Anda di halaman 1dari 9

Kasus psak 34

1. Misalnya: Sebuah perusahaan kontraktor mulai membangun perumahan di tahun 2011, selama proses pembangunan tentulah ada banyak biaya yang keluar: mulai dari perijinan, biaya gambar (drafting) bahan bangunan, hingga upah tukang bangunan. Katakanlah total biaya yang keluar Rp 15 Miliar, diakui sebagai biaya semua bukan? Akhir Desember 2011 perusahaan tutup buku, maka Laporan Laba Rugi akan menujukan biaya Rp 15 Miliar, sementara pendapatannya tidak ada, karena proyek masih berjalan. Sehingga perusahaan tersebut mengalami kerugian 15 miliar. Apa yang akan terjadi dalam buku kontraktor tersebut di tahun 2012? Pendapatan masuk, sementara biaya sudah tidak ada lagi (walaupun ada mungkin sangat kecil), sehingga perusahaan akan membukukan laba yang super-tinggi. Sangat aneh, bukan? Pertanyaanya adalah a. Apa itu Kontrak Konstruksi? Komentar : Menurut PSAK 34 (Revisi 2010), Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan pokok penggunaan. Kontrak pembangunan perumahan tadi hanyalah contoh sederhana, pada prakteknya, jenis usaha kontrak konstruksi ini bentuknya bisa macam-macam, tetapi untuk penentuan perlakuan akuntansi kontrak konstruksi dibagi menjadi 2 macam: Kontrak Tunggal Misalnya: hanya kontrak untuk membangunan rumah saja, atau jembatan, bendungan, pipa, jalan, kapal, terowongan, dll) Kontrak yang Sifatnya Rumit - Satu proyek terpecah-pecah menjadi beberapa kontrak dimana aktivitasnya saling terkait. Misalnya: Proyek pembangunan kilang minyak, terdiri dari kontrak pembangunan kilang, kontrak instalasi pipa, proyek pengadaan dan instalasi mesin, kontrak pengeboran, dan seterusnya. Atau proyek pembangunan pabrik yang terdiri dari kontrak perataan tanah di lokasi pabrik, kontrak pembangunan, kontrak instalasi listrik, kontrak pengadaan dan instalasi mesin, kontrak pembuatan drainase (pembuangan limbah), dan seterusnya. Kontrak konstruksi dirumuskan dalam berbagai cara. Dalam akuntansi, rumusan kontrak konstruksi dibagi menjadi 2 macam yaitu: Kontrak Harga Tetap - yaitu kontrak konstruksi dengan syarat bahwa kontraktor telah menyetujui nilai kontrak yang telah ditentukan, atau tarif tetap yang telah ditentukan per unit output, yang dalam beberapa hal tunduk pada ketentuanketentuan kenaikan biaya. Kontrak Biaya-plus yaitu kontrak konstruksi yang mana kontraktor mendapatkan penggantian untuk biaya-biaya yang telah diizinkan atau telah ditentukan, ditambah imbalan dengan persentase terhadap biaya atau imbalan tetap. b. Pertanyaan selanjutnya: apakah pencatatannya dipisah-pisah atau disatukan? Komentar Dalam PSAK 34 (Revisi 2010), diatur sebagai berikut:

Suatu kelompok kontrak, dengan satu pelanggan atau beberapa pelanggan, diperlakukan sebagai satu kontrak konstruksi jika: kelompok kontrak tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket; kontrak-kontrak tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya kontrak tersebut merupakan bagian dari satu proyek tunggal dengan suatu margin laba; dan kontrak-kontrak tersebut dilaksanakan secara serentak atau secara berkesinambungan. Jika suatu kontrak mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah jika: proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah serta kontraktor dan pelanggan dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masingmasing aset tersebut; dan biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasi. c. Bagaimana jika ada tambahan kontrak, apakah itu dipisah? Komentar : Konstruksi aset tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika: (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau (b) harga aset tambahan tersebut dinegosiasikan tanpa memerhatikan harga kontrak semula. Jika kriteria tersebut tidak terpenuhi maka kontrak tambahan dijadikan satu dengan kontrak utamanya. 2. Apa saja biaya yang ada dalam kontrak konstruksi, bagaimana perlakuann akuntansinya? Apa saja jenis pendapatan yang mungkin diperoleh dari kontrak konstruksi, bagaimana perlakuan akuntansinya? Metode pangakuan pendapatan dan biaya kontrak kontruksi. Dalam menggunakan PSAK 34 sebagai bahan acuan dasar, namun untuk mempermudah pemahaman, akan sajikan contoh penerapannya. Konsep dan standar-nya lumayan rumit. Menjadi makin rumit karena dalam praktek yang susungguhnya terjadi dilapangan, sangat berbeda., kontrak konstruksi adalah salah satu konsep dan standar yang paling sulit untuk bisa diterapkan di lapangan. Bagaimanapun juga, perbedaan konsep dengan penerapan adalah hal yang lumrah. Pertanyaannya adalah a. Apakah yang menjadi Dasar Pengakuan Pendapatan dan Biaya Kontrak Konstruksi ? Komentar : PSAK 34, Paragraf 22 menyebutkan: Jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi diakui masing-masing sebagai pendapatan dan beban dengan memerhatikan tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal akhir periode pelaporan. Taksiran rugi pada kontrak konstruksi tersebut segera diakui sebagai beban. Ada 3 kunci utama yang perlu dipahami dari pernyataan standar ini, yaitu:

Pendapatan dan biaya kontrak konstruksi dapat diakui jika hasil kontrak dapat diestimasi secara handal; Pengakuan pendapatan dan biaya kontrak konstruksi memperhatikan tahap penyelesaian aktivitas (sesuai kontrak tentunya); dan Jika diperkirakan biaya aktivitas konstruksi diperkirakan lebih tinggi dari hasilnya, maka segera diakui sebagai biaya (atau beban). b. Bila mana (kapan) pendapatan dan biaya konstruksi dikatakan dapat diestimasi secara handal? Komentar PSAK 34 memberikan panduan mengenai kriteria yang harus dipenuhi oleh pendapatan dan biaya kontrsuksi agar bisa dikatakan dapat diestimasi secara handal, yaitu: (a) Kontrak Harga Tetap Pada rumusan ini, hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal jika semua kondisi berikut ini dapat terpenuhi: Total pendapatan kontrak dapat diukur secara andal; Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas; Baik biaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak maupun tahap penyelesaian kontrak pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal; dan Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara andal sehingga biaya kontrak aktual dapat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya. (b) Kontrak Biaya-Plus Pada rumusan ini, hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal jika 2 kondisi berikut ini terpenuhi: Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas; dan Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak, apakah dapat ditagih atau tidak ke pelanggan, dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara andal. Cara Mudah Menentukan Estimasi Andal-atau-Tidak Andal Yang perlu digarisbawahi adalah PSAK 34 yang bunyinya: Pendapatan dan biaya kontrak konstruksi dapat diakui jika hasil kontrak dapat diestimasi secara andal Andal disini artinya PASTI. Bicara kata pasti untuk urusan bisnis patokannya cuma satu, yaitu: LEGALITAS. Artinya: sepanjang dalam kontrak telah disebutkan berapa nilai kontraknya, apa hak dan kewajiban beserta syarat-syarat pembayaran dengan jelas, dan kontraknya dituangkan ke dalam perjanjian yang sifatnya mengikat secara hukum, MAKA itu artinya SUDAH memenuhi syarat dapat diestimasi secara andal. Misalnya: Kontraknya menyebutkan bahwa kontraktor akan menerima sebesar Rp 500,000,000 pada tanggal 15 November 2011. Itu artinya Pendapatan sudah pasti akan diterima. Jika sampai tidak, ikatan legalitas kontrak (atas nama hukum) dapat memaksakan agar kontraktor menerima haknya (pembayaran). Dengan demikian, maka menurut PSAK 34, pendapatan sebesar Rp 500,000,000 BISA DIAKUI, dengan jurnal:

[Debit]. Piutang = Rp 500,000,000 [Kredit]. Pendapatan = Rp 500,000,000 Meskipun pembayarannya belum diterima. Nantinya jika pembayaran sudah benar-benar diterima, maka dijurnal: [Debit]. Kas = Rp 500,000,000 [Kredit]. Piutang = Rp 500,000,000 Bagaimana dengan Biaya? Biaya diakui pada saat timbul sebesar apapun selama itu berhubungan dengan penyelesaian pekerjaan dalam kontrak. Bagaimana dengan pengakuan Laba/Rugi-nya? Tentu besarnya laba/rugi adalah selisih antara pendapatan dengan biaya sehubungan dengan penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak. Itu jika pembayaran dan penyelesaian pekerjaan dilakukan sekaligus dan dalam periode buku yang sama. c. BAGAIMANA JIKA kontraknya menyebutkan Pembayaran akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat penyelesaian pekerjaan, dan tenggang waktunya melewati beberapa periode tahun buku? Komentar : Pada prakteknya, kondisi kontrak seperti inilah yang paling sering terjadi. Contoh tadi hanya untuk menjelaskan interpretasi dapat diestimasi secara handal dengan lebih mudahsupaya tidak ada keraguan dan kebingungan yang tidak perlu sehubungan dengan penafsiran dapat diestimasi secara andal. Metode Pengakuan Pendapatan dan Biaya Kontrak Konstruksi 3 hal penting yang perlu digarisbawahi dari PSAK 34, salah satunya menyebutkan bahwa: Pengakuan pendapatan dan beban dengan memperhatikan tahap penyelesaian. Metode pengakuan seperti ini disebut Metode Persentase Penyelesaiandalam bahasa inggrisnya disebut Percentage-of-Completion Method. Menurut metode ini, pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut, sehingga pendapatan, beban, dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan secara proporsional. Cukup.

3. Bagaimana Contoh Penerapan Metode Persentase Penyelesaian Pada Kontrak Bertahap? Dicontohkan JAK adalah kontraktor. Tanggal 2 Januari 2012 memperoleh kontrak mengerjakan pembangunan Ruko dari PT. ABC. Kondisi kontrak disepakati sebagai berikut: Nilai Kontrak = Rp 10,000,000,000 (Dokumen internal PT. JAK berupa RAB menunjukan angka Rp 7,500,000,000). Lamanya waktu pengerjaan adalah 3 tahun, bangunan di serahkan paling lambat tanggal 28 Desember 2014 dengan rencana tahapan penyelesaian pekerjaan sebagai berikut: Akhir Semester I 2012 : 10% Akhir Semester II 2012: 30% Akhir Semester I 2013: 50% Akhir Semester II 2013: 70% Akhir Semester I 2014: 90%

28 Desember 2014: 100%

Pencairan pembayaran dilakukan secara bertahap mengikuti perkembangan penyelesaian pekerjaan. Untuk menentukan perkembangan penyelesaian pekerjaan, pihak PT. ABC bersama-sama PT. JAK akan melakukan inspeksi lapangan. Kontrak telah disahkan dalam perjanjian yang dibuat di hadapan seorang notaris. Menerapkan Metode Persentase Penyelesaian memang bukan sesuatu yang mudah. Bagaimana penyelesaian contoh kasus ini. Kita mulai dengan menganalisa isi kontraknya: Apakah unsur legalitas sudah terpenuhi? Sudah. Itu artinya unsur kepastian sudah terpenuhi. Apakah kontrak sudah memuat rincian rencana penyelesaian dan syarat ketentuan pembayaran? Sudah. Itu artinya unsur dapat diestimasi secara andal sudah terpenuhi. Penyelesaiannya : Jika diterjemahkan ke dalam ESTIMASI maka rencana biaya dan pendapatan JAK atas kontrak dengan PT. ABC akan menjadi sbb:

* Untuk Estimasi Laba = Estimasi Pendapatan Estimasi Biaya Kontrak. Apakah perhitungan estimasi di atas sudah bisa dijurnal? Meskipun PSAK menyatakan bahwa: Pendapatan dan Biaya diakui sepanjang dapat diestimasi secara handal, sebagai orang yang tahu pelaksanaannya dilapangan, tidak

dianjurkan karena terlalu berbahaya. Bagaimanapun juga, estimasi tetaplah estimasi belum kejadian yang sesungguhnya. Apalagi PSAK 34, Paragraf 38 juga menyebutkan: Metode persentase penyelesaian diterapkan secara kumulatif dalam setiap periode akuntansi terhadap estimasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak. Oleh sebab itu, maka dianjurkan agar: pendapatan diakui hanya jika sudah 99% pasti terjadi. Pertanyaannya: Kapan 99% pasti terjadi itu? Melihat isi kontrak PT. JAK dengan PT. ABC dalam contoh kasus ini, 99% pasti itu terjadi apabila perkembangan hasil pekerjaan telah dinilaipersisnya ya setelah inspeksi lapangan dilakukan. Tentu. Prinsip kesesuaian (matching principle) akuntansi memandatkan agar setiap pengakuan biaya harus bisa dihubungankan dengan pendapatan yang timbul. Itu artinya, segala biaya (material yang dipergunakan, upah buruh yang dibayarkan, dan lain sebagainya) yang terjadi sebelum penilaian perkembangan hasil pekerjaan dilakukan, untuk sementara TIDAK DIAKUI SEBAGAI BIAYA, melainkan diakumukasikan ke dalam satu akun khusus yang biasa diberi nama Pekerjaan Dalam Proses (Work-InProgress) yang nantinya akan masuk ke dalam kelompok Aktiva (aset) di Neraca. Mengapa demikian? Karena jika dipaksakan masuk biaya, Laporan Laba Rugi akan terlihat anehyang muncul hanya biaya-biaya, sementara tidak ada pendapatannya. Matching principle jadi tidak terpenuhi! Misalnya: Tanggal 10 Januari 2012, PT. JAK membeli bahan bahan bangunan (besi, semen, pasir, kapur, batu koral) sebesar Rp 25,000,000. Atas pembelian ini tidak dicatat sebagai biaya melainkan diakumulasikan ke dalam akun Pekerjaan Dalam Proses, dengan jurnal: [Debit]. Pekerjaan Dalam Proses = Rp 25,000,000 [Kredit]. Utang Toko Rejeki = Rp 25,000,000 Catatan: Selanjutnya, setiap pengeluaran terkait dengan proses konstruksi atas kontrak tersebut dimasukan ke dalam akun Pekerjaan Dalam Proses. Sekalilagi ini bukan biaya, melainkan aset (aktiva). Katakanlah tanggal 25 Januari 2012, PT. JAK membayar upah mandor pengawas dan upah buruh bangunan sebesar Rp 50,000,000. Inipun diakumulasikan ke dalam akun Pekerjaan Dalam Proses dengan jurnal: [Debit]. Pekerjaan Dalam Proses = Rp 50,000,000 [Kredit]. Kas = Rp 50,000,000 Bagaimana laporan keuangan PT. JAK di akhir Januari 2012? Jika mengikuti PSAK 34, maka estimasi pendapatan dan estimasi biaya PT. JAK sudah bisa dijadikan dasar untuk melakukan pengakuan pendapatan dan biaya. Sehingga akun Pekerjaan Dalam Proses sudah bisa dipindahkan ke akun biaya dengan jurnal: [Debit]. Biaya Kontrak Konstruksi = Rp 75,000,000 [Kredit]. Pekerjaan Dalam Proses = Rp 75,000,000 (Catatan: Dengan jurnal ini, maka saldo akun Pekerjaan Dalam Proses akan menjadi nol dan timbul saldo baru di akun Biaya Kontrak Konstruksi).

Bagaimana pengakuan pendapatannya? Diproporsionalkan. Dihitung dengan menggunakan rasio perbandingan antara biaya yang sungguh-sungguh terjadi dengan estimasi biaya tahap pertama. Dalam contoh kasus ini: = Kenyataan Biaya/Estimasi Biaya sampai Akhir Semester I 2012 = Rp 75,000,000/750,000,000 = 1% Pendapatan yang diakui = 1% x Estimasi Pendapatan sampai Akhir Semester I 2012 Pendapatan yang diakui = 1% x Rp 1,000,000,000 = Rp 100,000,000. Jurnal pengakuan pendapatannya menjadi: [Debit]. Piutang PT. ABC = Rp 100,000,000 [Kredit]. Pendapatan = Rp 100,000,000 Sehingga besarnya laba yang diakui untuk januari 2012 adalah 100,000,000 75,000,000 = Rp 25,000,000 Untuk agar tidak melakukan pengakuan pendapatan sampai 99% pasti terjadi. Bayangkan, jika PT. JAK misalnya mengikuti anjuran dari PSAK 34 seperti di atas, lalu setelah dilakukan penilaian ternyata PT. ABC menganggap perkembangan hasil pekerjaan yang telah dicapai oleh PT. JAK baru mencapai 0.5% (bukan 1% seperti pengakuan pendapatan yang telah di buat), padahal buku Januari 2012 sudah ditutup. Pastinya buku akan jadi kocar-kacir. Bukan hanya pendapatan yang lebih diakui, tetapi juga laba! Pengakuan pendapatan sebaiknya dilakukan setelah penilaian (inspeksi) lapangan dilakukan. Sebelum itu terjadi, sebaiknya pengeluaran-pengeluaran yang telah terjadi tetap diakumulasikan ke akun Pekerjaan Dalam Proses. Tak masalah jika laporan labarugi belum di buat. Lha wong faktanya belum ada pendapatan koq. Fakta juga bahwa segala pengeluaran yang telah terjadi masih merupakan pemupukan asset (aktiva)sama sekali tidak melanggar prinsip-prinsip akuntansi. Sesuai isi kontrakakhir Semester I 2012, PT. JAK dijadwalkan sudah akan merampungkan minimal 10% dari seluruh pekerjaan. Katakanlah tanggal 25 Juni 2012, PT. JAK mengajukan meminta pembayaran pertama kepada PT. ABC. Dalam kontrak telah disebutkan bahwa. pembayaran dilakukan secara bertahap mengikuti perkembangan hasil pekerjan. Atas permintaan tersebut, PT. ABC dengan ditemani oleh perwakilan dari PT. JAK melakukan inspeksi lapangan secara bersamasama untuk memeriksa tingkat penyelesaian pekerjaan konstruksi yang telah dicapai oleh PT. JAK. Dari hasil pemeriksaan bersama ditemukan bahwa tingkat penyelesaian yang sudah dicapai mencapai 9%. Untuk itu, disepakati bahwa PT. ABC akan segera mengirimkan pembayaran sebesar 9% x nilai kontrak = 9% x Rp 10,000,000,000 = Rp 900,000,000. Nah, di titik ini PT. JAK sudah bisa mengakui pendapatan. Selanjutnya, keesokan harinya (26 Juni 2012) PT. JAK mengirimkan invoice tagihan sebesar Rp 900,000,000. Sementara itu, per tanggal 26 Juni 2011 saldo akumulasi akun Pekerjaan Dalam Proses PT. JAK menunjukan angka Rp 800,000,000.

Bagaimana mencatat invoice tagihan tersebut? Bagimana dengan pangakuan biayanyasaldo akumulasi akun Pekerjaan Dalam Proses PT. JAK menunjukan angka Rp 800,000,000, apakah semuanya dipindahkan ke akun biaya? Jangan buru-buru. Sebagai orang accounting, biasakan berpikir analitisjangan mau jadi kalkulator dan tukang jurnal sajabandingkan estimasi dengan kenyataannya dahulu. Tingkat pencapaian pekerjaan seharusnya sudah mencapai 10%, pada kenyataannya yang bisa disepakati hanya 9% sehingga kenyataannya pendapatan hanya Rp 900,000,000 (Rp 100,000,000 lebih rendah dibandingkan estimasi). Sementara, kenyataan pengeluaran yang telah terjadi mencapai Rp 800,000,000 (Rp 50,000,000 lebih tinggi dibandingkan estimasi yang hanya Rp 750,000,000). Karena penyimpangan di pendapatan dan biaya tersebut, Laba-pun menjadi menyimpang. Dari estimasi laba Rp 250,000,000 (=1,000,000,000 750,000,000), yang terealisasi hanya Rp 100,000,000. Terjadi penyimpangan laba sebesar Rp 150,000,000. Angka yang cukup besar tentunya. Dari perspektif akuntansi, untuk pendapatanmau tidak mau hanya bisa diakui sebesar invoice tagihan. Sehingga jurnalnya menjadi: [Debit]. Piutang PT. ABC Akhir Semester I 2012 = Rp 900,000,000 [Debit]. Pendapatan = Rp 900,000,000 Yang masih jadi tanda tanya adalah pengakuan biayanya. Pertanyaannya: Sungguhkah biaya yang telah keluar sebesar Rp 800,000,000? Periksa pencatatan dari awal hingga akhirapakah sudah akurat? Jika belum akurat lakukan penyesuaian-penyesuaian. Jika sudah akurat? Kemungkianannya tinggal 2 saja: Kemungkinan-1. Ada beberapa bahan yang sudah dibeli, tetapi belum dipergunakan sepenuhnya Periksa: adakah material bangunan yang belum dipakai (semen, pasir, kapur, kayu, dan lain-lain), adakah material yang setengah proses? Jika ada, hitung. Adakah upah tukang/buruh yang dibayar di depan? Jika ada hitung. Mungkin tidak bisa dihitung secara pasti, untuk itu lakukan estimasiminta approval dari atasan (pimpinan) untuk menentukan estimasi ini. Katakanlah total angkanya Rp 100,000,000, maka besarnya biaya yang diakui hanya Rp 700,000,000 (=800,000,000 100,000,000). Saldo akun Pekerjaan Dalam Proses yang bisa dipindahkan ke akun biayapun jadinya hanya Rp 700,000,000. Sehingga jurnalnya: [Debit]. Biaya Kontrak Konstruksi = Rp 700,000,000 [Kredit]. Pekerjaan Dalam Proses = Rp 700,000,000 Setelah pengakuan pendapatan dan biaya telah dilakukan. Hasilnya? Laba Rp 200,000,000 saja. Masih ada penyimpangan Rp 50,000,000 jika dibandingkan dengan estimasinya yang Rp 250,000,000. Dimanakah selisihnya? Kemungkinan-2. Pemborosan (inefisiensi) dan kehilangan Jika estimasi material bangunan yang belum terpakai sudah akurat dan disepakati, maka kemungkinan yang tersisa hanya ini (boros atau hilang). Telah terjadi pemborosan atau kehilangan senilai Rp 50,000,000. Apa yang harus dilakukan terhadap selisih ini, apakah diakui sebagai biaya atau langsung diakui sebagai rugi? Catat biaya saja. Jurnalnya: [Debit]. Biaya Kontrak Konstruksi = Rp 50,000,000 Kredit]. Pekerjaan Dalam Proses = Rp 50,000,000

Kondisi timpang seperti ini besar kemungkinannya terjadi di awal-awal. Memang, pekiraan tingkat penyelesaian pekerjaan yang telah disepakati belum tentu akurat 100%, estimasi material yang belum terpakai juga belum tentu akurat 100%. Bagaimanapun juga itu baru satu dari total 5 fase yang direncanakan. Perlakuan akuntansi, analisa dan pengendalian di fase-fase berikutnya akan tetap demikian. Terus berulang sampai proyek selesai. Jika penyimpangan di fase pertama ini tidak tertutup di fase berikutnya, maka besar kemungkinannya diakhir proyek nanti PT. JAK akan mengalami kerugian. Kerugian itu tidak selalu karena pemborosan atau kehilangan, bisa saja karena RAB-nya yang keliru. Oleh sebab itu, disamping perlu melakukan pengawasan lebih ketat, RAB juga perlu dihitung/ditinjau ulang tingkat akurasinyamungkinkah harga material naik? Atau upah buruh/tukang naik? Dan lain sebagainya. Jika memang tidak akurat atau telah terjadi kenaikan harga material maka PT. JAK perlu membuat revisi RAB. Jika negosiasi ulang bisa dilakukan dengan pihak PT. ABC, tentu itu jalan terbaik. Dalam contoh kasus tadi kebetulan dibuat dari hasil penilaian tingkat perkembangan pekerjaan lebih kecil dari estimasi. Pada praktek sesungguhnya, bisa saja terjadi hal sebaliknya (meskipun kemungkinannya kecil). Jika demikian keaadaanya, berarti akan timbul laba. Laba itupun belum tentu akurat. Masih perlu dilihat di fase-fase berikutnya. Secara keseluruhan bisa katakan bawa: penerapan Metode Persentase Penyelesaian pada kontrak konstruksi tidak mudah. Tantangannya ada pada akurasi estimasi-estimasi yang telah dibuatakurasinya yang mentukan apakah proyek menjadi sukses atau sebaliknya. Diperlukan sistim administrasi dan pengendalian yang ketatjauh lebih ketat dibandingkan jenis aktivitas usaha lainnya. Kesulitan itu akan menjadi semakin tinggi jika perusahaan menggarap multi-kontrak, multi-proyek. Mengapa semakin sulit? Karena setiap biaya yang timbul harus bisa dihubungkan dengan proyeknya. Pendapatan yang diterimapun harus bisa dihubungkan dengan proyeknya dengan benar. Sehingga matching principle tetap bisa terjaga. Untuk itu diperlukan perencanaan dan pengorganisasian khusus.

Anda mungkin juga menyukai