Anda di halaman 1dari 147

000000000

PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS NATA SKRIPSI


Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh : Nama NIM Program Studi Jurusan : Lina Susanti : 5401401047 : SI PKK Konsentrasi Tata Boga : TJP

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

ABSTRAK Lina Susanti, 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Skripsi: Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Kulit pisang merupakan limbah dari buah pisang yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah sebagai limbah organik atau digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang mempunyai kandungan unsur gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti 2005:86) sehingga memungkinkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan makanan seperti nata karena kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebagai syarat utama agar dapat dibuat nata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom serta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen. Populasi dari penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Sampel penelitian ini adalah sebagian nata dari kulit pisang raja nagka, nata dari kulit pisang ambon kuning dan nata dari kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling .Variabel bebasnya yaitu perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nagka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Variabel terikatnya yaitu kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur, ketebalan nata, kandungan gizi (serat makanan) dan jumlah cemaran mikroba (TPC Colifrom). Sedangkan variabel kontrol atau variabel yang dikendalikan sama meliputi : jumlah bahan, peralatan pembuatan media nata, proses pembuatan, suhu serta ruang dan lama fermentasi.Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penilaian subyektif dan obyektif. Penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan. Penilaian obyektif dengan uji kimiawi (uji laboratorium). Analisis data yang digunakan yaitu analisis Anava klasifikasi tunggal dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Anava digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji Tukey untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar sampel nata hasil eksperimen sedangkan uji kimiawi digunakan untuk mengetahuai kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukan 1) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata. Urutan sampel terbaiknya sebagai berikut sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka, kemudian sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning, dan sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih. 2) Kandungan rata-rata serat kasar tertinggi adalah sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025%, kemudian sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih sebesar 2,2545%, dan sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning sebesar 2,2066%. Hasil uji kimiawi untuk kandungan serat kasar sudah ii

sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu maksimal 4,5%. 3) jumlah kandungan rata-rata cemaran mikroba TPC Colifrom nata de musa terendah sampel kode 482 sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 sebesar 2,47x102 cfu/g, dan sampel kode 341 sebesar 2,79x102 cfu/g. Hasil uji kimiawi untuk jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 3 APM/g. 4) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap ketebalan nata hasil eksperiman. Ketebalan rata-rata nata yang terbaik adalah sampel kode 341 (dari kulit pisang raja nangka) sebesar 12,12 mm, kemudian sampel kode 631 (dari kulit pisang kepok putih) sebesar 11,34 mm, dan sampel kode 482 (dari kulit pisang ambon kuning) sebesar 11,03 mm. 5) secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel kode 341 (nata dari kulit pisang raja nangka), ini cukup beralasan karena secara umum sampel kode 341 mempunyai kreteria yang paling mendekati kreteria nata yang ideal yaitu warna putih (cenderung transparan), beraroma khas, rasa manis, tekstur kenyal dan tebal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen ditinjau dari aspek warna, aroma , rasa dan tekstur ,kandungan serat tertinggi adalah nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom terendah adalah nata dari kulit pisang ambon kuning (sampel kode 482). Ketebalan nata hasil eksperimen yang terbaik adalah nata dari kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai. Saran dalam penelitian ini adalah Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahanya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kaulitas nata yang dihasilkan. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nata untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur dan keamanan sehingga dapat bersaing dipasaran yaitu dengan meneliti tentang kandungan nata kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI ) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.

PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS NATA Lina Susanti, Teknologi Jasa dan Produksi, S1 PKK Konsentrasi Tata Boga, Fakultas Teknik, UNNES ABSTRAK Lina Susanti, 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Skripsi: Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Kulit pisang merupakan limbah dari buah pisang yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah sebagai limbah organik atau digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang mempunyai kandungan unsur gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti 2005:86) sehingga memungkinkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan makanan seperti nata karena kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebagai syarat utama agar dapat dibuat nata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom serta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen. Populasi dari penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Sampel penelitian ini adalah sebagian nata dari kulit pisang raja nagka, nata dari kulit pisang ambon kuning dan nata dari kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling .Variabel bebasnya yaitu perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nagka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Variabel terikatnya yaitu kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur, ketebalan nata, kandungan gizi (serat makanan) dan jumlah cemaran mikroba (TPC Colifrom). Sedangkan variabel kontrol atau variabel yang dikendalikan sama meliputi : jumlah bahan, peralatan pembuatan media nata, proses pembuatan, suhu serta ruang dan lama fermentasi.Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penilaian subyektif dan obyektif. Penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan. Penilaian obyektif dengan uji kimiawi (uji laboratorium). Analisis data yang digunakan yaitu analisis Anava klasifikasi tunggal dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Anava digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji Tukey untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar sampel nata hasil eksperimen sedangkan uji kimiawi digunakan untuk mengetahuai kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukan 1) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata. Urutan sampel terbaiknya sebagai berikut sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka, kemudian sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning, dan sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih. 2) Kandungan rata-rata serat kasar tertinggi adalah sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025%, kemudian sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih sebesar 2,2545%, dan sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning sebesar 2,2066%. Hasil uji kimiawi untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu maksimal 4,5%. 3) jumlah kandungan rata-rata cemaran mikroba TPC Colifrom nata de musa terendah sampel kode 482 sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 sebesar 2,47x102 cfu/g, dan sampel kode 341 2

sebesar 2,79x102 cfu/g. Hasil uji kimiawi untuk jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 3 APM/g. 4) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap ketebalan nata hasil eksperiman. Ketebalan rata-rata nata yang terbaik adalah sampel kode 341 (dari kulit pisang raja nangka) sebesar 12,12 mm, kemudian sampel kode 631 (dari kulit pisang kepok putih) sebesar 11,34 mm, dan sampel kode 482 (dari kulit pisang ambon kuning) sebesar 11,03 mm. 5) secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel kode 341 (nata dari kulit pisang raja nangka), ini cukup beralasan karena secara umum sampel kode 341 mempunyai kreteria yang paling mendekati kreteria nata yang ideal yaitu warna putih (cenderung transparan), beraroma khas, rasa manis, tekstur kenyal dan tebal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen ditinjau dari aspek warna, aroma , rasa dan tekstur ,kandungan serat tertinggi adalah nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom terendah adalah nata dari kulit pisang ambon kuning (sampel kode 482). Ketebalan nata hasil eksperimen yang terbaik adalah nata dari kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai. Saran dalam penelitian ini adalah Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahanya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kaulitas nata yang dihasilkan. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nata untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur dan keamanan sehingga dapat bersaing dipasaran yaitu dengan meneliti tentang kandungan nata kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI ) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan. Kata Kunci : Nata, Kulit Pisang

PENDAHULUAN 1. Alasan pemilihan judul Kulit pisang adalah merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan. Jenis pisang banyak sekali antara lain pisang kepok, pisang ambon, pisang raja, pisang kapas, pisang susu dan masih banyak jenis pisang lainnya tetapi jenis pisang yang biasa digunakan oleh para pedagang pisang goreng, molen goreng dan para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang sebagai bahan baku pada umumnya adalah pisang raja, pisang kepok dan pisang ambon, dimana buah pisang setelah diambil buahnya kulitnya dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah dan belum dimanfaatkan untuk dicoba sebagai bahan dasar makanan yang mengguntukan secara ekonomi. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1983:84) Berdasarkan analisis kimia kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan (Munadjim, 1983:63). Produk yang telah dihasilkan dari pengolahan 3

kulit pisang diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit pisang merupakan hasil proses fermentasi oleh glukosa (karbohidrat). Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan karbohidrat (glukosa) yang cukup tinggi (Saragih, 2004:3). Tanpa adanya glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk. Kulit pisang ditinjau dari kandungan unsur gizi ternyata mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 18,50g dalam 100g bahan (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan produk nata. 2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen, dengan indikator warna, rasa, aroma dan tekstur, bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning dan kulit pisang kepok putih hasil eksperimen dan berapa kandungan serat, cemaran mikroba ( TPC Colifrom ) yang terdapat pada nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih serta bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata dari kulit pisang
hasil eksperimen. METODE PENELITIAN 1.Metode Penentuan Obyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit ambon kuning dan kulit pisang kepok putih. Kulit pisang ini dipilih yang masih baru, mulus, dan warnanya masih segar.Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok putih hasil eksperimen.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling. Dalam populasi ini terdiri dari kelompok-kelompok (clusters ) dari cluster-cluster diambil secara random (Muhammad Zainuddin, 1998: 96). Dari cluster terpilih ini kemudian diambil unit populasi secara random sehingga diperloleh sampel. Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih.Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator antara lain warna, aroma, rasa dan tekstur serta ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang ada pada nata.Variabel yang dijadikan kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bahan, lama fermentasi, suhu dan proses pembuatan. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan desain acak sempurna (Completely randomized desaign) yaitu perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak lengkap terhadap kelompok-kelompok eksperimen yang bersifat homogen (Gaspersz, 1991:62). 3. Pelaksanaan Eksperimen Pelaksanaan eksperimen pembuatan nata dari kulit pisang ini dilaksanakan di rumah peneliti dengan alamat Gg. Manggis No. 7 Rt 03 Rw 03 Sekaran Gunungpati. Eksperimen dilaksanakan di rumah agar dalam pembuatan dapat dilakukan dengan tenang, tidak terbatas waktu sehingga hasil yang diperoleh maksimal.Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini dikelompokkan menjadi peralatan dari logam dan peralatan non logam.Peralatan yang 4

terbuat dari logam yang dipakai yaitu: pisau, panci email, kompor, timbangan.Peralatan yang terbuat dari non logam meliputi toples plastik, karet gelang, saringan, gelas ukur, kertas pH, kertas lakmus, kain serbet, penyaring dan sendok makan.Bahan yang digunakan untuk eksperimen pembuatan nata dari sari kulit pisang meliputikulit pisang raja, sari kulit pisang ambon, sari kulit pisang kepok, gula pasir, asam asetat glasial, pupuk ZA, dan starter. Adapun formula yang digunakan dalam proses pembuatan nata dari kulit pisang dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Formula bahan pembuatan nata kulit pisang Bahan Jumlah Gula pasir (g) 50 50 50 Sari kulit pisang raja nangka (ml) 1000 Sari kulit pisang ambon kuning (ml) 1000 Sari kulit pisang kepok putih (ml) 1000 Asam Asetat Glasial (ml) 5 5 5 Pupuk ZA (g) 3 3 3 Starter (ml) 100 100 100 4. Proses Pembuatan Proses pembuatan nata dari kulit pisang yaitu menyiapkan bahan dan alat kemudian menimbang bahan.Kulit pisang dicuci bersih dan dipotong-potong kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan ditambahkan air diperas dan disaring untuk diambil sarinya.kemudian sari kulit pisang direbus sampai mendidih, gula dan ZA dimasukan diaduk sampai larut yang terakhir asam cuka dimasukan diaduk kembali sampai tercampur rata,kemudian dimasukkan ke dalam loyang loyang plastik yang sudah disterilkan. Media ditutup dengan kertas yang sudah diuapkan dan biarkan selama 12jam setelah didiamkan selama 12 jam kemudian starter dimasukan, tutup kembali media yang dibuka untuk memasukan starter tadi dengan karet. Media nata kemudian diletakkan pada ruangan fermentasi selama 10 hari. Yang berikutnya tahap pemanenan dan pengemasan yaitu setelah 10 hari tutup loyang dibuka, nata kemudian diambil dan dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih, nata tersebut direbus untuk menghilangkan sisa asam selama 15 menit. Untuk tahap pengemasan, nata mentah dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1cm kemudian direbus dalam larutan sirup gula 30% selama 10 menit. Nata siap dikemas dengan menggunakan gelas plastik. 5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji inderawi, uji laboratorium, dan uji kesukaan. Uji inderawi untuk menggetahui kualitas inderawi yang meliputi empat aspek (warna, aroma, rasa dan tekstur). Uji inderawi dilaksanakan di Fakultas teknik gedung E7 lantai 1, UNNES. Alat pengumpul data uji inderawi yaitu panelis agak terlatih. Uji laboratorium untuk mengetahui kadungan serat, jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom, ketebalan nata serta kadar pektin dan keasaman. Alat pengumpul data uji laboratorium yaitu alat laboratorium. Uji kesukaan, untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat. Alat penggumpul data uji kesukaan ini menggunakan panelis tidak terlatih. 6. Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Anava Klasifikasi Tunggal, Analisis hasil uji laboratorium, dan Analisis Deskriptif Presentase. Anava klasifikasi tunggal untuk menguji perbedaan kualitas inderawi nata dari kulit pisang. Apabila Fo > Ft berarti ada perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey yaitu untuk mengetahui perbedaan antar pasangan sampel sehingga dapat diketahui sampel terbaiknya. Analisis uji laboratorium, untuk mengetahui seberapa besar kandungan serat kasar, jumlah cemaran mikroba, ketebalan nata hasil eksperimen apakah sudah memenuhi syarat ambang 5

batas aman konsumsi yang sesuai dengan SNI nata dalam kemasan no. 01-4317-1996, serta untuk mengetahui kadar pektin dan keasaman dari kulit pisang. Analisis Deskriptif Presentase, untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata dari kulit pisang hasil eksperimen. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel dengan kode 341 yaitu untuk nata dari kulit pisang raja nangka. Sampel dengan kode 482 yaitu untuk nata dari kulit pisang ambon kuning. Sampel dengan kode 631 yaitu untuk nata dari kulit pisang kepok putih. 1. Hasil a. Hasil Perbedaan Kualitas Inderawi Nata dari Kulit Pisang No 1 2 3 4 Indikator Warna Aroma Rasa Tekstur F hitung 157,28 226,53 231,77 160,31 F tabel (5%) 3,19 Keterangan Ada Perbedaan Ada Perbedaan Ada Perbedaan Ada Perbedaan

Berdasarkan tabel di atas diperloleh harga F hitung pada keempat aspek lebih besar dari harga F tabel pada taraf signifikansi 5%, dengan demikian Hipotesis kerja (Ha) diterima artinya ada perbedaan yangnyata pada aspek , warna, aroma, rasa, dan tekstur. Karena hasilnya menunjukan signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey. Ringkasan hasil uji Tukey terhadap kualitas inderawi No 1 Aspek Warna Pasangan sampel 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 Selisih 0,45 1,40 0,95 0,69 1,37 0,68 0,48 1,35 0,87 0,81 1,47 0,65 Np 0,20 Keterangan Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata

Aroma

0,20

Rasa

0,20

Tekstur

0,20

Hasil Anava Klasifikasi Tunggal dam hasil Tukey menunjukan ada perbedaan nyata kualitas warna, aroma, rasa, dan tekstur. b. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat, Jumlah cemaran mikroba dan Ketebalan nata hasil eksperimen

Tabel. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba Kandungan Pengujian I Pengujian II Serat kasar (%) 2,8266 2,8539 341 Cemaran mikroba TPC (cfu/g) 2,76 x 107 2,81 x 107 Serat kasar (%) 2,2151 2,1982 482 Cemaran mikroba TPC (cfu/g) 2,36 x 107 2,25 x 107 Serat kasar (%) 2,2216 2,2874 631 Cemaran mikroba TPC (cfu/g) 2,41 x 107 2,53 x 107 Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi dan Hasil Pertanian UGM Sampel Rata-rata 2,84025 2,785 x 107 2,20665 2,305 x 107 2,2545 2,47 x 107

Uji ketebalan dari ke tiga sampel nata hasil eksperimen diuji dengan alat ukur yaitu Universal Testing Mcr, alat ini selain untuk menggukur ketebalan atau ketinggian juga untuk mengukur kelenturan, kekenyalan atau kekerasan dari sampel yang diujikan.Hasil pengukuran ketebalan dari nata de musa hasil eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Hasil uji laboratorium ketebalan nata (mm) Sampel Ulangan I Ulangan II Rata-rata 341 13,38 10.86 12,12 482 10,89 11,17 11,03 631 11,37 11,31 11,34 Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM c. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata dari Kulit Pisang Berikut ini ringkasan hasil uji kesukaan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel. Ringkasan hasil uji kesukaan per sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dari 80 panelis tidak terlatih No 1 Panelis Remaja putra Remaja putri Bapakbapak Ibu-ibu Sampel 341 482 631 341 482 631 341 482 631 341 482 631 Skor 353 309 208 335 284 204 365 332 200 329 294 177 Persentase (%) 88,25 77,25 52,00 83,75 71,00 51,00 91,25 83,00 50,00 82,25 73,50 44,25 Kriteria kesukaan Sangat suka Suka Tidak Suka Suka Suka Tidak Suka Sangat Suka Suka Tidak suka Suka Suka Tidak suka

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.

2. Pembahasan a. Kualitas inderawi nata dari kulit pisang yang meliputi empat aspek yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur. Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek warna, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan warna putih transparan, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan warna putih agak transparan dan sampel 361 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan warna kurang putih ( cenderung kusam ). Perbedaan warna pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda didalam kulit pisang yang digunakan. Semakin banyak jumlah kandungan pektin ( polisakarida struktural ), warna yang dihasilkan akan semakin kusam ( Nanik Setyowati, 2004 : 4 ) hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang kapok putih warnanya kurang putih ( putih kusam ) karena kulit pisang kapok putih memiliki kandungn pektin 1,02%, sedangkan untuk natadari bahan dasar kulit pisang ambon kuning ( kandungan pectin 0,86% ) warnanya agak putih dan nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) warnanya putih ( putih cenderung transparan ). Dari hasil yang telah diperoleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek warna adalah nata dari kulit pisang raja nangka. Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek aroma, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan aroma pisang yang terasa, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan aroma pisang agak terasa dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan aroma pisang kurang terasa. Perbedaan aroma pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan aroma dari jenis kulit pisang tersebut yang sudah berbeda. Semakin tajam aroma kulit pisang yang digunakan maka aroma buah dari nata hasil eksperimen yang dihasilkan akan ikut terasa aroma buahnya. Selain itu juga yang diperkuat dengan adanya bahan tambahan berupa gula pasir. Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek rasa, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan rasa manis kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan rasa agak manis dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan rasa kurang manis. Perbedaan rasa pada nata de musa disebabkan oleh jenis kulit pisang itu sendiri. Dimana didalam kulit pisang mempunyai kandungan pektin yang berdeda pula. Semakin tinggi kandungan pektinnya maka rasa nata yang dihasilkan sebelum direbus dalam larutan gula ( sirup gula ) 30% cenderung semakin asam, keasaman inilah yang dapat mengakibatkan tingkatan rasa nata yang berbeda. . Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh, rasa nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) mempunyai rasa yang mendekati kreteria nata yang ideal yaitu manis. Sedangkan nata dari kulit pisang ambon kuning ( kandungan pektin 0,86% ) mempunyai rasa agak manis dan nata dari kulit pisang kepok putih ( kandungan pektin 1,02% ) mempunyai rasa yang kurang manis. Dengan demikian nata de musa yang menggunakan kulit pisang raja nangka sebagai bahan dasarnya akan menghasilkan rasa nata yang terbaik.

Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek tektur, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan tekstur kenyal, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan tekstur agak kenyal dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan tekstur kurang kenyal. Perbedaan tekstur pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda pada bahan dasar kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang yang mempunyai kandungan pektin yang tinggi akan menghasilkan nata de musa dengan tekstur cenderung lebih liat. Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) teksturnya paling baik yaitu kenyal, sedang untuk nata dari bahan dasar kulit pisang ambon kuning (kandungan pektin 0,86%) teksturnya agak kenyal dan nata dari kulit pisang kepok putih (kandungan pektin 1,02%) teksturnya kurang kenyal cenderung liat dan sulit untuk ditelan. Dari hasil yang telah diperloleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek tekstur adalah nata dari kulit pisang raja nangka. b. Kandungan serat, jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata Kandungan rata-rata serat makanan tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025% dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,20665%. Kandungan serat yang terkandung didalam ke tiga sampel dari variasi jenis kulit pisang sudah sesuai dengan syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai kandungan serat makanan maksimal 4,5%. Hal ini berarti bahwa nata hasil eksperimen layak untuk dikonsumsi. Kandungan rata-rata cemaran mikroba (TPC Colifrom) tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,785x107 dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,305x107. Syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasiaonal Indonesia (SNI) mengenai kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom adalah < 3 APM/g. Berarti dari ke tiga sampel nata de musa dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda sudah memenuhi syarat mutu untuk layak dikonsumsi. Berdasarkan data uji laboratorium ketebalan nata yang telah dilakukan diketahui bahwa sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan nata yang paling tebal yaitu 12,12mm sedangkan sampel 483 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning merupakan yang paling tipis yaitu 11,03mm. Adanya perbedaan ketebalan yang dihasilkan disebabkan oleh jenis bahan dasar yang berbeda selain itu dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan yang tidak selalu stabil . c. Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata dari kulit pisang hasil eksperimen Secara umum dari 80 panelis tidak terlatih dari golongan remaja putra, remaja putrid, bapak-bapak dan golongan ibu-ibu menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.

SIMPULAN DAN SARAN

Mencermati hasil penelitian dan pembahasan pada bab 1V, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran 1. Simpulan
Ada perbedaan kuliatas yang nyata pada nata kulit pisang hasil eksperimen yang dibuat dengan jenis kulit pisang yang berbeda (kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih) secara keseluruhan dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji inderawi sampel terbaiknya adalah sampel dengan kode 341(nata dari kulit pisang raja nangka) kemudiaan sampel kode 482 (nata dari kulit pisang ambon kuning), dan terakhir sampel kode 631 (nata dari kulit pisang kepok putih). Berdasarkan uji ketebalan nata yang paling tebal adalah sampel dengan kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 12,12 mm kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 11,34 mm terakhir sampel kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 11,13. Berdasarkan uji kandungan serat (Crude Fiber), yang terbaik adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai rata-rata sebesar 2,84025% kemudian sampel kode 631 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang kepok putih dengan nilai ratarata sebesar 2,2545% dan terakhir sampel kode 482 yaitu nata yang menggunakan pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar 2.2066%. Nata kulit pisang hasil eksperimen, hasil uji laboratorium ketiga sampel untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu SNI nata yaitu maksimal 4.5%. Sedangkan untuk kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang terendah adalah sampel dengan kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 2,47x102 cfu/g dan yang tertinggi yaitu sampel kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 2,79x102 cfu/g. Juga sudah memenuhi syarat mutu SNI nata yaitu kurang dari 3 AMP/g.Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai dengan kreteria warna nata putih (cenderung transparan), beraroma buah khas pisang raja nangka, rasa manis dan tekstur kenyal dan tebal. 2.Saran Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang umurnya lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahaya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kualitas nata yang dihasilkan.Agar produk ini lebih aman untuk dikonsumsi maka bagi calon produsen nata yang berkeinginan mencoba memproduksi sebaiknya perlu diteliti lebih lanjut tentang ambang batas aman konsumsi nata dari kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.

10

DAFTAR PUSTAKA Ani Suryani,dkk. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta : Panebar Swadaya Anonymous. 1996. Petunjuk Pratikum Mikrobiologi Pangan dan Industri. Malang : Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Bambang Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas UGM Ch. Lilies Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Emma S. Wirakusumah. 2003. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Panebar Swadaya John M. de Man. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung : Institut Teknologi Bandung Krus Haryanto, dkk. 1998. Pemanfaatan Limba Cair Tahu Menjadi Nata de Soya. Semarang : Balai Pertanian dan Pengembangan Industri Lingga. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Panebar Swadaya Loekmonohadi. 2002. Paparan Perkuliahan Kimia Makanan. Semarang : Fakultas Teknik UNNES L. Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius Muhammad Zainudin. 1996. Metode Penelitian. Yogyakarta : Kanisius M. Lies Suprapti. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta : Kanisius Munadjim. 1986. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT. Gramedia Nanik Setyowati. 2004. Karya Tulis Ilmiah. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat, Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Semarang: Politeknik Kesehatan Semarang Rindit Pambayun. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Rony Palungkun. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Panebar Swadaya SNI 01- 2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Departemen Perindustrian SNI 01- 4317- 1996. Nata dalam Kemasan. Jakarta : Departemen Perindustrian Soewarno T. Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bratara Karya Aksara Sri Suratiningsih. 1997. Pembuatan Nata dengan Menggunakan Berbagai Macam Buah dan Limbah. Semarang : STIP Farming Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung : Tarsito Sugiono. 2005. Statistika dalam Penelitian. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta Suswahyundari. 1997. Eksperimen Pembuatan Nata dari Kulit Nanas. Semarang: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 1996. Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta : Panebar Swadaya Vincenht Gaspersz. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Argomedia Pustaka Winarno. F. G, dkk. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia YP. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta : Puspa Swara

11

HALAMAN PENGESAHAN

Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata Telah dipertahankan dihadapan Panitia ujian Skipsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada : Hari Tanggal Ketua : Rabu : 30 Agustus 2006 Sekretaris

Dra. Dyah Nurani S, M.Kes NIP. 131764485 Ketua Penguji Dra. Zumiyati NIP. 130345752 Penguji 1

Dra. Erna Setyowati, M.Si NIP. 131570062

Saptariana, S. Pd. M. Pd NIP. 132093246 Penguji II Dra. Atiek Z, M. Pd NIP. 131285578

Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik

Prof. Dr. Soesanto, M. Pd NIP. 130875753

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO : Kesabaran, kemauan, dan kerja keras disertai doa akan membuahkan hasil yang maksimal.

PERSEMBAHAN : 1. Ayah dan Bunda tercinta terima kasih atas kasih sayang dan doa-nya 2. Kakak (Mas Soni, Mas Andi, Mba Ida, Mba Devi) dan kekasihku tersayang (Mas Budi) yang telah memotivasiku 3. Sahabat sahabatku yang setia memberikan dukungan moril 4. Almamaterku tercinta.

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 guna mencapai gelar sarjana dengan judul Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak maka pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan sabar memberikan motivasi dan mendoakan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dra. Zumiati, dosen pembimbing l yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan saran sehingga tersusunnya skripsi ini. 3. Ibu Saptariana, S.Pd, M.Pd, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan saran sehingga tersusunnya skripsi ini. 4. Rekan-rekan seperjuangan Tata Boga Angkatan 2001 serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu. 5. Ketua jurusan Teknik Jasa Produksi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua pihak yang memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

vi

Semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal atas jasa-jasa yang telah memberikan bimbingan pada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan dan pengalaman peneliti, namun demikian peneliti berharap semaga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Semarang, 7 Agustus 2006

Peneliti

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii HALAMAN PENGESAHAN. iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN. v KATA PENGANTAR. vi

DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN xv BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang... B. Perumusan Masalah... C. Penegasan Istilah D. Tujuan Penelitian... E. Manfaat Penelitian. F. Sistematika Skripsi. BAB II 1 1 3 3 5 9 6

LANDASAN TEORI DAN HEPOTESA... 9 A. Landasan Teori 9 1. Tinjauan Tentang Nata. 9 a. Pengertian Nata 9 b. Mikroorganisme Penghasil Nata.. 11 c. Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Nata 20 viii

d. Teknik Pembuatan Nata... 27 e. Kualitas Nata 35 f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Nata... 37 2. Tinjauan Tentang Kulit Pisang 44 B. Kerangka Berfikir 50 C. Hipotesis.. 51 BAB III METODE PENELITIAN. 52 A. Populasi dan Sampel Penelitian... 52 1. Populasi Penelitian 52 2. Sampel Penelitian. 52 3. Teknik Pengambilan Sampel 52 B. Variabel Penelitian 53 1. Variabel Bebas.. 53 2. Variabel Terikat 53 3. Variabel Kontrol... 53 C. Jenis penelitian... 54 D. Desain Penelitian 54 E. Pelaksanaan Penelitian 57 F. Metode Pengumpulan Data. 63 1. Penilaian Subyektif. 63 2. Pelaksanaan Penilaian Subyektif 65 3. Penilaian Obyektif.. 66 G. Instrumen Pengumpulan Data.. 66

ix

1. Panelis agak terlatih 67 2. Panelis Tidak Terlatih. 70 H. Analisis Data............... 71 1. Uji Prasyarat... 72 a. Uji Homogenitas. 72 b. Uji Normalitas 73 2. Uji Varian Klasifikasi Tunggal.. 74 3. Uji Tukey 76 4. Uji Laboratorium 76 5. Uji Kesukaan.. 77 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 80 A. Hasil Penelitian dan Analisis Data... 80 1. Uji Prasyarat. 80 2. Hasil Uji Varian Klasifikasi Tunggal terhadap Nata Hasil

Eksperimen Berdasarkan Aspek Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur.................. 3. Hasil Uji Tukey terhadap Nata Hasil Eksperimen 4. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat, Cemaran Mikroba dan Ketebalan Nata . 5. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat terhadap Nata Hasil eksperimen ... B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Kualitas Inderawi dengan Indikator Warna, Aroma, Rasa, dan Tekstur Pada Nata Hasil Eksperimen dengan Variasi Penggunaan Jenis Kulit Pisang... 2. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat Kasar, Cemaran Mikroba TPC Colifrom dan Ketebalan Nata . 3. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata Hasil Eksperimen.

BAB V.

PENUTUP A. Simpulan.. B. Saran

DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN.

. ..

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Persyaratan Air Minum Indonesia... Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Cara Membuat Nata Tabel 3. Syarat Mutu Nata. Tabel 4. Kandungan Unsur Gizi Kulit Pisang... Tabel 5. Kandungan Kadar ph dan Pektin Kulit Pisang Tabel 6. Pengacakan Pelakuan.. Tabel 7. Formula Bahan Pembuatan Nata Kulit Pisang Tabel 8. Rumus Uji Bartlett... Tabel 9. Analisis Varian Klasifikasi Tunggal Tabel 10. Interval dan Kreteria Kesukaan... Tabel 11 Hasil Uji Homogenitas Tabel 12. Hasil Uji Normalitas Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Warna Tabel 14. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Warna. Tabel 15. Nilai Rata-rata Uji Inderawi Pada Aspek Warna. Tabel 16. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Aroma. 25 34 37 44 45 55 59 72 75 79 81 81 82 83 84 86

Tabel 17. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Aroma 87 Tabel 18. Nilai Rata-rata Uji Inderawi dari Aspek Aroma. Tabel 19. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Rasa 87 89

Tabel 20. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Rasa... 88

xii

Tabel 21. Nilai Rta-rata Uji Tukey dari Aspek Rasa... 88 Tabel 22. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Tekstur 90

Tabel 23. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Tekstur... 91 Tabel 24. Nilai Rata-rata Uji Tukey dari Aspek Tekstur. Tabel 25. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat Kasar dan Cemaran Mikroba.. 93 91

Tabel 26. Hasil Uji Laboratorium Ketebalan Nata.. 95 Tabel 27. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang Oleh Kelompok Remaja Putra Tabel 28. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang Oleh Kelompok Remaja Putri.. Tabel 29. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang Oleh Kelompok Bapak-bapak.. Tabel 30. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang Oleh Kelompok Ibu-ibu Tabel 31. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Setiap Sampel Nata dari kulit pisang Dari 80 Panelis Tidak Terlatih. 99 98 97 96 96

xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Gambar 2. Pola Desain Acak Sempurna... Gambar 3. Skema Desain Acak Sempurna... 50 55 57

Gambar 4. Skema Pembuatan Nata dari Kulit Pisang... 62 Gambar 5. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Warna Gambar 6. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Aroma... Gambar 7. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Rasa... Gambar 8. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Tekstur.. 83 86 89 92

xiv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Angket Pedoman Wawancara. Tabel Hasil Wawancara Calon Panelis Agak Terlatih Daftar Nama Calon Panelis Yang Memenuhi Syarat Validitas Isi Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Fomulir Pengisian Validitas Isi 122 123 117 120

Data Perhitungan Validitas Isi Calon Panelis... 125 Daftar Nama Calon Panelis Yang Memenuhi Syarat Reliabelitas 127 128 130

Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.

Formulir Pengisian Reliabelitas.. Data Perhitungan Reliabelitas Calon Panelis.. Daftar Nama Panelis Agak Terlatih Yang Memenuhi Syarat Uji Inderawi..

133

Lampiran 10. Fomulir Uji Inderawi 134 Lampiran 11. Data Uji Inderawi Panelis Agak Terlatih Produk Nata de Musa Aspek Warna, Aroma, Rasa, dan Tekstur. Lampiran 12. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Warna.. Lampiran 13. Uji Homogenitas Aspek Warna Lampiran 14. Uji Normalitas Aspek Warna... Lampiran 15. Perhitungan Anava Aspek Warna Lampiran 16. Uji Tukey Aspek Warna.. Lampiran 17. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Aroma. 136 138 139 140 141 142 143

xv

Lampiran 18. Uji Homogenitas Aspek Aroma.. Lampiran 19. Uji Normalitas Aspek Aroma.. Lampiran 20. Perhitungan Anava Aspek Aroma Lampiran 21. Uji Tukey Aspek Aroma.. Lampiran 22. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Rasa. Lampiran 23. Uji Homogenitas Aspek Rasa.. Lampiran 24. Uji Normalitas Aspek Rasa.. Lampiran 25. Perhitungan Anava Aspek Rasa.. Lampiran 26. Uji Tukey Aspek Rasa. Lampiran 27. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Tekstur Lampiran 28. Uji Homogenitas Aspek Tekstur. Lampiran 29. Uji Normalitas Aspek Tekstur. Lampiran 30. Perhitungan Anava Aspek Tekstur.. Lampiran 31. Uji Tukey Aspek Tekstur

144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157

Lampiran 32. Daftar Nama Panelis Tidak Terlatih.. 158 Lampiran 33. Fomulir Pengisian Uji Kesukaan. Lampiran 34. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih Kelompok Remaja Putra.. Lampiran 35. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih Kelompok Remaja Putri Lampiran 36. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih Kelompok Bapak-bapak... 164 162 161 159

xvi

Lampiran 37. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih Kelompok Ibu-ibu. Lampiran 38. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat dan Cemaran mikroba... Lampiran 39. Hasil Uji Laboratorium Ketebalan Nata de Musa Lampiran 40. Hasil Uji Kadar pH dan Pektin Kulit Pisang.... Lampiran 41. Gambar Bahan-bahan Pembuatan Nata Kulit Pisang... Lampiran 42. Gambar Agar Miring Lampiran 43. Gambar Sampel Nata de Musa Lampiran 44. Gambar Label Nata de Musa.. Lampiran 45. Surat Tugas Dosen Pebimbing Lampiran 46. Surat Pernyataan Selesai Bimbingan.. 165 167 168 171 172 173 174 175 176 177

xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kulit pisang adalah merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan. Jenis pisang banyak sekali antara lain pisang kepok, pisang ambon, pisang raja, pisang kapas, pisang susu dan masih banyak jenis pisang lainnya tetapi jenis pisang yang biasa digunakan oleh para pedagang pisang goreng, molen goreng dan para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang sebagai bahan baku pada umumnya adalah pisang raja, pisang kepok dan pisang ambon, dimana buah pisang setelah diambil buahnya kulitnya dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah dan belum dimanfaatkan untuk dicoba sebagai bahan dasar makanan yang mengguntukan secara ekonomi. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia ( Munadjim, 1983:84)

Berdasarkan analisis kimia kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan (Munadjim, 1983:63). Produk yang telah dihasilkan dari pengolahan kulit pisang diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit pisang merupakan hasil proses fermentasi oleh glukosa (karbohidrat). Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan karbohidrat (glukosa) yang cukup tinggi (Saragih, 2004:3). Tanpa adanya glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk. Kulit pisang ditinjau dari kandungan unsur gizi ternyata mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 18,50g dalam 100g bahan (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan produk nata. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang nata dari kulit pisang yang berbeda, dengan judul Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata

B. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dan dicari solusinya dalam sripsi ini adalah : 1. Apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, dengan indikator warna, rasa, aroma dan tekstur? 2. Bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning dan kulit pisang kepok putih? 3. Berapa kandungan serat, cemaran mikroba ( TPC Colifrom ) yang terdapat pada nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih? 4. Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata kulit pisang dengan penggunaan jenis kulit yang berbeda?

C. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahtafsiran dalam memahami penelitian yang berjudul Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas Nata Maka perlu diberi batasan terhadap beberapa istilah sebagai berikut: 1. Perbedaan Membandingkan dengan menilai perbedaan dua sampel atau lebih dengan menggunakan atau tanpa sampel pembanding ( Bambang Kartika, 1988:45). Sedangkan perbedaan dalam penelitiaan ini adalah adanya perbedaan penggunaan kulit pisang yaitu kulit pisang raja nangka, kulit

pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih pada pembuatan nata, untuk diketahui kualitasnya baik secara subyektif maupun obyektif. 2. Jenis kulit pisang Suatu jenis bahan yang berasal dari buah pisang. Dalam penelitian ini jenis kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih dengan perbandingan 3:1 antara air dengan kulit pisang yang akan menghasilkan sari kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata. 3. Kualitas Adalah sekumpulan sifat-sifat yang memberikan karakteristik tertentu yang dapat membedakan suatu produk tersebut dan mempunyai pengaruh nyata didalam menentukan derajat penerimaan konsumen yang mencakup, warna, aroma, rasa, dan tekstur ( Bambang Kartika, 1988:1). Sedangkan pada penelitiaan ini yang dimaksud dengan kualitas nata adalah nata yang memiliki batasan mutu meliputi: 1) kualitas inderawi yang bercirikan: warna putih (cenderung transparan), aroma khas seperti buah aslinya (pisang raja nangka, pisang ambon kuning, dan pisang kepok putih), rasa manis, teksturnya kenyal dan tebal 2) kandungan gizi yaitu mengenai kandar serat kasar 3) jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom yang sesuai dengan persyaratan SNI tentang nata dalam kemasan serta 4) tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen.

4. Nata Nata adalah suatu jenis makanan yang dibuat dengan cara

memfermentasikan air kelapa atau sari buah. Nata merupakan makanan yang berwarna putih transparan yang terasa kenyal yang merupakan selulosa hasil sintesa gula atau glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum, bersifat basah. Nata dalam penelitian ini adalah nata yang terbuat dari kulit pisang. Dari pengertian diatas secara singkat Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata dapat diartikan sebagai suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terencana tentang perbadaan penggunaan jenis kulit pisang pada pembuatan nata yaitu dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih dibandingkan untuk melihat kualitasnya baik secara subyektif (uji inderawi dan uji kesukaan) maupun obyektif (penetapan kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata)

D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perbedaan hasil nata yang menggunakan kulit pisang raja nangka, kulit pisang kepok putih dan kulit pisang ambon kuning dengan indikator warna aroma, rasa, dan tekstur. 2. Untuk mengetahui bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih

3. Untuk mengetahui kandungan serat dan cemaran mikroba (TPC Colifrom) nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang kepok putih dan kulit pisang ambon kuning. 4. Untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata kulit

pisang dengan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda.

E. Manfaat Percobaan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberi masukan bagi masyarakat untuk lebih mendayagunakan kulit pisang sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomisnya dan

menganekaragamkan hasil olahan dari kulit pisang melalui program PKK. 2. Sebagai masukan bagi para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang sebagai baha baku makanan, agar pengusaha mengetahui bahwa kulit pisang dapat diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai gizi dan daya jual yang cukup tinggi. 3. Menambah pengalaman dan pengetahuan secara langsung bagi penulis sehingga diharapkan penulis dapat membuka lapangan kerja sendiri menjadi produsen nata kulit pisang. 4. Membuka peluang baru bagi para produsen nata untuk mencoba memproduksi nata dari bahan baku kulit pisang.

F. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, bagian akhir. 1. Bagian Pendahuluan Bagian pendahuluan ini berisi halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. Bagian ini berguna untuk memudahkan membaca dan mengetahui isi skripsi. 2. Bagian Isi Bagian isi terdiri dari lima bab: pendahuluan, landasan teori dan hipotesis, metode penelitian, laporan hasil penilaian, dan penutup. BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi tentang alasan dan pemilihan judul, permasalahan, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat penilaian dan sistematika skripsi. BAB II : Landasan Teori Bab ini berisi tentang teori-teori yang menjadi landasan penelitian dalam kegiatan penelitian, yaitu tentang teori nata, bahan yang digunakan untuk membuat nata kulit pisang, kerangka berpikir dan hipotesis. Landasan teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk melaksanakan penelitian dan digunakan sebagai pedoman dalam penelitian. BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisi tentang metode penelitian, populasi, sampel dan variabel penelitian, metode pengumpulan data dan instrumen. Metode ini berguna untuk menganalisis data dan menguji kebenaran hipotesis. BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab ini berisi analisis data yang sudah diperoleh kemudian digunakan untuk membuktikan kebenaran

hipotesis dan membahas mengenai hasil penelitian. BAB V : Simpulan dan Saran Pada bab ini berisi rangkuman hasil penelitian yang ditarik dari analisis data, hipotesis dan pembahasan. Saran berisi tentang perbaikan-perbaikan atau masukan-masukan dari peneliti untuk perbaikan yang berkaitan dengan penelitian. 3. Bagian Akhir Skripsi Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran, daftar pustaka yang berisi tentang daftar buku, literatur yang berkaitan dengan penelitian. Lampiran berisi kelengkapan skripsi dan analisis perhitungan data.

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 1. Tinjauan Tentang Nata Tijauan tentang nata akan membahas pengertian nata, bahan yang digunakan dalam pembuatan nata, teknik pembuatan nata, kualitas nata dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nata. a. Pengertian Nata Nata adalah kata Spanyol yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Teodula dalam Suswahyundarti, 1997:8). Sedangkan Ensiclopedia Universall Ilustrade mendefinisikan suatu lapisan yang terbentuk di permukaan media yang mengandung gula. Media untuk pertumbuhan bakteri nata dapat dibuat dalam air kelapa, sari nanas, sari tomat serta sari buah-buahan lain yang mengandung banyak gula. Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya anggur kulit pisang. Biang yang digunakan adalah bakteri Acetobacter xylinum, jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula misalnya air kelapa, bakteri ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Saragih, 2004:3).

10

Tanda awal tumbuhnya bakteri nata (Acetobacter xylinum) dapat dilihat dari keruhnya media cair tadi setelah difermentasi selama 24 jam pada suhu kamar. Lapisan tipis yang tembus cahaya mulai terbentuk di permukaan media dan cairan di bawahnya menjadi semakin jernih setelah difermentasi selama 36-48 jam (Saragih, 2004:4). Nata dikembangkan pertama kali di negara Filipina. Percobaan pengembangan di Indonesia dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor tahun 1975 (Warisno, 2004:1). Nata dikenal tidak hanya di daerah asalnya saja tetapi sudah meluas sampai ke manca negara sebagai makanan pencuci mulut (dessert) yang banyak disukai. Nata berbentuk padat, putih bersih mirip kelapa muda dan rasanya menyerupai kolangkaling. Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Steinkreus dalam Suswanhyundarti, 1997:8). Nata sangat baik dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet rendah kalori atau diet tinggi serat, kandungan air yang tinggi berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata di dalam tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang melalui anus berupa tinja atau bolus (Bagus Handoko dalam Suswahyundarti, 1997:9).

11

Kini di Indonesia nata banyak dijumpai di pasar-pasar atau supermarket. Nata dijual dalam bentuk awetan air gula yang dikemas dalam botol atau plastik. Selain itu sering pula ditambahkan bahan lain untuk memberi cita rasa yang spesifik, misalnya esen atau flaour buah-buahan. b. Mikroorganisme penghasil nata Bakteri asam asetat termasuk mikroorganisme penghasil nata yang dapat membentuk asam asetat melalui proses oksidasi metil alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi komponenkomponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri. Menurut Ch. Lilies Sutarminingsih (2004:24), bakteri

Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan: Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Protophyta : Schizornycetes : Pseudomonnales : Paseudomonas : Acetobacter : Acetobacter xylinum Pambayun (2002:25), sifat-sifat bakteri

Menurut Rindit Acetobacter xylinum

dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat

fisiologi dan pertumbuhan selnya. 1) Sifat morfologi Acetobakter xyilnum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa

12

membentuk rantai pendek dengan satuan 6 - 8 sel. Bersifat tidak mudah bergerak ( non motil ). Bakteri ini tidak berwarna dan tidak mempunyai spora yang tebal didalam dinding selnya. Pertumbuhan bakteri dapat dilihat oleh mata pada medium cair setelah 48 jam dan akan membentuk lapisan palikel ( film pada medium cair) sehingga dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose ( jarum yang terbuat dari kawat dengan ujung berbentuk lingkaran ) untuk memindahkan biakan ( kultur). 2) Sifat fisiologi Bakteri ini dapat membentuk asam dari bahan glukosa (C6H12O6 ), etil alkohol ( C2H5OH ) dan propil alkohol (C3H7OH), tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan

mengoksidasi asam asetat (CH3COOH) menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk menggabungkan reaksi antar glukosa

(polimirisasi) sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk materi yang dikenal sebagai nata. Faktorfaktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur dan ketersediaan oksigen. 3) Pertumbuhan sel

13

Menurut Rindit Pambayun (2002:26), Bakteri umunnya memperbanyak diri secara pembelahan biner yang berarti satu sel akan membelah menjadi dua sel baru. Waktu yang diperlukan untuk mengadakan perbanyakan dari satu sel menjadi dua sel baru disebut waktu generasi, bakteri akan melewati beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut : a) Fase adaptasi Fase ini bakteri belum memperbanyak diri tetapi baru mulai membesar yaitu dengan adanya makanan dan

penyesuaian diri dalam lingkungan baru. Bahkan sebagian bakteri mati sehingga hanya bakteri yang kuat saja yang nantinya dapat memperbanyak diri. b) Fase pertumbuhan awal Bakteri pada fase ini memperbanyak diri secara lambat. Bakteri mulai membesar mendekati ukuran

maksimum, hal ini disebabkan karena adanya permulaan aktifitas metabolisme. Pada fase ini waktu memperbanyak sel semakin lama semakin sedikit c) Fase pertumbuhan eksponsial Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritma, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Pada fase ini waktu yang dibutuhkan untuk pembelahan diri (waktu generasi) paling pendek dan konstan. Jumlah bakteri untuk setiap waktu generasinya menjadi duakali lipat.

14

Selama fase ini ukuran sel paling minimum, dinding sel paling tipis dan metabolisme paling kuat.

d) Fase pertumbuhan lambat Fase ini, kecepatan pembelahan sel berkurang dan jumlah sel yang mati bertambah, hal ini disebabkan karena ketersediaan nutrisi telah berkurang, terjadi penimbunan zatzat beracun (metabolit toksik), dan adanya perubahan pH. jumlah sel yang mati. e) Fase pertumbuhan tetap Fase ini, jumlah sel yang hidup menjadi tetap (stasioner), hal ini disebabkan karena adanya pengurangan makanan dan penimbunan zat-zat beracun secara terus menerus sehingga perbanyakan sel terhambat dan dapat

menyebabkan kematian sel. Lamanya fase ini tergantung kepada kepekaan sel terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan sel tersebut. f) Fase menuju kematian Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya. g) Fase Kematian Pada Fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel yang

15

hidup semakin lama semakin sedikit karena sel yang mati semakin banyak. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan dan bakteri. Untuk Acetobacter xylinum, fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas. Pada fase ini, Acetobacter xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata. 4) Jenis bibit nata dan teknik pembuatannya. Bibit nata, mula-mula dapat diisolasi dari air kelapa atau buah-buahan yang telah masak. Dari hasil isolasi, selanjutnya dikembangbiakkan sebagai bibit nata yang siap pakai. Isolat yang dihasilkan sebagian disimpan sebagai kultur stok atau sebagai bahan dalam penelitian pengembangan kemampuan Acetobakter xylinum. Menurut Rindit Pambayun (2002:30), Bibit nata dapat dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan pada cara pembuatan yang mudah diusahakan yaitu kultur agar miring, dan kultur siap pakai (starter). 1) Kultur Siap Pakai (starter). Bibit nata biasanya disiapkan saat seseorang sedang melakukan penyiapan pembuatan nata. Syarat pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa wadah yang digunakan harus benarbenar bersih dan sebaiknya transparan sehingga kondisi bibit dapat diamati dari luar.

16

Pembuatan bibit nata dilakukan dengan cara yang hampir sama dengan pembuatan nata, perbedaannya yaitu pada

pembuatan nata campuran dari semua bahan dimasukkan dalam nampan. Sedangkan pada pembuatan bibit, campuran tersebut dimasukkan dalam botol yang telah disiapkan. Pembuatan nata atau bibit, kualitas bibit harus diketahui terlebih dahulu secara pasti, sebelum bibit tersebut digunakan. Adapun beberapa indikator kualitas bibit nata yang baik adalah kekeruhan yang timbul secara merata, permukaan lapisan nata yang rata dan licin, tidak berbentuk buih. Kekeruhan yang tidak rata memungkinkan bibit terkontaminasi oleh spora jamur. Nata yang terbentuk tidak merata atau bergelombang menandakan pertumbuhan yang tidak merata. Terbentuknya buih menunjukkan adanya gas seperti CO2 atau NH3 yang diakibat adanya mikroba kontaminan. Meskipun preparasi saat pembuatan bibit telah diusahakan secara maksimal, namun sering kali bibit yang dihasilkan tetap berkualitas kurang baik. Dalam hal ini media yang digunakan untuk memperbanyak bibit perlu ditambah dengan suplemen berupa zat nutrisi. Penambahan nutrisi sebagai suplemen biasanya dilakukan dengan menambahkan ekstrak buah nanas. Untuk tiap 10 liter media, cukup ditambahkan ekstrak dari satu buah nanas, penambahan air sesedikit mungkin atau bahkan

17

tanpa penambahan air. Dengan penambahan nutrisi dari ekstrak buah nanas, pertumbuhan Acetobacter xylinum akan membaik. Jika setelah ditambah dengan nutrisi, pertumbuhan tetap kurang baik (ditandai dengan kekeruhan tidak merata, permukaan lapisan nata bergelombang dan timbul buih) maka perlu dilakukan propagasi (penanaman dalam media cair). Acetobacter xylinum dari agar miring yang disimpan sebagai kultur stok propagasi dilakukan dua atau tiga kali sebelum bibit digunakan, yang merupakan langkah penggandaan skala. Adapun tujuan dari propagasi tersebut adalah agar Acetobacter xylinum yang telah disimpan sebagai kultur stok dalam suhu rendah untuk periode relatif lama mampu beradaptasi dengan kondisi pertumbuhan baru pada suhu kamar dalam media cair. Disamping itu, propagasi merupakan langkah yang dilakukan untuk memperoleh jumlah dan konsentrasi suspensi sel yang dapat mencukupi sesuai dengan tingkat kebutuhan. Pada saat melakukan propagasi kultur stok, tidak jarang seseorang mengalami kegagalan. Oleh karena itu diperlukan ketekunan dan kecermatan tersendiri dalam melakukan propagasi bibit nata tersebut. 2) Pembuatan Kultur Agar Miring. Kultur agar miring digunakan sebagai bibit cadangan apabila bibit siap pakai mengalami kerusakan. Oleh karena itu, kultur agar miring dalam industri nata disebut sebagai kultur

18

stok. Kultur stok bisa tahan hingga tiga bulan jika disimpan dalam suhu dingin. Paling lambat setiap tiga bulan, kultur stok harus

diremajakan lagi dengan menggunakan media yang sama. Apabila tidak dilakukan peremajaan, Acetobacter xylinum dikawatirkan akan mengalami penurunan kemampuan, mutasi atau mati selama dalam penyimpanan. Menurut Ani Suryani, Erliza Hambali dan Prayoga

Suryadarma (2005:30), bahan dan proses pembuatan kultur agar miring (biakan murni) adalah sebagai berikut : a) Bahan : Biakan murni Acetobacter xylinum, asam asetat 25% sampai pH 3-4, 100g glukosa, 5g ekstrak ragi, 5g K2HPO4, 0,6g (NH4)2SO4, 0,2g MgSO4, 18g agar-agar dan 1000ml air kelapa. b) Cara membuat : (1) Seluruh bahan baku disiapkan, kemudian ditimbang dan ditakar (2) Alkohol disemprotkan ketangan untuk mensterilkan tangan. (3) Membuat larutan pertama yaitu dengan cara mencampurkan 18g agar ke dalam 500ml air kelapa. Setelah itu dipanaskan , kemudian ditambahkan 5g ekstrak ragi dan diaduk sampai larut. (4) 3ml larutan pertama dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kapas steril.

19

(5) Membuat larutan kedua yaitu dengan mencampurkan 100g glukosa, asam asetat 25%, glukosa, 5g ekstrak ragi, K2HPO4, (NH4)2SO4, MgSO4, dan 500ml air kelapasambil diaduk. (6) 3ml larutan kedua dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kapas steril. (7) Tabung reaksi disterilkan menggunakan air mendidih di dalam panci selama 20 menit. (8) Tabung reaksi diangkan dan didinginkan dalam wadah tabung reaksi. (9) Tabung reaksi yang berisi larutan pertama dituang ke dalam tabung reaksi kedua, kemudian tabung reaksi tersebut ditaruh dengan posisi miring sekitar 150 dan dibiarkan sampai mengeras. (10) Inokulum (bibit biakan) disiapkan terlebih dahula. Alkohol disemprotkan ke tangan agar tangan steril. (11) Jarum ose dipanaskan menggunakan bunsen spritus, kemudian gunakan untuk mengambil inokulum pada agar miring. (12) Agar miring diletakan ke dalam wadah inkubasi sampai bakteri tumbuh dan terlihat mengilat. (Gambar terlampir hal 172 ) Hasil yang diperoleh selanjutnya diberi label yang memuat beberapa informasi terutama mengenai nama mikroorganisme, asal isolasi, jenis media yang digunakan, tanggal isolasi dan nama yang melakukan isolasi. Isolat selanjutnya disimpan sebagai kultur stok

20

c. Bahan yang Digunakan dalam Pembuat Nata Agar diperloleh nata kualitas baik perlu memperhatikan bahan-bahan yang digunakan. Menurut Saragih (2004:16), untuk membuat nata, pemilihan bahan dasar dan bahan pembantu sangat penting dalam menentukan produk akhir. Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nata mentah hingga produk nata siap saji. 1) Bahan Dasar atau Media pembuatan nata Bahan dasar yang digunakan dalam proses pembuatan nata disesuaikan dengan jenis nata yang akan dibuat. Syarat dari bahan dasar untuk membuat nata adalah bahan tersebut mempunyai kandungan karbohidrat (Saragih, 2004:3). 2) Gula pasir Gula adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut salah satu jenis karbohidrat yang berasa manis umumnya berupa sukrosa. Gula ini berwarna putih dan berbentuk kristal, serta mempunyai rasa yang sangat manis, gula ini diproduksi dari tebu atau bit. Fungsi gula dalam pembuatan nata adalah sebagai sumber karbohidrat bagi pertumbuhan bakteri nata dan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisrne sel bakteri tersebut. Menurut Krus Haryanto (1993:16), gula yang digunakan dalam pembuatan nata sebanyak 5-10% dari berat bahan dasar nata (media). Dengan penambahan 5-10 persen gukosa, enzim

21

polisakarida ekstraseluler (enzim yang menyusun glukosa menjadi selulosa materi nata) akan dibentuk secara optimal. Gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula pasir putih SHS (Superieurd Hoold Suiker). Gula pasir jenis SHS ini berwarna putih, kering, dan tidak ada kotorannya (Gautra dalam Suswahyundari, 1997:15) 3) Asam asetat glasial Asam asetat glasial merupakan asam asetat dengan konsentrasi 25% persen. Asam asetat (CH3COOH) adalah sejenis cairan bening atau kristal halus yang dicampur dengan air atau alkohol. Nama lain dari asam asetat adalah ethanoid acid, ethylic acid, vinegar acid, dan acetocarboxylic acid. Asam asetat bersifat menyangga keseimbangan larutan dan mengasamkan larutan (Grand dalam Suswahyundari, 1997:15). Pada pembuatan nata, penambahan asam asetat bertujuan untuk menurunkan pH media fermentasi. Penurunan pH media ini dilakukan agar dicapai pH yang optimum bagi pertumbuhan bakteri Acetobakter xylinum. Tingkat keasaman media dapat diketahui dengan

mengukur pH media sebelum pemasakan. Pengukuran ini menggunakan alat yang disebut pH meter atau kertas pH. Setelah diketahui pH awal baru ditambahkan asam asetat glacial sebanyak 1 persen. Penambahan asam asetat glacial ini hingga didapat pH 4-5 (Saragih, 2004:19).

22

Pemilihan Asam asetat yaitu dipilih Asam asetat glasial dengan konsentrasi 25% persen atau disebut dengan asam cuka yang berupa cairan bening dengan aroma asam yang tajam . 4) Bibit nata (Starter) Seperti halnya pada pembuatan beberapa makanan dan minuman hasil fermentasi, pembuatan nata juga memerlukan bibit. Starter atau bibit nata yang digunakan merupakan bahan yang penting, sebab tanpa starter nata tidak akan terbentuk Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20 persen dari volume media sebagai bibit mikroba ( Saragih, 2004: 29). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri dapat mencapai pertumbuhan secara optimum. Umur kultur Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi

berpengaruh terhadap pembentukan nata. Yang dimaksud umur kultur di sini yaitu umur dari bakteri Acetobakter xylinum setelah dilakukan inokulasi (pemindahan/pembaharuan bibit nata

Acetobakter xylinum pada media yang baru). Semakin tua umur kultur yang digunakan, maka nata yang dihasilkan juga semakin berkurang. Untuk mencapai hasil maksimum diperlukan kultur muda berumur 48 jam, karena pada umur tersebut merupakan fase logaritma dari Acetobacter xylinum ( Ridit Pambayu, 2002:30 ). Pada fase logaritma, waktu generasi Acetobacter xylinum paling pendek dan konstan, jumlah bakteri untuk generasinya menjadi

23

dua kali lipat dan metabolismenya paling giat. Syarat-syarat pemakaian starter dalam pembuatan nata yaitu starter berbentuk cairan, tidak berjamur dan bersih dari kotoran. Pemilihan stater yaitu dipilih stater yang berumur muda yaitu 5-7 hari, berbentuk cairan, tidak ada kotorannya atau jamur ( Saragih, 2004:20 ). 5) Pupuk ZA Penggunaan ZA (Zwavelzuur Ammonium) dalam

pembuatan nata adalah sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan Acetobakter xylinum. Pemakaian ZA dalam pembuatan nata yaitu 0,3 persen dari volume media. Syarat-syarat ZA dalam pembuatan nata yaitu berbentuk kristal atau butiran, berwarna putih dan bersih dari kotoran. Pemilihan ZA yaitu dipilih ZA yang berbentuk kristal, berwarna putih, dan mudah larut dalam air, bergaris tengah kurang lebih 1 mm, mempunyai kadar nitrogen 45-46 persen (Lingga,1992:20). Pupuk ZA ini apabila terkena panas mudah menguap dan cepat larut. Jadi penggunaan pupuk ZA ini tidak berbahaya untuk kesehatan (Saragih, 2004:18). 6) Air Air dalam pembuatan nata dari kulit pisang sangat dibutuhkan. Sehingga harus memenuhi syarat kreteria air yang bersih dan sehat. Menurut Loekmonohadi (2002:5), air dikatakan

24

bersih dan sehat apabila memenuhi syarat-syarat fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif, sebagai berikut: a) Syarat fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. b) Syarat kimia yaitu tidak menggandung bahan kimia tertentu dalam rentang yang dapat membahayakan kesehatan

contohnya Ca, Fe, Cu, Mn, dan lain-lain. c) Syarat mikrobiologi yaitu tidak menggandung mikrobiologi yang membahanyakan seperti bakteri Coli. d) Syarat radioaktif yaitu tidak menggandung bahan-bahan radioaktif seperti Alfa dan sinar Beta. Adapun persyaratan air minum menurut Departemen Kesehatan RI tertera pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Persyaratan Air minum di Indonesia. Kandungan
Rasa Bau Warna Kekeruhan Zat organik Nitrat Nitrit Cl/SO4 Fe Kesadahan total Zn Pb As PH F Cu Mn Sisa kh Bakteri coli

Batasan
Tidak mengganggu Tidak mengganggu 25 ppm 1,0-l0 ppm 10 ppm 20 ppm 125 ppm 0,2 ppm 5-10 D 3,0 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 5,5 - 8,5 1,5 ppm 3,0 ppm 0,1 ppm Tidak ada dalam 100 masalah

Sumber : SNI 01-2891-1992. e) Bahan tambahan untuk nata siap saji (1) Esen atau Flavor

25

Penggunaan esen bertujuan untuk memperoleh citarasa dan aroma tertentu. Ada dua golongan flavor, yaitu alami dan sintetik. Flavor alami diperloleh dari bagian keseluruhan tanaman atau jarigan hewan,

sedangkan flavor sintetik dibuat dari bahan kimia yang identik dengan flavor alami ( Saragih, 2004:20) Flavor yang digunakan pada produk nata, berupa flavor buah-buahan, seperti citarasa leci, apel, durian, stoberi, dan citarasa pandan. Dosis penggunaan flavor sekitar 0,8-1g per liter larutan sirup gula. Flavor yang digunakan harus mempunyai sifatsifat; mudah tercampur dengan komponen lain,

kelarutanya cukup tinggi, tidak ada rasa tambahan , tahan terhadap asam, kemurnia cukup tinggi, tahan terhadap panas dan stabil terhadap cahaya. (2) Asam Sitrat Penambahan Asam sitrat didalam proses

pembuatan nata fungsinya untuk memperkuat dan mempertahankan rasa, serta menghambat pertumbuhan kapang. Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam, dan pH rendah. Dosis penggunaannya 0,75g untuk setiap satu liter air atau bahan dasar nata. Proses penambahan Asam sitrat dalam produk nata dilakukan setelah nata

26

direbus dalam sirup gula selama 15 menit(Saragih, 2004:21) (3) Natrium Benzoat Natrium benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan kamir dan bakteri. Natrium benzoat lebih efektif dalam bentuk asam, yaitu pada pH 2,5-4,0,. Sebelum dilarutkan digunakan senyawa ini terlebih dahulu

dalam air panas. Selanjutnya, larutan ini

dicampurkan ke dalam sirup gula sebelum penambahan asam sitrat. Dosis penggunaanya sekitar 300-500ppm untuk setiap satu liter sirup gula. Penambahan Natrium benzoat pada pruduk nata yaitu nata dalam keadaan tidak terlalu panas setelah direbus dalam sirup gula sampai mendidih atau dalam keadaan hangat(suam-suam kuku) (Saragih, 2004:21) d. Teknik Pembuatan Nata Ada beberapa teknik membuat nata. Setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Menentukan teknik yang akan digunakan didasarkan pada faktor faktor pendukung yang paling sesuai dengan kondisi setempat. Contohnya kemudahan memperloleh semua bahan yang diperlukan, harga murah, proses relatif sederhana, dan hasil yang diperloleh memuaskan. Berikut ini Teknik-teknik sebagaimana

27

yang dikemukakan oleh Warisno,(2004:13) untuk membuat nata yaitu sebagai berikut: 1) Cara Pertama c) Membuat bibit atau starter (1) Bahan Biakan murni Acetobacter xylinum, 200g gula pasir, 10g pupuk ZA, 2liter air kelapa, dan 20ml asam cuka glasial 25% yang digunakan untuk mengatur pH larutan menjadi 3-4. (2) Peralatan Botol, kertas koran bekas, panci, timbangan, pH meter atau kertas lakmus, dan ruang inkubasi. (3) Cara membuat Air kelapa didiamkan sampai kotoranya mengedap, disaring dengan kain kasa dan dipanaskan di atas api besar sampai mendidih. Asam cuka dan gula pasir ditambahkan aduk sampai larutan tercampur rata. Larutan harus mempunyai pH 3-4, kemudian dimasukkan satu liter air kelapa dan pupuk ZA kedalam rebusan air kelapa yang sedang mendidih. Setelah larutan ini mendidih selama 15 menit, dituang ke dalam botol dan ditutup rapat dengan kertas koran. Setelah dingin,ditambahkan 4ml suspensi biakan murni Acetobakter xylinum ke dalam setiap botol,

28

kemudian disimpan di ruang inokulasi dalam posisi miring. Selama satu minggu paada permukaan akan terbentuk lapisan berwarna putih, berarti starter sudah jadi dan siap digunakan. d) Membuat Nata (1) Bahan 10 botol starter (kapasitas setiap botol 200ml), 2kg gula pasir, 100g pupuk ZA, 20liter bahan dasar nata, dan 200ml asam cuka glasial. (2) Peralatan Baki atau loyang plastik, panci, timbangan ,kompor, pH meter atau kertas lakmus. (3) Cara membuat Sepuluh liter bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya mengendap, disaring dengan kain kasa

kemudian dipanaskan di atas api besar sampai mendidih, selama perebusanharus diaduk. Asam cuka dan gula pasir ditambahkan, diaduk sampai larutan tercampur rata,larutan ini harus memiliki pH 3-4.Ditambahkan lagi sepuluh liter bahan dasar nata ke dalam larutan yang masih mendidih. Pupuk ZA dimasukkan ke dalam larutan yang mendidih sambil diaduk, kotoran yang muncul di permukaan dibuang, kemudian dididihkan selama 15 menit,panci

29

diangkat dan dibiarkan agak dingin. Larutan dituangkan ke dalam baki atau loyang plastik (ukuran 25x40cm) sebanyak satu liter,disimpan di ruang fermentasi, setelah dingin starter dimasukkan ke dalam cairan media nata. Baki atau loyang ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang sampai rapat, dibiarkan selama 8-14 hari. 2) Cara Kedua a) Membuat bibit atau starter (1) Bahan Bahan yang diperlukan adalah 6kg buah nanas yang sudah matang, 3liter air bersih, dan 1kg gula pasir. (2) Peralatan Peralatan yang diperlukan antara lain pisau stainless, parut atau blender, timbangan, kom plastik, botol, kertas koran, karet dan ruang inkubasi. (3) Cara Membuat Buah nanas dikupas, dibuang bagian matanya dan dicuci dengan air bersih,kemudian dipotong-potong dengan ukuran 2x2cm, kemudian diblender atau buah nanas yang masih utuh diparut. Buah nanas diperas sampai sari bauhnya habis. Sari buah nanas dicampur dengan air dan gula, diaduk sampai semua bahan tercampur rata, kemudian direbus. Bahan biakan dimasukkan ke dalam

30

botol yang sudah disterilkan, ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet. Botol-botol tersebut disimpan di ruang fermentasi selama satu minggu, setelah satu minggu akan terbentuk lapisan tipis yang berwarna putih. Lapisan ini yang dinamakan Acetobacter xylinum. b) Membuat Nata (1) Bahan Starter, gula pasir, pupuk ZA, bahan dasar nata, dan asm cuka glasial. (2) Peralatan Loyang plastik, panci, timbangan, kompor, pH meter, dan ruang inkubasi. (3) Cara Membuat Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya

mengendap, disaring dengan kain kasa dan dipanaskan diatas api besar sampai mendidih, selama direbus bahan dasar nata harus diaduk. Pupuk ZA dan gula pasir

dimasukkan, diaduk sampai tercampur rata.kotoran yang muncul dipermukaan larutan harus dibuang. Larutan tersebut dididihkan selama 15 menit, panci diangkat dan dibiarkan sampai agak dingin. Asam cuka ditambahkan, sampai memiliki pH 3-4. Apabila derajat keasaman kurang dari pH 3-4, pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum kurang optiomal sehingga kualitas nata yang dihasikan kurang baik. Larutan dituang ke dalam loyang plastik

31

sebanyak satu liter, starter dimasukkan sebanyak 100ml, kemudian loyang ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang. Disimpan di ruang fermentasi selama satu minggu. 3) Cara Ketiga a) Membuat bibit atau starter (1) Bahan Biakan murni Acetobacter xylinum, dua sendok makan gula pasir, dua sendok makan pupuk ZA, lima liter air kelapa, dan seperempat gelas asam cuka. (2) Peralatan Botol, kertas koran, panci, timbangan, kertas lakmus atau pH meter, alat penyaring atau kain kasa, kompor, dan ruang inkubasi. (3) Cara Membuat Air kelapa didiamkan sampai kotoranya mengendap, kemudian disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus dengan api besar sampai mendidih, selama direbus air kelapa harus diaduk, dididihkan selama 15 menit, ditambahkan pupuk ZA, gula pasir dan asam cuka, larutan diaduk sampai memikiki pH 3-4. larutan yang masih panas dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan. Setiap

32

botol diisi larutan sebanyak dua pertiga bagian. Botol ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang, disimpan diruang inkubasi selama satu minggu. Setelah satu minggu, di permukaan media akan terbentuk lapisan berwarna putih, berarti starter sudah jadi dan siap digunakan. b) Membuat Nata (1) Bahan Starter, empat sendok makan gula pasir, empat sendok makan pupuk ZA, sepuluh liter bahan dasar nata, dan setengah gelas asam cuka. (2) Peralatan Loyang plastik, panci, kompor, kertas lakmus, pengaduk, alat saring, gelas, karet gelang, kertas koran, pisau stainless, sendok makan dan ruang fermentasi. (3) Cara Membuat Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya

mengendap, disaring dengan kain kasa, kemudian direbus sampai mendidih selama 15 menit. Pupuk ZA, gula pasir,

33

dan asam cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata.. larutan yang masih dalam keadaan panas tersebut dimasukan ke dalam loyang plastik, setiap loyang diisi sebanyak satu liter larutan. Larutan yang sudah dingin disimpan di rak fermentasi, ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang, diamkan selama 24 jam. Starter sebanyak 100ml dimasukan ke dalam setiap satu loyang, disimpan di ruang fermentasi selama satu minggu. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara yang ketiga karena lebih mudah dan praktis bagi peneliti. Meninjau ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam proses pembuatan nata maka dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangan dari ketiga teknik yang ada sebagai beriku :

34

Tabel 2. Kelebihan dan kekuranggan cara membuat nata Cara Membuat Cara pertama Kelebihan -Biakan murni Acetobacter xylinum cukup dibeli sekali. -Starter bisa dibuat setiap minggu sesuai dengan kebutuhan -Bahan baku mudah diperloleh -Membuat nata bisa sekaligus membuat starter -Bahan baku terutama nanas mudah diperloleh Kekuranggan -Untuk pemula harus membeli bibit Acetobacter xylinum -kotoran bahan dasar, misal air kelapa yang muncul ke permukaan tidak terlihat jelas

Cara kedua

-Bibit yang dihasilkan kurang bagus -Menghasilkan limbah nanas -Jika bibit nata yang dibutuhkan banyak, cara ini tidak ekonomis karena membutuhkan nanas yang banyak -Untuk pemula harus membeli bibit Acetobacter xylinum

Cara ketiga

-Lebih praktis -lebih mudah -Starter yang dihasilkan berkualitas baik -cocok untuk indusrti rumah tangga atau industri bersekala besar Sumber: (Warisno, 2004:14) 4) Memanen nata

Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari. Caranya yaitu loyang atau toples tempat proses pembentukan nata dikeluarkan dari ruang fermentasi, kertas koran sebagai alat penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah. Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata, sedangkan padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau

35

nata yang bentuknya tidak teratur. Limbah-limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. 5) Menghilangkan Bau Masam Menurut Warisno ( 2004:28 ), untuk menghilangkan bau masam bisa dilakukan dengan cara mencuci nata dengan air bersih minimal tiga kali, apabila dicuci tiga kali masih berbau masam bisa dilakukan cara pengepresan. Alat pengepres bisa dibuat dari besi atau kayu. Menghilangkan bau masam melalui pengepresan dilakukan dengan cara memasukan nata ke dalam kantung gandum, setelah itu diberi tekanan dengan alat pres sampai airnya keluar. Selesai dipres bau masam akan hilang, tetapi nata tidak kenyal lagi, oleh sebab itu, nata harus direbus dalam air mendidih selama 15 menit agar teksturnya bisa kenyal. e. Kualitas Nata Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu, kualitas nata ditinjau dari sifat fisik dan sifat tersembunyi. Sifat fisik yang diukur meliputi indikator, warna, rasa, tekstur, dan aroma.

Sedangkan kualitas tersembuyi meliputi nilai gizi, keamanan mikroba, cemaran logam (Bambang kartika, dkk, 1988:1). 1) Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri nata dalam kemasan yang berkualitas baik dan berkulitas rendah adalah sebagai berikut : a) Kualitas baik (1) Tekstur kenyal ( tidak tembus jika ditekan dengan jari)

36

(2) Warna putih bersih, permukaan rata, tampak licin dan agak mengkilap (3) Aromanya segar khas nata (4) Rasa manis b) Kualitas rendah (1) Tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang (2) Warna agak kusam dan berjamur (3) Aroma sangat asam (4) Rasa tidak manis 2) Berdasarkan sifat tersembunyi karakteristik nata yang berkualitas baik diketahui dari SNI (Standar Nasional Indonesia), adapun syarat-syarat mutu nata menurut SNI adalah :

37

Tabel 3. Syarat Mutu Nata No. 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 6.1 Jenis Uji Keadaan: Bau Rasa Warna Tekstur Bahan asing Bobot tuntas Jumlah gula (dihitung sebagai sakrosa) Serat makanan Bahan tambahan makanan Pemanis buatan: - sakarin - siklamat Pewarna tambahan 6.2 Pengawet (Na Benzoat) 6.3 Cemaran logam 7 Timbal (Pb) 7.1 Tembaga (Cu) 7.2 Seng (Zn) 7.3 Timah (Sn) 7.4 Cemaran Arsen (As) 8 Cemaran Mikroba: 9 Angka lempeng total 9.1 Coliform 9.2 Kapang 9.3 Khamir 9.4 Sumber: SNI 01-4317-1996 Satuan % % % Persyaratan Normal Normal Normal Normal Tidak boleh ada Min. 50 Min.15 Maks. 4,5

Sesuai SNI Sesuai SNI Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Koloni/g APM/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g

Tidak boleh ada Tidak boleh ada 01-0222-1995 01-0222-1995 Maks. 0,2 Maks. 2 Maks. 5,0 Maks. 40,0/250,5* Maks. 0,1 Maks. 2,0 x 102 <3 Maks. 50 Maks. 50

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nata Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas produk nata yang dihasilkan antara lain: 1) Pemilihan bahan Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata harus memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan

38

kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata secara keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang kurang disukai. Pemilihan bahan merupakan tahap yang berisi tentang cara-cara untuk memilih bahan yang baik yaitu dengan memperhatikan dan menyeleksinya berdasarkan karakteristik dan sifat bahan yang digunakan secara teliti dan benar. Dengan pemilihan bahan yang benar dan teliti akan mempengaruhi hasil yang dicapai. 2) Pengukuran bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk nata sebelumnya harus ditimbang dan diukur secara teliti dan tepat. Apabila pengukuran bahan dilakukan dengan tidak teliti dan tepat, maka kualitas nata yang dihasilkan tidak optimal. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran bahan, yaitu bahan-bahan yang sudah dipilih sebelum digunakan perlu ditimbang dengan teliti sesuai dengan formula dan resep, sehingga diperoleh hasil nata yang baik. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menimbang dan mengukur bahan yaitu: a) Kenormalan timbangan Sebelum menimbang bahan-bahan perlu diperiksa terlebih dahulu apakah timbangan yang dipakai benar-benar normal (tidak rusak). Untuk mengetahui kenormalan

39

timbangan dengan cara jarum timbangan dipaskan tepat pada angka nol dan memperhatikan kelancaran jalannya timbangan pada saat digunakan. b) Cara menimbang/cara mengukur Agar tidak terjadi pencampuran antara bahan yang satu dengan bahan yang lain, sebaiknya bahan tidak langsung dimasukkan ke dalam wadah yang ada pada timbangan, tetapi dialasi terlebih dahulu dengan menggunakan plastik atau kertas. Apabila menggunakan gelas ukur, maka setelah dipakai harus dicuci dulu untuk mengukur bahan yang lain. c) Ketepatan menimbang atau mengukur Penimbangan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan nata harus benar-benar tepat. Jadi apabila pada waktu menimbang bahan menggunakan alas, maka ditambah dengan berat alas tersebut. Hal ini perlu diperhatikan sebab kelebihan atau kekurangan bahan akan mempengaruhi nata yang akan dihasilkan. Yang perlu diperhatikan dalam persiapan bahan yaitu bahan-bahan yang sudah dipilih sebelum digunakan perlu ditimbang dan diukur dengan teliti sesuai dengan formula dan resep, sehingga diperoleh nata yang baik.

3) Penambahan Gula

40

Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa-senyawa glukosa, sukrosa dan laktosa. Dalam pembuatan nata, gula digunakan sebagai sumber karbon yang penting artinya dalam pertumbuhan Acetobacter xylinum. Dalam hal ini bakteri Acetobacter xylinum mampu mensintesa nata dari glukosa, laktosa, gliserol, dan manitol. Sukrosa dalam pembuatan nata digunakan sebagai sumber karbon. Selain harganya murah sukrosa mudah didapatkan dan menghasilkan pelikel nata yang cukup tebal dan kenyal (Sri Suratiningsih, 1997:7). 4) Lama fermentasi Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman. Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut semakin menebal. Pemanenan nata dilakukan setelah lebih dari 8 hari pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi busuk, akhirnya nata menjadi turun. Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan mengakibatkan pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya. 5) Kebutuhan Oksigen

41

Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan dan aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Oleh sebab itu, wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pada ruang fermentasi nata harus tersedia cukup ventilasi. Namun demikian, harus diusahakan agar aliran udara tidak kontak langsung dengan permukaan nata dan tidak terlalu banyak masuk ke dalam ruangan. Udara yang terlalu banyak dan secara langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata (Rindit Pambayun, 2002:32). 6) Penutup untuk pembuatan nata. Pada pembuatan nata media ditutup dengan kertas bersih (Rony Palungkun, 1993:103) Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen. Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi. 7) Sumber cahaya Faktor cahaya berpengaruh pada perkembangan bakteri Acetobakter xylinum. Menurut Trisni (1990:26), pembuatan nata pada ruang gelap akan mempercepat pembentukan struktur nata dan lapisan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud

42

adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung ataupun cahaya lampu. Namun demikian ruangan tersebut harus mempunyai sirkulasi udara yang baik. Pengaruh cahaya langsung sinar matahari akan merusak semua bakteri kecuali bakteri Chloropyl (Pelezar dan Chan dalam Suswahyundari, 1997:38). Untuk itu pembuatan nata memerlukan tempat yang tidak mendapat cahaya langsung namun pertukaran udara diruang tersebut haruslah berlangsung dengan baik. 8) Aktivitas bakteri Aktivitas kerja dari Acetobakter xylinum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah bakteri, jumlah media dan jumlah nutrien yang seimbang, sehingga aktivitas kerja bakteri tersebut dapat berlangsung dengan baik. Pola selulosa dalam media nata membentuk jalinan seperti tekstil yang apabila diteliti dengan sinar X pola selulosa yang dibentuk oleh Acetobacter xylinum identik dengan selulose kapas (L.Suhardiyono, 1988:18). 9) pH (derajat keasaman) Kegiatan metabolisme Acetobakter xylinum selama fermentasi dipengaruhi oleh keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion hidroksil, sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. Keasaman media juga merupakan faktor pembatas pada aktivitas enzim, karena ada

43

beberapa enzjm yang hanya dapat dibentuk oleh mikroorganisme pada kondisi keasaman tertentu. pH optimum pembuatan nata berkisar antara 4-5. Untuk mencapai pH tersebut maka perlu penambahan asam asetat, karena selain untuk menurunkan pH media fermentasi asam asetat juga digunakan oleh bakteri untuk membentuk asam glukonat,. Penambahan asam asetat 25% persen sebanyak 5 ml merupakan kondisi optimum untuk pembentukan nata. 10) Suhu Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah suhu ruang tempat bibit nata

ditumbuhkan. Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28C - 31C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas Acetobacter xylinum terhambat (Rindit Pambayun, 2002:32) 11) Sanitasi Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang tinggi. Sanitasi meliputi : a) Sanitasi perorangan Sanitasi perorangan berhubungan dengan kebersihan petugas yang menangani proses fermentasi. Badan, baju dan kesehatan harus dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi.

b) Sanitasi peralatan

44

Sanitasi peralatan terutama yang berhubungan dengan medium mutlak dilakukan. Upaya menjaga sanitasi peralatan adalah dengan melakukan sterilisasi alat yang akan digunakan. c) Sanitasi Tempat kerja Sanitasi tempat kerja perlu dijaga. Lingkungan kerja yang kotor mengakibatkan bakteri tidak tumbuh atau terkontaminasi.

2. Tinjaun Tentang Kulit Pisang Kulit pisang yang selama ini dikenal masyarakat tidak mempunyai nilai ekonomi, ternyata dapat dijadikan bahan dasar dalam beberapa produk olahan diantaranya jelly, cuka dan anggur kulit pisang. Hal ini dikarena kulit pisang mempunyai kandungan gizi yang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai bahan dasar makanan yang layak dan aman untuk dikonsumsi (Ch. Lies Suprapti, 2005:86) Tabel 4. Kandungan unsur gizi kulit pisang (dalam 100g Bahan) Unsur Jumlah Air (g) 68,90 Karbohidrat (g) 18,50 Lemak (g) 02,11 Protein (g) 00,32 Kalsium (mg) 715,000 Fosfor (mg) 117,000 Besi (mg) 01,60 Vitamin A Vitamin B (mg) 00,12 Vitamin C (mg) 17,5 Sumber: BPPI Surabaya dalam Ch. Lies Suprapti, 2005

45

Bila dilihat dari daftar komposisi kimia, kulit pisang berpotensi sebagai bahan makanan sehat dan murah. Produk olahan dari kulit pisang yang sudah ada di pasaran diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit pisang merupakan produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi seperti halnya anggur, sehingga kulit pisang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat nata. Jenis kulit pisang yang baik dijadikan bahan dasar dalam membuat nata adalah jenis kulit pisang yang beraroma tajam seperti kulit pisang raja, kulit pisang ambon, dan kulit pisang kepok (Munadjim, 1983:63). Tabel 5. Kandungan pH dan pektin kulit pisang No. 1 2 3 Sampel Kulit pisang ambon kuning Kulit pisang kepok putih Kulit pisang raja nagka pH 5 5 5 Kadar Pektin 0,86% 1,02% 0,66%

Sumber :Hasil uji laboratorium kimia jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam UNNES Kandungan pektin yang terdapat di dalam kulit pisang sangat berpengaruh di dalam pembentukan gel (mucilage) pada proses

pembuatan nata. Menurut John M de Man (1997:202), pektin mempunyai kemampuan sangat baik untuk membentuk gel dalam medium asam dan gula (medium nata) sehingga berpengaruh terhadap tekstur, warna dan rasa nata yang akan dihasilkan. Pektin merupakan karbohidrat

polisakarida (serat polisakarida stuktural) yang berfungsi sebagai

46

pengguat tekstur (Loekmonohadi, 2002:1). Semakin banyak kadar pektin maka pembentukan gel akan semakin kompak sehingga berpengaruh terhadap kekerasan (kekenyalan), warna dan rasa dari nata tersebut. Melihat adanya perbedaan kadar pektin dari ke tiga jenis kulit pisang diatas, kecenderungan nata yang dihasilkan dari penelitian ini akan

berbeda terutama dari aspek warna, rasa maupun teksturnya. Menurut Suyanti Satuhu (1996:20), pisang raja nangka, pisang ambon kuning, dan pisang kepok putih dapat diklasifikasikan dalam golongan: Divisio Sub divisio Kelas Ordo Genus Spesies : Speratophyta : Angiospermae : Monocotylendonlae : Musaceae : Musa : Musa paradisiaca L

Pisang raja, pisang ambon dan pisang kepok banyak jenisnya, tetapi jenis pisang yang limbahnya mudah diperloleh adalah jenis pisang raja nangka, pisang ambon putih dan pisang kepok kuning, sebab ketiga jenis pisang ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pisang olahan dan pisang meja atau sebagai makanan penutup(dessert). Menurut Suyanti Satuhu( 1996:29 ), karekteristik kulit dan buah pisang secara keseluruhan dari pisang raja nangka, pisang ambon putih dan pisang kepok kuning sebagai berikut : 1) Pisang Raja nangka Ciri-ciri kulit pisang nangka adalah kulit berwarna hijau tua dengan ketebalan 0,3ml, halus, aromanya khas pisang raja nangka.

47

Sedangkan daging buahnya berwarna kuning kemerahan , rasanya manis agak asam. Pisang jenis ini hanya digunakan untuk olahan. Berat pertanda 11-14kg, terdiri dari 6-8 sisir, dan tiap sisir terdiri dari 14-24 buah. Panjang buah 24-28cm dengan diameter 3,5-4cm. 2) Pisang Ambon putih Kulit pisang ambon putih pada saat matang berwarna kuning keputihan, ketebalan kulit 0,3ml, halus, aromanya tajam khas pisang ambon sedangkan daging buahnya berwarna putih kekuningan, rasa daging buahnya manis sedikit asam selain sebagai buah meja pisang ambon digunakan sebagai makanan pemula bayi. Berat tiap tandanya 15-25kg terdiri dari 10-14 sisir. Setiap sisir terdiri dari 14-24 buah dengan panjang 15-20cm dan diameternya 3,5-4cm. 3) Pisang Kepok kuning Ciri-ciri kulit pisang kepok kuning adalah kulit berwarna kuning, ketebalan kulit 0,2ml, halus, aromanya kahas pisang kepok. Daging buahnya berwarna kuning kemerahan, rasa daging buah manis dan teskturnya lebih keras dari pisang ambon. Pisang Kepok kuning biasa digunakan untuk olahn dan makanan burung. Berat

pertandanya dapat mencapai 14-22kg dengan jumlah sisir 10-16. Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Proses kulit pisang agar dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan nata adalah kulit pisang dibersihakan, diblender, dengan perbandingan antara kulit pisang dengan air adalah 1:3 kemudian

48

disaring dengan kain sehingga diperoleh sari kulit pisang yang siap digunakan untuk proses fermentasi bibit nata. Beberapa pertimbangan mengapa kulit pisang dimanfaatkan dalam pembuatan nata dalah : a. Kulit pisang layak untuk dikonsumsi, karena mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan tidak ada efek samping bagi tubuh apabila mengkonsumsinya. b. Nata biasanya terbuat dari air kelapa sehingga harganya lebih mahal dengan memanfaatkan kulit pisang sebagia bahan dasar nata diharapkan harganya lebih murah sehingga dapat bersaing dipasaran. c. Kulit pisang muda diperloleh dan jumlahnya cukup banyak.

B. Kerangka Berpikir Kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 18,50g dalam 100g kulit pisang ( BPPI Surabaya, dalam M. Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang dapat menjadi bahan dasar dalam pembuatan nata karena dalam pembuatan nata syarat utamanya adalah bahan tersebut mempunyai kandungan glukosa (karbohirat). Tanpa adanya glukosa proses fermentasi pembentukan materi atau lapisan nata tidak dapat terbentuk (Munadjim,1983:60). Selama ini bahan dasar pembuatan nata adalah air kelapa dengan demikian kulit pisang dapat dijadikan salah satu bahan dasar altenatif yang dapat menggantikan air kelapa.

49

Kulit pisang raja nangka, ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kulit pisang raja nangka karakteristiknya, kulit berwarna hijau tua, aromanya sangat tajam khas pisang nangka. Daging buahnya biasa diolah menjadi makanan seperti molen goreng. Karakteristik kulit pisang kepok adalah kulit kuning, daging buahnya biasa dijadikan bahan dasar pisang goreng, kolak atau pakan burung. Sedangkan ciri-ciri kulit pisang ambon putih dapat dilihat dari warna kulit kuning keputihan, aromanya tajam khas pisang ambon, untuk jenis pisang ini daging buahnya disukai sebagai buah meja dan makanan untuk bayi Mengingat karakteristik yang berbeda tiap-tiap kulit pisang maka dalam penelitian ini akan dicobakan kulit pisang sebagai bahan dasar dalam pembuatan nata sebanyak 100% tanpa tambahan air kelapa. Dari hasil eksperimen akan dapat menunjukan adanya perbedaan maupun tidak adanya perbedaan secara nyata dari segi kualitas inderawi, kandungan gizi, ketebalan nata dan penerimaan masyarakat sebagai konsumen. Sehingga diharapkan kulit pisang dapat digunakan sebagai altenatif bahan dasar dalam pembuatan nata. Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat pada skema berikut:

50

Skema kerangka berfikir

Kulit pisang Raja nangka Kulit pisang Ambon kuning Kulit pisang Kepok putih Nata Kulit pisang

Kualitas: - Inderawi - Laboratorium(serat dan cemaran mikroba) - Kesukaan - Ketebalan

Gambar 1. Skema kerangka berfikir

51

C. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2002:62). Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini adalah: 1. Hipotesis Alternatif (Ha) Ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur nata. 2. Hipotesis Nol (Ho) Tidak ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur nata.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah yang diteliti, sehingga pelaksanaannya dan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal-hal yang dibahas dalam metode penelitian ini adalah: A. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2002:108), adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit ambon kuning dan kulit pisang kepok putih. Kulit pisang ini dipilih yang masih baru, mulus, dan warnanya masih segar. 2. Sampel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2002:109) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. 3. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling. Dalam populasi ini terdiri dari kelompok-kelompok (clusters ) dari cluster-cluster diambil secara random (Muhammad Zainuddin, 1998: 96). Dari cluster terpilih ini kemudian diambil unit populasi secara random sehingga diperloleh sampel.

52

63 53

Sampel disajikan secukupnya, tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, kira-kira dapat dinilai tiga kali. Jumlah sampel yang berupa cairan kurang lebih 16 ml, sedangkan untuk sampel yang berupa padat kurang lebih 28g (Bambang Kartika,1988:40). Apabila sampelnya harus dicicipi dapat disajikan sejumlah dua kali lebih banyak.

B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. 1. Variabel Bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. 2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas nata dari kulit

pisang dengan indikator antara lain warna, aroma, rasa dan tekstur serta ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang ada pada nata. 3. Variabel kontrol adalah variabel yang dapat ikut mempengaruhi eksperimen, oleh karena itu harus dikendalikan. Variabel yang dijadikan kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bahan, lama fermentasi, suhu dan proses pembuatan yang sama yaitu sebagai berikut:

63

1) Jumlah sari kulit pisang 2) Jumlah gula pasir 3) Jumlah asam asetat glasial 4) Jumlah pupuk ZA 5) Jumlah starter 6) Lama fermentasi 7) Suhu ruang inkubasi

: 1000 ml : 50g :5g :3g : 100 ml : 8-10 hari : 26 27 oC dalam satu tempat yang sama.

C. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu percobaan yang berhubungan dengan persoalan yang diteliti (Sudjana, 1995:2). Dalam penelitian ini eksperimen yang dilakukan adalah pembuatan nata dari jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih.

D. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain eksperimen. Desain eksperimen adalah merupakan langkah-langkah yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang diperlukan dapat diperoleh. Dalam eksperimen ini ada kelompok lain yang tidak dikenai eksperimen tetapi ikut mendapatkan pengamatan., dengan adanya kelompok lain yang disebut dengan kelompok kontrol atau

63

kelompok pembanding, kelompok kontrol ini akibat yang diperoleh dari perlakuan dapat diketahui secara pasti karena dibandingkan dengan yang tidak mendapat perlakuan ( Suharsimi Arikunto, 2002 : 79 ). Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain acak sempurna atau completely randomized desaign yaitu perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak lengkap terhadap kelompok-kelompok eksperimen yang bersifat homogen (Gaspersz, 1991:62). Berikut gambar pola desain acak sempurna menurut Gaspersz (1991:63)

E R

P TP

PE1, PE2, PE3, PK

Gambar 2. Pola desain acak sempurna Keterangan: E : Eksperimen K : Kontrol R : Random P : Perlakuan TP : Tanpa Perlakuan PK : Perlakuan Kontrol PE1 : Perlakuan Eksperimen 1 PE2 : Perlakuan Eksperimen 2 PE3 : Perlakuan Eksperimen 3 Maksud dari desain dalam penelitian ini ada tiga sampel kelompok eksperimen yaitu dengan kode A, B, C. untuk sampel kode A disebut perlakuan satu yaitu nata dari kulit pisang raja nangka selanjutnya ditulis dengan kode 341, kode B disebut perlakuan dua yaitu nata dari kulit

63

pisang ambon kuning selanjutnya ditulis dengan kode 482, kode C disebut perlakuan tiga yaitu nata dari kulit pisang kepok putih selanjutnya ditulis dengan kode 631. Selain itu ada juga kelompok kontrol dengan kode K yang selanjutnya ditulis dengan kode 288. Menurut Bambang Kartika (1988:42 ), pemberian kode yang dianjurkan menggunakan angkat tiga digit, yang dapat diambil dari tabel random. Pemberian kode bukan dengan huruf, dengan tujuan untuk menghilangkan bias. Selanjutnya kelompok kontrol dalam penelitian ini menggunakan air kelapa sebagai bahan dasar pembuatan nata. Sifat dari kelompok kontrol sebagai pembanding

terhadap kelompok eksperimen. Eksperimen dalam penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, artinya dalam eksperimen pembuatan nata dari jenis kulit pisang yang berbeda ini, peneliti melakukan percobaan sebanyak tiga kali ulangan, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, sehingga pengacakannya sebagai berikut: Tabel 2. Pengacakan Perlakuan Ulangan 1 2 3 A 3411 3412 3413 Perlakuan B C 4821 6311 4822 6312 4823 6313 K 2881 2882 2883

Pola ini kemudian dikembangkan menjadi skema desain eksperimen yang dapat digambarkan sebagai berikut:

63

Populasi

Sampel

Random

Kontrol

Eksperimen

K1

K2

K3

A1

A2

A3

B1

B2

B3

C1

C2

C3

Uji Inderawi dan Uji Kesukaan

Uji Kandungan Gizi

Analisis Data Gambar 3. Skema desain eksperimen

E. Pelaksanaan Eksperimen

Pada pelaksanaan eksperimen ini akan diuraikan mengenati tempat dan waktu eksperimen, peralatan, bahan dan tahap-tahap pelaksanaan eksperimen.

63

a. Tempat dan waktu eksperimen Pelaksanaan eksperimen pembuatan nata dari kulit pisang ini dilaksanakan di rumah peneliti dengan alamat Gg. Manggis No. 7 Rt 03 Rw 03 Sekaran Gunungpati. Eksperimen dilaksanakan di rumah agar dalam pembuatan dapat dilakukan dengan tenang, tidak terbatas waktu sehingga hasil yang diperoleh maksimal. b. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini dikelompokkan menjadi peralatan dari logam dan peralatan non logam. 1) Peralatan yang terbuat dari logam yang dipakai yaitu: pisau, panci email, kompor, timbangan. Alat dari logam harus memenuhi syarat: - tidak membahayakan kesehatan - mudah dibersihkan - kuat - mudah mengalirkan panas secara merata - bentuk sesuai dengan kebutuhan. 2) Peralatan yang terbuat dari non logam meliputi: Dari plastik: toples plastik, karet gelang, saringan, gelas ukur. Dari kertas: kertas pH, kertas lakmus, kertas koran Dari kain: serbet, penyaring Dari stainless steel: sendok makan

63

c. Bahan Bahan yang digunakan untuk eksperimen pembuatan nata dari sari kulit pisang meliputi: 1) Bahan dasar: sari kulit pisang raja, sari kulit pisang ambon, sari kulit pisang kepok 2) Bahan tambahan: starter. Formula bahan yang digunakan dalam eksperimen pembuatan nata ini adalah sebagai berikut: 1. Sari kulit pisang 2. gula pasir 3. asam asetat glasial 4. pupuk ZA 5. Starter : 1.000 ml : 50 g : 5 ml :3g : 100 ml gula pasir, asam asetat glasial, pupuk ZA,

Pembandingan ukuran bahan-bahan untuk kelompok eksperimen, tercantum pada tabel dibawah ini sebagai berikut: Tabel 3. Formula bahan pembuatan nata kulit pisang Bahan Gula pasir (g) Sari kulit pisang raja nangka (ml) Sari kulit pisang ambon kuning (ml) Sari kulit pisang kepok putih (ml) Asam Asetat Glasial (ml) Pupuk ZA (g) Starter (ml) d.Tahap-tahap Eksperimen 3) Tahap persiapan 50 1000 5 3 100 50 1000 5 3 100 50 1000 5 3 100

63

a) Menyiapkan bahan yang diperlukan dalam pembuatan nata. b) Menyiapkan alat-alat yang digunakan dalam pembuatan nata dan disterilkan. c) Menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan nata. 4) Tahap pengambilan sari kulit pisang: a) Kulit pisang dicuci bersih dan dipotong-potong b) Dihancurkan menggunakan blender dengan ditambahkan air c) Diambil sarinya. d) Disaring 5) Tahap pembuatan media a) Sari kulit pisang didihkan, menjelang mendidih tambahkan pupuk ZA dan gula pasir, biarkan mendidih kurang lebih 10 menit dengan membuang buih yang mengapung di atas dengan menggunakan saringan. b) Media sari kulit pisang diangkat, diberi asam asetat glasial, aduk hingga tercampur rata. Kemudian dimasukkan ke dalam toples loyang plastik yang sudah disterilkan. c) Media dalam toples kemudian ditutup dengan koran yang sudah diuapkan dan biarkan selama 12 jam. 6) Tahap fermentasi a) Starter dimasukkan kemudian campurkan hingga rata.

63

b) Media toples kemudian ditutup dengan koran kembali dan diikat dengan karet. c) Media nata kemudian diletakkan pada ruangan fermentasi selama 10 hari. 7) Tahap pemanenan a) Setelah 10 hari tutup toples dibuka, nata kemudian diambil dan dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih b) Nata tersebut direbus untuk menghilangkan sisa asam selama 15 menit. 8) Tahap pengemasan a) Nata mentah dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1cm b) 300g gula pasir dipanaskan dalam 1liter air,ditambahkan 1g benzoat sebagai bahan pengawet. c) Nata yang sudah dipotong direbus dengan larutan gula selama 10 menit, kemudian didinginkan. d) Nata siap saji dikemas dalam kantung plastik lalu ikat dengan e) karet gelang atau bisa juga dikemas dalam gelas plastik.

63

Tahap persiapan

Menyiapkan bahan Menyiapkan alat dan mensterilkan Memisahkan kulit dari daging buah Menimbang bahan Kulit pisang dicuci bersih Dihancurkan dengan blender + air Disaring

Tahap pengambilan sari kulit pisang

Tahap pembuatan media

Sari kulit pisang + Pupuk ZA dan Gula pasir Dididihkan selama 10 menit Angkat, masukkan asam Asetat Glasial Masukkan kedalam toples dan tutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang

Tutup toples dibuka

Starter

Tahap fermentasi
Didiamkan 8-14 hari

Tahap pemanenan

Nata diambil dan dicuci dengan air yang mengalir Direbus selama 15 menit

Tahap Pengemasan

Nata mentah dipotong bentuk dadu 1 x 1 cm Direbus selama 10 menit Dikemas dengan kantong plastik atau gelas plastik

Gambar 3. Skema pembuatan nata dari kulit pisang

63

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penilaian subjektif dan penilaian objektif. Penilaian subjektif menggunakan inderawi, sedangkan penilaian objektif menggunakan uji laboratorium. 1. Penilaian Subjektif Penilaian subjektif merupakan cara penilaian terhadap mutu atau sifat-sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai instrumennya atau alat. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kualitas dan nata kulit pisang meliputi tingkat warna, aroma, tektur dan rasa. Selain itu untuk mengumpulkan data tentang tingkat kesukaan terhadap nata kulit pisang. Penilaian subyektif ini

menggunakan dua macam tipe pengujian yaitu uji inderawi dan uji kesukaan. a. Uji inderawi Uji inderawi merupakan cara-cara pengujian terhadap sifatsifat karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera manusia termasuk indera penglihatan, perasa, pembau, peraba dan pendengaran. Dalam penelitian ini, pengujian digunakan untuk menilai kualitas nata kulit pisang hasil eksperimen yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur. Jenis uji inderawi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji skoring, untuk mengukur atau mengetahui tingkat perbedaan antar sampel yang disajikan. Pada uji

63

skoring

panelis

diminta

untuk

menilai

penampilan

sampel

berdasarkan sifat yang dinilai. Alat yang digunakan untuk melaksanakan pengujian inderawi adalah orang atau sekelompok orang yang disebut panelis. Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis agak terlatih. Panelis agak terlatih adalah panelis yang sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu dilatih untuk mengetahui sifat-sifat karakteristik suatu bahan. Penggunaan panelis agak terlatih diharapkan tidak mengurangi tingkat kepercayaan terhadap hasil yang diperloleh ( Bambang Kartika, 1988:3 ). Penilaian pada uji skoring dilakukan dengan pemberian angka pada sifat yang dinilai sesuai dengan pedoman yang diberikan. Sifat yang dinilai ada beberapa kreteria yaitu warna, rasa, aroma dan tekstur nata kulit pisang hasil eksperimen. Untuk mengetahui penilaian maka setiap kreteria yang dinilai dengan urutan kategori tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini kategori nilai yaitu angka 5 untuk nilai baik sekali, angka 4 untuk nilai baik, angka 3 untuk nilai cukup baik, angka 2 untuk nilai kurang baik dan angka 1 untuk nilai tidak baik. Angka dari urutan penilaian kemudian diolah dan dianalisa secara statistik sehingga hasil yang diperoleh lebih objektif. b. Uji Kesukaan Uji kesukaan atau uji organolepik pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan respon suka atau tidak

63

suka terhadap sifat produk hasil eksperimen yang diuji ( Bambang Kartika, 1988: 56 ) yaitu perbedaan kualitas nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok putih. Pengujian ini mengunakan panelis yang tidak terlatih. Panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spotan tanpa membandingkan dengan sampel kontrol. Oleh karena itu pengujian dilakukan secara berurutan tidak disajikan secara bersama-sama ( Bambang Kartika, ( 1988: 56 ). 2. Pelaksanaan Penilaian Subyektif a. Waktu dan Tempat Penilaian subyektif dilakukan dengan uji inderawi

dilaksanakan pada bulan Mei 2006 di Fakultas

Teknik UNNES.

Sedangkan uji kesukaan dilakukan di wilayah kelurahan Sekaran Rt 03 Rw 03 Gunung Pati Semarang. b. Bahan dan alat penilaian Bahan dan alat penilaian yang digunakan dalam penelitian subyektif adalah sebagai berikut: 1) Bahan Bahan yang digunakan adalah nata kulit pisang hasil eksperimen. 2) Alat Alat yang digunakan yaitu formulir penilaian, air putih, dan peralatan tulis.

63

3) Langkah-langkah penilaian a) b) Mempersiapkan panelis agak terlatih dalam satu ruangan. Membagikan lembar penilaian dan nata kulit pisang hasil eksperimen kepada panelis c) Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara pengisian lembar penilaian kepada panelis. d) Memberikan waktu kepada panelis untuk melaksanakan penilaian yang telah diisi oleh panelis. 3. Penilaian Objektif Penilaian secara objektif dilakukan dengan uji laboratorium. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan gizi yaitu kandungan serat, cemaran mikroba nata dari kulit pisang dan untuk mengetahui ketebalan nata dari tiga jenis kuit pisang yang berbeda. Dengan demikian akan diketahui perbedaan antara nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok putih. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium FMIPA Kimia dan di Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Telogosari Semarang.

G. Instrumen Pengumpul Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dalah secara subyektif dan obyektif. Secara subyektif instrumen yang digunakan dalah panelis agak terlatih dan panelis tidak terlatih. Penilaian obyektif dilaksanakan di laboratorium.

63

1. Panelis agak terlatih Panelis agak terlatih digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dari kualitas sampel yang dilakukan melalui uji inderawi dengan indikator rasa, warna, aroma dan tekstur. Panelis agak terlatih merupakan kelompok dimana anggotanya merupakan hasil seleksi kemudian menjalani latihan secara kontinyu dan lolos pada evaluasi kemampuan (Bambang Kartika,1988:17). Panelis agak terlatih dalam penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Teknik Jasa dan Produksi Boga angkatan 2001 dan 2002 yang telah menempuh mata kuliah Analisis Mutu Pangan. Pengambilan panelis tersebut dengan pertimbangan bahwa mahasiswa tersebut telah dibekali dan dilatih untuk memiliki kepekaan alat indera, sehingga dapat menganalisa dan menilai produk mkanan dengan baik. Menurut Suwarno T Sukarno ( 1985: 50 ), panelis agak terlatih digunakan untuk uji inderawi terdiri dari 15 sampai 25 orang yang dipilih berdasarkan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menjadi panelis agak terlatih adalah: a. Mengetahui sifat sensorik dari makanan yang dinilai b. Mengetahui cara penilaian inderawi c. Mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi d.Telah dilatih setelah pengujian e. Instrumen valid dan reliabel Adapun syarat yang harus dimiliki oleh panelis agak terlatih adalah harus valid dan reliabel. Panelis dapat dikatakan valid dan reliabel apabila panelis tersebut dapat menunjukan kepekaan dan ketelitian serta memiliki keajegan diantara menilai suatu produk pada waktu yang

63

berbeda. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh instrumen yang valid dan reliabel adalah dengan validitas dan reliabilitas instrumen. a. Validitas Istrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan kesahihan atau kebenaran suatu instrumen. Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat. Instrumen dalam penelitian ini harus memenuhi dan validitas isi 1).Validitas Internal Pengujian validitas internal yang digunakan adalah panelis agak terlatih. Sedangkan validitas internal itu sendiri adalah upaya yang dilakukan untuk membuat instrumen menjadi valid dilihat dari kondisi internal panelis yang berupa faktor dari dalam. Faktor dari dalam yang dimaksud adalah kondisi kesehat panelis, pengalaman panelis dan kesehatan panelis. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang kondisinya valid dan memenuhi persyaratan yaitu dengan cara wawancara. Untuk mengetahui validitas internal dilakukan melalui wawancara terhadap calon panelis, kemudian hasil wawancara dituang dalam fomulir wawancara calon panelis. Syarat panelis agak terlatih yang lolos dalam tahap wawancara, apabila total skor dalam angket minimal 75% dari ideal 100% ( Bambang Kartika, 1988: 23 ). validitas internal

63

2).Validitas Isi Validitas isi merupakan upaya untuk mengetahui

kemampuan dalam menilai suatu produk yang meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur melalui uji inderawi. Upaya untuk memenuhi validitas isi dari instrumen yaitu melakukan seleksi penilaian yang diterima dari validitas internal. Pada tahap ini peneliti membagikan lembar penilaian dan produk yang berupa sample kepada panelis. Penilaian dilakukan sebanyak 6 kali terhadap produk sampel dalam waktu yang berbeda. Data

penilaian calon panelis dianalisa menggunakan range methot. Adapun ketentuan calon panelis adalah sebagai berikut: Jika Range jumlah 1, maka memenuhi persyaratan Jumlah range
Range jumlah 1, maka calon panelis ditolak Jumlah range

Jika

( Bambang Kartika, 1988 : 24 ) b. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen merupakan pengukuran yang

memiliki konsistensi tinggi sebagai pengukur yang ajeg (Sugiono,2000:4 ). Reliabilitas tersebut berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran yang dipercaya, untuk penilaian ini apabila calon panelis dapat menilai secara ajeg yaitu hasil penilaian tetap sama walaupun penilaian beberapa kali dalam waktu yang berbeda. Untuk mendapatkan instrumen yang reliabel, calon

63

panelis yang diterima pada tahap penyaringan selanjutnya mengikuti tahap latihan. Pada tahap latihan calon panelis melakukan penilaian pada produk nata sebanyak 6 kali pada waktu yang berbeda, kemudian hasil penilaian dianalisis dengan melihat nilai di dalam range yang dihitung dari nilai rata-rata 1 standart deviasi dengan perhitungan rentangan nilai X-l SD sampai dengan X+l SD. Menurut Bambang Kartika, ( 1988:26 ), syarat panelis agak terlatih yang reliabel adalah apabila nilai masuk di dalam range > 60% berarti dapat diandalkan menjadi panelis agak terlatih. Sedangkan calon panelis yang nilai masuk dalam range <60% maka calon panelis tidak dapat diandalkan menjadi panelis agak terlatih. Calon panelis yang memenuhi syarat sebagai panelis dalam pengujian yang sesungguhnya. Sedangkan calon panelis yang tidak memenuhi syarat sebagai panelis yang reliabel dapat dipersiapkan untuk latihan lanjutan atau alternatif lain dengan mencari calon-calon baru untuk dipakai sebagai calon panelis dengan proses mulai dari tahap wawancara sampai pada tahap evaluasi kemampuan. Skema tahapan-tahapan seleksi panelis menurut Bambang Kartika ( 1988: 21 ), dapat dilihat pada gambar berikut ini:

63

Tahap 1

Wawancara

Tahap 2

Diterima

Tidak (Ditolak)

Penyaringan

Diterima untuk latihan

Tidak (Ditolak)

Tahap 3

Latihan

Evakuasi kemampuan

Tahap 4

Apakah panelis memenuhi syarat pengujian h

tidak

Kembali ke Tahap 1 dengan calon baru atau latihan baru

Mulai pengujian

Gambar 5. Skema Tahap-tahap seleksi panelis

63

Panelis tidak terlatih digunakan untuk menilai tingkat kesukaan pada suatu produk ataupun menilai tingkat kemauan seseorang untuk menggunakan suatu produk. Karena menyangkut tingkat kesukaan terhadap suatu produk makanan maka semakin banyak jumlah anggota panelis, maka hasilnya akan semakain baik (Bambang Kartika, 1988: 18) Panelis tidak terlatih yang digunakan adalah 80 orang dari anggota masyarakat lingkungan kelurahan Sekaran Kecamatan Gunung Pati Semarang dan lingkungan mahasiswa Fakultas Teknik UNNES. Berdasarkan golongan usia masyarakat yaitu: a) Bapak-bapak usia 30-50 tahun sebanyak 20 orang dari RT 03 gang Manggis Kelurahan Sekaran. b) Ibu-ibu rumah tangga usia 25-50 tahun dari RT 03 gang Manggis Kelurahan Sekaran sebanyak 20 orang. c) Remaja putra usia 17-25 tahun dari Fakultas Teknik UNNES sebanyak 20 orang. d) Remaja putri usia 17-25 tahun dari Fakultas Teknik UNNES sebanyak 20 orang Alasan menggunakan panelis tidak terlatih dari golongan usia diatas karena setiap tingkatan usia mempunyai hormon yang berbeda yang menyebabkan tingkat kepekaan berbada pula.

63

H. Analisis Data
Analisis data adalah cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengujian. Analisis data dilakukan dengan cara statistik agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis data bertujuan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini atau membuktikan hipotesis. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas inderawi antara kulit pisang raja, nata kulit pisang ambon kuning, nata kulit pisang kapok putih, nata air kelapa sebagai kontrol digunakan uji klasifikasi tunggal atau anava tunggal dan dilanjutkan dengan uji tukey. Sebelum melakukan analisis varian terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji homogenitas dan uji normalitas. 1. Uji prasyarat a. Uji Homogenitas Uji homogenitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah data yang diperloleh dari penilaian dari panelis agak terlatih itu homogen atau tidak, maka perlu dilakukan uji homogenitas dengan uji

Bartlett ( Sudjana 1996: 262 ) dengan rumus sebagai berikut.


Sampel Dk

1 dk 1 (n1 1) 1 (n1 1) 1 (n1 1)

S 12 S 12 S22

Log S12 Log S12 Log S12

dk log S12 (n1 1) Log S12 (n1 1) Log S12

1 2 3

n1 1 n2 1 n3 1

Sk

Log Sk2

(nk 1) Log Sk2


(n1 1) Log S12

Jumlah (n3 1) Sumber: ( Sudjana 1996: 262 )

63

Keterangan: dk = derajat kebebasan S1 = Varians sampel ke 1 Log = Logaritma n1 = Jumlah sampel ke 1

dari tabel ini kemudian dihitung harga-harga yang diperlukan, yaitu: 1) Menghitung varians gabungan dari semua sampel, rumusnya S2 = {(n1 1)/(n 1)} 2) Mencari harga satuan B, rumusnya B = (Log S2) (n1 1) 3) Menghitung Chi-kuadrat, rumusnya
2

(Ln10) {B - (n1 1) Log S12}

4) Dengan Ln 10 = 2,3026, disebut logarotma asli dari bilangan 10. Kriteria pengujian adalah jika X2hitung < X2(5%)(k-1) maka data homogen (Sudjana, 1996:263).

b. Uji normalitas Uji normalitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah data penilaian itu normal atau tidak. Untuk membutikan apakah data yang diperloleh dari penilaian panelis agak terlatih itu normal atau tidak, maka perlu dilakukan uji normalitas data dengan metode Liliefors (Sudjana 1996: 467 ). Pengujian normalitas dengan menggunakan uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:

63

1) Mencari nilai mean, rumusnya X =

X n

2) Mencari nilai simpangan baku, rumusnya S =

( X 1 X ) n 1

3) Membuat tabel uji normalitas data a) Menghitung simpangan baku, rumusnya Z =


( X 1 X ) s

b) Berdasarkan nilai bilangan baku, dengan menggunakan daftar distribusi baku tabel, dihitung peluang F (z1) c) Menghitung selisih F (z1) S (z1) kemudian menentukan harga mutlaknya. d) Mengambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak. Selisih tersebut untuk menentukan harga Lo (L observasi) Keterangan : X = Nilai mean S = Nilai simpangan baku X1 = Nilai data ke I Z1 = Nilai angka baku Kriteria pengujian adalah jika LO < LL(5%;n) maka data berdistribusi 2. Analisa varian klasifikasi tunggal Analisa varian klasifikasi tunggal digunakan untuk menjawab permasalahan pertama yang berbunyi apakah ada perbedaan kualitas

63

warna, rasa, aroma dan tekstur nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda. Anava klasifikasi tunggal digunakan untuk mengetahui perbedaan kualitas nata kulit pisang. Sedangkan rumusnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Analisis Varian Klasifikasi Tunggal
Sumber Varian (SV) Sampel (a) Derajat Kebebasan (db) dba = a 1 Jumlah Kuadrat (JK) Rerata JK (RJK) F0 Keterangan

JKa =

(X )2
b

(X 1 )2
N

RJKa =

JK a dba JK b dbb JK c dbc

RJK a JK c RJK b JK c

Signigikan 5%

Panelis (b)

dbb = b 1

JKb =

(X )2
a

(X 1 )2
N

RJKb =

Error/kesalahan (c) Total

dbc=db1dbadbb JKc = JK1 JKa JKb db1= a x b 1

RJKc =

Sumber: Bambang Kartika, 1988:86) Keterangan: a b N (X)2 = banyaknya sampel = jumlah sampel = jumlah subyek seluruhnya = a . b = jumlah total nilai panelis

(X)2 = jumlah total nilai sampel


( X 1 ) 2 = jumlah total nilai

X 1 N = faktor korelasi

63

Mengkonsultasikan harga Ftabel (Ft) dengan Fhitung (Fo) Kemudian dikonsultasikan dengan Ftabel (Ft) dengan taraf signifikan 5% dengan ketentuan jika Fo > dari Ft maka Ho ditolak dan Ha diterima, jika Fo < Ft maka Ho diterima dan Ha ditolak. Apabila Fo > Ft maka dapat diketahui antara sampel terdapat perbedaan nyata dari tiap-tiap sampel dan analisisnya dilanjutkan dengan uji Tukey. 3. Uji Tukey Menurut Bambang Kartika ( 1988: 83 ), untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antara sampel nata kulit pisang hasil eksperimen dilakukan uji Tukey dengan menggunakan nilai pembanding. Nilai pembanding = Standar Error x Nilai Least Significant Difference. Standard Error =

RJKc = n

rerata jumlah kuadrat error Jumlah panelis

Nilai Least Significant Difference dapat dilihat pada tabel. Sebelum dibandingkan, harus dicari rata-rata masing-masing sampel dengan rumus sebagai berikut: Nilai rata-rata =

(Xa ) N

Ketentuan penilaian adalah jika nilai selisih antar sampel > Np (nilai pembanding), berarti terapat perbedaan yang nyata. 4. Uji kimiawi Uji kimiawi dilakukan di laboratorium untuk mengujikan zat-zat gizi. Metode yang digunakan untuk menentukan kualitas zat gizi nata kulit pisang eksperimen dilakukan pengujian yaitu uji standar. Uji standar

63

dilakukan di laboratorium Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk mengetahui seberapa besar kandungan serat, cemaran mikroba
Coliform dan ketebalan nata kulit pisang

5. Analisis kesukaan masyarakat Untuk mengetahui daya terima masyarakat atau kesukaan

masyarakat dilakukan dengan analisis deskriptif prosentase. Pengujian ini digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap sampel yang diujikan, oleh karena itu panelis diambil dalam jumlah banyak sehingga dapat mewakili populasi masyarakat tertentu. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui daya terima masyarakat dilakukan dengan

menggunakan anailsis deskriptif prosentase. Menurut Muhammad Ali (1996:194), rumus analisis deskriptif prosentase adalah sebagai berikut: %= n x 100% N

Keterangan: % = Skor prosentase n = Jumlah skor kualitas (warna, aroma, rasa dan tekstur) N = Skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis) Untuk mengubah data skor prosentase menjadi nilai kesukaan masyarakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: c. Menentukan nilai tertinggi, nilai terendah, jumlah kriteria dan jumlah panelis adalah sebagai berikut: Nilai tertinggi 5 (sangat suka) Nilai terendah 1 (tidak suka)

63

Jumlah kriteria yang ditentukan 5 kriteria Jumlah panelis 80 orang d. Menghitung skor maksimal dan skor minimal adalah sebagai berikut: Skor maksimal : jumlah panelis x nilai tertinggi : 80 x 5 = 400 Skor minimal : jumlah panelis x nilai terendah : 80 x 1 = 80 e. Menghitung persentase maksimal dan prosentase minimal adalah sebagai berikut: Prosentase maksimal : skor maksimal x 100% skor min imal 400 x 100% = 100% 400 skor min imal x 100% skor maksimal 80 x 100% = 20% 400

: Prosentase minimal :

f. Menghitung rentangan prosentase adalah sebagai berikut: Rentangan : prosentase maksimal prosentasi minimal : 100% - 20% = 80% g. Menghitung kelas interval adalah sebagai berikut: Interval prosentase : rentangan : jumlah kriteria 80 : 5 = 16% Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat tabel interval prosentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut:

63

Tabel 5. Interval dan Kriteria Kesukaan


Persentase (%) 20 35,99 36 51,99 52 67,99 68 83,99 84 100 Kriteria Kesukaan Sangat tidak suka Tidak suka Kurang suka Suka Sangat suka

Skor

tiap

aspek

penilaian

berdasarkan

tabulasi

data

dihitung

prosentasenya, kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan tabel di atas sehingga diketahui kriteria kesukaan masyarakat.

63

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Putra. Gaspersz, Vincent. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito. Kartika, Bambang dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Khalim. Dkk. 2005. Sains Fisika. Jakarta: Bumi Aksara. Munajim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta: Gramedia. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Bogor: Puspa Swara. Satuhu dan Supriyadi. 1993. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Panebar Swadaya. Slamet dan Tarwotjo. 1980. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Bogor: Semboja. Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sugiono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabetha. Suprapti, Lies. 2005. Aneka Olahan Pisang. Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara. Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta: Agromedia Pustaka.

63

PROPOSAL SKRIPSI

PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS INDERAWI DAN KETEBALAN NATA (NATA DE MUSA)

Diajukan oleh: Nama NIM : Lina Susanti : 5401401047

Jurusan :Teknologi Jasa dan Produksi Prodi : Pendidikan Tata Boga S1

TEKNOLOGI JASA DAN PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai hasil dan pembahasan dari hasil pembuatan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang terdiri dari hasil uji persyaratan analisis varians klasifikasi anava tunggal (homogen dan normalitas), hasil dan analisis nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang ditinjau dari aspek warna, aroma, rasa manis, tekstur, dan keseluruhan aspek, hasil uji laboratorium dan analisis uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang.

A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Persyaratan dari Analisis Varian Klasifikasi Tunggal Sebelum melangkah menggunakan analisis varians klasifikasi tunggal dan uji tukey terebih dahulu dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan normalitas data hasil uji inderawi. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians dari setiap sampel apakah sudah homogen, sedangkan uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data setiap sampel berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji homogenitas dan normalitas dapat dilihat pada data di bawah ini.

80

81

a. Uji homogenitas Uji homogenitas aspek warna, aroma buah, rasa manis dan tekstur nata de musa dapat dikatakan homogen atau tidak, maka diadakan uji homogenitas dengan uji bartlett. Tabel 11. Hasil uji homogenitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang Aspek Warna Aroma Rasa manis Tekstur hitung 0,9975 3,4178 0,9446 3,4940 tabel 5,99 5,99 5,99 5,99 Keterangan Homogen Homogen Homogen Homogen

Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji homogenitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur tampak bahwa harga hitung < tabel ini berarti data hasil uji inderarwi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur, antar kelompok sampelnya mempunyai varians yang sama. b. Uji normalitas Uji normalitas aspek warna, aroma buah, rasa manis dan tekstur dapat dikatakan berdistribusi normal atau tidaknya, maka diadakan uji normalitas dengan uji lilliefors.

82

Tabel 12. Hasil uji normalitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang Aspek Warna Aroma Rasa manis Tekstur Lo 0,1557 0,1261 0,1706 0,1088 L tabel 0,173 0,173 0,173 0,173 Keterangan Normal Normal Normal Normal

Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur, tampak bahwa harga Lo < Ltabel ini berarti data hasil uji inderarwi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna, aroma buah, rasa manis, dan tekstur berdistribusi normal. 2. Hasil uji varians klasifikasi tunggal terhadap nata de musa hasil eksperimen berdasarkan aspek warna, aroma buah, rasa manis, dan tekstur. a. Aspek warna Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek warna hasil perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

83

Tabel 13. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek warna Sumber variansi Sampel (a) Panelis (b) Eror (c) Total 2 24 48 74 25,51 1,19 3,89 30,60 12,76 0,05 0,08 157,28 3,19 db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sumber : hasil perhitungan lampiran 16 halaman 1 41 Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 157,28 sedangkan harga F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari aspek warna. Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar pasangan sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek warna

84

Tabel 14. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek warna

Perbandingan antar sampel 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631

Selisih Rata-rata 0,45 1,40 0,95

Nilai Pembanding 0,20 0,20 0,20

Keterangan

Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata

Sumber : hasil perhitungan lampiran 17 halaman 142 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek warna tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda nyata. Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 15. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek warna No 1. 2. 3. Sampel 341 482 631 Rata-rata 3,68 3,23 2,28

Sumber : hasil perhitungan lampiran 17 halaman 142

85

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek warna adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,68. Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan tabel di atas berdasarkan aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata tertinggi seperti pada gambar berikut:

5.00

3.68
4.00 Rata-rata 3.00 2.00 1.00 0.00 341

3.23 2.28

482 Sampel

631

Gambar 5. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek warna Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,68 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,23 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel 361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,28 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang kapok putih.

86

b. Aspek aroma buah Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek aroma hasil perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 16. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek aroma buah Sumber variansi Sampel (a) Panelis (b) Eror (c) Total 2 24 48 74 23,58 2,61 2,50 28,69 11,79 0,11 0,05 226,53 3,19 db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sumber : hasil perhitungan lampiran 21 halaman 146 Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 226,53 sedangkan harga F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari aspek aroma buah. Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar

87

dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar sampel. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek aroma buah.

Tabel 17. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek aroma Perbandingan antar sampel 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 Selisih Rata-rata 0,69 1,37 0,68 Nilai Pembanding 0,16 0,16 0,16 Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Keterangan

Sumber : hasil perhitungan lampiran 22 halaman 147 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek aroma tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda nyata. Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 18. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek aroma No 1. 2. 3. Sampel 341 482 631 Rata-rata 3,77 3,08 2,40

Sumber : hasil perhitungan lampiran 22 halaman 147

88

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek aroma adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,77. Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan tabel di atas berdasarkan aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata tertinggi seperti pada gambar berikut:
3.77 4.00 3.00 R a ta -ra ta 2.00 1.00 0.00 341 482 Sampel 361 3.08 2.40

Gambar 6. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek aroma Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,77 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,08 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel 361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,40 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang kapok putih.

89

c. Aspek rasa Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek rasa manis hasil perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 19. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek rasa manis Sumber variansi Sampel (a) Panelis (b) Eror (c) Total 2 24 48 74 23,29 1,07 2,41 26,78 11,65 0,04 0,05 231,77 3,19 db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sumber : hasil perhitungan lampiran 26 halaman 151 Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 231,77 sedangkan harga F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari aspek rasa manis. Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan

90

sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar

pasangan sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek rasa manis. Tabel 20. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek rasa manis Perbandingan antar sampel 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 Selisih Rata-rata 0,48 1,35 0,87 Nilai Pembanding 0,15 0,15 0,15 Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Keterangan

Sumber : hasil perhitungan lampiran 27 halaman 152 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek rasa manis tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda nyata. Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 21. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek rasa No 1. 2. 3. Sampel 341 482 631 Rata-rata 3,83 3,35 2,48

Sumber : hasil perhitungan lampiran 27 halaman 152

91

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek rasa manis adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,83. Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan tabel di atas berdasarkan aspek rasa manis dapat dilihat dari nilai ratarata tertinggi seperti pada gambar berikut:

5.00 3.83 4.00 R a ta -ra ta 2.48 3.00 2.00 1.00 0.00 341 482 Sampel 631 3.35

Gambar 7. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek rasa Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,83 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,35 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel 361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,48 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang kapok putih.

92

d. Aspek tekstur Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek tekstur hasil perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 22. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek tekstur Sumber variansi Sampel (a) Panelis (b) Eror (c) Total 2 24 48 74 27,00 2,07 4,04 33,11 13,50 0,09 0,08 160,31 3,19 db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)

Sumber : hasil perhitungan lampiran 31 halaman 156 Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 160,31 sedangkan harga F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari aspek tekstur. Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan

93

sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar pasangan sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek tekstur. Tabel 23. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek tekstur Perbandingan antar sampel 341 dengan 482 341 dengan 631 482 dengan 631 Selisih Rata-rata 0,81 1,47 0,65 Nilai Pembanding 0,20 0,20 0,20 Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Keterangan

Sumber : hasil perhitungan lampiran 32 halaman 157 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek tekstur tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda nyata. Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 24. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek tekstur No 1. 2. 3. Sampel 341 482 631 Rata-rata 3,76 2,95 2,29

Sumber : hasil perhitungan lampiran 32 halaman 157

94

Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek tekstur adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,76. Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan tabel di atas berdasarkan aspek tekstur dapat dilihat dari nilai rata-rata tertinggi seperti pada gambar berikut:

5.00 3.76 4.00 Rata-rata 3.00 2.00 1.00 0.00 341 482 Sampel 631 2.95 2.29

Gambar 8. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek tekstur Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,76 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,95 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel 361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,29 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang kapok putih. 3. Hasil uji laboratorium

95

Sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang kemudian diuji di laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui kandungan gizi (serat), kandungan cemaran mikroba (TPC Coliform) dan ketebalan Nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang setelah diuji secara sensorik dengan aspek warna, aroma, rasa dan tekstur dilanjutkan dengan uji laboratorium, dimana pengujian ini yang diuji hanya sampel eksperimen saja, setiap pengujian diulang sebanyak dua kali kemudian hasil dari dua kali pengulangan dirata-rata. Hasil rata-rata tersebut kemudian digunakan sebagai hasil akhir. Uji laboratorium dilaksanakan sebelum uji inderawi oleh panelis agak terlatih, hal ini bertujuan untuk keamanan konsumsi produk nata hasil penelitian. Pada tabel berikut disajikan hasil laboratorium nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda yang dilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada. Tabel 28. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba Sampel Kandungan Pengujian I 341 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g) Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g) Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g) 2,8266 2,76 x 10 2,2151 2,36 x 10 2,2216 2,41 x 10
7 7 7

Pengujian II 2,8539 2,81 x 10 2,1982 2,25 x 10 2,2874 2,53 x 10


7 7 7

Rata-rata

2,84025 2,785 x 107 2,20665 2,305 x 107 2,2545 2,47 x 107

482

631

Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi dan Hasil Pertanian UGM

96

Berdasarkan data uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba yang telah dilakukan diketahui bahwa: a. Kandungan rata-rata serat makanan tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025% dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,20665%. Kandungan serat yang terkandung didalam ke tiga sampel dari variasi jenis kulit pisang sudah sesuai dengan syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai kandungan serat makanan maksimal 4,5%. b. Kandungan rata-rata cemaran mikroba (TPC Colifrom) tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,785x107 dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,305x107. Syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasiaonal Indonesia (SNI) mengenai kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom adalah < 3 APM/g. Berarti dari ke tiga sampel nata de musa dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda sudah memenuhi syarat mutu untuk layak dikonsumsi. c. Uji ketebalan dari ke tiga sampel nata de musa hasil eksperimen diuji dengan alat ukur yaitu Universal Testing Mcr, alat ini selain untuk menggukur ketebalan atau ketinggian juga untuk mengukur kelenturan, kekenyalan atau kekerasan dari sampel yang diujikan.Hasil

97

pengukuran ketebalan dari nata de musa hasil eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 29. Hasil uji laboratorium ketebalan nata (mm) Sampel 341 482 631 Ulangan I 13,38 10,89 11,37 Ulangan II 10.86 11,17 11,31 Rata-rata 12,12 11,03 11,34

Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM (20 Juni 2006) Berdasarkan data uji laboratorium ketebalan nata yang telah dilakukan diketahui bahwa sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan nata yang paling tebal yaitu 12,12mm sedangkan sampel 483 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning merupakan yang paling tipis yaitu 11,03mm. 4. Hasil uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang Untuk mengetahui uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dilakukan uji kesukaan dengan analisis deskripsi kualitatif persentase yang dilakukan pada 80 panelis tidak terlatih yang terdiri dari kelompok usia remaja putra, remaja putri, ibu-ibu dan bapak-bapak. Berdasarkan hasil pengujian dari panelis tidak terlatih kemudian di analisis serta dibandingkan dengan tabel kriteria persentase untuk mengetahui kriteria kesukaannya.

98

Tabel 30 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok remaja putra No Persentase (%) 88 88 1 Warna 341 81 81 482 61 61 631 2 Aroma 341 89 89 482 76 76 631 58 58 86 86 3 Rasa 341 73 73 482 53 53 631 4 Tekstur 341 96 96 482 79 79 631 36 36 Sumber : hasil perhitungan lampiran 35 halaman 162 Aspek Sampel Skor Kriteria kesukaan Sangat suka Suka Cukup suka Sangat suka Suka Cukup suka Sangat suka Suka Cukup suka Sangat suka Suka Tidak suka

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putra, pada aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Tabel 31. Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok remaja putri Persentase (%) 88 88 1 Warna 341 74 74 482 54 54 631 81 81 2 Aroma 341 72 72 482 55 55 631 81 81 3 Rasa 341 69 69 482 54 54 631 81 85 4 Tekstur 341 69 69 482 41 41 631 Sumber : hasil perhitungan lampiran 36 halaman 163 No Aspek Sampel Skor Kriteria kesukaan Sangat suka Suka Cukup suka Suka Suka Cukup suka Suka Suka Cukup suka Sangat suka Suka Tidak suka

99

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putri, pada aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Tabel 32 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok bapak-bapak No 1 Aspek Warna Sampel 341 482 631 341 482 631 341 482 631 341 482 631 Skor 93 82 51 89 85 57 89 84 57 94 81 35 Persentase (%) 93 82 51 89 85 57 89 84 57 94 81 35 Kriteria kesukaan Sangat suka Suka Tidak suka Sangat suka Sangat suka Cukup suka Sangat suka Sangat suka Cukup suka Sangat suka Suka Sangat Tidak suka

Aroma

Rasa

Tekstur

Sumber : hasil perhitungan lampiran 37 halaman 164 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia bapak-bapak, pada aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

100

Tabel 33 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok ibu-ibu No Persentase (%) 83 83 1 Warna 341 76 76 482 54 54 631 2 Aroma 341 81 81 482 74 74 631 51 51 82 82 3 Rasa 341 75 75 482 47 47 631 4 Tekstur 341 83 83 482 69 69 631 25 25 Sumber : hasil perhitungan lampiran 38 halaman 165 Aspek Sampel Skor Kriteria kesukaan Suka Suka Cukup suka Suka Suka Tidak suka Suka Suka Tidak suka Suka Suka Sangat tidak suka

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia ibu-ibu, pada aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

101

Tabel 34 . Ringkasan hasil uji kesukaan per sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dari 80 panelis tidak terlatih No 1 Panelis Remaja putra Remaja putri Bapakbapak Ibu-ibu Sampel 341 482 631 341 482 631 341 482 631 341 482 631 Skor 353 309 208 335 284 204 365 332 200 329 294 177 Persentase (%) 88,25 77,25 52,00 83,75 71,00 51,00 91,25 83,00 50,00 82,25 73,50 44,25 Kriteria kesukaan Sangat suka Suka Tidak Suka Suka Suka Tidak Suka Sangat Suka Suka Tidak suka Suka Suka Tidak suka

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian berikut ini menguraikan tentang perbedaan kualitas nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang, perbedaan kandungan serat, cemaran mikroba, ketebalan nata de musa serta kesukaan terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang. 1. Perbedaan kualitas nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang a. Warna Fungsi dari warna pada suatu makanan sangatlah penting, karena dapat membangkitkan selera makan. Warna dalam suatu

102

makanan yang dijual di pasaran belum tentu aman, yang tidak baik untuk dikonsumsi terlalu sering karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut sehingga berbahaya bagi kesehatan (F.G Winarto, 1992:183). Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek warna, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan warna putih transparan, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan warna putih agak transparan dan sampel 361 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan warna kurang putih ( cenderung kusam ). Perbedaan warna pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda didalam kulit pisang yang digunakan. Semakin banyak jumlah kandungan pektin ( polisakarida struktural ), warna yang dihasilkan akan semakin kusam ( Nanik Setyowati, 2004 : 4 ) hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang kapok putih warnanya kurang putih ( putih kusam ) karena kulit pisang kapok putih memiliki kandungn pektin 1,02%, sedangkan untuk natadari bahan dasar kulit pisang ambon kuning ( kandungan pectin 0,86% ) warnanya agak putih dan nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) warnanya putih ( putih cenderung transparan ). Dari hasil yang

103

telah diperoleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek warna adalah nata dari kulit pisang raja nangka. b. Aroma Menurut Bambang Kartika (1988: 10) aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan tiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan. Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek aroma, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan aroma pisang yang terasa, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan aroma pisang agak terasa dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan aroma pisang kurang terasa. Perbedaan aroma pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan aroma dari jenis kulit pisang tersebut yang sudah berbeda. Semakin tajam aroma kulit pisang yang digunakan maka aroma buah dari nata hasil eksperimen yang dihasilkan akan ikut terasa aroma buahnya. Selain itu juga yang diperkuat dengan adanya bahan

tambahan berupa gula pasir.

104

c. Rasa Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf (F.G Winarno, 1992: 204). Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek rasa, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan rasa manis kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan rasa agak manis dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan rasa kurang manis. Perbedaan rasa pada nata de musa disebabkan oleh jenis kulit pisang itu sendiri. Dimana didalam kulit pisang mempunyai kandungan pektin yang berdeda pula. Semakin tinggi kandungan pektinnya maka rasa nata yang dihasilkan sebelum direbus dalam

larutan gula ( sirup gula ) 30% cenderung semakin asam, keasaman inilah yang dapat mengakibatkan tingkatan rasa nata yang berbeda. . Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh, rasa nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) mempunyai rasa yang mendekati kreteria nata yang ideal yaitu manis. Sedangkan nata dari kulit pisang ambon kuning ( kandungan pektin 0,86% ) mempunyai

105

rasa agak manis dan nata dari kulit pisang kepok putih ( kandungan pektin 1,02% ) mempunyai rasa yang kurang manis. Dengan demikian nata de musa yang menggunakan kulit pisang raja nangka sebagai bahan dasarnya akan menghasilkan rasa nata yang terbaik. d. Tekstur Tekstur merupakan kenampakan dari luar yang dapat secara langsung dilihat oleh konsumen sehingga akan mempengaruhi penilaian terhadap diterima atau tidaknya produk tersebut. Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek tektur, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan tekstur kenyal, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan tekstur agak kenyal dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan tekstur kurang kenyal. Perbedaan tekstur pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda pada bahan dasar kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang yang mempunyai kandungan pektin yang tinggi akan menghasilkan nata de musa dengan tekstur cenderung lebih liat. Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) teksturnya paling baik yaitu kenyal, sedang untuk nata

106

dari bahan dasar kulit pisang ambon kuning (kandungan pektin 0,86%) teksturnya agak kenyal dan nata dari kulit pisang kepok putih (kandungan pektin 1,02%) teksturnya kurang kenyal cenderung liat dan sulit untuk ditelan. Dari hasil yang telah diperloleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek tekstur adalah nata dari kulit pisang raja nangka. Urutan terbaik masing-masing sampel dapat dilihat

berdasarkan besarnya nilai rata-rata masing-masing sampelnya, dengan demikian sampel yang memiliki rata-rata tertinggi merupakan sampel terbaik. Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel dari aspek warna, aroma, rasa maupun tektur, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai ratarata sebesar 15,04, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar 12,60 dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan nilai rata-rata sebesar 9,45. 2. Hasil uji laboratorium Berdasarkan hasil uji laboratorium sampel diketahui: a. Uji kandungan serat.

107

Menurut Emma S Wirakusumah ( 2003:16 ), definisi serat (fiber) sampai saat ini belum ada yang benar-benar tepat. Namun ada dua definisi yang telah disepakati yang pertama yaitu serat adalah polisakarida nonpati berupa karbohidrat komplek yang terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung jadi satu. Sedangkan definisi yang ke dua yaitu serat adalah sisa yang tertinggal dalam kalor setelah makanan dicerna atau setelah protein, lemak, hidrat arang, vitamin, dan mineral dari makanan yang berasal dari tumbuhan diserap. Sisa tersebut disebabkan karena manusia tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna serat tersebut. dinding sel tanaman pangan. Ada dua istilah kepustakaan yang sering digunakan berkaitan dengan serat, yaitu serat kasar atau Crude Fiber ialah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air, misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Adapun serat yang larut dalam air adalah pektin, dan gum. Sedangkan istilah berikutnya ialah Dietary Fiber atau serat makanan yaitu semua jenis serat yang tetap ada dalam kolon setelah pencernaan, baik serat larut air maupun serat tidak larut air. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kandungan serat pada nata de musa lebih sesuai menggunakan istilah serat kasar atau Crude Fiber, karena beasal dari selulosa tumbuhan. Fungsi dari serat adalah untuk meningkatkan bobot dan ukuran fases, meningkatkan asam empedu, menurunkan kadar banyak terdapat pada

108

kolesterol dan membantu mencegah penyakit degeneratif seperti kegemukan dan kanker usus besar.

3. Pembahasan tentang tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata de musa hasil eksperimen Berdasarkan hasil uji kesukaan dari 80 panelis tidak terlatih terhadap ketiga sampel hasil eksperimen diketahui: a. aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. b. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putri, pada aspek warna, aroma maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. c. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok bapak-bapak, pada aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. d. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok ibu-ibu, pada aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.

109

Secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.

BAB V PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat diambil simpulan dan saran sebagai berikut. A. Simpulan 1. Ada perbedaan kuliatas yang nyata pada nata kulit pisang hasil eksperimen yang dibuat dengan jenis kulit pisang yang berbeda (kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih) secara keseluruhan dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji inderawi sampel terbaiknya adalah sampel dengan kode 341(nata dari kulit pisang raja nangka) kemudiaan sampel kode 482 (nata dari kulit pisang ambon kuning), dan terakhir sampel kode 631 (nata dari kulit pisang kepok putih). 2. Berdasarkan uji ketebalan nata yang paling tebal adalah sampel dengan kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 12,12 mm kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 11,34 mm terakhir sampel kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 11,03 mm. 3. Berdasarkan hasil uji laboratorium Berdasarkan uji kandungan serat (Crude Fiber), yang terbaik adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai rata-rata sebesar 2,84025% kemudian sampel kode 631 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang kepok putih dengan nilai

112

113

rata-rata sebesar 2,2545% dan terakhir sampel kode 482 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar 2.2066%. Nata kulit pisang hasil eksperimen, hasil uji kimiawi ketiga sampel untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu SNI nata yaitu maksimal 4.5%. Sedangkan untuk kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang terendah adalah sampel dengan kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 2,47x102 cfu/g dan yang tertinggi yaitu sampel kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 2,79x102 cfu/g. Juga sudah memenuhi

syarat mutu SNI nata yaitu kurang dari 3 AMP/g. 4. Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai dengan kreteria warna nata putih (cenderung transparan), beraroma buah khas pisang raja nangka, rasa manis dan tekstur kenyal dan tebal. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan selama proses penelitian maka penulis ingin memberi saran sebagai berikut. 1. Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang umurnya lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. 2. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahaya dan udara tidak

114

banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kualitas nata yang dihasilkan. 3. Agar produk ini lebih aman untuk dikonsumsi maka bagi calon produsen nata yang berkeinginan mencoba memproduksi sebaiknya perlu diteliti lebih lanjut tentang ambang batas aman konsumsi nata dari kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan..

115

DAFTAR PUSTAKA Ani Suryani,dkk. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta : Panebar Swadaya Anonymous. 1996. Petunjuk Pratikum Mikrobiologi Pangan dan Industri. Malang : Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Bambang Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Yogyakarta : Pusat Antar Universitas UGM Bahan Pangan.

Ch. Lilies Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Emma S. Wirakusumah. 2003. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Panebar Swadaya John M. de Man. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung : Institut Teknologi Bandung Krus Haryanto, dkk. 1998. Pemanfaatan Limba Cair Tahu Menjadi Nata de Soya. Semarang : Balai Pertanian dan Pengembangan Industri Lingga. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Panebar Swadaya Loekmonohadi. 2002. Paparan Perkuliahan Kimia Makanan. Semarang : Fakultas Teknik UNNES L. Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius Muhammad Zainudin. 1996. Metode Penelitian. Yogyakarta : Kanisius M. Lies Suprapti. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta : Kanisius Munadjim. 1986. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT. Gramedia Nanik Setyowati. 2004. Karya Tulis Ilmiah. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat, Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Semarang: Politeknik Kesehatan Semarang Rindit Pambayun. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Rony Palungkun. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Panebar Swadaya

116

SNI 01- 2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Departemen Perindustrian SNI 01- 4317- 1996. Nata dalam Kemasan. Jakarta : Departemen Perindustrian Soewarno T. Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bratara Karya Aksara Sri Suratiningsih. 1997. Pembuatan Nata dengan Menggunakan Berbagai Macam Buah dan Limbah. Semarang : STIP Farming Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung : Tarsito Sugiono. 2005. Statistika dalam Penelitian. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta Suswahyundari. 1997. Eksperimen Pembuatan Nata dari Kulit Nanas. Semarang: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 1996. Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta : Panebar Swadaya Vincenht Gaspersz. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Argomedia Pustaka Winarno. F. G, dkk. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia YP. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta : Puspa Swara

Anda mungkin juga menyukai