Anda di halaman 1dari 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Definisi Tinea kruris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita yang mengenai daerah inguinal dan ano-genital1 2.2 Epidemiologi Pada umumnya tinea kruris ini menyerang kebanyakan pada pria dewasa juga pada orang-orang yang sering menggunakan pakaian ketat. Pengaruh ras/ bangsa tidak berpengaruh, hampir seluruh dunia. Paling banyak mengenai daerah tropis karena tingkat kelembapannya yang tinggi dan dapat memicu pengeluaran keringat yang banyak menjadikan faktor predisposisi penyakit ini. Higiene dan sanitasi yang tidak dijaga dengan baik juga mempengaruhi pertumbuhan infeksi jamur dermofita.
2.3 Etiologi

Sering kali oleh Epidermophyton Floccosum, namun dapat pula oleh Tinea Mentagrophytes yang dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung2

Gambar 1: bentuk dari Epidermophyton Floccosum dan Tinea Mentagrophytes

2.4 Gejala Klinis Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal yang lama-kelamaan meluas, dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong, dan perut bawah. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama, dan kadang-kadang dengan banyak vesikel lesi kecil-kecil4. Kelainan yang tampak pada paha merupakan lesi batas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada tengahnya. Effloresensi terdiri dari atas macammacam bentuk primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan5.

Gambar 2. Gambaran klinis pada penderita T.kruris

Pada infeksi akut, ruam biasanya basah dan eksudatif. Pada infeksi kronik, permukaannya kering dengan tepi papuler anular atau asiner. Area sentral hiperpigmentasi dan terdapat papul eritema yang tersebar. Akibat pruritus dapat terjadi ekskoriasi, likenifekasi dan impetignisasi. Infeksi kronik akibat pemakaian kortikosteroid topikal terlihat lebih eritem, batas kurang tegas, dan terdapat pustul folikuler. Kurang lebih sebagian pasien dengan tinea kruris juga menderita tinea pedis6.

2.5 Diagnosis

Untuk mendiagnosis Tinea kruris dimulai dari anamnesis untuk mencari gejala dan faktor presdisposisi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk melihat pola lesinya. Dari pemeriksaan histopatologis tidak khas3. Maka dilakukan pemeriksaan penunjang yang diambil dari kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10-20% akan tampak elemen jamur seperti hifa, spora dan miselium.
2.6 Diagnosis Banding

Kandidiasis: lesi lebih basah, berbatas tegas dengan lesi-lesi satelit 2.7 Penatalaksanaan Sistemik : Griseofulvin : dosis dewasa : 500 mg/hari, dosis anak-anak: 10-25 mg/kg BB/hari diberikan selama 3 minggu. Griseofulvin bersifat fungistik. mikrotubul sel. Griseofulvin berikatan dengan sel prekursor keratin sehingga secara bertahap diganti dengan jaringan yang tidak terinfeksi dan sangat resisten terhadap invasi jamur/ dermatofita. Derivat Azol: diberikan jika pada beberapa kasus sudah resisten terhadap griseofulvin. Derivat azol antara lain: itrakonazol, flukonazol, dll. Itrakonazol bersifat fungistik dan tergolong natifungi triazol sintetik. Cara kerjanya adalah menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sintetis ergosterol yang tergantung sitokrom P450. ergosterol ini merupakan komponen vital dari dinding sel jamur. Obat antifungi ini telah banyak digunakan dan berdasarkan penelitian lebih efektif dibandingkan griseofulvin. Itrakonazol dosis dewasa: 200 mg/hari, dosis anak-anak: 5 mg/kg BB/hari diberikan selama 1 minggu. 2.8 Pencegahan Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea kruris harus dihindari atau dihilangkan antara lain:

1. Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet atau nilon 2. Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang 3. Kegemukan, kelembapan, gesekan kronis dan keringat berlebihan disertai higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur. 2.9 Prognosis Prognosis pada pasien Tinea kruris baik jika pasien menjaga kebersihannya dan menggunakkan obat dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai