Anda di halaman 1dari 6

Tabel 1: Hasil percobaan penuangan logam (casting) Konsistensi Bumbung 1 Kental 2 - Bintil - Bintil - Tonjolan 3 Normal 4 - Bagus - Bintil

sedikit - Bentuk berubah - Distorsi 5 Cair 6 - Ada sayap - Bintil banyak - Bintil 0,2 mm 0,12 mm 0,23 mm 0,21 mm Hasil Ekspansi 0,1 mm 0,15 mm

Keterangan : percobaan di mulai dari bumbung 5,1,2 ,4,6 dan 3 PEMBAHASAN Percobahan bahan tanam tuang (casting) merupakan suatu restorasi tuang dengan cara menuangkan logam cair. Percobaan dengan konsistensi kental didapatkan hasil penuangan yang berbintil dengan besar sela marginal sebesar 0,1 mm pada bumbung 1. Sedangkan pada bumbung 2 hasil penuangan yang didapat ada bintil dan tonjolan pada permukaan logam dengan sela marginal sebesar 0,15 mm. Pada konsistensi normal diperoleh hasil penuangan yang baik pada bumbung 3 dengan bintil yang sedikit dan sela marginal sebesar 0,21 mm. Sedangkan pada bumbung 4 hasil yang diperoleh berubah bentuk. Hal tersebut dikarenakan kemungkinan distorsi pada saat proses model malam sehingga sprue semakin besar. Besarnya sela marginal pada bumbung 4 adalah 0,23mm. Percobaan dengan konsistensi cair didapatkan hasil penuangan yang bersayap dan bintil dalam jumlah yang banyak pada bumbung 5. Besarnya sela marginal pada bumbung 5 adalah 0,12mm. Pada percobaan ini terdapat kesalahan ketika akan melakukan pengecoran yaitu crucible casting belum dipanaskan

terlebih dahulu guna menyamakan suhu. Sedangkan pada bumbung 6 hasil penuangannya berbintil dengan sela marginal sebesar 0,2mm. Berikut di bawah ini akan dibahas beberapa penyebab kegagalan saat casting: 1. Gelembung Udara Keseluruhan hasil casting menghasilkan bintil kecil pada permukaannya. Hal ini tampak pada percobaan ke 1, 5 dan 6. Namun kegagalan terbesar di hasilkan pada percobaan ke 2 yakni terdapat tonjolan besar pada permukaan logam. Bulatan pada hasil casting ini disebabkan oleh gelembung udara yang melekat pada model malam selama atau sesudah penanaman (Annusavice, 2003, hal 338). Jika melakukan metode manual, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengilangkan udara dari adonan bahan tanam sebelum penanaman dilakukan. Wetting agent dapat membantu mencegah pengumpulan gelembung udara di permukaan model malam. Wetting agent hanya boleh digunakan dioleskan selapis tipis saja (Annusavice, 2003, hal 338-339). Bila menggunakan detergen sebagai wetting agent, setelah diulas harus dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan busa yang dihasilkan detergen. 2. Pemanasan Laju pemanasan yang terlalu cepat juga dapat menyebabkan keretakan pada bahan tanam (Anusavice, 2003, hal.328). Logam yang mencair mengalir ke celah tersebut dan membentuk sayap tipis di tempat keretakan bahan tanam (McCabe & Walls, 2008, hal. 81). Kegagalan ini terlihat pada hasil percobaan ke 5 dengan konsistensi bahan tanam tuang yang terlalu cair. Oleh karena itu, mould seharusnya dipanaskan secara bertahap paling sedikit 60 menit dari temperatur kamar hingga 700o celsius. (Annusavice, 2003, hal 339-340). 3. Rasio Bubuk dan Cairan

Semakin tinggi w/p rasio, maka tuangannya semakin kasar. Tetapi jika terlalu sedikit cairan yang digunakan, hasil adonan menjadi kental dan tidak dapat digunakan dengan benar untuk penanaman. Pada vacuum investing, udara yang mungkin tidak dapat dikeluarkan dengan sempurna sehingga tidak menghasilkan permukaan yang kasar (Annusavice, 2003, hal 340). 4. Porositas Pembuangan model malam yang tidak sempurna dapat terjadi jika pemanasan terlalu sebentar. Rongga atau porositas dapat terjadi dari gas yang terbentuk saat alloy yang panas berkontak dengan sisa karbon (Annusavice, 2003, hal 340). Porositas berbentuk bulatan yang lebih besar dapat disebabkan oleh gas yang dikeluarkan oleh semburan api yang tidak diatur dengan baik, atau penggunaan zona oksidasi dari semburan api dan bukannya zona reduksi (Annusavice, 2003, hal 346). Porositas pada permukaan logam terjadi karena udara yang terjebak, yang dapat menghasilkan cekungan yang besar. Hal ini disebabkan oleh

ketidakmampuan udara di dalam mould untuk keluar melalui pori bahan tanam atau karena perbedaan tekanan yang memindahkan pocket udara ke ujung bahan tanam melalui sprue yang mencair (Annusavice, 2003, hal 346). Porositas dapat dikurangi dengan menghindari overheating pada alloy (McCabe & Walls, 2008, hal. 82). 5. Hasil tuangan yang tidak utuh Penyebab dari keadaan ini adalah terhalangnya cairan alloy untuk mengisi mould secara utuh. Ada dua faktor yang dapat menghambat jalannya cairan alloy yaitu: a. Pemanasan yang kurang. Hal ini berhubungan langsung dengan back pressure dari udara di dalam mould. Jika udara tidak dapat dikeluarkan dengan cepat, maka cairan alloy tidak dapat mengisi mould sebelum mengeras. Jika tekanan casting yang digunakan kurang benar, maka back pressure juga tidak

dapat diatasi. Tekanan casting harus ditahan paling sedikit 4 detik. Mould akan terisi alloy akan mengeras dalam waktu 1 detik atau kurang, walaupun alloy masih cukup lunak pada tahap awal. Oleh karena itu, tekanan harus ditahan beberapa detik lagi. Kegagalan ini biasanya terlihat berupa tepi yang membulat dan tidak lengkap (Annusavice, 2003, hal 347). b. Pembuangan sisa malam yang tidak sempurna dari dalam mould. Jika terlalu banyak hasil pembakaran yang tertinggal di dalam mould, maka pori-pori dari bahan tanam dapat terisi penuh sehingga udara tidak dapat keluar seutuhnya. Jika ada cairan atau partikel malam yang tertinggal, maka kontak dari alloy cair dengan benda asing ini dapat menimbulkan back pressure untuk menghalangi masuknya alloy cair. Kegagalan ini terlihat berupa tepi yang membulat dan mengkilap (Annusavice, 2003, hal 347). 6. Distorsi Setting ekspansi dan setting higroskopis dari bahan tanam menghasilkan ekspansi yang tidak merata pada dinding model. Distorsi disebabkan oleh gerakan ke arah luar yang tidak merata dari dinding proksimal. Distorsi akan bertambah jika ketebalan model malam berkurang. Semakin kecil setting ekspansi dari bahan tanam maka semakin sedikit pula distorsi yang akan terjadi. (Annusavice, 2003, hal 338). Pada percobaan ke 4, terdapat distorsi pada permukaan logam yang mengakibatkan perubahan bentuk, sehingga bentuknya tidak lagi fit. Selain membahas mengenai kegagalan yang terjadi pada casting, kelompok kami juga akan membahas mengenai api yang digunakan selama proses casting. Alloy dilelehkan oleh torch di dalam glazed ceramic crucible yang melekat pada broken arm di mesin casting. Broken arm meningkatkan kecepatan rotasi awal pada crucible dan casting ring, sehingga meningkatkan kecepatan linear logam cair memasuki cetakan (Anusavice, 2003, hal. 330-331). Bagian dari api dapat diidentifikasi berdasarkan wilayah yang berbentuk kerucut. Kerucut panjang pertama yang berasal langsung dari mulut torch adalah zona dimana udara dan gas dicampur sebelum pembakaran. Terdapat panas yang paling rendah jika dibandingkan dengan zona-zona setelahnya. Kerucut

selanjutnya berwarna hijau dan dengan cepat mengelilingi kerucut bagian dalam, dikenal dengan combustion zone. Di sini, gas dan udara terbakar sebagian. Zona ini pasti mengoksidasi dan harus selalu dijauhkan dari lelehan logam selama peleburan (Anusavice, 2003, hal 334). Zona selanjutnya berwarna biru samar dan terletak diluar ujung hijau combustion zone, adalah reducing zone. Zona ini adalah yang terpanas dari api dan harus selalu konstan pada logam selama pelelehan. Kerucut terluar (oxidizing zone) adalah area dimana pembakaran terjadi dengan oksigen di udara. Temperaturnya lebih rendah daripada reducing zone dan juga mengoksidasi logam (Anusavice, 2003, hal. 334).

Setelah logam memadat, bumbung dipindahkan dan didinginkan (quenching) di dalam air secepatnya setelah terlihat cahaya merah padam. Dua keuntungan yang didapat dari quenching: (1) noble metal alloy tertinggal dalam kondisi baik untuk burnishing, polishing, dan prosedur serupa lainnya; (2) saat air kontak dengan bahan tanam yang panas, reaksi keras terjadi, menghasilkan bahan tanam yang lembut dan bergranul sehingga mudah dibersihkan (Anusavice, 2003, hal. 335). Final fit dari casting tergantung pada keseimbangan dari kontraksi logam dan ekspansi bahan tanam tuang. Penyusutan alloy harus dapat dikompensasi oleh seting ekspansi dan ekspansi termal (McCabe & Walls, 2008, hal. 82-83). Casting alloy menyusut secara signifikan ketika mendingin saat padat pada temperatur tinggi ke temperature ruangan dan tingkat penyusutan sebanyak 1% sampai 2,5% tergantung dari tipe alloy. Walaupun presentase ini terlihat kecil, namun terlalu

besar untuk diabaikan pada proses casting yang harus akurat hingga 20m (Power M.J & Wataha C.J, 2008, hal 273). KESIMPULAN Berdasarkan penelusuran pustaka yang kami lakukan, dapat kami simpulkan bahwa : A. Semakin tinggi w/p rasio, maka tuangannya semakin kasar, menyebabkan hasil casting menjadi kasar pula. Tetapi jika terlalu sedikit cairan yang digunakan, hasil adonan menjadi kental dan tidak memiliki flow, sehingga tidak dapat digunakan dengan benar untuk penanaman. B. Laju pemanasan yang terlalu cepat menyebabkan keretakan pada bahan tanam tuang, sehingga hasil casting bersayap C. Bulatan pada hasil casting ini disebabkan oleh gelembung udara yang melekat pada model malam selama penanaman. D. Final fit dari casting tergantung pada keseimbangan dari kontraksi logam dan ekspansi dari bahan tanam tuang.

Anda mungkin juga menyukai