Anda di halaman 1dari 5

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Minimarket dan Pasar Tradisional 2.1.

1 Pengertian Pasar Tradisional Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli barang dan jasa. Pasar Tradisional Sebagai Identitas Budaya Bangsa Pasar tradisional bagi masyarakat Indonesia tidak hanya dianggap sebagai tempat jual beli saja, tetapi telah berkembang sebagai tempat interaksi sosial, bertemunya masyarakat, saling berkomunikasi dan juga pusat keramaian. Bahkan dalam pepatah jawa ada anggapan Tuna satak bathi sanak yang artinya rugi uang tapi mendapat saudara. Artinya masyarakat tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga hubungan kekeluargaan dapat dibina terus. Hal ini terjadi karena di pasar tradisional ada kesempatan bagi para pebeli dan penjual untuk saling tawar menawar yang akhirnya menimbulkan kesempatan untuk saling berkomunikasi. Berbeda dengan supermarket maupun minimarket yang harga barang sudah pasti sehingga tidak terjadi tawar menawar dan tidak menimbulkan interaksi untuk saling berkomunikasi. Dari contoh ini saja, dapatt dilihat bahwa kegiatan pasar tradisional mencerminkan sifat masyarakat yang ramah. Jika dilihat dari budaya pemanfaatan waktu, pasar tradisional memperlihatkan identitas masyarakat sesungguhnya. Di pasar tradisional aktivitas sudah mulai sejak dini hari atau waktu subuh, sedangkan pasar modern baru mulai beraktivitas atau buka dimulai sekitar pukul Sembilan atau sepuluh pagi. Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakt bukan pemalas karena sudah beraktivitas di pagi hari. 2.1.2 Pengertian Minimarket Menurut Hendri Maruf (2005:84) Minimarket adalah toko yang mengisi kebutuhan akan warung yang berformat modern yang dekat dengan pemukiman penduduk sehingga dapat mengungguli warung atau toko dan biasanya luas ruangnya adalah 50m2 sampai 200 m2. 2.2 Dampak Pembangunan Minimarket terhadap Pasar Tradisonal/Warung Kemunculan pasar modern pertama di Indonesia adalah pusat perbelanjaan modern Sarinah di Jakarta pada tahun 1966 yang selanjutnya di ikuti oleh pertumbuhan pasar-pasar modern lainnya. Pada tahun 1988 muncul perusahaan yang menggunakan format minimarket pertama kali di Indonesia yaitu PT.Indomarco Prismatama dengan gerai bernama Indomart. Lalu muncul perusaahan PT Alfaria Trijaya dengan gerai minimarket bernama alfamart. Keberadaan minimarket ini semakin tumbuh ketika pada tahun 2000-an terjadi liberalisasi pada penanam modal asing.

Maraknya pertumbuhan minimarket dengan konsep tata kelola yang professional dan barang dagang yang lebih lengkap telah menyudutkan kehadiraan pasar tradisional di kota-kota besar Indonesia salah satunya di Jakarta. Pertumbuhan minimarket yang pesat dan mulai memasuki kearah pemukiman penduduk memberikan dampak negatif. Salah satunya yaitu menggusur kehadiran pasar tradisional sebagai warisan budaya bangsa. 2.3 Faktor-Faktor tergesernya Pasar Tradisional oleh Minimarket di Jakarta beberapa faktor yang melatar belakangi semakin tergesernya pasar tradional oleh minimarket, yaitu : 1. Keunggulan minimarket dibandingkan pasar tradisional Keunggulan minimarket dibandingkan pasar tradisional seperti - mudahnya lokasi yang dekat dengan konsumen di perumahan-perumahan - luas dari toko atau gerai tidak terlalu besar dan dapat memuat 3000-4000 item barang - tidak membutuhkan investasi besar - sebagian besar pangsa pasarnya adalah perorangan dan ibu-ibu rumah tangga yang bekerja dan mementingkan kepraktisan dalam berbelanja - suasana aman dan nyaman dalam berbelanja - kemudahan dalam memilih barang-barang yang diperlukan - kualitas barang lebih terjamin - harga barang sudah pasti, tidak memerlukan tawar-menawar lagi - dapat berbelanja berbagai keperluan dalam satu tempat sehingga akan menghemat waktu dan tenaga ( Harmaizar, 2006: 327-328) 2. Perubahan preferensi konsumen Menurut Levy dan Weitz (2004: 112-113), kebutuhan konsumen dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu : a. Kebutuhan fungsional (fungsional needs), kebutuhan ini berhubungan langsung dengan bentuk atau penampilan dari produk b. Kebutuhan psikologis (psychological needs), kebutuhan ini diasosiasikan dengan kebutuhan yang bersifat mental dari konsumen yang dapat terpenuhi dengan berbelanja ataupun membeli dan memiliki barang tersebut. Banyak barang yang dapat memenuhi kebutuhan secara fungsional sekaligus kebutuhan psikologis. Dengan semakin tingginya tingkat pendapatan maka semakin tinggi pula akan kebutuhan secara psikologis. Hal inilah yang menyebabkan kebutuhan kenyamanan berbelanja, jasa yang baik, produk yang bermerek lebih penting bagi konsumen didaerah perkotaan . preferensi masyarakat yang semakin hari semakin bergeser inilah yang menyebabkan penurunan pertumbuhan pasar tradisional karena semakin menurunnya konsumen dan semakin meningkatnya pertumbuhan pasar modern seperti minimarket.

3. Jumlah Minimarket yang semakin banyak Karena perubahan preferensi inilah menyebabkan jumlah minimarket semakin banyak. Di Indonesia Pada kurun waktu tahun 2000-2006, minimarket tumbuh rata-rata 29% pertahun, gerai-gerai minimarket yang pada tahun 2002 hanya berjumlah ratusan menjadi ribuan pada tahun 2006 sedangkan jumlah minimarket dijakarta juga semakin berkembang jumlahnya. Data jumlah minimarket dijakarta sebagai berikut Rekapitulasi Data Perpasaran di Povinsi DKI Jakarta, thn 2012 No Wilayah Minimarket Pasar Tradisional 1 Jakarta Pusat 254 39 2 Jakarta Barat 426 27 3 Jakarta Selatan 414 28 4 Jakarta Timur 459 33 5 Jakarta Utara 315 26 Jumlah 1.868 153 (sumber: ) Berdasarkan data di atas dapat terlihat pada tahun 2012, jumlah gerai minimarket jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pasar tradisional. Minimarket berjumlah 1868 sedangkan pasar tradisional berjumlah 153. Hal ini lah menjadi salah satu bukti semakin tergesernya pasar tradisional oleh kehadiran minimarket yang semakin menjamur. 4. Perizinan pendirian minimarket yang mudah di Jakarta dan tidak adanya sanksi Banyaknya jumlah minimarket di Jakarta selain disebabkan karena segi permintaan yang banyak, hal ini juga didorong oleh mudahnya pendirian bangunan minimarket di Jakarta. Sebelum tahun 2012, persyaratan pendirian minimarket hanya memerlukan syarat-syarat berupa izin dari warga masyarakat yang diketahui ketua RT/RW, desa/kelurahan, dan kecamatan. Pada saat itu belum ada aturan hukum tentang pengaturan jarak antar minimarket dan pasar tradisional. Minimarket, dalam peraturan perundang-undangan termasuk dalam pengertian Toko Modern. Peraturan mengenai toko modern diatur dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Perpres 112/2007). Pengertian toko modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Setiap toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi mayarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada (Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007).

Mengenai jarak antar-minimarket dengan pasar tradisional yang saling berdekatan, hal tersebut berkaitan dengan masalah perizinan pendirian toko modern (minimarket). Suatu toko modern (minimarket) harus memiliki izin pendirian yang disebut dengan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan khusus untuk wilayah DKI Jakarta diterbitkan oleh Gubernur (Pasal 12 Perpres 112/2007). Kemudian kewenangan untuk menerbitkan IUTM ini dapat didelegasikan kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat (Pasal 11 Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern - Permendag 53/2008) . Dalam Pasal 3 Perpres 112/2007, disebutkan bahwa luas bangunan untuk minimarket adalah kurang dari 400m2 . Lokasi pendirian dari Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota. Ketentuan yang menyebut untuk memperhatikan jarak diatur untuk toko modern kategori Hypermarket saja, sedangkan pengaturan lokasi untuk minimarket tidak disebutkan. Pengaturan lokasi minimarket dalam Pasal 5 ayat (4) Perpres 112/2007disebutkan bahwa minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Artinya, minimarket bisa membukai gerai hingga ke wilayah pemukiman warga. Kemudian, Pasal 3 ayat (9) Permendag 53/2008 menyebutkan kewajiban bagi minimarket yaitu Pendirian Minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan atau bangunan lain wajib memperhatikan: a. Kepadatan penduduk; b. Perkembangan pemukiman baru; c. Aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas); d. Dukungan/ketersediaan infrastruktur; dan e. Keberadaan Pasar Tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil daripada Minimarket tersebut. Namun, Permendag 53/2008 tidak mengatur konsekuensi ataupun sanksi apabila kewajiban di atas dilanggar. Pelaksanaan pengawasan toko modern diserahkan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta.

Jarak minimarket diatur pula di dalam peraturan perundang-undangan di tingkat daerah. Untuk wilayah DKI Jakarta misalnya, diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 44 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Kepgub 44/2004) yang merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta (Perda DKI 2/2002). Berdasarkan Pasal 8 Kepgub 44/2004 jo. Pasal 10 huruf a Perda DKI 2/2002, mini swalayan (minimarket) yang luas lantainya 100 m2 s.d. 200m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak di sisi jalan lingkungan/kolektor/arteri. Berdasarkan Pasal 9 Perda DKI 2/2002, penyelenggara usaha perpasaran swasta (dalam hal ini mini market) harus memenuhi ketentuan, harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih rendah dengan yang ada di warung dan toko sekitarnya. Pelanggaran terhadap ketentuan jarak dan mengenai harga barang-barang yang dijual diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp5 juta (Pasal 22 ayat [1] Perda DKI 2/2002). Karena tidak adanya sanksi bagi yang melanggar batas jarak seharusnya, membuat pengusaha minimarket seenaknya membangun minimarket dan jika dilihat jaraknya saat ini sangat dekat dengan pasar tradisional atau warung dan bahkan juga dapat ditemui dua minimarket dari dua perusahaan berbeda yang jaraknya saling berdekatan. 2.4 Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Menjamurnya Minimarket Setelah menjamurnya keberadaan minimarket semakin banyak dan mulai menggerus kehadiran pasar tradisional, maka pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai izin pendirian bangunan minimarket, yaitu seperti terletak sekitar 200 meter dari pasar tradisional. Adanya program revitalisasi pasar,. Revitalisasi adalah proses, cara dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya (KBBI). Di Jakarta terdapat 153 pasar tradisional dan 97 diantaranya dalam kondisi tidak layak. Maka dalam periode 2009-2012 telah dilakukan revitalisasi pasar tersebut oleh PD Pasar Jaya DKI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai