Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada yang tidak melihat televisi. Begitulah gambaran yang ada saat ini ketika teknologi komunikasi dan informatika begitu cepatnya berkembang dan menembus batas ruang dan waktu. Kotak-kotak televisi itu, baik yang berukuran kecil sampai raksasa, telah menyelinap masuk kemana saja, tak peduli apakah itu ruang pribadi, ruang keluarga, ruang publik, desa, atau kota. Pada Agustus 1962, keinginan untuk mendirikan sebuah stasiun televisi di Indonesia terlaksana dengan nama Televisi Republik Indonesia (TVRI). Saat itu, TVRI memulai siaran perdananya dengan siaran langsung Upacara Pembukaan Asian Games IV di Stadion Gelora Bung Karno. Saat ini TV telah menjangkau lebih dari 90% penduduk di negara berkembang. TV yang dulu mungkin hanya menjadi konsumsi kalangan dan umur tertentu saat ini bisa dinikmati dan sangat mudah dijangkau oleh semua kalangan tanpa batasan usia. Siaran-siaran TV akan memanjakan orang-orang pada saatsaat luang seperti saat liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana sedang bekerjapun orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk meluangkan waktunya duduk di depan TV. Semaraknya acara televisi yang disiarkan bagi masyarakat ditandai dengan munculnya televisi-televisi swasta di Indonesia. Hal ini sesuai dengan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia yang memberi izin pendirian stasiun televisi

Universitas Sumatera Utara

yang murni komersial dan dimiliki swasta. Sejak saat itulah mulai bermunculan stasiun-stasiun swasta baru dengan berbagai program hiburannya yaitu, RCTI, SCTV, ANTV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, Metro TV, Global TV, TV One, dan MNC TV. Televisi adalah media yang tidak saja potensial untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual, TV mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di TV setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian. Televisi banyak mempengaruhi pemirsa secara psikologis. Banyak tayangan yang mengajak pemirsanya untuk hidup dalam dunia ilusi atau alam khayalan. Menciptakan kecemburuan yang akhirnya memaksa diri untuk melakukan kejahatan demi memenuhi hasrat. Televisi mengajarkan kepuasan sesaat, seperti iklan yang digunakan untuk menarik anak-anak dan remaja untuk membeli suatu produk yang menipu. Televisi mengajarkan bahwa kebahagiaan berarti memiliki segala sesuatu. Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memperluas penanaman budaya populer tersebut kepada benak audiensnya. Lewat pengaruh Amerikanisasi terhadap industri dan budaya film pada tahun-tahun seusai Perang Dunai I, televisi berhasil menstandarisasikan hal-hal yang dinggap

Universitas Sumatera Utara

populer ala Barat. Tetapi dengan pola kehidupan Barat yang jauh lebih bebas dan terbuka membuat budaya khas Asia tidak sekejap bisa berubah melainkan terjadi proses asimilasi atau perkawinan budaya terlebih dahulu. Hasilnya adalah berbagai bentuk budaya baru yang khas anak muda Asia atau disebut Asian Pop Culture (Budaya Populer Asia). Salah satu acara hiburan yang memiliki penggemar yang cukup besar yaitu sinetron, baik produksi dalam maupun luar negeri. Jenis sinetron Indonesia yang memiliki alur cerita yang gampang ditebak, tokoh antagonis selalu kalah dan protagonis selalu menang, serta jumlah episode yang tak kunjung habis (bahkan hingga beratus-ratus episode) membuat kebanyakan penonton merasa bosan. Hal inilah yang memicu beberapa stasiun televisi memasukkan drama Asia khususnya film Korea di salah satu program acaranya. Tak terkecuali Indosiar. Indosiar sebagai salah satu stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang beroperasi dari Daan Mogot, Jakarta Barat ini telah menayangkan sejumlah drama Korea yang cukup populer sejak April 2005. Walaupun tidak mempelopori pemutaran film Korea di televisi, perusahaan yang pada 2011 ini telah berencana untuk merger dengan SCTV, tetap kontinu menayangkan drama-drama Korea yang sedang in di negara asalnya. Puncak kepopuleran drama Korea di Indonesia terjadi saat serial Winter Sonata diputar di Jepang, Cina, Taiwan, dan Asia Tenggara. Dari tahun 20022005, drama-drama Korea yang populer di Asia termasuk Indonesia antara lain Endless Love, Winter Sonata, Love Story from Harvard, Glass Shoes, Stairway to Heaven, All In, Hotelier, Memories in Bali, dan Sorry I Love You yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

serial drama melankolis. Drama komedi romantis muncul berikutnya seperti Full House, Sassy Girl Chun Hyang, Lovers in Paris, Princess Hours, My Name is Kim Sam-soon, My Girl, Hello Miss!, dan Coffee Prince. Jenis drama latar belakang sejarah ikut mencetak rating tinggi yaitu drama Dae Jang Geum, Queen Seon Deok, Hwang Jini, Iljimae, hingga Jumong. Dan tahun 2008-2009, drama Korea yang banyak mendapat perhatian adalah Boys Before Flowers (BBF) (http://id.wikipedia.org/wiki/Hallyu). Komunikasi sebagai sebuah perilaku interaksi sosial menjadi alat bagi budaya untuk mempertahankan dirinya dan memastikan hal tersebut melalui pewarisan sosial. Namun, komunikasi juga menjadi media bagi pewarisan budayatandingan atau counter culture yang diam-diam mengakar dan tumbuh sebagai alternatif dari budaya-tinggi yang dimiliki sebuah masyarakat. Budaya tinggi (high culture) adalah budaya yang bersifat khusus dan tertutup, lahir dari kalangan atas (kaum elite). Budaya ini dianggap bernilai luhur, memiliki standarisasi yang tinggi (selera, kualitas, dan estetika), dan cenderung memiliki kemampuan khusus untuk menerapkannya. Contohnya yaitu musik klasik, alat musik tradisional gamelan, dan pagelaran seni wayang. Saat ini, budaya tinggi telah tergeser oleh kemunculan teknologi yang berakibat pada instanisasi perilaku masyarakat, yang mendapatkan tandingannya berupa budaya populer. Budaya populer atau budaya massa diartikan oleh McDonald dalam Populer Culture sebagai sebuah kekuatan dinamis, yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera, dan mengaburkan segala macam perbedaan (Vidyarini, 2008: 30). Budaya massa membaurkan dan mencampuradukkan segala sesuatu,

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan apa yang disebut budaya homogen. Budaya tinggi menyesuaikan diri dengan moral dasar yang dianut suatu masyarakat. Bila budaya tinggi adalah sebuah bentuk dukungan terhadap kestabilan dan kemapanan nilai-nilai dalam masyarakat, maka budaya populer pada awalnya bertindak sebagai counter culture yang melawan kemapanan, memberikan alternatif bagi sebuah masyarakat yang berubah, kemudian menjadi pemersatu unsur-unsur masyarakat yang terpisahkan kelas dan status sosial ke dalam satu komunitas massa maya. Apabila melihat sejarah, Jepang mulai mengekspor imperialisme budayanya seiring dengan kuatnya daya saing produk-produk industrinya yang merambah Asia pada saat itu. Sepertinya tidak ada negara mana pun yang aman dari pengaruh budaya pop Jepang saat itu. Situasi yang hampir mirip kini telah terjadi dengan Korea. Seiring dengan stagnannya ekonomi Jepang, Korea semenjak keluar dari krisis moneter di akhir 90-an lalu, telah bisa dikatakan berhasil kembali ke jalur ekonomi yang mulus. Didukung dengan mulai gencarnya produk-produk Korea di dunia termasuk Asia, Korea secara disadari atau tidak juga telah mulai mengekspor budaya modernnya ke kehidupan masyarakat Asia yang terlebih dahulu telah mengenal produk-produk industri Korea. Lewat Hallyu atau Korean Wave (Gelombang Korea) banyak orang berusaha untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Korea. Hallyu adalah istilah yang diberikan pada budaya pop Korea yang tersebar secara global di berbagai negara dunia. Hallyu bisa berbentuk film, drama, maupun musik Korea. Tetapi, yang dibahas pada penelitian ini hanyalah Hallyu yang berbentuk drama Korea.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai makhluk sosial, perilaku kita banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri kita (organismic forces) maupun dari luar diri kita (environmental forces). Kita berpikir, merasa, bersikap dan bertindak karena adanya rangsangan dari luar diri kita. Perilaku kita ditentukan oleh otak kita. Dengan 10 trilyun sel syarafnya, otak membantu kita menentukan apa yang kita pikirkan, rasakan, pelajari dan lakukan. Informasi dari luar masuk ke dalam diri kita lewat jalur indrawi (sensory pathways). Lewat mata, telinga, hidung, kulit dan lidah informasi tentang apa-apa yang terjadi di sekitar kita dan di dalam diri kita disampaikan. Sejak lahir hingga mati seseorang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkah laku orang lain atau benda serta peristiwa di sekitarnya. Hanya lewat interaksi inilah seseorang (anak) akan menjadi dewasa dan mendapatkan kepribadiannya. Pengaruh negatif televisi lewat sikap hidup konsumtif mencengkeram ABG (Anak Baru Gede), yang harus senantiasa mengikuti mode. Tentu saja ini semua menuntut biaya yang tinggi. Sampai-sampai beberapa ABG memaksa diri hidup dengan standar sedemikian tinggi, menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. Hal-hal itu dapat mereka lihat dan pelajari dari tayangan sinetron dan film, yang mengisahkan gaya hidup mewah tanpa disertai latar belakang memadai tentang kerja keras dan jujur untuk mencapai kesuksesan. SMAN 1 Medan adalah satu dari banyak sekolah di kota Medan dimana remaja-remajanya masih memiliki emosi yang labil. Keinginan untuk selalu tampil mode in inilah yang ingin dibahas oleh peneliti di SMA ini. Selain itu, juga

Universitas Sumatera Utara

akan dilihat apakah SMAN 1 Medan yang merupakan salah satu sekolah unggulan yang ada di kota Medan juga akan terikut pada terpaan media ini. Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Adakah pengaruh terpaan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan?

I.3 Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yakni sebagai berikut: 1. Penelitian ini bersifat korelasional yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis. 2. Penelitian ini difokuskan pada budaya populer Asia yang berbentuk drama Korea di stasiun televisi Indosiar yang ditayangkan setiap hari SeninJumat pukul 16.00-17.00 WIB. 3. Penelitian ini difokuskan pada perilaku budaya populer yang bersifat kognitif, afektif, dan behavioral.

Universitas Sumatera Utara

4. Objek dari penelitian adalah siswa/i SMAN 1 Medan khususnya kelas XI dan XII reguler yang menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar (tidak termasuk kelas internasional).

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai sesuai dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis pengaruh terpaan tayangan Drama Asia (Korea) Indosiar di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan. b. Untuk menganalisis perilaku siswa/i SMAN 1 Medan mengenai budaya populer. c. Untuk melihat hubungan terpaan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar dengan perilaku budaya populer siswa/i SMAN 1 Medan.

1.4.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian serta menambah bahan referensi dan sumber bacaan di lingkungan Ilmu Komunikasi FISIP USU.

Universitas Sumatera Utara

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi mengenai Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai komunikasi massa dan terpaan media sebagai bagian dari ilmu komunikasi. c. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.

I.5 Kerangka Teori Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004: 6). Menurut defenisi ini, teori mengandung tiga hal. Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Singarimbun, 1989: 37). Dengan demikian teori berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan memberikan pandangan terhadap sebuah permasalahan. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

I.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau

Universitas Sumatera Utara

communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (dengan saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect (dengan pengaruh bagaimana) (Mulyana, 2005: 62). Selain komunikasi dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga bisa berlangsung dengan menggunakan media yang dikenal dengan komunikasi massa. Secara sederhana, definisi komunikasi massa dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004: 3) yakni pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people).

I.5.2 Televisi sebagai Media Massa Televisi (TV) berasal dari kata tele yang artinya jauh dan vision yang artinya tampak. Jadi, televisi adalah suatu alat komunikasi yang tampak atau dapat dilihat dari jarak jauh. Siaran televisi dipahami sebagai siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap oleh umum. Televisi merupakan hasil teknologi tinggi yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak. Isi pesan memiliki kekuatan sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindakan individu. Ketika pertama kali TVRI mengudara, televisi pemerintah

Universitas Sumatera Utara

ini awalnya menampilkan liputan Asian Games IV. Setelah kurang lebih dua puluh tahun masyarakat Indonesia disuguhi dengan informasi yang disiarkan TVRI. Tiba-tiba mereka disuguhi beragam informasi yang tidak melulu seremonial. Mulailah kebebasan mendapatkan informasi berlaku transparan di Indonesia. Saat ini kebudayaan audiovisual sudah mulai menjadi realita dalam masyarakat. Menurut Paul Saffo, Direktur Institute for the Future di Menlo Park, California, mengungkapkan bahwa rentang waktu yang dibutuhkan oleh gagasan/teknologi baru agar benar-benar meresap ke dalam sebuah kebudayaan lazimnya rata-rata mencapai tiga dekade, setidak-tidaknya selama lima abad terakhir. Ia menyebut hal ini sebagai hukum 30 tahun (30-year rule) (Fidler, 2000: 12). Jika dipakai patokan untuk televisi di Indonesia yang mulai beroperasi tahun 1962, maka 1992 merupakan titik awal perubahan yang meluas, yang ditandai dengan munculnya televisi swasta.

I.5.3 Terpaan Media (Media Exposure) Eksposure media diartikan sebagai suatu kondisi dimana orang diterpa oleh isi media atau bagaimana isi media menerpa audiens. Eksposure media adalah perilaku seseorang atau audiens dalam menggunakan media massa. Frank Biocca dalam Littlejohn (Rahayu, 2009: 28) menyatakan bahwa karakteristik eksposure media dapat diukur melalui dimensi-dimensi: selectivity (kemampuan memilih) yaitu kemampuan audiens dalam menetapkan pilihan terhadap media dan isi yang akan dieksposenya, intentionally (kesengajaan) yaitu tingkat

Universitas Sumatera Utara

kesengajaan audiens dalam menggunakan media atau kemampuan dalam mengungkapkan tujuan-tujuan penggunaan media, utilitarianism (pemanfaatan) yaitu kemampuan audiens untuk mendapatkan manfaat dari penggunaan media, involvement (keterlibatan) yaitu keikutsertaan pikiran dan perasaan audiens dalam menggunakan media dan pesan media yang diukur dari frekuensi dan intensitas, dan previous to influence yaitu kemampuan untuk melawan arus pengaruh media.

I.5.4 Efek Komunikasi Massa Efek komunikasi merupakan setiap perubahan yang terjadi di dalam diri penerima karena menerima pesan-pesan dari suatu sumber. Perubahan ini meliputi perubahan pengetahuan (efek kognitif), perubahan sikap (efek afektif), dan perubahan perilaku nyata (efek behavioral). Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2005: 219). Jadi, komunikasi dikatakan efektif apabila ia menghasilkan efek-efek atau perubahan-perubahan seperti yang diharapkan oleh sumber, seperti pengetahuan, sikap, perilaku, atau ketiganya. Perubahan-perubahan di pihak penerima ini diketahui dari tanggapan-tanggapan sebagai umpan balik (feedback).

Universitas Sumatera Utara

I.5.5 Budaya Populer Salah satu pendekatan dalam studi media menurut McQuail (1996: 66-67) adalah pendekatan sosial budaya yang memandang bahwa kebudayaan saling berkaitan erat dengan kegiatan sosial termasuk aktivitas media dan semua kegiatan tersebut merupakan bentuk kegiatan manusia yang berlaku dimana-mana. Lukmantoro yang mensarikan pendapat Adorno dan Hoorkheimer (Rahayu, 2009: 26) mengemukakan bahwa media massa memiliki kemampuan untuk

menghasilkan industri budaya yaitu budaya yang sudah mengalami komodifikasi serta industrialisasi, diatur dari atas kalangan teknisi dan industriawan yang bekerja di media massa-, dan secara esensial diproduksi semata-mata untuk memperoleh keuntungan (making profits). Budaya pop adalah sesuatu yang diproduksi secara massif dan dipandang sebagai komoditi. Menurut Budiman (Rahayu, 2009: 27) budaya pop adalah budaya yang disukai banyak orang, budaya massa yang komersial, dan membodohi banyak orang. Adapun ciri-ciri budaya massa atau budaya pop adalah: Institusionalisasi tergantung pada media dan pasar Pengorganisasian dan produksi ditujukan untuk pasar massa dan memanfaatkan teknologi secara terencana dan terorganisir. Isinya dangkal, tidak bermakna ganda, menyenangkan, universal, tapi bisa punah. Khalayaknya heterogen dan berorientasi konsumtif.

Universitas Sumatera Utara

Efek yang dihasilkan berupa kesenangan seketika dan pengalihan perhatian.

I.5.6 Imperialisme Budaya/Media Imperialisme berarti hegemoni politik, ekonomi, budaya yang dijalankan suatu bangsa atas bangsa lain. Kata ini biasanya mengacu pada imperialisme budaya atau imperialisme media. Yang mencerminkan keprihatinan mengenai bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak komunikasi digunakan oleh negara-negara adikuasa untuk memaksakan nilai dan agenda politik, ekonomi, budaya mereka pada bangsa dan budaya yang kalah kuat. Imperialisme media merupakan salah satu istilah yang berhubungan dengan imperialisme budaya. Media memainkan peranan penting dalam menghasilkan kebudayaan dan mempunyai peranan yang besar sekali dalam proses imperialisme budaya. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara ketiga (Nurudin, 2004: 165).

I.5.7 Perilaku Manusia Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (actions) atau reaksi-reaksi (reactions) dari suatu objek atau organisma. Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), terus terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau tidak sukarela (involuntary). Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia sedangkan dorongan

Universitas Sumatera Utara

merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berperilaku dalam segala aktivitas. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku dengan menggunakan suatu standar perbandingan yang disebut dengan norma-norma sosial (social norms) dan meregulasi perilaku dengan menggunakan kontrol sosial (social control).

I.6 Kerangka Konsep Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 33). Sedangkan menurut Kerlinger (Rakmat, 2004: 12) konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan hal-hal khusus. Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dapat dicapai dan dapat menghantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995: 40) Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas merupakan variabel yang diduga sebagai penyebab atau penghulu dari variabel yang lain (Rakhmat, 2004:12). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar.

Universitas Sumatera Utara

2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat adalah variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004: 12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

I.7 Model Teoritis Model teoritis merupakan paradigma yang mentransformasikan

permasalahan-permasalahan terkait antara satu dengan lainnya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut: Gambar 1 Model Teoritis Penelitian Variabel Terikat (Y) Perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan Karakteristik Responden

Variabel Bebas (X) Terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar

I.6 Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan

Universitas Sumatera Utara

kesesuaian dalam penelitian. Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Tabel 1 Operasional Variabel No 1. Variabel Teoritis Variabel Bebas (X) Terpaan tayangan drama Asia (Korea) di Indosiar 2. Variabel Terikat (Y) Perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan 3. Karakteristik Responden Variabel Operasional a. Frekuensi b. Durasi

c. Atensi/Perhatian a. Kognitif b. Afektif c. Behavioral/Konatif a. b. c. Jenis kelamin Usia Kelas

I.9 Defenisi Operasional Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1989: 46).

Universitas Sumatera Utara

Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (Terpaan Tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar) a. Frekuensi adalah banyaknya seseorang menggunakan media dalam seminggu selama satu bulan. b. Durasi adalah lamanya khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam sehari); atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (audiences share on program) c. Atensi adalah perhatian yang diberikan komunikan untuk menonton tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar. Apakah komunikan melakukan kegiatan lain sambil menonton, menonton Drama Asia (Korea) tetapi sering berganti-ganti channel, atau hanya menonton Drama Asia (Korea) saja. 2. Variabel Terikat (Perilaku Budaya Populer di Kalangan Siswa/i SMAN 1 Medan) a. Kognitif yaitu perubahan pengetahuan pada hal-hal yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. b. Afektif yaitu perubahan sikap pada hal-hal yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. c. Behavioral/Konatif yaitu perubahan perilaku nyata yang dapat diamati; meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku. 3. Karakteristik Responden a. Jenis kelamin : pria dan wanita

Universitas Sumatera Utara

b. Usia c. Kelas

: umur responden : kelas responden

I.10 Hipotesis Hipotesis secara sederhana merupakan dugaan sementara yang diharapkan terjadi dalam penelitian. Penelitian terhadap suatu objek tertentu hendaknya dilakukan dengan berpedoman pada suatu hipotesis sebagai pegangan atau jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya dalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation), atau praktek

(implementation). Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Hipotesis yang abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian tetapi juga sukar diuji secara empiris. Hipotesis yang abstrak biasanya dibuktikan kebenarannya bukan dengan data yang empiris tetapi dengan interpretasi subjektif. Goode dan Hatt menjelaskan ciri-ciri hipotesis yang baik adalah harus jelas secara konseptual, mempunyai rujukan empiris, bersifat spesifik, harus dihubungkan dengan teknik penelitian yang ada, dan berkaitan dengan suatu teori (Rakmat, 2004: 14-15). Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena ia merupakan instrumen kerja dari teori (Singarimbun, 1989: 43). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

Ho : Tidak terdapat hubungan terpaan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan. Ha : Terdapat hubungan terpaan tayangan tayangan Drama Asia (Korea) di Indosiar terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswa/i SMAN 1 Medan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai