler, isi cukup : 30 x/menit, reguler, kedalaman cukup : 36,80C : Tidak ada deformitas : Hitam, tidak mudah dicabut, tersebar merata : tidak ada deformitas : Tidak ada deviasi : Tidak ada karies : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening : Tidak hiperemis : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-) : Vesikular, rhonki -/-, wheezing -/: datar, lemas, bising usus (+) normal, Hati dan Limpa tidak teraba, terpasang CAPD : Akral hangat, CRT <3, edema pretibial +/+ : sawo matang, petechie (-), sianosis (-), turgor kulit : Kompos Mentis : Tampak sakit sedang

Mata : sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat +/+, edema palpebra +/+

Status Generalis pada tanggal 19 November 2010 Kesadaran Keadaan umum Tanda Vital Tekanan darah : 130/80 mmHg : Kompos Mentis : Tampak sakit sedang

Nadi Nafas Suhu Kepala Rambut Telinga Hidung Tenggorok Jantung Paru-paru Abdomen Ekstremitas Kulit cukup Genital

: 100 x/menit, reguler, isi cukup : 24 x/menit, reguler, kedalaman cukup : 36,6 0C : Tidak ada deformitas : Hitam, tidak mudah dicabut, menyebar merata : Tidak ada deformitas, Tidak ada sekret : Tidak ada deviasi : Tidak hiperemis : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-) : Vesikular, Rhonki -/-, wheezing -/: Datar, lemas, bising usus (+) normal, hati dan limpa tidak teraba, off CAPD : Akral hangat, CRT <3, edema -/-, terpasang kateter cimino di fosa cubiti sinistra : Sawo matang, petechie (-), sianosis (-), turgor kulit : Laki-laki, sudah di sunat

Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat +/+, edema palpebra +/+

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil pemeriksaan darah perifer lengkap pada tanggal 15 November 2010 Darah Perifer Lengkap Hb Ht Leukosit Trombosit MCH MCV MCHC Ureum/Kreatinin Albumin SGOT SGPT LFG : 7,3 g/dl : 19.8% : 8.500/ul : 160.000/ul : 28.7 fl : 77.9 pg : 36.8 g/dl : 66/3,7 : 2,95 g/dl : 25 u/l : 18 u/l : 19,32 ml/menit/1,73 m2

Hitung Jenis : -/-/63/33/2

Glukosa darah sewaktu: 165 mg/dl

RESUME Pasien An. S umur 12 tahun datang dengan keluhan bengkak diseluruh tubuh sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Ketika berusia 3 bulan, pasien demam naik turun, namun suhu tidak diukur. pasien juga muntah setiap kali selesai minum ASI. Batuk dan pilek disangkal. Sesak nafas pun disangkal. Nafsu makan mulai berkurang. Buang air besar normal. Buang air kecil frekuensi berkurang, namun setiap buang air kecil pasien sering mengedan. Buang air kecil berwarna kemerahan, keruh disangkal. Enam bulan kemudian, pasien kembali demam lalu dibawa ke RS dan dilakukan operasi pelepasan selang. Sejak itu pasien rutin kontrol ke RS. Ketika berusia dua tahun, pasien tidak kontrol lagi karena sudah tidak ada keluhan. Lima bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi, suhu tidak diukur. Batuk dan pilek disangkal. Sesak nafas disangkal. Pasien juga merasa nyeri di pinggangnya. Tiga bulan yang lalu, pasien mengalami bengkak di seluruh tubuh, disertai sesak nafas. Pasien kemudian dirawat di ICU selama dua bulan. Saat di ICU, pasien mulai menjalani hemodialisis. Kemudian dipasang CAPD. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami bengkak di seluruh dan cairan dari CAPD tidak dapat keluar. Sesak nafas disangkal. Pasien cepat lelah dan nafsu makan menurun. Buang air besar normal. Buang air kecil sedikit dan jarang. Pada pemeriksaan fisis didapatkan konjungtiva pucat, edema palpebra dan edema pretibial. Pada pemeriksaan laboratorium diketahui pasien anemia, kenaikan ureum dan kreatinin, serta penurunan laju filtrasi glomerulus. DIAGNOSIS Gagal ginjal terminal Hipertensi derajat II Perawakan pendek

TATA LAKSANA Makanan Biasa, diet nefritis 1800 kal, garam 1 g/hari Vitamin D3 0,25mg, 2x/minggu Bicnat 3x2 tab CaCO3 3x500 mg

Captopril 2x12,5 mg Nifedipin 4x15 mg Amlodipin 1x10 mg Ca sandoz 3x3 cth Ceftazidim 1x750 mg Hemodialisis 2x/minggu Operasi pelepasan CAPD dan pemasangan kateter cimino

PROGNOSIS Ad vitam: dubia ad bonam Ad functionam: malam Ad sanactionam: malam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel, sehingga kadar kreatinin serum lebih dari 2 atau 3 kali normal untuk anak dengan jenis kelamin yang sama, atau bila laju filtrasi glomerulus (LFG) <30 ml/menit/1,73 m2 sekurang-kurangnya selama 3 bulan. Gagal ginjal terminal ialah keadaan kadar kreatinin serum yang lebih dari 4 kali nilai normal untuk anak dengan usia dan jenis kelamin yang sama (0,4-1 mg/dL), atau LFG < 10 ml/menit/1,73 m2 dan pasien telah memerlukan teapi dialisis atau transplantasi ginjal. Penurunan fungsi ginjal terjadi sesuai dengan penurunan jumlah dari massa ginjal (tabel 1). Fungsi ginjal dinyatakan sebagai laju filtrasi glomerulus (LFG).1 Tabel 1. Pembagian gagal ginjal kronik Massa ginjal yangLFG masih berfungsi(%) Insufisiensi ginjal ringan Insufisiensi ginjal sedang Insufisiensi ginjal berat Gagal terminal ginjal < 5 10 Membutuhkan pengganti ginjal terapi 15 - 5 30 10 25 - 15 50 - 30 Gangguan metabolik dan pertumbuhan 50 - 25 ml/menit/1.73m2 80 - 50 Asimptomatik Gejala-gejala

Dikutip dari Rigden SPA. The management of chronic and end stage renal failure in children.In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical paediatric nephrology 3rd ed. Oxford University Press New York., 2003 : 428

ANGKA KEJADIAN Angka kejadian gagal ginjal kronik sulit ditentukan secara pasti. Pada tahun 1999, di United Kingdom diperoleh data 53,4 per 1 juta anak mengalami terapi pengganti ginjal di mana 2,4% terjadi pada umur kurang dari 2 tahun, 6,4% pada umur 2-5 tahun, 20,5% pada umur 5-10 tahun, 41,2% pada umur 10-15 tahun dan 29,5% pada umur 15-18 tahun
1,2

. Di

Indonesia, antara 1984-1988 di 7 rumah sakit pendidikan ditemukan GGK sebanyak 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal. Sedangkan di RSCM didapatkan peningkatan jumlah penderita GGK dari 4,9% dari 668 anak yang dirawat tahun 1991-1995, menjadi 13,3% dari 435 anak pada tahun 1996-2000.3 ETIOLOGI Penyebab terjadinya GGK bermacam-macam. Namun terdapat tiga

penyebab utama GGK pada anak yaitu kelainan kongenital, kelainan herediter, dan glomerulonefritis. Macam macam penyebab GGK adalah sebagai berikut : infeksi saluran kemih, uropati obstruktif, nefropati refluks, hipolasia ata displasia ginjal, fokal segmental glomerulosklerosis, polikistik ginjal, penyakit multisistem (lupus eritematosus, henoch schoenlein, hemolitic uremic syndrome).1

PATOFISIOLOGI

1,2

Ginjal mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu menghasilkan hormon-hormon misalnya eritropoitin, vitamin D3 aktif, membersihkan toksin hasil metabolisme dalam darah, mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa, serta memegang peranan untuk mengontrol tekanan darah. Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu menjalankan beberapa atau semua fungsi tersebut di atas. Penyebab utama gangguan fungsi ginjal tersebut oleh karena berkurangnya massa ginjal oleh karena kerusakan akibat proses imunologis yang terus berlangsung, hiperfiltrasi hemodinamik dalam mempertahankan glomerulus, diet protein dan fosfat, proteinuria persisten serta hipertensi sistemik. Berkurangnya massa ginjal akibat kerusakan tersebut, akan

menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperfiltrasi dari massa ginjal yang tersisa. Akibatnya akan terjadi hipertensi pada massa ginjal tersebut yang dapat menyebabkan sklerosis glomerulus serta fibrosis dari jaringan interstitial. Ginjal mempunyai kemampuan yang besar untuk melakukan kompensasi. Bila massa ginjal berkurang 50%, maka gejala-gejala pada GGK masih belum terlihat. Gejala-gejala GGK mulai tampak bila massa ginjal berkurang 50% sampai 80% misalnya uremia. Uremia merupakan kumpulan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ sebagai akibat penimbunan toksin dari metabolisme protein. Tanda-tanda terjadinya gagal ginjal kronik yaitu adanya ginjal yang mengecil dari foto X-Ray, osteodistrofi ginjal, neuropati perifer serta terjadinya uremia. Terjadinya osteodistrofi ginjal sebagai akibat terjadinya hiperparatiroid sekunder. Pada GGK yang terjadi akan penurunan LFG, kelenjar akibatnya paratiroid terjadi untuk hiperfosfatemia merangsang

memproduksi hormon paratiroid. Di samping itu pada GGK terjadi penurunan aktifitas enzim 1 -hidroxylase akan menyebabkan terjadinya hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Keadaan ini juga akan merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi hormon paratiroid. Ada dua macam bentuk osteodistrofi ginjal yaitu osteitis fibrosa cystica yang ditandai dengan peningkatan aktifitas osteoclast atau osteomalacia yang ditandai dengan penurunan aktifitas mineralisasi tulang . Neuropati yang terjadi lebih bersifat sensoris dengan gejala timbulnya paraesthesia serta sindroma restless leg. Pada GGK terjadi anemia normokromik normositik, akibat penurunan produksi eritropoitin yang dalam keadaan normal diproduksi di endotel kapiler peritubular. Pada gagal ginjal terminal merupakan fase akhir progresifitas dari gagal ginjal kronik. Penderita mengalami kerusakan massa ginjal dalam jumlah sangat besar sehingga untuk mempertahankan fungsi ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal baik dialisis atau transplantasi. MANIFESTASI KLINIS
3,4

Anak-anak dengan GGK datang ke dokter dengan berbagai keluhan, yang berhubungan dengan penyakit utamanya, atau sebagai konsekuensi akibat penurunan fungsi ginjalnya. Awalnya GGK biasanya tanpa gejala, atau hanya menunjukkan keluhan-keluhan yang tidak khas seperti sakit kepala, lelah, letargi, nafsu makan menurun, muntah, gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai anak yang tampak pucat, lemah, dan hipertensi. Keadaan tersebut dapat berlangsung menahun, dan perburukan terus berlangsung secara tersembunyi, dimana gejala akan bermunculan setelah anak memasuki stadium gagal ginjal terminal.Gejala klinis pada GGK dapat disebabkan oleh penyakit yang mendasari maupun akibat dari GGK sendiri yaitu : 1. Kegagalan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Penumpukan toksin uremik yang merupakan metabolit toksik 3. Kekurangan hormon yang diproduksi di ginjal yaitu eritropoietin dan
vit. D3 aktif

4. Respon abnormal dari end organ terhadap hormon pertumbuhan


DIAGNOSIS
1,3,4

Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui beratnya GGK adalah sebagai berikut : - Darah lengkap : hemoglobin, leukosit, trombosit, differential count, hapusan darah. - Kimia darah : o Serum elektrolit (K, Na, Ca, P, Cl), ureum, kreatinin, serum albumin, total protein, asam urat. o o Analisa gas darah Kadar hormon paratiroid

- Pemeriksaan urin : albumin/protein, sedimen urin. - Laju Filtrasi Glomerulus, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Haycock-Schwartz LFG = ( K x h ) Pcr Keterangan: o o o o o LFG : Laju Filtrasi Glomerulus K : konstanta sesuai dengan tinggi badan dan massa otot h : tinggi badan dalam cm Pcr : kadar kreatinin dalam plasma (mol/L atau mg/dL) Nilai K berbeda menurut umur Umur Preterm Neonatus Bayi ( 0-1 th ) Anak ( 2-12 th) Perempuan ( 13-21 th ) Laki-laku ( 13-21 th)

Pcr (mg/dL) 0,27 0,37 0,45 0,55 0,55 0,70

Foto tangan kiri dan pelvis untuk mengetahui bone age serta terjadinya osteodistrofi ginjal. Thorax foto, elektrokardiografi (EKG) dan echocardiografi untuk mengetahui terjadinya hipertrofi ventrikel. Pemeriksaan khusus yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang mendasari:
o o o o o o o

Ultrasonografi ginjal Voidingcystourography Radioisotop-Scans Antegrade pressure flow studies Intravenous urogram Urinalisis Pemeriksaan mikroskop urin, kultur

Komplemen C3, C4, antinuklear antibodi, anti DNA antibodi, anti GBN antibodies, ANCA Biopsi ginjal
3,4

PENGOBATAN

Penanganan penderita GGK meliputi penanganan :


Penyakit yang mendasari Keadaan sebelum mencapai gagal ginjal terminal Gagal ginjal terminal penyakit yang mendasari misalnya pengobatan

Penanganan

glomerulonefritis, reflux nefropati, uropati obstruktif, serta penyakitpenyakit sistemik yang mendasari. Penanganan sebelum penderita mencapai gagal ginjal terminal meliputi :

A. Pengobatan secara konservatif


a) Pengobatan secara simptomatis, yaitu mengurangi gejala uremia seperti mual, muntah b) Mengusahakan kehidupan penderita menjadi normal kembali, sehingga dapat melakukan aktifitas seperti sekolah dan kehidupan sosial c) d) e) Mempertahankan pertumbuhan yang normal Menghambat laju progresifitas menjadi gagal ginjal terminal Mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti ginjal misalnya dialisis, transplantasi ginjal

B. Pemberian nutrisi
Pemberian nutrisi penting untuk memperbaiki nutrisi dan

pertumbuhan penderita. Pemberian nutrisi pada GGK:

a)

Kalori yang adekuat mengacu pada recommended daily allowance (RDA) Tabel2.

b)

Protein yang diberikan harus cukup untuk pertumbuhan namun tidak memperberat keadaan uremia. Tabel2.

c)

Pemberian diet yang mengandung fosfat harus dibatasi untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidism sekunder. Dianjurkan mempergunakan kalsium karbonat untuk mengikat fosfat.

Tabel 2. Kebutuhan kalori dan protein yang direkomendasikan untuk anak dengan gagal ginjal kronik
Umur Tinggi (cm)
0-12 bulan 2-6 bulan 6-12 bulan 1-2 tahun 2-4 tahun 4-6 tahun 6-8 tahun 8-10 tahun 10-12 tahun 12-14tahun L P 14-18tahun L P 18-20tahun L P 55 63 72 81 96 110 121 131 141 151 154 170 159 175 163

Energi (kkal)
120/kg 110/kg 100/kg 1000 1300 1600 2000 2200 2450 2700 2300 3000 2350 2800 2300

Minimal protein (g)


2,2/kg 2,0/kg 1,8/kg 18 22 29 29 31 36 40 34 45 35 4,2 33

Kalsium (g)
0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,9 1 1,2 1,4 1,3 1,4 1,3 0,8 0,8

Fosfor (g)
0,2 0,4 0,5 0,7 0,8 0,9 0,9 1 1,2 1,4 1,3 1,4 1,3 0,8 0,8

L: Laki-laki P: Perempuan

C. Pemberian cairan dan elektrolit


Pengaturan cairan pada penderita GGK harus mengacu pada status hidrasi penderita. Dilakukan evaluasi turgor kulit, tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK dengan poliuria pemberian cairan harus cukup adekuat untuk menghindari terjadinya dehidrasi. Harus ada keseimbangan antara jumlah cairan yang dikeluarkan (urin, muntah, dan lain-lain) dengan cairan yang masuk. Pemberian cairan juga harus memperhitungkan insensible water loss. Pembatasan cairan biasanya tidak diperlukan, sampai penderita mencapai gagal ginjal tahap akhir atau terminal.

F. Metabolisme asidosis yang menetap sering kali menyebabkan gagal


tumbuh pada bayi dan menimbulkan demineralisasi tulang, serta hiperkalemia. Untuk koreksi asidosis dapat dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari peroral dalam dosis terbagi. Pengobatan asidosis harus dimonitor. Dosis harus disesuaikan dengan analisis gas darah. Pada asidosis berat dilakukan koreksi dengan dosis 0,3 kgBB x (12 - HCO3- serum) mEq/L iv. Satu tablet NaHCO 3 500 mg = 6 Meq HCO3-/

G. Osteodistrofi ginjal Kadar hormon paratiroid (PTH) meningkat dan kadar 1,25

dihydroxycholecalciferol menurun, sejak mulai terjadi insufisiensi ginjal ringan. Kadar fosfat plasma merupakan sebab utama terjadinya hiperparatiroidisme sekunder. Fosfat mengatur sel 1,25 paratiroid secara independen pada kadar kalsium dan

dihydroxycholecalciferol endogen. Oleh karenanya kontrol terhadap fosfat plasma adalah hal yang penting. Karena sulitnya tercipta kepatuhan dalam diet rendah fosfat, maka pemberian kalsium dan pengikat fosfat, seperti kalsium karbonat dapat diberikan. karbonat dapat diberikan 100 mg/kg/hari diberikan Dosis kalsium yang sering digunakan 100-300 mg/m2/hari. Untuk kalsium bersama makanan. Bila kadar fosfat plasma normal, namun kadar PTH tetap tinggi dapat ditambahkan Vitamin D, yang sering digunakan 1,25 OHvitD3 (rocatrol) dengan dosis 0,25 g/hari (15-40 ng/kgBB/hari).

F. Hipertensi
Hipertensi pada GGK penyebabnya multifaktor. Pengendalian

tekanan darah pada GGK, bukan saja untuk mencegah mobiditas dan mortalitas akibat hipertensi itu sendiri, tapi juga untuk mencegah progresivitas penurunan fungsi ginjal. Pengobatan hipertensi meliputi non farmakologis yaitu diet rendah garam, menurunkan berat badan dan olah raga. Pengobatan farmakologis, obat yang sering dipergunakan yaitu : diuretik, calcium channel

blocker, angiotensin receptor blocker, ACE (angiotensin converting enzym) inhibitor, beta blocker,agonis adrenergik alfa,vasodilator perifer. Pengobatan hipertensi diawali dengan pemberian diuretik golongan furosemid 1-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-4 dosis. Bila tidak berhasil dapat diberi antihipertensi calcium channel blocker ( nifedepin 1-2 mg/kg/hari dibagi 4 dosis ), ACE inhibitor ( kaptopril 0,3 mg/kg/kali diberikan 2-3 kali sehari), beta blocker (propanolol 110 mg/kg/hari), dan lain-lain. Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin secara sublingual 0,1mg/kg/kali maksimum 1 mg/kg/hari.

G. Anemia
Anemia pada GGK adalah anemia normokromik normositer, karena produksi eritopoietin yang tidak adekuat. Pengobatan anemia pada GGK dengan pemberian recombinant hormon eritropoietin (EPO), bila Hb 10 g/dl, Ht 30% dengan dosis 50 unit/kgBB subkutan dua kali seminggu, dengan catatan serum feritin > 100 g/L. Dosis dapat ditingkatkan sampai target haemoglobin 10-12 mg/dL tercapai. Selain itu pemberian asam folat diberikan pada penderita dengan defisiensi asam folat, dosis 1-5 mg/hari (selama 3-4 minggu). Penderita dengan dialisis diberi dosis rumatan 1 mg/hari.

H. Gangguan jantung
Bila terjadi gagal jantung dan hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide secara oral atau intravena dan pemberian calcium channel blocker. Bila terjadi perikarditis dan uremia berat adalah indikasi dilakukan dialisis.

I. Gangguan pertumbuhan
Evaluasi pertumbuhan penderita GGK terutama dibawah umur 2 tahun dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala secara teratur. Sehingga adanya gangguan pertumbuhan dapat segera diketahui. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan. Terapi dengan recombinant growth hormon (rhGH) dapat diberikan untuk mempercepat pertumbuhan dengan dosis 0,35 mg/kgBB atau

30 UI/m2 perminggu dibagi 7 dosis. Pemberian rhGH pada anakanak masa pra-pubertal menunjukkan hasil yang memuaskan daripada anak-anak usia pubertal. Mempertahankan fungsi ginjal Pada sebagian besar anak dengan GGK, fungsi ginjalnya akan terus menurun secara progresif, meskipun GGK penyakit berkaitan ginjal dengan primernya kelainan telah tidak aktif. yaitu Progresifitas histologinya

glomerulosklerosis progresif, fibrosis interstitial, dan sklerosis vaskuler atau arterioler. Untuk mempertahankan fungsi ginjal yang berada pada suatu fase tertentu, dapatdilakukan dengan cara-cara: pengendalian hipertensi, penelitian menghilangkan baik invivo proteinuria, invitro mencegah terjadinya bahwa lipid hiperparatiroidisme sekunder, dan diet protein yang cukup. Berbagai maupun membuktikan mempunyai peran penting dalam progresivitas penyakit ginjal kronik. Gangguan metabolisme lipid sering ditemukan pada GGK sehingga menimbulkan keadaan hiperlipoproteinemia, kadar HDL menurun, LDL meningkat, dan VLDL kholesterol sangat menurun, disertai hipertrigliseridemia, dan gangguan apolipoprotein. Hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan klirens lipoprotein LDL, dan menurunnya aktivitas lipolitik yang sebagian disebabkan oleh hiperparatiroidisme sekunder dan resistensi insulin. Selain dengan manipulasi diet, beberapa penelitian juga membuktikan manfaat penggunaan zat untuk menurunkan kadar lipid darah terhadap perbaikan LFG dan aliran plasma ginjal.1,3,4 Edukasi dan persiapan Masa terapi konservatif GGK, merupakan saat terbaik untuk melaksanakan program edukasi bagi pasien dan keluarganya, untuk menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka dan keluarganya akan ikut secara aktif dalam program pengobatan tersebut. Masa tersebut juga dapat digunakan untuk mempersiapkan mereka menghadapi stadium gagal ginjal terminal.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum anak masuk dalam stadium GGT:3 1. Anak harus telah mendapatkan imunisasi lengkap sebelum dilakukan transplantasi, setidak-tidaknya 3 bulan sebelum dimulainya TPG. 2. Anak-anak dengan GGK yang mengalami disfungsi buli-buli, misalnya bulibuli neurogenik, atau katup uretra posterior harus diatasi terlebih dahulu sebelum transplantasi dilakukan. 3. Anak-anak yang membutuhkan dialisis sebelum transplantasi, tetapi tidak sesuai untuk dialisis peritoneal, hendaknya dibuatkan fistula arteri-vena untuk akses hemodialisis. TERAPI PENGGANTI GINJAL Tujuan terapi gagal ginjal terminal pada anak-anak tidak hanya untuk memperpanjang hidup anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, dengan tujuan utama adalah kehidupan masa dewasa yang lebih baik. Transplantasi ginjal yang berhasil merupakan terapi pilihan untuk semua anak dengan gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal dapat dilakukan dengan donor ginjal yang berasal dari keluarga hidup atau jenazah. Dialisis merupakan pelengkap dari transplantasi yang diperlukan pada saat sebelum atau antara transplantasi, dan bukanlah merupakan pilihan alternatif dari transplantasi. Ada 2 pilihan dasar yaitu hemodialisis atau dialisis peritoneal. Tetapi pilihan tidak selalu dapat dilakukan, bila misalnya terdapat kesulitan untuk memperoleh akses fistula A-V, maka pilihan hanyalah dialisis peritoneal, atau misalnya adanya adhesi intra-abdominal, maka dialisis peritoneal tidak bisa dipilih, kecuali hemodialisis. Seorang anak dipersiapkan untuk dilakukan transplantasi apabila laju filtrasi glomerulus telah menurun sampai 10 ml/menit/1.73m. Secara ideal sebenarnya adalah melakukan transplantasi sebelum timbul gejala-gejala

akibat gagal ginjal kronik dan sebelum dialisis dibutuhkan. Tetapi hal tersebut jarang bisa dilakukan karena masa tunggu untuk mendapatkan donor yang cocok tidak bisa dipastikan, masalah-masalah medis yang tidak memungkinkan anak segera menjalani transplantasi, atau yang paling sering adalahmemberikan waktu yang cukup untuk pasien dan keluarganya guna mempersiapkan dan menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru.2,3 Indikasi untuk memulai dialisis adalah: 1. timbulnya gejala sindrom uremia berupa letargi, anoreksia, atau muntah yang mengganggu aktivitas sehari-harinya. 2. gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa, misalnya hiperkalemia yang tidak respon terhadap pengobatan konservatif. 3. gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi diuretik. 4. terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan terapi konservatif yang adekuat.

DIALISIS Di Inggris, Amerika Serikat, dan banyak negara-negara lain, dialisis peritoneal lebih banyak dilakukan pada anak-anak. Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi melalui membran semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses sirkulasi, yang paling baik adalah pembuatan fistula A-V pada vasa radial atau brachial dari lengan yang tidak dominan. Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi sebagai membran semi-permeabel untuk melakukan pertukaran dengan solute antara darah dan cairan dialisat. Untuk memasukkan cairan dialisat kedalam rongga peritoneum perlu dipasang kateter peritoneal dari Tenckhoff. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis peritoneal, yaitu:2,3 1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam hari dengan

mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien bebas dari dialisis. 2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis berlangsung 24 jam sehari dengan rata-rata pertukuran cairan dialisat setiap 6 jam sekali. Meskipun hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan TPG yang efektif, angka mortalitas dialisis lebih tinggi daripada transplantasi untuk semua kelompok umur. TRANSPLANTASI Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal oleh karena akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang sangat mendekati wajar. Transplantasi dilakukan dengan ginjal jenazah atau ginjal yang berasal dari keluarga hidup yang berusia relatif lebih tua, biasanya dari orang tuanya. Di Eropa pada tahun 1984-1993 hampir 21% anak yang berusia kurang dari 21 tahun mendapat ginjal dari donor hidup, sedangkan di Amerika Utara donor hidup mencapai 50% dari seluruh donor yang diterima anak-anak yang berusia kurang dari 21 tahun pada tahun 1987-2000.3 PROGNOSIS Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor jenazah di Inggris dan Irandia dalam periode 10 tahun (19861995): 91 (9%) meninggal dengan penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease, 4.5% uremia karena graft failure. Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan angka kelangsungan hidup 5 tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara 80.8% pada anak-anak yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai 97.4% pada anak-anak yang berusia antara 6-10 tahun.2

BAB III PEMBAHASAN Pada An. S ini diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keadaan klinis pasien diketahui dari anamnesis berupa keluhan utama bengkak seluruh tubuh sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Serta, frekuensi dan volume urin juga berkurang. Pasien sering cepat lelah dan nafsu makan berkurang. Lima bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien juga sudah mulai mengeluh demam, nyeri pinggang dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda klinis antara lain, konjungtiva pucat, edema palpebra, dan edema pretibial. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan hasil berupa anemia, ureum dan kreatinin plasma yang tinggi, penurunan nilai laju filtrasi glomerulus. Dari analisis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pasien menderita gagal ginjal kronik. Hal ini diperkuat dengan riwayat pasien menderita uropati obstruktif pada usia tiga bulan yang dipikirkan sebagai etiologinya. Gagal ginjal terminal ditegakkan karena pasien telah perlu melakukan hemodialisis untuk mengeluarkan metabolit toksik yang tidak dapat lagi dikeluarkan oleh ginjal. Tata laksana yang telah diberikan pada pasien adalah pengaturan diet rendah garam dan rendah protein berupa makanan biasa diet nefritis 1800 kal dengan garam 1 g/hari. Pemberian Ca sandoz dan vitamin D3 adalah untuk mencegah terjadinya osteodistrofi renal, selain itu juga dapat untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia. CaCO3 mengikat fosfat yang berasal dari diet pasien. Karena ginjal tidak lagi berperan dalam homeostasis, maka perlu diberikan natrium bikarbonat untuk mencegah terjadinya asidosis metabolik. Captopril, nifedipin dan amlodipin diberikan untuk mengatasi hipertensi derajat 2 pasien. Dilakukan operasi pelepasan CAPD karena tidak berfungsi secara efektif dan dilanjutkan operasi pemasangan kateter cimino. Ceftazidim diberikan untuk profilaksis setelah dilakukan operasi pelepasan CAPD dan pemasangan kateter cimino. Selain itu untuk mengeluarkan sisa metabolit pasien, hemodialisis menjadi pilihan sebagai terapi pengganti ginjal.

Tata laksana lain yang perlu ditambahkan pada pasien adalah edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien. Karena penyakit pasien telah bersifat terminal dan pengobatan yang diberikan hanya bersifat suportif kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Pentingnya dukungan dan pencegahan timbul depresi pada pasien akibat pengobatannya yang akan berlangsung seumur hidup. Selain itu tidak perlu pembatasan aktivitas pasien, yang perlu hanya pembatasan diet dan cairan yang akan diberikan pada pasien agar tidak timbul gejala yang berat. Selain itu, pasien perlu dirujuk ke bagian endokrinologi anak untuk mengatasi perawakan pendeknya. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Karena pada pasien ini bila tidak dilakukan terapi pengganti ginjal makan hasil metabolik yang bersifat racun dapat membahayakan pasien. Prognosis ad functionam pada pasien adalah malam. Karena pada stadium ini jumlah nefron ginjal yang masih bekerja sudah sangat kurang dan akan terus berkurang. Hingga tidak dapat berfungsi optimal lagi dan hal ini bersifat ireversibel. Prognosis ad sanactionam pasien ini malam. Karena kelainan bersifat ireversibel sehingga agar gejala tidak muncul, perlu dilakukan dialisis.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Beth V, Ellis DA Chronic Renal Failure dalam Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics.16th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2000; hal. 2210-14

2.

Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2004; hal. 181-8

3.

Gulati Sanjeeev. Chronic Kidney Disease. 2008. diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/984358-overview. Pada tanggal 19 November 2010.

4.

Noer MS, Soemyarso N. Gagal Ginjal Kronik. 2006. diunduh dari

www.pediatrik.com/pkb/20060220-mqb0gj-pkb.pdf. Pada tanggal 20 November 2010

Anda mungkin juga menyukai