Karapas adalah cangkang keras yang melindungi organ dalam pada tubuh crustacea. Karapas merupakan penutup sefalothoraks yang tersusun dari zat tanduk atau kitin yang tebal. Fungsi karapas adalah untuk melindungi organ-organ bagian dalam seperti insang, alat pencernaan termasuk organ hepatopankreas, jantung dan organ reproduksi.
dengan rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan C-2 pada kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH3, asetamida). Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa. Kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces (Hirano, 1986; Knorr, 1991). Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen. Sebagai contoh, kulit udang mengandung 25 40% protein, 40 50% CaCO3, dan 15 20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih tergantung pada jenis udangnya (Altschul, 1976). Sebagian besar kelompok crustacea, seperti kepiting, udang, dan lobster, merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin yang diproduksi secara komesial 120 ribu ton per tahun.
Kitin yang berasal dari kepiting dan udang sebesar 39 ribu ton (32,5%) dan dari jamur 32 ribu ton (26,7%) (Knorr, 1991).
Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi--(1-4)-D-glukopiranosa) dengan
rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalanya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85 93% (Tsigos et al., 2000). Namun, proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deastilasinya juga sangat acak (Matinou et al., 1995; Tsigoss et al., 2000), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak beragam. Selain itu. Proses kimiawi juga dapat menimbulkan pemcemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al., 1997; Tokuyasu et al., 1997). Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deastilisasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya (Tokuyasu et al., 1997).
215% dibandingkan dengan triwulan pertama tahun sebelumnya. Sebanyak 80 90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit, sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 50 60% dari bobot udang utuh (Sudibyo, 1991). Limbah udang pada triwulan pertama tahun 2005 saja mencapai sekitar 6.545 ton. Limbah udang yang melimpah tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan, karena sifatnya yang mudah terdegradasi secara enzimatik oleh mikroorganisme. Limbah udang di Indonesia hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, hidrosilat protein, silase, bahan baku terasi, petis, dan kerupuk udang. Limbah udang di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah diisolasi kitinnya. Kitin dalam kulit udang sebesar 15 - 20% dan dapat diisolasi melalui proses deproteinasi yang diikuti dengan demineralisasi. Kitin juga dapat diubah menjadi kitosan setelah lebih dari 70% gugus asetilnya (CH3CO-)-nya dihilangkan. Penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga kitosan lebih banyak digunakan daripada kitin, antara lain di industru kertas, pangan, farmasi, fotografi, kosmetika, fungisida dan tekstil sebagai pengemulsi, koagulan, pengkelat serta pengental emulsi (Batchelor, 2004). Kitosan juga bersifat nontosik, biokompatibel, dan biodegradable sehingga aman digunakan.
menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam, sehingga dapat larut dalam air, analog dengan pelarutan garam dapur dalam air. Muatan positif NH3+ dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi (penyerapan) zat warna anionik (bermuatan negatif). Sebagai adsorben, kitosan dapat digunakan secara langsung dalam bentuk serpihan. Namun, telah banyak penelitian yang menggunakan kitosan dalam bentuk butiran, hidrogel, dan membran/film. Banyak penelitian juga telah memodifikasi struktur kitosan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi, kekuatan mekanik, dan kestabilannya (Jin et al., 2004).
Dalam bidang medis, membrane kitosan digunakan sebgai asuhan luka. Membran kitosan sengaja dibuat berpori seperti spons untuk mempermudah sirkulasi udara dan mencegah akumulasi air pada luka, sehingga luka cepat kering dan cepat sembuh. selain itu, kitosan juga bersifat sebagai antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
Daftar Pustaka
Kurniasih, T. 2008. Lobster Air Tawar (Parastacidae: Cherax), Aspek Biologi, Habitat, Penyebaran dan Potensi Pengembangannya. Media Akuakultur Volume 3 Nomor 1. Purwantiningsih, S. et al., 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. IPB Press. Bogor