Anda di halaman 1dari 6

ri-Teori Belajar Ada beberapa teori-teori dalam belajar diantaranya: teori Konektionisme, teori ini dikemukakan oleh Thorndike.

Dalam teori ini ada tiga hukum belajar yang utama yakni:1[5] 1. Hukum efek: Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat antar stimulus dan respons. 2. Hukum Latihan: Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah Latihan menjadi sempurna dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons ( tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan belajar. 3. Hukum kesiapan: memberikan respons subjek harus siap dan disiapkan. Sedangkan menurut Clarl Hull bahwa belajar tidak akan terjadi kecuali suatu dorongan kebutuhan. Dorongan itu tidak perlu dihilangkan seluruhnya hanya dikurangi. Belajar akan maju lebih cepat dengan langkah-langkah dalam ukuran yang tidak khusus. Sedangkan menurut B.F Skiner bahwa ketiga teori diatas terletak pentingnya motivasi dalam belajar, motivasi itu penting untuk memperkuat stimulus dan respons. Selain itu, ada beberapa teori Belajar lainnya, selain dari teori-teori diatas yakni: a Teori Konstruksionisme: Guru sebagai Fasilitator, murid yang menyusun dan

membangun belajar mengajar. b Teori Behaviorisme: Teori dimana jiwa manusia bisa dilihat dari tingkah laku. Teori ini cenderung dengan manusia disamakan dengan binatang.

D.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Jiwa Beragama Faktor-faktor yang memengaruhi jiwa beragama terbagi dua yakni faktor Internal (fitrah,

potensi beragama) dan faktor Eksternal (lingkungan).2[6]

1. Faktor Internal yang meliputi Fitrah, karena pada hakikatnya, manusia sejak lahir sudah memiliki kecenderungan BerTuhan.Hal ini tercantum dalam QS Al Araf 172, Arruum 30, QS AsSyamsu 8-10. 2. Faktor Eksternal, faktor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu (anak) itu hidup, yaitu keluarga, sekolah, dan masayarakat.3[7] a Lingkungan keluarga, menurut Hurlock, keluarga merupakan Training Center dalam hal

beragama. Imam Gazali: keluarga harus benar-benr mendidik anak. b Lingkungan sekolah, menurut Imam Gazali yang dikutip oleh Dr Syamsu yusuf dalam

buku Psikologi Belajar Agama hal 39 menyebutkan bahwa penyembuh badan harus bisa disembuhkan oleh seorang dokter, karena dokterlah yang mengetahui tabiat atau karakter badan, kebodohan dokter bisa berakibat fatal pada badan. Begitupun dengan penyembuh karakter atau akhlak bisa disembuhkan oleh pendidik karena pendidiklah yang mengetahui karekter tabiat. Sedangkan menurut Hurlock bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substitusi dari orang tua.4[8] c Lingkungan Masyarakat, maksudnya interaksi social dengan masyarakat bisa

memengaruhi sikap beragama anak, anak yang bergaul dengan lingkungan yang buruk, ini berdampak pada nilai religusitas anak. Faktor-faktor diatas harus menuju pada kesholihan anak, kesolihan anak merujuk pada empat jenis kesholihan yakni:5[9] 1) Sholihul Qolbi 2) Sholihul Aqli 3) Sholihul Amali 4) Sholihul Jasadi : Kesholehan hati : Kesholehan akal. : Kesholehan perbuatan : Kesholehan badan.

Aspek-Aspek Psikologis dalam Proses Pembelajaran Aspek psikologis pembelajaran yaitu sudut pandang kejiwaan dalam proses pembelajaran yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku, baik perilaku Kognitif, Apektif, dan Psikomotor yang terjadi didalam diri individu.

Aspek-aspek psikologis tersebut diantaranya: 1. Aspek pengarahan 2. Aspek Motivasi 3. Aspek perkembangan sikap 4. Aspek Tekhnik 5. Aspek pribadi. Kelima aspek diatas diharapkan akan menghasilkan manusia yang mempunyai karakteristik: a Pribadi yang mandiri. b Pelajar yang efektif. c Pekerja yang Produktif. d Anggota Masyarakat yang baik.

F. Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa bayi, kanak-kanak dan masa anak. 1. Aktualisasi fitrah beragama pada masa bayi, manusia pada hakikatnya memiliki kecenderungan untuk beragama khususnya agama Islam. Hal ini sesuai dengan dengan firman Alloh dalam Qs Al Arof 172 dan hadits dari abu Hurairoh. Hal ini berbanding terbalik dengan teori Tabularasa yang dikatakan oleh John locke. John Locke (1632-1704), tokoh empirisme yang pertama, mengatakan bahwa jiwa manusia waktu lahir adalah putih bersih bagaikan kertas yang belum ditulisi atau bagaikan tabularasa (arti harfiahnya: papan lilin). Akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apakah yang akan mengisi tabula rasa tersebut.6[10] Padahal pada hakikatnya, bayi yang masih dalam kandungan

sudah memiliki kecenderungan bergama Islam. Setelah lahir, bayi bisa berkembang sesuai dengan didikan dari orangtua dan lingkungannya. Maka disini peranan orang tua sangat menentukan, karena menyangkut perkembangan anak. Perkembangan dasar ini harus diberi nilainilai agama. Sedangkan menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan.7[11] Perkembangan anak dalam aspek bahasa dapat dijadikan dasar oleh orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama melalui kegiatan-kegiatan berikut:8[12] a Mengenalkn konsep-konsep atau nilai-nilai agama kepada anak melalui bahasa, seperti mengenalkan lafadz-lafadz (ucapan) yang baik dari agama, seperti lafad Alloh, bismillah, alhamdulillah, subhaanalloh, Allohu Akbar. b Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.

2.

Aktualisasi fitrah beragama pada masa pra sekolah (3-5 tahun), zakiah darajat

mengemukakan bahwa masa pra sekolah (usia taman kanak-kanak) merupakan masa yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui pendidikan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan orang tua dan guru taman kanak, akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak. 9[13] kesadaran anak dalam beragama ditandai dengan ciri-ciri: a Sikap keagamaan masih bersifat Reseptif (menerima) meskipun sudah banyak bertanya. b Pandangan keTuhanannya bersifat Anthropermorph (dipersonifikasikan) menyerupakan. c Penghayatan secara Rohaniah masih superspesial (belum mendalam masih dipermukaan). d Hal Ketuhanan dipahamkan secara indo synctic.

3. Aktualisasi fitrah beragama pada masa anak usia 6-13 tahun, pada masa ini kesadaran anak ditandai dengan ciri-ciri: 10[14] a Sikap keagamaan masih bersifat reseptif, namun disertai dengan pengertian. b Pemahaman ketuhanan diperolehnya secara Rasional. c Penghayatan secara Rohaniah semakin mendalam.

G.

Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa Remaja dan dewasa. Remaja merupakan starting point pemberlakuan Hukum SyarI oleh karena itu, remaja sudah seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam kehudupannya.11[15] Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat yaitu dengan mulai tumbuhnya cirri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Pertumbuhan fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan lahirnya kegoncangan emosi kecemasan dan kegundahan. Faktor-faktor yang memengaruhi minat keagamaan pada masa dewasa dini:12[16] 1. Seks: Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria. 2. Kelas Sosial: Golongan menengah sebagai kelompok, lebih tertarik kepada agama dibandingkan dengan golongan kelas yang lebig tinggi atau yang lebih rendah; Orang-orang dewasa yang ingin terpandang dalam masyarakat lebih giat dalam organisasi-organisasi keagamaan disbanding dengan orang-orang yang sudah puas dengan status mereka. 3. Lokasi tempat tinggal: Orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan dan dipinggir kota menunjukan minat yang lebih besar kepada agama daripada orang yang tinggal ke kota.

4. Latar Belakang keluarga: Orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat beragam dan menjadi anggota suatu gereja cenderung lebih tertarik kepada agama dari pada orang-orang yang dibesarkan dalam keluarga yang jurang peduli pada agama.

Anda mungkin juga menyukai