Anda di halaman 1dari 4

Dosa Koruptor Lebih Besar Ketimbang Pelacur Jumat, 30 Mei 2008 LAMONGAN, JUMAT - Pegawai pemerintah harus memiliki

tata karma, sikap dan tingkah laku yang baik. Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat, KH Abdul Ghafur pada acara pembinaan mental pegawai di Lamongan, Jumat (30/5), mengatakan tidak jujur dalam pekerjaan seperti korupsi dosanya lebih besar dari pada dosa pelacur selama 70 tahun. "Namun sebaliknya apabila dalam keseharian pegawai mau jujur dalam bekerja pahalanya melebihi pahala ibadah selama 70 tahun," kata Ghafur yang juga Ketua Forum Pondok Pesantren berbasis agrobisnis . Menurut Ghafur, seorang muslim sejati dapat dikatakan baik, ketika dirinya mau memerhatikan, dan menolong sesama yang sedang kesusahan. Tata krama dan perilaku baik merupakan faktor utama manusia diterima surga. Ibadah berguna untuk memperbaiki tata krama manusia. "Allah menciptakan neraka karena surga tidak mau menerima manusia berperilaku buruk dan tidak memiliki tata karma. Beruntung bila seseorang memiliki tata krama yang baik dan berperilaku baik pula karena Allah sangat mencintainya," ujarnya. Wakil Bupati Lamongan, Tsalits Fahmi berpendapat selayaknya pembinaan mental untuk siraman rohani bagi pegawai pemerintah dilakukan setiap minggu. Pegawai pemerintah akan selalu ingat menjalankan tugas dan pekerjaannya dengan tepat dan melalui siraman roh ani diharapkan mengurangi penyelewengan. Seorang pegawai pemerintah ketika ingin jadi teladan harus mengendalikan hawa nafsu yang mengarah pada keburukan, dan melakukan pekerjaan dengan baik dan jujur. "Melakukan kebaikan lebih mudah dari pada melakukan keburukan. Namun untuk dapat istiqomah dan bisa berkelanjutan sangatlah susah karena dalam diri manusia terdapat nafsu baik dan nafsu buruk," kata Tsalits. Apa yang Dicari Para Koruptor? Selasa, 5 Agustus 2008 AKHIR-AKHIR ini setiap hari kita membaca koran dan menonton TV selalu menemui berita-berita tentang korupsi. Pernahkah Anda berpikir apa yang sebenarnya para koruptor cari? Harta? Bukannya gaji mereka lebih dari cukup untuk hidup dan bersenang-senang? Tidakkah mereka berpikir tentang uang siapa yang mereka makan? Tidakkah mereka berpikir keserakahan mereka menyengsarakan rakyat banyak? Kalau Anda berpikir dan bertanya-tanya demikian Anda seperti saya. Saya sering berpikir apa yang mereka cari? Kalau kita cermati lebih dalam berbedakah para koruptor itu dengan pelaku bom bali? Atau yang sedang hangat diperbincangkan sekarang si pembantai dari jombang? Jawabannya mungkin tidak ada bedanya!!! Kalau dirunut lebih jauh efek perbuatan para koruptor tidak jauh berbeda dengan pelaku bom bali atau si penjagal dari jombang. Mereka bisa membunuh kita dengan membiarkan hutan digunduli (alih fungsi hutan), mereka bisa membunuh kita dengan membuat kita jadi orang yang bodoh karena duit yang begitu besar harusnya bisa untuk biaya pendidikan berjuta-juta orang di Indonesia. Makanya sudah banyak juga orang setuju untuk menghukum mati atau menghukum seumur hidup para koruptor mengingat kejahatannya berefek jangka panjang ke banyak orang. Mereka yang setuju para koruptor dihukum mati mungkin juga melihat efek yang begitu besar yang ditimbulkan dari perbuatan para koruptor tersebut. Di sini saya tidak bermaksud untuk mencoba menghakimi para koruptor tetapi hanya ingin menyoroti kenapa mereka bisa demikian serakah dengan menghalalkan segala cara. Dilihat dari segi finansial atau materi mereka bukan orang yang kekurangan. Disini saya juga tidak akan berbicara tentang moral yang mendasari perbuatan mereka atau konstruksi budaya yang menyebabkan banyak pejabat melakukan korupsi. Saya akan lebih menyoroti dari perspektif personal.

Jika ditinjau dari teori yang dikemukakan Freud sangat mungkin para koruptor tersebut hanya mengejar kesenangan (karena mereka tidak kekurangan). Freud bilang, pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak didorong oleh keinginan mengejar kenikmatan atau kesenangan atau lebih dikenal dengan Pleasure Principle. Masih banyak atau bahkan kebanyakan orang masih hidup dengan Pleasure Principle ini dan hal ini berarti masih banyak juga orang berorientasi pada materialisme dan mendasarkan hidup mereka pada materi. Padahal menurut Steven Covey, orang yang mendasarkan hidupnya pada materi tidak akan pernah menemukan kebahagiaan dan tidak akan pernah menemukan apa yang mereka cari karena memang mereka tidak tahu apa yang mereka cari, mereka mencari kenikmatan dan kesenangan padahal kesenangan atau kenikmatan itu semu dan bersifat sementara. Kalau materi, kesenangan dan kenikmatan masih menjadi tujuan hidup, bukan sarana hidup maka manusia tidak akan pernah puas dan menjurus menjadi serakah, karena selalu saja ada kekosongan. Frankl berpendapat kekosongan itu dapat terisi kalau seseorang sudah menemukan meaning atau makna dalam hidupnya. Mengacu pada teori Frankl, Pattakos dalam bukunya yang berjudul Lepas Dari Penjara Pikiran berpendapat bahwa kebutuhan atau dorongan untuk mencari kesenangan ala Freud dan upaya gigih mengejar kekuasaan ala Adler sesungguhnya hanyalah upaya-upaya untuk menutupi tetapi tidak selamanya mengisi kekekosongan makna dalam kehidupan orang-orang tersebut. Orang-orang mengejar kenikmatan karena belum menemukan makna hidupnya Apakah hanya para koruptor saja yang mengejar kesenangan? Tidakkah banyak dari kita adalah pengejar kesenangan? Mungkin awalnya kita bersih, tulus, jujur dan punya integritas tetapi kalau kita masih belum menemukan makna hidup dan kemudian dihadapkan pada kesenangan tidak menutup kemungkinan kita juga akan seperti koruptor meski dalam skala kecil. Sebenarnya pengaruh dari kekosongan hidup tidak hanya terjadi pada menjelmanya para wakil rakyat atau pejabat menjadi koruptor, namun pengaruh kekosongan dapat kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari. Lihat saja apa yang dilakukan para remaja kita saat mereka merasa sangat tidak ada perhatian dan tidak ada sesuatu yang membuat mereka berharga, mereka menjadi remaja yang hidup sesuai dengan teori Freud yang mengejar kesenangan semata. Dunia hiburan semakin marak bak jamur di musim hujan. Banyak orang ingin menjadi artis karena kesenangan yang ditawarkan belum lagi kasus narkoba yang tidak terjadi pada anak muda saja. Tidak menutup kemungkinan anak-anak muda akan menjadi wakil rakyat atau pejabat yang korup juga kalau saat mereka menjadi wakil rakyat atau pejabat masih belum menemukan makna hidupnya dan masih hidup berdasar prinsip kesenangan. Jadi apa yang bisa kita lakukan? apa yang dapat kita pelajari dari para koruptor dan dari anak-anak muda jaman sekarang yang hanya mengejar kesenangan? Haruskah kita berdiam diri? Kekuatan 1 orang bisa mengubah dunia. Nasihat mulailah dari diri kita sangat tepat sekali untuk kita lakukan. Ingat! Dari 1 orang akan menular ke orang lain dari orang lain akan menular ke orang berikutnya sehingga ada snowball effect. Apa yang sejatinya yang kita cari? Sudahkan kita menemukan makna hidup kita? Menhuk dan HAM Setuju Hukuman Mati bagi Koruptor Senin, 5 April 2010 JAKARTA, KOMPAS.com Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyetujui penerapan hukuman mati bagi terpidana koruptor dan penyuapan. Undang-undang yang mengatur hukuman mati bagi para terdakwa korupsi sebenarnya sudah ada. Yang belum ada adalah keberanian majelis hakim untuk menerapkan hukuman mati tersebut. Hal itu disampaikan Patrialis kepada Kompas, saat ditanya sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (5/4/2010) siang ini.

"UU Korupsi-nya sudah mengatur soal itu dan membolehkan. Saya setuju penerapannya itu (hukuman mati). Masak kita harus berdebat terus mengenai hal itu. Sekarang ini tergantung bagaimana majelis hakim menafsirkan dan berani memutuskannya," tandas Patrialis. Namun, Patrialis tidak menyebutkan secara rinci UU apa yang mengatur pidana mati bagi para koruptor dan pelaku penyuapan. Menurut Patrialis, untuk mengikis korupsi dan penyuapan, pemerintah sebenarnya sudah menerapkan aturan yang dengan cara yang keras agar membuat kapok para pelakunya. "Kalau sekarang masih terjadi, mungkin harus lebih keras lagi cara penerapan sanksinya," tambah Patrialis. Dikatakan Patrialis, selain sanksi hukum, kesejahteraan pegawai juga harus lebih baik dan memadai lagi. "Kalau ada orang yang seperti Gayus HP Tambunan lagi (sudah memiliki gaji yang lumayan), tentu dia harus dihajar lagi dengan hukuman yang lebih berat dan keras lagi," lanjut Patrialis. Tentang pembuktian terbalik, Patrialis mengungkapkan, sebenarnya Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengaturnya. "Buktinya, kan, para pejabat sudah diminta membuktikan sendiri harta kekayaan mereka yang dilaporkan ke KPK. Itu, kan, sebagian dari cara pembuktian terbalik," ujar Patrialis lagi. Menurut Patrialis, apabila memang diperlukan adanya UU tentang Pembuktian Terbalik atas Harta Kekayaan Para Pejabat Negara, pemerintah siap saja untuk menyiapkannya. "Jika memang sangat dibutuhkan, pemerintah bisa saja membuat rancangan UU-nya," demikian Patrialis. Wacanakan Hukuman Mati untuk Koruptor Senin, 21 Juli 2008 JAKARTA, SENIN - Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengemukakan, korupsi yang banyak terungkap di hampir seluruh Indonesia menunjukkan upaya gigih pemerintah dan lembaga pemberantas korupsi untuk menumpasnya. Untuk memunculkan efek jera, pemerintah mempersilakan wacana hukuman mati untuk koruptor. "Silahkan masyarakat mewacanakan hukuman mati untuk koruptor. Banyak unsur pembuat jera, besarnya hukuman menjadi salah satu faktor," ujar Andi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (21/7). Menurut Andi, Indonesia sedang masuk dalam upaya besar memberantas korupsi dan kurvanya akan terus memuncak. Korea Selatan butuh 15 tahun untuk pemberantasan korupsi.

Kejagung: Koruptor Bisa Dihukum Mati Selasa, 22 Juli 2008 JAKARTA, SELASA- Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy menegaskan, koruptor di Indonesia bisa dijatuhi hukuman mati. Hukuman mati ini dijatuhkan apabila koruptor tersebut melakukan korupsi dalam keadaan tertentu. Yakni mengorupsi dana untuk penanggulangan bencana, penanggulangan kerusuhan sosial dan penanggulangan krisis moneter. "Koruptor bisa dihukum mati kalau yang dikorupsi dana bencana alam," tegas Marwan seusai peringatan Hari Bhakti Adhyaksa di Kejagung, Jakarta, Selasa (22/7). Pasal hukuman mati, menurut Marwan terdapat dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diganti menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Isinya, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaiman dimaksud ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dijatuhkan". Penjelasan pasal tersebut adalah,"Yang dimaksud dengan keadaan tertentu,

apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter dan penangggulangan tindak pidana korupsi". "Kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, ya tidak bisa," lanjut Marwan. BKPRMI: Gantung Koruptor! Kamis, 24 Juli 2008 JAKARTA, KAMIS-Komandan Nasional Brigade Masjid Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Said Aldi Al-Idrus meminta agar koruptor yang telah mencuri uang rakyat dan menyulitkan negara jatuh dalam krisis agar benar-benar dihukum seberat-beratnya dengan cara digantung hingga mati dan dipermalukan. "Ini supaya mereka tidak main-main dengan uang negara dan rakyat yang lagi mengalami kesusahan. Brigade Masjid sudah mendesak berkali-kali supaya pelaku korupsi itu jangan diberi ampun. Mereka harus digantung sampai mati dan dipermalukan," tandas Said Aldi menjawab pers, seusai bertemu dengan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (24/7) siang. Menurut Said Aldi, sekarang ini tidak ada pelaku korupsi yang tidak dihukum secara optimal seperti dihukum mati. "Oleh karena itu, mereka yang tidak dihukum mati harus dipermalukan di masyarakat. Pers haru selalu memberitakan dan menuliskannya besar-besar setiap hari supaya masyarakat tahu bahwa yang bersangkutan adalah koruptor. Karena kalau tidak seperti itu, mereka tidak kapok-kapok berbuat korupsi," tambah Said Aldi. Tentang trend pelaku korupsi di lingkungan DPR dan pemerintah yang sekarang ini sangat marak, Said Aldi juga mengakui pihaknya juga sudah mengingatkan kepada Ketua Umum BKPRMI Ali Mochtar Ngabalin, yang juga anggota Komisi I DPR, agar jangan sampai berbuat korupsi seperti anggota DPR lainnya yang kini sudah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Saya sudah meminta kepada Ketua Umum BKPRMI agar jangan sampai meniru anggota DPR yang kasusnya sekarang ini tengah diusut oleh KPK. Kita minta jangan sampai Pak Ali Mochtar terlibat korupsi. Karena bisa memalukan organisasi," lanjut Said Aldi. Dalam pertemuan dengan Wapres Kalla, Said Aldi mengatakan bahwa Wapres diminta untuk membuka perkemahan pemuda dan remaja masjid Asean ke-3 di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. (HAR) Pasal 28 Barangsiapa melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud Pasal 1 ayat (1) sub a, b, c, d, e dan ayat (2)Undang-undang ini, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjaraselama-lamanya 20 tahun dan/ atau denda setinggi-tingginya 3 0 (tiga puluh) juta rupiah. Selain dari pada itu dapat dijatuhkan juga hukuman tambahan tersebut dapat Pasal 34 sub a, b, dan c Undang-undang ini.

Anda mungkin juga menyukai